Anda di halaman 1dari 32

ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI ISLAM

SYARIF HIDAYATULLAH, MA

MUTAZILAH
Aliran Mutazilah merupakan salah satu aliran yang tertua dalam sejarah

perkembangan pemikiran Islam.


Aliran ini juga disebut sebagai aliran pemikiran Islam pertama yang rasionalis.
Banyak menggunakan rasio atau akal dalam memahami dan memecahkan

problema-problema teologis. Karena itu mereka disebut kaum rasionalis Islam.


Meskipun kaum mutazilah lebih banyak menggunakan akal dalam pemikiran-

pemikiran teologisnya dan membawa persoalan teologi bersifat filosofis, namun


tidak berarti mereka meninggalkan atau tidak memperdulikan wahyu.
Mereka tetap berpegang pada wahyu, hanya dalam memberikan interpretasi

terhadap wahyu dan menyelesaikan problema-problema teologis, mereka lebih


banyak menggunakan akal atau rasio.

Kelahiran dan kemunculannya


Menurut Ahmad Amin, Istilah Mutazilah sudah muncul pada pertengahan abad
pertama Hijriah. Istilah ini digunakan untuk orang-orang (para sahabat) yang
memisahkan diri atau bersikap netral dalam peristiwa-peristiwa politik yang terjadi
setelah Usman bin Affan wafat. (Pertama, pertentangan atara Aisyah, Thalhah dan
Zubair dengan Ali bin Abi Thalib sehingga meletus perang Jamal. Kedua,
Perselisihan antara Muawiyah dan Ali bin Abi Thalib sehingga pecah perang Shiffin).
Di antara sahabat yang bersikap demikian adalah Saad bin Abi Waqqash, Abdullah
bin Umar, Muhammad bin Maslamah, Usamah bin Zaid, Suhaib bin Sinan dan Zaid
bin Tsabit. Karena mereka memisahkan diri dari kelompok-kelompok yang bertikai,
mereka dinamakan mutazilah yang berarti orang yang memisahkan diri.
Mutazilah yang terkenal dan kita bahas disini adalah Mutazilah lahir pada abad
kedua hijriah dengan tokoh utamanya Washil bin Atha.
Di dalam beberapa buku yang membicarakan tentang teologi Islam sering
disebutkan bahwa Mutazilah lahir pada abad kedua hijriah dengan tokoh utamanya
Washil bin Atha. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah ada hubungan antara
mutazilah yang muncul pada abad pertama dengan mutazilah yang muncul pada
abad kedua hijriah ini?

Kelahiran dan kemunculannya


Kalau diperhatikan keadaan masyarakat dan situasi politik serta latar belakang
lahirnya kedua mutazilah tersebut, nampaknya tidak ada hubungan antara
mutazilah yang muncul di abad pertama hijriah dengan yang dipelopori oleh
Waashil bin Atha. Yang pertama lahir akibat kemelut politik, sedangkan yang kedua
lahir karena didorong oleh persoalan akidah atau keimanan.
Al-Syahrastani menceritakan bagaimana mutazilah kedua tersebut lahir. Katanya,
pada suatu hari ada seorang laki-laki datang menemui Hasan Al-Bashri (21-110
H/642-728 M) di majelis pengajiannya di Bashrah, menanyakan status orang yang
melakukan dosa besar, apakah mereka kafir atau tetap mukmin.
Ketika Hasan Al-Bashri masih merenung untuk memberikan jawaban atas
pertanyaan tersebut, Washil bin Atha, salah seorang peserta dalam majelis
tersebut, memberikan jawaban lebih dulu, Aku tidak mengatakan orang yang
berbuat dosa besar itu mukmin secara mutlak, dan tidak pula kafir secara mutlak.
Statusnya berada di antara mukmin dan kafir (al-manzilah bain al-manzilatain).
Orang itu tidak mukmin, tidak pula kafir.
Setelah memberikan jawaban itu, Washil berdiri dan berjalan menuju salah satu
sudut masjid seraya menjelaskan pendapatnya tersebut kepada teman-temannya.
Melihat sikap Washil demikian, Hasan Al-Bashri berkata, Itazala anna Washil bin

