Anda di halaman 1dari 7

https://almanhaj.or.id/3104-aqidah-imam-empat.

html

AQIDAH IMAM EMPAT

Oleh

Ustadz Abu Ismail Muslim Al Atsari

Bagilah masjid-masjid antara kami dengan Hanafiyah [1] karena Si Fulan, salah seorang ahli fiqih
mereka, menganggap kami sebagai ahli dzimmah! [2] Usulan ini disampaikan oleh beberapa tokoh
Syafiiyyah[3] kepada mufti Syam pada akhir abad 13 Hijriyah.

Selain itu, banyak ahli fiqih Hanafiyah memfatwakan batalnya shalat seorang Hanafi di belakang
imam seorang Syafii. Demikian juga sebaliknya, sebagian ahli fiqih Syafiiyah memfatwakan batalnya
shalat seorang Syafii di belakang imam seorang Hanafi.

Ini di antara contoh sekian banyak kasus fanatisme madzhab yang menyebabkan perselisihan dan
perpecahan umat Islam [4]. Realita yang amat disayangkan, bahkan dilarang di dalam agama Islam.
Allah Azza wa Jalla berfirman:

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena
nikmat Allah orang yang bersaudara. [Ali Imran/3 : 103].

Mengapa orang-orang yang mengaku sebagi para pengikut Imam Empat itu saling
bermusuhan? Apakah mereka memiliki aqidah yang berbeda? Bagaimana dengan aqidah
Imam Empat?

Benar, ternyata banyak di antara para pengikut Imam Empat memiliki aqidah yang
menyimpang dari aqidah imam mereka. Walaupun secara fiqih mereka mengaku mengikuti
imam panutannya. Banyak di antara para pengikut itu memiliki aqidah Asyariyah atau
Maturidiyah atau Shufiyah atau lainnya, aqidah-aqidah yang menyelisihi aqidah Ahlus
Sunnah wal Jamaah. Padahal imam-imam mereka memiliki aqidah yang sama, yakni
aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, aqidah Ahli Hadits.

IMAM EMPAT

Istilah Imam Empat yang digunakan umat Islam pada zaman ini, mereka ialah:

1. Imam Abu Hanifah Numan bin Tsabit rahimahullah, dari Kufah, Irak (hidup th 80 H 150
H).

2. Imam Malik bin Anas rahimahullah, dari Madinah (hidup th 93 H 179 H)

3. Imam Syafii Muhammad bin Idris rahimahullah, lahir di Ghazza, Asqalan, kemudian
pindah ke Mekkah. Beliau bersafar ke Madinah, Yaman dan Irak, lalu menetap dan wafat di
Mesir (hidup th 150 H 204 H).

4. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah dari Baghdad, Irak (hidup th 164 H 241 H).

Empat ulama ini sangat masyhur di kalangan umat Islam. Kepada empat imam inilah, empat
madzhab fiqih dinisbatkan.

AQIDAH IMAM EMPAT

Siapapun yang meneliti aqidah para ulama Salafush Shalih, maka ia akan mendapatkan
bahwa aqidah mereka adalah satu, jalan mereka juga satu. Para ulama Salafush Shalih
tidak berpaling dari nash-nash Al Kitab dan Sunnah, dan tidak menentangnya dengan akal,
perasaan, atau perkataan manusia.

Mereka mempunyai pandangan yang jernih, bahwa aqidah itu tidak diambil dari seorang
alim tertentu, bagaimanapun tinggi kedudukannya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: Adapun itiqad (aqidah, keyakinan),
maka tidaklah diambil dariku, atau dari orang yang dia lebih besar dariku. Tetapi diambil dari
Allah dan RasulNya, dan keyakinan yang disepakati oleh salaful ummah (umat Islam yang
telah lalu, para sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam). Maka apa yang ada di dalam Al
Quran wajib diyakini. Demikian juga yang hadits-hadits yang shahih telah pasti, seperti
Shahih Bukhari dan Shahih Muslim [5]. Imam Al Ashfahani rahimahullah berkata:
Seandainya engkau meneliti seluruh kitab-kitab mereka (Ahlu Sunnah) yang telah ditulis,
dari awal mereka sampai yang akhir mereka, yang dahulu dari mereka dan yang sekarang
dari mereka, dengan perbedaan kota dan zaman mereka, dan jauhnya negeri-negeri
mereka, masing-masing tinggal di suatu daerah dari daerah-daerah (Islam); engkau dapati
mereka dalam menjelaskan aqidah di atas jalan yang satu, bentuk yang satu. Pendapat
mereka dalam hal itu (aqidah) satu. Penukilan mereka satu. Engkau tidak melihat
perselisihan dan perbedaan pada suatu masalah tertentu, walaupun sedikit. Bahkan
seandainya engkau kumpulkan seluruh apa yang lewat pada lidah mereka dan apa yang
mereka nukilkan dari Salaf (orang-orang dahulu) mereka, engkau mendapatinya seolah-olah
itu datang dari satu hati dan melalui satu lidah. [6]

