Anda di halaman 1dari 7

Tes kemampuan Tauhid, Ma’rifat dan Takdir

Nama/Nim : Cahya Wulandari Hidayat/1603204096

Kelas : DI-44-03

1. Makna Tauhid

Tauhid adalah ilmu yang mempelajari keesaan Allah SWT. Artinya Allah SWT. itu satu dan
memiliki kesempurnaan dan tidak ada satu pun yang bisa menggantikan-Nya.

Secara Bahasa arab tauhid merupakan bentuk Masdar dari fi’il wahhada-yuwahhidu, yang
artinya menjadikan sesuatu satu saja.

Secara istilah syar’i, tauhid adalah menjadikan Allah SWT. sebagai satu-satunya
sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya. Mempelajari tauhid juga
termasuk meyakini kebenaran seluruh ajaran Allah SWT. Yang diturunkan dan disebarkan
oleh Rasul-Nya.

Ilmu tauhid disebut juga ilmu ushul (dasar agama) atau ilmu aqidah. Ilmu ini menjadi bekal
pedoman bagi seluruh umat islam dalam melakukan kewajibannya. Ilmu ini juga
membantu umat islam dalam menereapkan aqidah keagamaan yang diperoleh dari kitab
suci Al-Quran dan hadist.

2. Jenis-Jenis Tauhid

a. Tauhid Rububiyah

Artinya mengesakan Allah SWT. dalam hal perbuatan-Nya. Seperti mencipta,


memberikan rezeki, menghidupkan dan mematikan, mendatangkan bahaya, memberi
manfaat, dll. Seorang muslim harus yakin bahwa Allah SWT. tidak memiliki sekutu
dalam rububiyahNya.

b. Tauhid Uluhiyah

Artinya mengesakan Allah SWT dalm jenis-jenis peribadatan yang trlah disyariatkan.
Seperti shalat, zakat, doa, nadzar, haji, sembelihan, dan sebaginya yang tergolong
jenis ibadah. Jenis tauhid ini yang dituntut Allah SWT dari hamba-hambaNya. Karena
pada tauhid rububiyah, setiap orang(termasuk jin) mengakuinya, sekalipun orang-
orang musyrik yang Allah SWT utus rasul kepada mereka.

c. Tauhid Asma was Sifat

Artinya menetapkan nama-nama dan sifat-sifat untuk Allah SWT sesuai dengan yang
telah ditetapkan oleh Allah untuk diri-Nya, maupun yang telah ditetapkan oleh
Rasulullah SAW, serta meniadakan kekurangan-kekurangan dan aib-aib yang
ditiadaka oleh Allah terhadap diri-Nya, dan apa yang ditiadakan oleh Rasulullah SAW.

3. Hikmah memahami Ma’rifatullah

- Hidup selalu berada di jalan yang benar


- Memiliki kekuatan dalam menghadapi cobaan hidup
- Allah akan selalu mengaruniakan dalam hidupnya
- Akan selalu optimis dalam menghadapi kehidupan
- Memiliki kendali dan control dalam hidup, sehingga tidak selalu terjerumus kedalam
jurang kema’siatan
- Selalu berada dalam bimbingan dan pertolongan Allah
- Memiliki ruhiyah imaniah yang kuat

4. Makna Takdir dan Jenisnya

Makna Takdir

Takdir adalah ketentuan Allah yang telah ditetapkan sejak zaman azali(dahulu). Dalam
Bahasa Indonesia takdir adalah nasib. Dalam Bahasa arab takdir disebut dalam dua kata,
yaitu qada dan qadar yang memiliki makna yang sama. Menurut ulama, takdir ada yang
bisa berubah dan ada yang tidak bisa berubah. Ada yang dinamakan takdir mualaq dan
takdir mubram.

Makna kata takdir menurut bahasa adalah menetapkan segala sesuatu, atau
menerangkan kadar atas sesuatu. Makna kata takdir bisa pula diartikan dengan menilai
sesuatu atas penilaian tertentu, atau memperkirakan sesuatu melalui perkiraan atasnya.
Seperti, memperkirakan kekuatan suatu benda, kadar maupun nilanya. Jika takdir
dimasukkan dalam pembahasan mengenai apa saja yang mengandung konsekuensi jika
dilakukan, maka ia mempunyai arti menetapkan segala sesuatu secara bijaksana atau
proporsional, sesuai kehendak dan ketetapan yang melingkupinya.
Adapun makna kata takdir menurut istilah agama (syari’at) adalah, segala sesuatu yang
telah ditetapkan oleh Allah Swt. menurut ilmu dan kehendak-Nya. Adapun dalil-dalil dari
Al-Qur’an yang menguatkan pendapat dimaksud adalah sejumlah firman Allah Swt.
berikut ini, "Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri. Dan Dia mengetahui apa yang di daratan maupun di
lautan. Serta tiada sehelai daun pun yang gugur, melainkan Dia mengetahuinya. Demikian
pula tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau
yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh al-Mahfuzh)," (QS Al-An’âm
[6]: 59).