Kelahiran dan kemunculannya


Mutazilah muncul pada masa kekuasaan Khalifah Hisyam bin Abdul Malik (101-125
H) dari Bani Umayyah.
Istilah Mutazilah pertama kali muncul / dalam bentuk pertama (adalah para sahabat
yang memisahkan diri atau bersikap netral dalam peristiwa-peristiwa politik serelah
Utsman bin Affan wafat), (yaitu pada abad pertama hijriah), tidak berkembang dan
bukan merupakan aliran teologi dalam Islam. Mutazilah yang berkembang dan
menjadi salah satu aliran teologi adalah mutazilah bentuk kedua, pimpinan Washil
bin Atha, (yang muncul pada masa kekuasaan Khalifah Hisyam bin Abdul Malik).
Selain nama Mutazilah, aliran ini dikenal pula dengan sebutan ashhab al-adl wa altauhid atau ahl adl wa al-tauhid, al-qadariah, al-adl, al-muattilah dan kaum
rasionalis Islam.
Dinamakan ashhab al-adl wa al-tauhid karena golongan ini menitikberatkan
pendapat mereka pada aspek keadilan dan keesaan Allah, yang kedua aspek
tersebut termasuk dalam lima prinsip pokok Mutazilah.
Disebut dekat dengan al-qadariah karena mereka menganut paham free will dan
free act, yaitu makhluk sendirilah yang mentukan dan mewujudkan perbuatannya.
Dinamakan al-muattilah sebab mereka menolak paham bahwa Tuhan memiliki sifat,

Al-Ushul Al-Khomsah (Lima Prinsip Pokok Mutazilah)


Sekalipun firqah Mutazilah terpecah belah menjadi 22 aliran, namun aliran-aliran
tersebut masih mempunyai lima prinsip ajaran yang mereka sepakati, yaitu: (1)
tauhid, (2) adil, (3) janji dan ancaman (4) tempat diantara dua tempat dan (5) amar
maruf nahi munkar.
Al-Khayyath, tokoh Mutazilah pada abad ke-3 H menegaskan:
:




Artinya: Seseorang tidak berhak dinamakan Mutazilah, sehingga bersatu padanya
lima pokok ajaran. Yaitu: tauhid, adil, janji dan ancaman, tempat di antara dua
tempat dan amar maruf nahi munkar. Apabila padanya telah sempurna kelima
ajaran ini, dinamakan Mutazilah.

Penjelasan kelima prinsip ajaran Mutazilah tersebut adalah sebagai berikut:


1.

Tauhid

Tauhid adalah prinsip dan dasar pertama dalam akidah Islam. Jadi prinsip ini bukan hanya milik
Mutazilah, melainkan milik semua umat Islam. Akan tetapi, Mutazilah mempermasalahkannya
lebih mendalam dan filosofis.
Mutazilah memiliki penafsiran yang khusus mengenai masalah ini dan mereka
mempertahankannya, sehingga mereka menamakan dirinya ahlul adli wat tauhid. Yang pertama
mengajarkan ajaran ini adalah Washil bin Atha dan Amr bin Ubaid.
Dari prinsip at-Tauhid, lahir beberapa pendapat Mutazilah, diantaranya :
a. Menafikan sifat-sifat Allah. Mutazilah tidak mengakui adanya sifat pada Allah. Apa yang
dipandang orang sebagai sifat, bagi Mutazilah tidak lain adalah zat Allah itu sendiri. Alasannya,
menurut Mutazilah jika Tuhan mempunyai sifat berarti ada dua yang qadim (Terdahulu), yaitu
zat dan sifat. Sedangkan bagi Mutazilah, yang qadim itu hanya satu, yaitu Allah. Menurut
Mutazilah Laa qadima illa Allah (tidak ada yang qadim kecuali Allah).
b. Al-Quran adalah makhluk. Karena itu, Al-Quran diciptakan dan tidak qadim.
c. Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata kepala di akhirat kelak. Yang dapat dilihat dengan
mata kepala bukanlah Tuhan.
d. Tuhan tidak sama dengan makhluk (tajassum). Oleh karena itu, setiap ada ayat Al-Quran
yang menunjukkan seolah-olah ada persamaan antara Tuhan dengan makhluk seperti
mempunyai tangan, mata dan telinga, ayat itu ditawilkan sehingga tidak ada lagi kesan bahwa

