Anda di halaman 1dari 4

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU TAUHID

Sepanjang sejarah agama-agama wahyu, Ilmu Tauhid yang digunakan untuk menetapkan dan menerangkan segala apa yang diwahyukan Allah kepada RasulNya tumbuh bersama tumbuhnya agama ini. Para tokoh agama berusaha memelihara dan meneguhkan agama dengan berbagai macam cara dan dalil yang mampu mereka ketengahkan. Ada yang kuat, ada yang sempit, ada yang luas, sesuai dengan masa dan tempat serta hal-hal yang mempengaruhi perkembangan agama. Perkembangan Ilmu Tauhid mengalami beberapa tahapan sesuai dengan sesuai dengan perkembangan Islam, yang dimulai pada masa Rasulullah SAW,masa Khullafaurrasyidun, masa kerajaan Umayyah, masa kerajaan Abbasyiah dan masa sesudah kemunduran kerajaan Abbasyiah.

1 Perkembangan Ilmu Tauhid di masa Rasulullah saw.


Masa Rasulullah saw merupakan periode pembinaan aqidah dan peraturanperaturan dengan prinsip kesatuan umat dan kedaulatan Islam. Segala masalah yang kabur dikembalikan langsung kepada Rasulullah saw sehingga beliau berhasil menghilangkan perpecahan antara ummatnya. Masing-masing pihak tentu mempertahankan kebenaran pendapatnya dengan dalil-dalil, sebagaimana telah terjadi dalam agama-agama sebelum Islam. Rasulullah mengajak kaum muslimin untuk mentaati Allah swt dan RasulNya serta menghindari dari perpecahan yang menyebabkan timbulnya kelemahan dalam segala bidang sehingga menimbulkan kekacauan. Allah swt berfirman dalam Al-Quran surat al-Anfal ayat 46, yang artinya: Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantahbantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Dan surat Al-Maidah ayat 15, yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Pengalaman pahit orang Kristian menjadi bukti kerana perpecahan membuat mereka hancur. Mereka melupakan perjanjian Allah swt akan beriman teguh, sehingga Allah menumbuhkan rasa permusuhan dalam dada mereka yang mengakibatkan timbulnya golongan yang saling bertengkar dan bercerai berai seperti golongan Nasturiyah, Yakubiyah dan Mulkaniah.

Perbezaan pendapat memang dibolehkan tetapi jangan sampai pada pertengkaran, terutama dalam masalah aqidah ini. Demikian pula dalam menghadapi agama lain, kaum muslimin harus bersikap tidak membenarkan apa yang mereka sampaikan dan tidak pula mendustainya. Yang harus dikata kaum muslimin adalah telah beriman kepada Allah dan wahyuNya, yang telah diturunkan kepada kaum muslimin juga kepada mereka. Tuhan Islam dan Tuhan mereka adalah satu (Esa). Bila terjadi perdebatan haruslah dihadapi dengan nasihat dan peringatan. Berdebat dengan cara baik dan dapat menghasilkan tujuan dari perdebatan, sehingga terhindar dari pertengkaran. Allah swt berfirman dalam Al-Quran surat An-Nahl ayat 125, yang artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Dengan demikian Tauhid di zaman Rasulullah saw tidak menjadi isu kerana segala permasalahan akan diselesaikan oleh rasulullah sendiri

2. Perkembangan Ilmu Tauhid pada masa Khullafaurrasyidun.


Masa permulaan khalifah Islam khususnya khalifah pertama dan kedua, Ilmu Tauhid masih tetap seperti masa Rasulullah saw. Hal ini disebabkan kaum muslimin masih teguh iman dalam diri mereka akibat daripada didikan aqidah yang mantap oleh rasulullah. Kaum muslimin tidak mempersoalkan bidang aqidah, mereka membaca dan memahami al-Quran tanpa takwil, mengimani dan mengamalkannya menurut apa adanya.Apabila menghadapi ayat-ayat mutasyabihat mereka akan segera menyerahkan pentakwilannya kepada Allah swt sendiri. Semasa pentadbiran khalifah ke tiga, Usman bin Affan, mulai timbul kekacauan yang berbau politik dan fitnah, sehingga Usman sendiri terbunuh. Umat Islam berpecah berpuak-puak mengikut kefahaman mereka sendiri. Untuk menyokong pandangan mereka tanpa segan mereka menakwilkan ayatayat suci dan Hadits Rasulullah saw. Malahan ada diantara mereka menciptakan hadits-hadits palsu.

3. Perkembangan Ilmu Tauhid di masa Daulah Umayyah.


Dalam masa ini kedaulatan Islam bertambah kuat sehingga kaum muslimin tidak perlu lagi berusaha untuk mempertahankan Islam seperti masa sebelumnya. Kesempatan ini digunakan kaum muslimin untuk mengembangkan pengetahuan dan pengertian tentang ajaran Islam. Muncullah sekelompok umat Islam membicarakan masalah Qadar (Qadariyah) yang menetapkan bahawa manusia itu bebas melakukan apa sahaja, tidak ditentukan Tuhan. Sekelompok lain berpendapat sebaliknya, manusia ditentukan Tuhan, tidak bebas berbuat (Jabariyah). Kelompok Qadariyah ini tidak berkembang dalam Mazhab mutazilah yang menganggap bahawa manusia itu bebas berbuat (sehingga mereka menamakan dirinya dengan ahlu al-adli), dan menafikan semua sifat pada Tuhan kerana zat Tuhan tidak selari dari zat dan sifat, Ia Esa (inilah mereka juga menamakan dirinya dengan ahlu at-Tauhid). Penghujung abad pertama Hijriah muncul pula kaum Khawarij yang mengkafirkan orang muslim yang mengerjakan dosa besar, walaupun pada mulanya mereka adalah pengikut Ali bin Abi Thalib, akhirnya memisahkan diri karena alasan politik. Sedangkan kelompok yang tetap memihak kepada Ali membentuk golongan Syiah.