Allah Swt. juga berfirman, "Katakanlah, ‘Aku tidak berkuasa mendatangkan


kemudharatan, dan tidak pula kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang
dikehendaki oleh Allah.’ Tiap-tiap umat mempunyai ajal.[1]Apabila telah datang ajal
mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun, dan tidak pula
mendahulukannya," (QS Yûnus [10]: 49).

Jenis-jenis takdir

- Takdir mualaq

Takdir mualaq adalah takdir yang berada di buku yang dipegang malaikat. Takdir ini
bisa berubah dengan usaha atau ikhtiar manusia yang bersungguh-sungguh.. Takdir
ini yang dimaksud dalam Q.S Ar-Ra’d:30.

“Allah menghapuskan apa yang dia kehendaki dan menetapkan (apa yang dia
kehendaki)”

Macam-macam takdir Allah ini contohnya antara lain keberhasilan murid di sekolah
dalam meraih prestasi. Murid yang berprestasi itu bukanlah murid yang diam saja
tidak belajar, dan hanya menunggu takdir. Tetapi, ia yang selalu berusaha dan belajar
setiap hari untuk meraih cita-cita yang diharapkannya.

Dengan begitu, apa yang diraihnya selain ditentukan oleh takdir Allah SWT, juga
ditopang oleh usaha dan doa yang dia lakukan. Jadi, berusaha itu harus, tetapi kamu
juga harus berdoa dan rela menerima segala takdir yang sudah ditentukan oleh Allah
SWT.
Orang yang rajin bekerja akan kaya, dan yang malas berusaha akan miskin,
sebagaimana firman-Nya: "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu
kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri". (Ar-
Rad:11).

- Takdir Mubram

Takdir mubram adalah ketentuan mutlak dari Allah SWT yang pasti berlaku dan
manusia tidak diberi peran untuk mewujudkannya. Contohnya adalah kelhiran,
kematian, jodoh. Tentunya kita tidak tahu kapan akan dilahirkan, kapan akan mati dan
siapa jodoh kita. Semua menjadi rahasia Allah SWT dan terjadi sesuai ketetapan-Nya.

5. Manfaat mengetahui konsep takdir

- Menenangkan jiwa. Seseorang yang beriman kepada qada dan qadar akan
mendapatkan ketenangan jiwa. Hal ini dikarenakan ia merasa senang dan menerima
dengan ikhlas atas semua ketentuan Allah Swt. Tidak ada kekhawatiran dalam jiwa,
karena ia meyakini bahwa Allah Swt. senantiasa menghendaki kebaikan pada diri
hamba-Nya.
- Senantiasa bersikap sabar dan syukur. Apabila mendapat nikmat maka ia akan
bersyukur kepada Allah Swt. Ciri orang yang bersyukur yaitu di dalam hatinya merasa
cukup atas pemberian Allah Swt. Kemudian rasa syukur tersebut diwujudkan secara
lisan dan perbuatan.
- Menumbuhkan sifat optimis. Seseorang yang beriman kepada qada dan qadarakan
memiliki sifat optimis. Kegagalan meraih cita-cita tidak membuatnya berputus asa,
justru sebaliknya semakin bersemangat berusaha sekuat tenaga untuk meraihnya.
- Menjauhkan diri dari sifat sombong Seseorang yang beriman kepada qada dan qadar
apabila memperoleh keberhasilan ia menganggap semua itu adalah karunia Allah Swt.
Ia tidak pernah mengatakan semua itu merupakan hasil usahanya sendiri.

6. Dalil dari konsep tauhid, ma’rifah dan takdir


1. Tauhid

- Tauhid rububiiyah

Di antara dalil-dalil tauhid rubûbiyyah adalah firman Allah SWT yang artinya,
“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah,
Rabb semesta alam.” (Q.S. al-A’râf [7]: 54)
Firman-Nya juga yang artinya,
“Katakanlah: ‘Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika
kalian mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah:
‘Maka apakah kalian tidak ingat?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang empunya langit yang
tujuh dan yang empunya ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan
Allah.’ Katakanlah: ‘Maka mengapa kalian tidak bertaqwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah
yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu, sedang Dia melindungi,
tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab)-Nya, jika kalian mengetahui?’
Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘(Kalau demikian), maka
mengapa kalian masih tertipu?’” (Q.S. al-Mu’minûn [23]: 84-89)

- Tauhid uluhiyyah

Di antara dalil-dalil Tauhid Uluuhiyyah adalah firman Allah l yang artinya,


“Katakanlah: ‘Hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku.’ Maka sembahlah oleh kalian (hai
orang-orang musyrik) apa yang kamu kehendaki selain Dia.” (Q.S. az-Zumar [39]:
14-15)
Dan masih banyak lagi ayat lainnya. Bahkan kebanyakan isi al-Qur’an menerangkan
tentang tauhîd ulûhiyyah, yakni yang menerangkan makna lâ ilâha illallâh, yang
tersusun dari dua rukun; 1) An-Nafyu, yakni menolak segala macam yang disembah
selain Allah l dengan berbagai macam bentuk peribadatan. 2) Al-Itsbât, yakni
menetapkan Allah l semata dalam segala peribadatan kepada-Nya dengan ikhlas,
yang dilakukan berdasarkan petunjuk Rasulullah `.