2. Adil (Keadilan Tuhan)


Keadilan disini bermakna meletakkan tanggung jawab manusia atas perbuatanperbuatannya. Tuhan tidak menghendaki keburukan bagi manusia, manusia sendirilah
yang mengehendaki keburukan itu.
Manusia dengan kemampuan yang diberikan Tuhan pada dirinya dapat melakukan yang
baik. Karena itu, jika ia melakukan kejahatan berarti ia sendiri yang menghendaki hal
tersebut.
Dari prinsip ini timbul ajaran Mutazilah yang dikenal dengan nama al-shalah wa al-ashlah,
maksudnya Allah hanya menghendaki yang baik, bahkan yang terbaik untuk
kemashlahatan manusia.
Dengan dasar keadilan ini, mereka menolak pendapat yang mengatakan bahwa Allah
telah mentaqdirkan seseorang berbuat maksiat, lalu dia diazab oleh Allah.
3. Janji dan Ancaman
Janji Allah yang akan memberikan pahala kepada orang yang berbuat baik dan menyiksa
orang yang berbuat jahat pasti akan dipenuhi oleh Allah. Karena Allah tidak akan mungkir
terhadap janji-Nya.
Siapa yang berbuat baik maka dibalas dengan kebaikan dan sebaliknya mereka yang
berbuat kejahatan akan dibalas dengan kejahatan pula.
Tidak ada ampunan terhadap dosa besar tanpa taubat, sebagaimana tidak mungkin ada
orang yang berbuat baik yang tidak menerima pahala.
Dengan prinsip ini, Mutazilah menolak adanya syafaat di hari kiamat, sebab syafaat

4. Tempat Diantara Dua Tempat (al-Manzilah bain al-Manzilatain)


Pendapat ini dimunculkan oleh Washil bin Atha, merupakan pendapat Mutazilah yang
pertama muncul.
Menurut ajaran ini seorang Muslim yang melakukan dosa besar dan tidak bertaubat
kepada Allah, tidaklah mumin, tetapi tidak pula kafir.
Menurut ajaran Mutazilah ini, orang seperti ini berada pada posisi antara dua posisi (alManzilah bain al-Manzilatain), ia tidak mumin karena melakukan dosa besar, dan tidak
pula kafir karena masih percaya kepada Allah dan berpegang kepada kalimat syahadat,
Washil bin Atha menyebut orang semacam ini fasiq.
Kaum Mutazilah membagi maksiat kepada dua macam:
Pertama maksiat yang merusak dasar agama seperti syirk (menyekutukan Allah), orang
yang melakukan maksiat seperti ini digolongkan kafir.
Kedua maksiat yang tidak sampai merusak dasar agama, seperti perbuatan-perbuatan
dosa besar. Jika seorang muslim melakuakan maksiat jenis ini ia tidak dianggap kafir
tetapi fasiq.
5. Amr Maruf Nahi Munkar
Masalah amr maruf nahi munkar banyak disebutkan dalam Al-Quran antara lain pada Ali
Imran ayat 104 dan Luqman ayat 17.
Kaum Mutazilah sangat gigih melaksanakan hal ini.
Kegigihan ini sempat menjadi kekerasan terhadap sesama Muslim, seperti pada masa
Khalifah Al-Mamun (813-833 H), yang dikenal dengan peristiwa minhah

KHAWARIJ
Khawarij adalah aliran teologi pertama dalam Islam.
Aliran ini muncul bersamaan dengan aliran Syiah.
Pada mulanya aliran ini hanya bersifat aliran politis, yaitu orang-orang yang orang keluar dari

barisan Ali bin Abi Thalib, karena memandang Ali telah berbuat salah dengan menerima
arbitrase (tahkim), karena itulah mereka disebut Khawarij (kelompok/orang-orang yang keluar),
Persoalan politik ini akhirnya membawa khawarij kepada persoalan teologi, yaitu siapa yang

kafir dan siapa yang tidak, maksudnya siapa yang telah keluar dari Islam (murtad) dan siapa
yang masih tetap dalam Islam.
Khawarij menyebut dirinya sendiri Syurah, yang berarti golongan yang mengorbankan diri

karena Allah.
Mereka juga biasa disebut al-Haruriyah, dari kata Harura, yaitu tempat mereka berkumpul

setelah kelura dari kelompok Ali dan kemudian menjadi pusat kegiatan mereka.
Mereka juga biasa disebut al-Muhakkimah, karena mereka terkenal dengan semboyan mereka:

Laa Hukma illa li Allah (Tidak ada hukum kecuali hukum Allah).
Mereka juga disebut al-Mariqah oleh lawan-lawannya, al-Mariqah berasal dari kata maraqa,