Termasuk Imam Empat, mereka berada di atas satu aqidah. Para ulama terkenal dari
berbagai madzhab telah menulis aqidah Imam Empat ini, dan mereka semua memiliki
aqidah yang sama.

Secara terperinci, aqidah Imam Empat ini antara lain dapat dilihat di dalam kitab Ushuluddin
Inda Aimmatil Arbaah Wahidah, karya Dr. Nashir bin Abdillah Al Qifari, dosen aqidah
Universitas Imam Muhammad bin Saud Qashim dan kitab Mujmal Itiqad Aimmatis Salaf,
karya Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin At Turki, Rektor Universitas Imam Muhammad bin
Saud.

IMAM ABU HANIFAH

Imam Abu Hanifah rahimahullah berkata: Aku berpegang kepada kitab Allah. Kemudian
yang tidak aku dapatkan (di dalam kitab Allah, aku berpegang) kepada Sunnah Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam. Jika aku tidak mendapatkannya di dalam kitab Allah dan
Sunnah Rasulullah, aku berpegang kepada perkataan-perkataan para sahabat Beliau. Aku
akan berpegang kepada perkataan orang yang aku kehendaki, dan aku tinggalkan
perkataan orang yang aku kehendaki di antara mereka. Dan aku tidak akan meninggalkan
perkataan mereka (dan) mengambil perkataan selain (dari) mereka. [Riwayat Ibnu Main di
dalam Tarikh-nya, no. 4219. Dinukil dari Manhaj As Salafi Inda Syaikh Nashiruddin Al
Albani, hlm. 36, karya Amr Abdul Munim Salim].

Imam Abu Jafar Ath Thahawi (wafat 321 H), salah seorang ulama Hanafiyah, menulis
sebuah risalah tentang aqidah, yang kemudian terkenal dengan nama Aqidah Ath
Thahawiyah. Beliau membukanya dengan perkataan: Ini peringatan dan penjelasan aqidah
Ahlis Sunnah wal Jamaah di atas jalan ahli fiqih-ahli fiqih agama: Abu Hanifah Numan bin
Tsabit Al Kufi, Abu Yusuf Yaqub bin Ibrahim Al Anshari, Abu Abdillah Muhammad bin Al
Hasan Asy Syaibani, dan yang mereka yakini, berupa ushuluddin (pokok-pokok agama), dan
cara beragamanya mereka (dengannya) kepada Rabbul Alamin. [Kitab Aqidah Ath
Thahawiyah]

As Subki rahimahullah memberikan komentar terhadap Aqidah Ath Thahawiyah dengan


perkataan : Madzhab yang empat ini segala puji hanya bagi Allah- satu dalam aqidah,
kecuali di antara mereka yang mengikuti orang-orang Mutazilah dan orang-orang yang
menganggap Allah berjisim [7], Namun mayoritas (pengikut) madzhab empat ini, berada di
atas al haq. Mereka mengakui aqidah Abu Jafar Ath Thahawi yang telah diterima secara
utuh oleh para ulama dahulu dan generasi berikutnya. [Ushuluddin Inda Aimmatil Arbaah
Wahidah, hlm. 28, karya Dr. Nashir bin Abdillah Al Qifari].

Penerimaan para ulama terhadap Aqidah Ath Thahawiyah adalah secara umum. Karena
ada beberapa perkara yang perlu dikoreksi, sebagaimana hal itu telah dilakukan oleh
pensyarah (pemberi penjelasan) Aqidah Ath Thahawiyah, (yaitu) Imam Ibnu Abil Izzi Al
Hanafi. Demikian juga oleh para ulama belakangan, seperti Syaikh Abdul Aziz bin Baz
dalam taliq (komentar) beliau, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani dalam syarah dan
taliq beliau, dan Syaikh Dr. Muhammad bin Abdurrahman Al Khumais di dalam Syarh Al
Aqidah Ath Thahawiyah Al Muyassar. Namun secara umum, para ulama menerima
kebenaran aqidah tersebut.