- Tauhid asma was shifat

Di antara dalil-dalil tauhîd asmâ wa shifât adalah firman Allah l yang artinya,
“Dia-lah Allah, tidak ada ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia
mempunyai Asmâ-ul Husna (nama-nama yang terbaik).” (Q.S. Thâhâ [20]: 8)

Di antara ayat yang menghimpun tiga macam tauhid adalah firman Allah l yang
artinya,
“(Dia-lah) Rabb langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka
sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah
engkau mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia?” (Q.S. Maryam [19]: 65)

Penting untuk diketahui bahwa pembagian tauhid ke dalam tiga bagian sudah ada
sejak zaman salafush shalih. Semua imam membicarakan pembagian tauhid ke
dalam tiga bagian. Mereka sepakat dengan ahlus sunnah wal jama’ah. Tidak ada
seorang pun dari kaum salaf yang mengingkari pembagian ini. Seandainya seluruh
usia kita digunakan untuk meneliti kitab-kitab ahli ilmu, maka tidak akan kita
temukan kaum salaf yang mengingkarinya. Justru akan kita dapatkan berbagai nash
yang banyak dari mereka yang membicarakan pembagian tauhid ini dengan
mengikuti al-Qur’an dan as-Sunnah.

- Ma’rifat
Barangkali tidak salah kalau dikatakan bahwa istilah ma’rifatullâh, yang secara
bahasa berarti mengenal Allah SWT, termasuk istilah yang cukup populer di kalangan
kaum Muslimin. Karena semua yang beriman sepakat meyakini bahwa mengenal
Allah SWT dan mencintai-Nya merupakan kewajiban dan tuntutan yang paling utama
dalam Islam. Bahkan istilah ma’rifatullâh selalu diidentikkan oleh para Ulama Ahlus
Sunnah dengan kesempurnaan iman dan takwa kepada Allah SWT. Allah SWT
berfirman:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allâh diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah
orang-orang yang berilmu (mengenal Allâh Azza wa Jalla )” [Fâthir/35:28].

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:


“Semakin bertambah pengetahuan seorang hamba tentang Allâh Azza wa Jalla,
maka semakin bertambah pula rasa takut dan pengagungan hamba tersebut
kepada-Nya…, yang kemudian pengetahuannya ini akan mewariskan perasaan malu,
pengagungan, pemuliaaan, merasa selalu diawasi, kecintaan, bertawakal, selalu
kembali, serta ridha dan tunduk kepada perintah-Nya.”[1]

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata,


“Semakin banyak pengetahuan seseorang tentang Allâh, maka rasa takutnya kepada
Allâh pun semakin besar, yang kemudian rasa takut ini menjadikan dirinya (selalu)
menjauh dari perbuatan-perbuatan maksiat dan (senantiasa) mempersiapkan diri
untuk berjumpa dengan Dzat yang ditakutinya (yaitu Allâh Azza wa Jalla).”[2]

- Takdir
Adapun makna kata takdir menurut istilah agama (syari’at) adalah, segala sesuatu
yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. menurut ilmu dan kehendak-Nya. Adapun
dalil-dalil dari Al-Qur’an yang menguatkan pendapat dimaksud adalah sejumlah
firman Allah Swt. berikut ini,
"Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri. Dan Dia mengetahui apa yang di daratan
maupun di lautan. Serta tiada sehelai daun pun yang gugur, melainkan Dia
mengetahuinya. Demikian pula tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi,
dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang
nyata (Lauh al-Mahfuzh)," (QS Al-An’âm [6]: 59).

Allah Swt. juga berfirman,


"Katakanlah, ‘Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan, dan tidak pula
kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki oleh Allah.’ Tiap-tiap
umat mempunyai ajal.[1]Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat
mengundurkannya barang sesaat pun, dan tidak pula mendahulukannya," (QS Yûnus
[10]: 49).

Allah Swt. juga berfirman,


"Tiada sesuatu pun yang ghaib di langit maupun di bumi, melainkan terdapat dalam
kitab yang nyata (Lauh al-Mahfuzh)" (QS Al- Naml [27]: 75).

Allah Swt. juga berfirman,


"Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati, dan Kami menuliskan apa
yang telah mereka kerjakan, serta bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan, segala
sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh al-Mahfuzh)," (QS
Yâsîn [36]: 12).

Allah Swt. juga berfirman,


"Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al-Qur’an yang mulia, yang tersimpan
dalam Lauh al-Mahfuzh," (QS Al-Burûj [85]: 21- 22).

Allah Swt. juga berfirman,


"Dan mereka berkata, ‘Kapankah datangnya ancaman itu jika kalian adalah orang-
orang yang benar?’ Katakanlah, ‘Sesungguhnya ilmu tentang Hari Kiamat itu hanya
pada sisi Allah. Dan sesungguhnya aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang
menjelaskan,’" (QS Al-Mulk [67]: 25-26).

Anda mungkin juga menyukai