Doktrin-Doktrin Khawarij
Khawarij terdiri dar orang-orang Arab Baduwi yang hidup di padang pasir yang
tandus, mereka biasanya bersifat sederhana, garang, keras hati, tidak takut mati,
merdeka dan tidak tergantung pada orang lain.
Meskipun sudah masuk Islam, namun sikap kebaduwian mereka tidak berubah,
mereka cenderung memahami prinsip-prinsip keimanan secara sempit.
Mereka keluar dari golongan pendukung Ali karena mereka tidak setuju dengan
arbitrase/Tahkim yang digunakan Ali untuk menyelesaikan masalah dengan
Muawiyah.
Menurut keyakinan mereka, semua masalah harus diselesaikan dengan merujuk
kepada hukum-hukum yang diturunkan oleh Allah SWT, sesuai dengan Al-Quran,
Surah al-Maidah ayat 44:

...

Siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan oleh Allah, maka
mereka itu adalah orang-orang kafir.
Menurut mereka, berdasarkan ayat ini, Ali, Muawiyah dan semua yang menyetujui
tahkim/arbitrase menurut mereka telah menjadi kafir, karena menetapkan hukum
tidak berdasakan hukum Allah yang ada dalam Al-Quran.
Selanjutnya mereka menyinggung soal iman dan kafir, menurut paham Khawarij,

Doktrin-Doktrin Khawarij
Jadi setelah pada mulanya mereka hanya memandang kafir kepada orang yang
mengingkari Allah dan Rasul-Nya, ditambah orang-orang yang menyetujui
arbitrase/tahkim, tapi kemudian mereka meluaskannya juga kepada semua orang
yang melakukan dosa besar.
Mengenai kekhalifahan, mereka memandang bahwa setiap Muslim meskipun non
Quraisy, bahkan non Arab bisa menjadi khalifah, selama ia memiliki kapasitas untuk
memangku jabatan itu.
Menurut mereka seorang khalifah tetap pada jabatannya selama ia berlaku adil,
melaksanakan syariat serta jauh dari kesalahan dan penyelewengan, tetapi jika ia
menyimpang maka wajib dijatuhkan dari jabatannya atau dibunuh.

MURJIAH
Kata murjiah berasal dari Bahasa Arab, irja atau arjaa yang berarti penundaan,
mengakhirkan dan pengharapan, sedangkan kata murjiah sendiri berarti orang yang
menunda atau orang yang memberikan harapan.
Maka kelompok ini disebut Murjiah karena mereka adalah kelompok yang menunda
keputusan mengenai orang-orang yang berselisih dan berdosa besar (apakah ia
tetap mumin atau sudah kafir) hingga ke hari perhitungan dihadapan Allah pada
hari kiamat.
Jadi mereka tidak mau memutuskan siapa yang benar dan siapa yang salah, juga
tidak mau memutuskan apakah pelaku dosa besar itu tetap mumin atau sudah kafir.
Kelompok ini pada mulanya muncul sebagai golongan yang ingin bersikap netral dan
tidak mau ikut-ikutan mengkafirkan seorang Muslim.

Doktrin-Doktrin Murjiah
Ajaran pokok Murjiah bersumber dari gagasan irja atau arjaa yang diaplikasikan
pada banyak permasalahan., baik polotik maupun teologis.
Maka kelompok ini biasa disebut sebagai the quietists (kelompok diam/bungkam,)
karena mereka selalu diam terhadap permasalahan-permaslahan politik.
Adapun dibidang teologi, doktrin irja dikembangkan ketika menanggapi persoalanpersoalan yang muncul pada zamannya.
Misalnya mengenai orang yang berdosa besar, menurut mereka orang mumin yang
melakukan dosa besar tetap mumin, bukan kafir, selama ia tetap mengakui Allah
sebagai Tuhannya dan Muhammad SAW sebagai rasul-Nya.
Kelompok ini berpendapat bahwa yang terpenting dalam kehidupan beragama
adalah aspek iman baru kemudian amal shalih. Maka apabila seorang yang masih
memiliki iman melakukan dosa besar maka ia tetap mumin bukan kafir. Adapun
hukuman bagi dosa besar itu terserah pada Allah, apakah kelak ia akan diampuni
atau tidak.