IMAM MALIK BIN ANAS

Imam Malik bin Anas rahimahullah dikenal sebagai ulama yang tegas dalam menyikapi
bidah. Di antara perkataan beliau yang masyhur ialah: Barangsiapa membuat bidah
(perkara baru) di dalam Islam (dan) ia menganggapnya sebagai kebaikan, maka ia telah
menyangka bahwa (Nabi) Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam telah mengkhianati
risalah. Karena Allah Taala berfirman:

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu
nikmatKu, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agamamu. [Al Maidah:3]

Maka apa-apa yang pada hari itu bukan agama, pada hari ini pun tidak menjadi agama. [8]

Imam Ibnu Abi Zaid Al Qairawani rahimahullah, (wafat 386 H), salah seorang ulama
Malikiyah, menulis sebuah risalah tentang aqidah, dan berisi aqidah Ahlu Sunnah, sama
dengan aqidah ulama lainnya.

IMAM ASY SYAFII

Imam Syafii rahimahullah berkata: Selama ada Al Kitab dan As Sunnah, maka (semua)
alasan tertolak atas siapa saja yang telah mendengarnya, kecuali dengan mengikuti
keduanya. Jika hal itu tidak ada, kita kembali kepada perkataan-perkataan para sahabat
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam , atau salah satu dari mereka. [Riwayat Baihaqi di dalam
Al Madkhal Ilas Sunan Al Kubra, no. 35. Dinukil dari Manhaj As Salafi Inda Syaikh
Nashiruddin Al Albani, hlm. 36].
Dan telah masyhur perkataan Imam Syafii rahimahullah : Aku beriman kepada Allah dan
kepada apa yang datang dari Allah (yakni Al Quran, Pen), sesuai dengan yang dikehendaki
Allah. Aku beriman kepada utusan Allah dan kepada apa yang datang dari utusan Allah
(yakni Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, -pen), sesuai dengan yang
dikehendaki utusan Allah [9]. Imam Abu Bakar Al Ismaili Al Jurjani rahimahullah, (wafat 371
H), salah seorang ulama Syafiiyah, menulis sebuah risalah tentang aqidah. Beliau
membukanya dengan perkataan: Ketahuilah, semoga Allah memberikan rahmat kepada
kami dan kalian, bahwa jalan Ahli Hadits, Ahli Sunnah wal Jamaah, ialah mengakui kepada
Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, dan menerima apa yang
dikatakan oleh kitab Allah Taala, dan apa yang telah shahih riwayatnya dari Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam [10].

IMAM AHMAD BIN HANBAL

Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata: Pokok-pokok Sunnah menurut kami ialah,
berpegang kepada apa yang para sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berada di
atasnya, dan meneladani mereka [Riwayat Al Lalikai]

Imam Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Khalaf Al Barbahari rahimahullah (wafat 329 H),
salah seorang ulama Hanbaliyah, menulis sebuah risalah tentang aqidah; aqidah Ahli
Sunnah wal Jamaah, yang bernama Syarhus Sunnah. Di antara yang beliau katakan di
awal kitab ini ialah: Ketahuilah, semoga Allah memberikan rahmat kepadamu. Bahwa
agama hanyalah yang datang dari Allah Tabaraka wa Taala (Yang Banyak Memberi Berkah
dan Maha Tinggi), tidak diletakkan pada akal-akal manusia dan fikiran-fikiran mereka. Dan
ilmunya (agama) di sisi Allah dan di sisi RasulNya. Maka janganlah engkau mengikuti
sesuatu dengan hawa-nafsumu, sehingga engkau akan lepas dari agama dan keluar dari
Islam. Sesungguhnya tidak ada argumen bagimu, karena Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam telah menjelaskan Sunnah (ajaran agama/aqidah) kepada umatnya, telah
menerangkannya kepada para sahabat Beliau, dan mereka adalah Al Jamaah. Mereka
adalah As Sawadul Azham (golongan mayoritas). Dan As Sawadul Azham (yang
dimaksudkan) adalah al haq dan pengikutnya. Barangsiapa menyelisihi para sahabat
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalam sesuatu dari urusan agama, (maka) dia
telah kafir.[11]