4. Perkembangan Ilmu Tauhid Di Masa Daulah Abbasyiah.


Masa ini merupakan zaman keemasan dan kecemerlangan Islam, ketika terjadi hubungan diplomatik dengan suku-suku kaum di luar arab yang mengakibatkan percepatan berkembangnya ilmu pengetahuan. Usaha terkenal pada masa tersebut adalah penterjemahan besar-besaran segala buku Filsafat. Para khalifah menggunakan keahlian orang Yahudi, Persia dan Kristian sebagai juru terjemah, walaupun masih ada diantara mereka kesempatan ini digunakan untuk mengembangkan fikiran mereka sendiri yang diwarnai baju Islam tetapi dengan maksud buruk. Inilah yang melatarbelakangi timbulnya aliran-aliran yang tidak dikehendaki Islam. Dalam pada masa inilah wujud kefahamankefahaman yang dianggap bertentangan. Misalnya dilakukan oleh Amar bin Ubaid al-Mutazili dengan bukunya Ar-Raddu ala al-Qadariyah untuk menolak paham Qadariyah. Hisyam bin al-Hakam As-Syafii dengan bukunya al-Imamah, al-Qadar, al-Raddu ala Az-Zanadiqah untuk menolak paham Mutazilah. Abu Hanifah dengan bukunya al-Amin wa al-Mutaallim dan Fiqhu al-Akbar untuk mempertahankan aqidah Ahlussunnah. Semua golongan yang tidak menerima Mutazilah ditindas, sehingga masyarakat bersifat apatis kepada mereka. Saat itulah muncul Abu Hasan alAsyary, salah seorang murid tokoh Mutazilah al-Jubbai menentang pendapat

gurunya dan membela aliran Ahlussunnah wal Jamaah. Dia berpandangan jalan tengah antara pendapat Salaf dan penentangnya. Abu Hasan menggunakan dalil naqli dan aqli dalam menentang Mutazilah. Usaha ini mendapat sokongan daripada Abu al-Mansur al-Maturidy, al-Baqillani, Isfaraini, Imam haramain alJuaini, Imam al-Ghazali dan Ar-Razi yang datang sesudahnya. Usaha para mutakallimin khususnya al-Asyary dikritik oleh Ibnu Rusydi melalui bukunya Fushush al-Maqal fii ma baina al-Hikmah wa asysyarizati min al-Ittishal dan al-Kasyfu an Manahiji al-Adillah. Beliau mengatakan bahwa para mutakallimin mengambil dalil dan muqaddimah palsu yang diambil dari Mutazilah berdasarkan filsafat, tidak mampu difahami oleh akal orang awam. Sudah tentu tidak mencapai sasaran dan jauh bergeser dari garis al-Quran. Yang benar adalah mempertemukan antara syariat dan filsafat. Dalam mengambil dalil terhadap aqidah Islam jangan terlalu menggunakan filsafat kerana jalan yang diterangkan oleh al-Quran sudah cukup jelas dan sangat sesuai dengan fitrah manusia. Disnilah letaknya agama Islam itu memperlihatkan kemudahan. Dengan dimasukkan filsafat malah tambah sukar dan membingungkan.

5. Perkembangan Ilmu Tauhid sesudah Daulah Abbasyiah.


Sesudah kemunduran Daulah Abbasyiah, golongan asyariyah yang sudah terlalu jauh menggunakan filsafat dalam alirannya tidak banyak mendapat tantangan lagi. Hanya sedikit mendapat reaksi dari golongan Hambaliyah yang tetap berpegang pada pandangan golongan Salaf, beriman dengan apa yang sudah disebutkan al-Quran dan Hadits Rasulullah saw tanpa memerlukan takwil. Pada abad ke kelapan Hijriah muncullah Ibnu Taimiyah menentang aliran Asyariyah, karena terlalu berlebihan menggunakan filsafat dalam pembahasan Ilmu Tauhid. Timbullah pro dan kontra, ada yang membenarkan Ibnu Taimiyah dan ada yang menganggapnya sesat. Usaha Ibnu Taimiyah ini dilanjutkan oleh muridnya Ibnu Qaiyim al-Jauziyah. Sesudah itu pembahasan Ilmu Tauhid terhenti. Hilang gairah kaum muslimin untuk mempelajari dan

mengembangkannya, kecuali hanya membaca kitab-kitab yang sudah ada saja. Kefakuman ini cukup lama, barulah berakhir dengan munculnya Sayid jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan Sayid Rasyid Ridha di Mesir. Inilah gerakan ini disebut gerakan Salafiyah.

Anda mungkin juga menyukai