JABARIYAH
Kata jabariyah berasal dari Bahasa Arab Jabara yang berarti memaksa.
Jabariyah disini berarti suatu kelompok atau aliran yang menafikan perbuatan secara
hakiki dan menyandarkannya pada Allah, maksudnya manusia tidak memiliki
kehendak sendiri juga tidak mempunyai pilihan, semuanya sudah ditentukan Tuhan,
Dengan kata lain menurut mereka manusia dalam setiap perbuatannya, manusia itu
terpaksa, tanpa adanya kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya.
Menurut sebagian sejarawan, paham ini pertama kali disebarkan oleh orang Yahudi,
sedangkan sebagian lagi berpendapat bahwa aliran ini pertama kali dibuat oleh
orang muslim sendiri yaitu Jad bin Dirham dan disebarkan oleh Syuraih bin Haris.

Doktrin-Doktrin Jabariyah
Manusia tidak dapat berbuat apa-apa. Manusia tidak memiliki daya, kehendak dan
pilihan sendiri.
Surga dan neraka tidak kekal, tidak ada yang kekal selain Tuhan.
Iman adalah membenarkan dengan hati, dalam hal ini mereka mirip dengan konsep
iman menurut Murjiah.
Kalamullah / Kalam Tuhan (Al-Quran) adalah makhluk. Allah Maha Suci dari
keserupaan
dengan
makhluk seperti
berbicara, untuk
mendengar
dan melihat.
Ayat-Ayat
yang
digunakan
oleh Jabariyah
ajarannya:
Tuhan tidak dapat dilihat diakhirat kelak.
... ...
niscaya mereka (juga) tidak akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki (alAnam ayat 111)
...

...
dan bukan kamu yang melempar ketika melempar, tetapi Allah-lah yang
melempar (al-Anfal ayat 17)
...
padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu (alShaffat ayat 96)

...

...
tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan tidak (pula) pada dirimu
sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (lauh al-mahfuzh) sebelum Kami

QADARIYAH
Kata qadariyah berasal dari Bahasa Arab qadara yang berarti kemampuan atau
kekuatan.
Qadariyah disini berarti suatu aliran atau paham yang meyakini bahwa setiap
perbuatan manusia itu adalah kehendaknya sendiri tanpa adanya intervensi dari
Tuhan, maksudnya adalah manusia dalam menentukan kehidupannya adalah
berdasarkan keinginan dan kekuatannya sendiri, dengan demikian manusia tidak
terpaksa tunduk kepada ketentuan Tuhan.
Menurut sebagian cendekiawan, aliran ini pertama kali disebarkan oleh Mabad alJuhni dan Ghailan al-Dimasyqi, sedangkan menurut sebagian lagi, aliran ini
disebarkan oleh orang-orang Kristen yang dipekerjakan di istana-istana Khalifah.

Doktrin-Doktrin Qadariyah
Manusia menentukan kehidupannya berdasarkan kieinginana dan kekuatannya
sendiri (free act free will).
Maka jika seseorang berbuat baik dan diberikan ganjaran surga kelak, dan bila
berbuat jahat diberi ganjaran neraka, itu berdasarkan pilihan pribadinya, bukan
karena takdir Tuhan.
Menurut qadariyah takdir bukan berarti nasib manusia telah ditentukan terlebih
dahulu, tetapi takdir menurut mereka adalah ketentuan Allah yang telah diciptakanNya bagi alam semesta beserta isinya, yaitu sunnatullah.
Contohnya menurut mereka adalah: manusia tidak mempunyai sirip seperti ikan
yang bisa berenang dilautan lepas. Akan tetapi manusia memiliki manusia memiliki
daya pikir kreatif dan anggota tubuh yang dapat dilatih terampil, sehingga bisa
meniru ikan dan berenang di lautan lepas.
Maka menurut mereka tidak ada alasan yang tepat untuk menyandarkan segala
perbuatan manusia kepada Tuhan.

Ayat-Ayat yang digunakan oleh Qadariyah untuk ajarannya:


...

...

maka siapa yang ingin beriman maka hendaklah ia beriman, dan siapa yang ingin (kafir),
maka biarkanlah ia kafir (al-Kahfi ayat 29)

Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah
menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar),
kamu berkata: Darimana (datangnya) kekalahan ini? Katakanlah: Itu dari (kesalahan)
dirimu sendiri (Ali Imran ayat 165)

...