KESALAHAN YANG WAJIB DILURUSKAN

Ada beberapa kesalahan yang harus dibenarkan seputar kesatuan aqidah para ulama. Di
antaranya:

1. Anggapan bahwa beragamnya madzhab (pendapat yang diikuti) dalam masalah fiqih,
berarti beragamnya aqidah para imam.
Anggapan ini batil, sebagaimana telah kami sampaikan tentang kesatuan aqidah para ulama
Ahlu Sunnah. Nampaknya, anggapan ini sudah ada semenjak lama. Pada zaman Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, beliau menampakkan aqidah Salafiyah Ahli Sunnah wal
Jamaah, (tetapi) beliau dituduh menyebarkan aqidah Imam Ahmad bin Hanbal
rahimahullah. Kemudian beliau menjawab: Ini adalah aqidah seluruh imam-imam dan Salaf
(para pendahulu) umat ini, yang mereka mengambilnya dari Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam. Ini adalah aqidah Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam. Lihat Munazharah
Aqidah Al Wasithiyah.

2. Anggapan bahwa perbedaan Ahlu Sunnah dengan firqah Syiah dan semacamnya dari
kalangan Ahli Bidah, seperti perbedaan di antara madzhab empat.

Bahkan saat sekarang ini, di negara Mesir muncul lembaga yang disebut Darut Taqrib,
dengan semboyan mendekatkan antara Madzhab Enam. Yaitu madzhab Hanafiyah,
madzhab Malikiyah, madzhab Syafiiyah, madzhab Hanbaliyah, madzhab (Syiah) Zaidiyah,
dan madzhab (Syiah) Al Itsna Asyariyah. Lembaga ini menganggap, bahwa madzhab
empat yang beraqidah Ahlu Sunnah, sama seperti Syiah yang sesat. Padahal telah kita
ketahui, sebagaimana kami sampaikan di atas, bahwa aqidah seluruh imam itu satu, yaitu
aqidah Ahlu Sunnah wal Jamaah. Adapun Syiah, Rafidhah, maka para ulama telah sepakat
bahwa mereka adalah ahli bidah.

Setelah kita mengetahui bahwa aqidah Imam Empat sama, yaitu aqidah Ahlu Sunnah wal
Jamaah, bukan aqidah Asyariyah, bukan pula aqidah Maturidiyah, maka sepantasnya
orang-orang yang menyatakan mengikuti imam-imam tersebut dalam masalah fiqih, juga
mengikuti imam mereka dalam masalah aqidah. Dengan begitu mereka akan bersatu di atas
al haq. Wallahul Mustaan.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun X/1427H/2006M. Diterbitkan Yayasan


Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183
Telp. 0271-761016]

_______

Footnote

[1]. Hanafiyah, ialah orang-orang yang mengikuti madzhab Imam Abu Hanifah rahimahullah

[2]. Ahli dzimmah, ialah orang kafir yang menjadi warga negara di bawah kekuasaan negara
Islam

[3]. Syafiiyyah, ialah orang-orang yang mengikuti madzhab Imam Syafii rahimahullah
[4]. Lihat Tarikh Fiqih Islami, hlm. 171-176, karya Dr. Umar Sulaiman Al Asyqar.

[5]. Lihat Majmu Fatawa (3/161).

[6]. Lihat Al Hujjah Fi Bayanil Mahajjah (2/224-225). Dinukil dari kitab Ushuluddin Inda
Aimmatil Arbaah Wahidah, hlm. 73, karya Dr. Nashir bin Abdillah Al Qifari.

[7]. Yakni menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk, Pen

[8]. Al Itisham (1/64), karya Asy Syatibi.

[9]. Majmu Fatawa (4/2).

[10]. Itiqad Aimmatil Hadits Lil Imam Abi Bakar Al Ismaili , hlm. 49, karya, tahqiq: Dr.
Muhammad bin Abdurrahman Al Khumais.

[11]. Syarhus Sunnah, hlm. 68, no. 5, karya Imam Al Barbahari, tahqiq Abu Yasir Khalid bin
Qasim Ar Radadi.

Sumber: https://almanhaj.or.id/3104-aqidah-imam-empat.html

Anda mungkin juga menyukai