...

sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (al-Rad ayat 11)

...
Siapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk
(kemudharatan) dirinya sendiri (al-Nisa ayat 111)

AHLUSUNNAH WAL JAMAAH


Ahlussunnah wal Jamaah adalah istilah yang memiliki makna luas, sehingga banyak
golongan yang mengklaim dirinya adalah ahlusunnah wal jamaah.
Dalam makna luas Ahlussunnah wal Jamaah adalah golongan selain Syiah.
Dalam makna sempit biasanya diidentikkan dengan al-Asy ariyah dan alMaturidiyah.
Namun mayoritas ulama mengatakan bahwa Ahlussunnah wal Jamaah merupakan
golongan mayoritas ummat dan secara konsisten mengikuti ajaran Nabi Muhammad
SAW dan para sahabat beliau.

AL-ASYARIYAH
Al-Asyariyah atau Al-Asyairah adalah pengikut dari ajaran Abu Hasan Al-Asyari. Ia
lahir di Bashrah pada 260 H dan wafat di Baghdad pada tauhn 304 H.
Awalnya ia adalah pengikut aliran Mutazilah, merupakan murid dari tokoh Mutazilah
yang terkenal, Ali al-Jubbai, ia menganut aliran ini hingga umur 40 tahun.
Ada beberapa pendapat mengenai keluarnya Abu Hasan Al-Asyari dari aliran
Mutazilah:
1.Pendapat pertama mengatakan bahwa alasannya adalah Abu Hasan Al-Asyari
bermimpi bahwa Nabi Muhammad SAW berkata kepadanya agar meninggalkan aliran
yang sedang dianutnya, yaitu Mutazilah dan memegang pendirian sebagaimana
orang-orang sebelumnya yang berpegang kepada sunnah beliau.
2. Pendapat kedua mengatakan bahwa alasannya adalah munculnya kegelisahan
dalam diri Abu Hasan Al-Asyari menegnai ajaran-ajaran Mutazilah dan ia pun sering
mengadakan perdebatan dengan gurunya.
3.Pendapat ketiga mengatakan bahwa alasannya adalah Abu Hasan Al-Asyari
merupakan pengikut mazhab fiqh Syafii, sedangkan al-Syafii sendiri mempunyai
paham bahwa Al-Quran adalah Kalamullah yang tidak diciptakan (bukan makhluk),

Pendapat Al-Asyariyah Seputar


Ilmu
Kalam (melihat Allah) pada Hari Akhir (sebagaimana disebutkan dalam Al Ruyatullah
Quran surah al-Qiyamah ayat 22-23), Al-Asyari berpendapat bahwa Allah bisa
dilihat pada hari akhir, karena kondisi berbeda dengan di dunia.
Mengenai Sifat Allah, Al-Asyari mengambil jalan pertengahan, ia berpendapat
bahwa sifat Allah itu semuanya ada dan diketahui melalui teks-teks syari (AlQuran), akan tetapi sifat-sifat ini berbeda dengan sifat pada makhluk, jadi
pendengaran Allah berbeda dengan pendengaran makhluk, begitupula penglihatanNya dan lain-lain,
berbeda dengan Mutazilah yang menafikan sifat-sifat Allah yang terdapat dalam AlQuran dan hanya mensifati Allah dengan wujud, qidam, baqa dan wahdaniyah saja,
juga berbeda dengan pendapat hasyawiyah yang menyerupakannya dengan sifat
hawadits / makhluk.
Mengenai Keadilan Allah, Al-Asyari berpendapat bahwa Allah berkuasa mutlak,
keadilan-Nya tidak disertai kewajiban atas-Nya, Allah bebas berbuat sekehendakNya.
Mengenai perbuatan manusia, Al-Asyari juga mengambil jalan pertengahan, ia

AL-MATURIDIYAH
Al-Maturidiyah adalah kelompok pengikut dari Abu Manshur Al-Maturidi. Ia lahir pada
abad ke-3 Hijriyah, di maturidi, Samarkand dan wafat pada tahun 333 H. Ia adalah
pengikut mazhab fiqh Hanafi, ia mempelajari ilmu Kalam dari Nasr bin Yahya al-Balkhi
(Wafat 268 H).
Al-Maturudi lebih luas penggunaan akal sebagai dalilnya dari Al-Asyari, tetapi
sebagai tokoh Ahlussunnah, Al-Maturidi juga menggunakan metode dan sikap
tawasshuth / jalan tengah, yaitu antara tidak tidak berbuat jika tidak terdapat nash
dan larut tidak terkendali dalam menggunakan nalar.
Penyebaran ajaran Al-Maturidi tidak lepas dari keberadaan pengikut-pengikutnya,
seperti Abu Al-Yusr Muhammad Al-Bazdawi (421-493 H), yang dalam beberapa hal
berbeda pendapat dengan Al-Maturidi sendiri.
Maka aliran ini terbagi dua, yaitu Al-Maturidiyah Samarkand, yang merupakan
pengikut-pengikut Abu Mansur Al-Maturidi sendiri, dan Al-Maturidiyah Bukhara yang

Pendapat Al-Maturidiyah Seputar Ilmu


Kalam
Mengenai permasalahan mengetahui Tuhan, Al-Maturidi berpendapat bahwa
mengetahui adanya Tuhan dimungkinkan kewajibannya menggunakan akal, dan
jika manusia mau mengarahkan akalnya secara lurus dan melepasnya dari hawa
nafsu maka ia akan dapat mengetahui tentang adanya Tuhan, akan tetapi
mengetahui kewajiban-kewajiban terhadap Tuhan (al-Ahkam Taklifiyah) tidak dapat
diketahui dengan akal, harus dengan wahyu.
Meskipun pendapat ini dekat dengan Mutazilah, namun masih terdapat perbedaan
yaitu bila Mutazilah menggunakan kata wajib bagi akal untuk mengetahui Tuhan,
namun Al-Maturidi menggunakan kata Mungkin.
Mengenai masalah kebaikan dan keburukan, Al-Maturidi berpendapat bahwa akal
dapat mngetahui baik dan buruknya suatu perbuatan, namun meskipun akal dapat
mengetahuinya, kewajiban melakukan perbuatan datangnya dari syara
(berdasarkan wahyu).
Pendapat ini berbeda dengan Mutazilah yang mengatakan bahwa apa yang
diketahui dengan akal, maka wajib/harus dikerjakan berdasarkan akal, begitupula
sebaliknya.
Sedangkan Al-Asyari berpendapat bahwa sesuatu itu tidak diketahui baik dan buruk
melainkan karena adanya perintah syara (berdasarkan wahyu) atau larangannya,

GERAKAN / DAWAH SALAFIYAH / WAHABI


Salafiyah berasal dari kata salaf yang artinya telah berlalu atau yang terdahulu
Salaf secara istilah menurut para ulama adalah sahabat Rasulullah, tabiin (orang
yang mengikuti sahabat), dan tabi at-tabiin (orang yang mengikuti tabiin), tiga
generasi ini dikenal dengan nama salafush shalih (orang-orang terdahulu yang
shalih).
Gerakan / Dawah salafiyah berarti gerakan untuk mengajak kembali kepada
ajaran/mazhab para salafush shalih.
Gerakan ini biasa dikenal dengan istilah Wahabi karena tokohnya sekaligus
pendirinya bernama Abdul Wahab Al-Masyrafi Al-Tamimi Al-Najdi (1115-1206 H / 1703
1791 M).
Kelompok Wahhabi menganggap kelompoknya sebagai bagian dari Ahlussunnah wal
Jamaah.
Tujuan utama dari kelompok ini adalah untuk meluruskan atau memurnikan aqidah
umat Islam dari syirk, khurafat dan bidah, dengan kembali kepada ajaran para
salafus shalih (Generasi pertama dan terbaik dari umat Islam, yang terdiri dari para
sahabat, tabiin, dan tabi at-tabiin), yang dianggap sebagai ahlus sunnah wal-

Pemikiran-Pemikiran Wahabi
Mengajak untuk membuka kembali pintu ijtihad.
Menekankan untuk selalu merujuk kepada Al-Quran dan As-Sunnah, serta tidak
menerima persoalan apapun tentang aqidah yang tidak bersandar kepada dalil yang
langsung dan jelas dari Al-Quran dan As-Sunnah.
Mengajak untuk kembali dan berpegang teguh kepada manhaj/metode para
salafus shalih (Generasi pertama dan terbaik dari umat Islam, yang terdiri dari
para sahabat, tabiin, dan tabi at-tabiin) dalam memahami dalil dan berdasarkan
kepadanya.
Menyeru kepada pemurnian tauhid, menuntut kepada umat Islam untuk
mengembalikan tauhid sebagaiman pada masa awal Islam, serta membersihkan
aqidah umat Islam dari syirk, khurafat dan bidah.
Menetapkan asma (nama-nama) dan sifat-sifat Allah sebagaimana yang telah
ditetapkan-Nya untuk diri-Nya sendiri atau ditetapkan melalui Rasul-Nya.

PERMASALAHAN-PERMASALAHAN YANG BIASA DIBAHAS


1. Masalah Iman dan Dosa Besar

Aliran Ilmu
Kalam

Unsur Iman I

Unsur Iman II

Unsur Iman III

Orang yang
Berdosa Besar

Khawarij

Tashdiq bi al-Qalb
(Membenarkan
Dengan Hati)

Iqrar bi al-Lisan
(Ucapkan dengan
Perkataan)

Amal bi al-Arkan
(Melakukan dengan
Perbuatan)

Menjadi Kafir

Murjiah

Tashdiq bi al-Qalb

Tetap Mumin

Mutazilah

Tashdiq bi al-Qalb

Iqrar bi al-Lisan

Amal bi al-Arkan

Diantara Kafir dan


Mumin

al-Jabariyah

Tashdiq bi al-Qalb

Tetap Mumin

al-Asyariyah

Tashdiq bi al-Qalb

Tetap Mumin

al-Maturidiyah
Samarkand

Tashdiq bi al-Qalb

Iqrar bi al-Lisan

Amal bi al-Arkan

Tetap Mumin

al-Maturidiyah
Bukhara

Tashdiq bi al-Qalb

Iqrar bi al-Lisan

Tetap Mumin

2. Masalah Kapasitas Akal dan Fungsi Wahyu


Aliran Ilmu
Kalam

Mengetahui
Tuhan

Kewajiban
Mengetahui
Tuhan

Mengetahui
Baik dan
Buruk

Kewajiban
Mengetahui
Baik dan
Buruk

Corak
Ilmu
Kalam

Mutazilah

Akal

Akal

Akal

Akal

Rasional

al-Asyariyah

Akal

Wahyu

Wahyu

Wahyu

Tradisional

al-Maturidiyah
Samarkand

Akal

Dimungkinkan
kewajibannya
dengan Akal

Akal

Wahyu

Rasional

al-Maturidiyah
Bukhara

Akal

Wahyu

Akal

Wahyu

Tradisional

3. Masalah Perbuatan manusia ()


Aliran Ilmu kalam

Kehendak

Daya

Perbuatan

al-Qadariyah

Manusia

Manusia

Manusia

al-Jabariyah

Tuhan

Tuhan

Tuhan

Mutazilah

Manusia

Manusia

Manusia

al-Asyariyah

Tuhan

Manusia (al-Kasb) yang


sebenarnya diberikan
oleh Tuhan

Manusia tetapi dengan


ridha dari Tuhan

al-Maturidiyah
Samarkand

Manusia

Manusia

Manusia

al-Maturidiyah Bukhara

Tuhan

Manusia (al-Kasb) yang


sebenarnya diberikan
oleh Tuhan

Manusia tetapi dengan


ridha dari Tuhan

4. Masalah Kekuasaan Tuhan ( ) :


Aliran Ilmu kalam

Kekuasaan Tuhan

Mutazilah

Kekuasaan Tuhan Tidak Mutlak Lagi

al-Asyariyah

Kekuasaan Tuhan Bersifat Mutlak

al-Maturidiyah Samarkand

Kekuasaan Tuhan Tidak Mutlak Lagi

al-Maturidiyah Bukhara

Kekuasaan Tuhan Bersifat Mutlak

5. Masalah Keadilan Tuhan


Aliran Ilmu Kalam

Masalah Keadilan tuhan

Mutazilah

Tuhan Berkewajiban Memberikan Hak-Hak Bagi


Manusia Sesuai dengan Kualitas Perbuatannya.
Perbuatan Baik dengan Pahala, Perbuatan Jahat
dengan Siksa.

al-Asyariyah

Memposisikan Tuhan yang Berkuasa Mutlak


terhadap Makhluk-Nya.
Tuhan Boleh berbuat Sekehendak-Nya terhadap
Seluruh makhluk-Nya

al-Maturidiyah Samarkand

Tuhan Berkewajiban Memberikan Hak-Hak Bagi


Manusia Sesuai dengan Kualitas Perbuatannya.
Perbuatan Baik dengan Pahala, Perbuatan Jahat
dengan Siksa.

al-Maturidiyah Bukhara

Memposisikan Tuhan yang Berkuasa Mutlak


terhadap Makhluk-Nya.
Tuhan Boleh berbuat Sekehendak-Nya terhadap
Seluruh makhluk-Nya

Anda mungkin juga menyukai