Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ILMU TAUHID
Ma’rifah Al-Mabda
DOSEN PENGAMPU : DR.H.Safria Andy, MA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4 :

M.ANDRY AL ALIF NST (0401232030)

ALTHOF BAIHAQI (0401232031)

PROGRAM STUDI ILMU TAUHID

FAKULTAS USHULUDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

TA 2023/2024

MEDAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun judul dari makalah ini adalah
“Ma’rifah Al-Mabda”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah ilmu tauhid
yang telah memberikan tugas kepada kami. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak - pihak yang turut membantu dalam penulisan makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, 13 September 2023

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………………………………

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………………………………….

BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………………………………………………………….

1.1 LATAR BELAKANG ……………………………………………………………………………………


1.2 RUMUSAN MASALAH ………………………………………………………………………………
1.3 TUJUAN …………………………………………………………………………………………………..

BAB 2 PEMBAHASAN ………………………………………………………………………………………………

2.1 Pengertian Ma’rifah al-Mabda ………………………………………………………………..

2.2 MENGENAL ALLAH ………………………………………………………………………………….

2.3 PEMBAHASAN TENTANG TAUHID…………………………………………………………….

a. ZAT …………………………………………………………………………………………………….

b. SIFAT ………………………………………………………………………………………………….

c. ASMA ………………………………………………………………………………………………….

d. AF’AL ALLAH ……………………………………………………………………………………….

BAB 3 PENUTUP …………………………………………………………………………………………………..

3.1 KESIMPULAN ………………………………………………………………………………………...

3.2 KRITIK DAN SARAN ………………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………………………………..


BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Ilmu tauhid merupakan ilmu yang sangat dasar dalam Islam, karena ilmu ini membahas tentang
wujud Allah Swt. dengan sifat-sifat-Nya yang wajib, mustahil dan jaiz, serta membahas utusan-
utusan-Nya berupa Malaikat, Rasul Rasul Allah, kitab-kitab Allah, juga membahas hal-hal yang
ghaib berupa qadha dan qadar serta perkara-perkara kejadian pada hari akhirat. Tauhid juga
dinamai dengan aqidah yang artinya mengukuhkan, menyimpulkan atau simpul iman (Al-
Marbawi : 1937). Menurut istilah tauhid merupakan salah satu ilmu yang menyelidiki dan
membahas soal-soal yang wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah Swt. dan sekalian utusan-utusan-
Nya. Juga membahas dalil-dalil yang mungkin dan cocok dengan akal fikiran sebagai alat untuk
membuktikan adanya zat yang Maha Mewujudkan.

Islam mengharuskan seseorang muslim untuk mencapai keimanan kepada Allah melalui
pembuktian yang masuk akal, inilah yang disebut aqidah aqliyah. Secara bahasa mabda adalah
pandangan yang mendasar tentangkehidupan, sehingga perlu keyakinan yang mendasari
mabda itu sendiri.

Ma’rifat mabda’ adalah memepercayai dengan penuh keyakinan tentang pencipta alam, Allah
SWT. “Maha Suci Tuhan yang tiada menjadikan bagi makhluk-Nya jalan kepada makrifat Dzat-
Nya melainkan dari pada melemahkan diri daripada makrifat akan dia.” Oleh karena itu,
makrifat dan tauhid akan Allah sangat bergantung kepada anugerah dan hidayah-Nya semata.

Mengenali Allah menjadi sangat penting karena banyak sekali dalil yang sangat kuat yang telah
membuktikan keberadaan, sifat-sifat dan nama-nama-Nya, baik dalil naqli, dalil aqli maupun
dalil fitri yang Tak terbantahkan. Kalau dalil-dalil yang menunjukan keberadaan dan
kekuasaanNya demikian banyak dan kuat. Manfaat yang kita rasakan dengan mengenal Allah
adalah di akhirat, di mana kita akan mendapatkan surga dan keridhaanNya. Tidak ada suatu
kenikmatan yang sebanding apalagi melebihi kenikmatan di akhirat. Ketika seorang hamba
dimasukkan kedalam surga dan mendapatkan keridhaan Allah Swt. Semoga kita termasuk
orang-orang yang mengenal Allah dengan baik, supaya kehidupan kita lebih baik dan pada
akhirnya kita mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat di bawah naungan rahmat dan ridho-
Nya.
Berbicara perihal Tuhan dalam perspektif Islam, dikenal adanya sebuah konsep fundamental
yakni tauhid, suatu konsep sentral yang berisi ajaran bahwa Tuhan adalah pusat dari segala
sesuatu, dan manusia harus mengabdikan diri sepenuhnya kepada-Nya. Konsep tauhid ini
mengandung implikasi doktrinal lebih jauh bahwa tujuan kehidupan manusia hanya
menyembah kepada- Nya. Doktrin bahwa hidup harus diorientasikan untuk pengabdian kepada
Allah inilah yang merupakan kunci dari seluruh ajaran Islam. Di dalam Islam, konsep mengenai
kehidupan adalah konsep yang seluruh kehidupan berpusat kepada Tuhan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang tersebut dapat di ambil rumusan masalah yaitu:

1.Apa itu ma’rifat al-mabda’?

2.Apa itu tauhid Dzat?

3.Apa itu tauhid Asma?

4.Apa itu tauhid Sifat?

5.Apa itu tauhid Af’al?

1.3Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:

1.Memenuhi tugas mata kuliah ilmu tauhid.

2.Mengatahui ma’rifat al-mabda’ dan mengenal allah.

3.Untuk mengetahui apa itu tauhid Dzat.

4.Untuk mengetahui apa itu tauhid Asma.

5.Untuk mengetahui apa itu tauhid Sifat

.6.Untuk mengetahui apa itu tauhid Af’al


BAB 2

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ma’rifah Al-Mabda’

Ma’rifat berasal dari kata `arafa, yu’rifu, irfan, berarti: mengetahui, mengenal, atau
pengetahuan Ilahi. Orang yang mempunyai ma’rifat disebut ārif. Menurut terminologi, ma’rifat
berarti mengenal dan mengetahui berbagai ilmu secararinci, atau diartikan juga sebagai
pengetahuan atau pengalaman secara langsung atas Realitas Mutla Tuhan. Dimana sering
digunakan untuk menunjukan salahsatu maqām (tingkatan) atau ḥāl (kondisi psikologis) dalam
tasawuf. Oleh karena itu, dalam wacana sufistik, ma’rifat diartikan sebagai pengetahuan
mengenaiTuhan melalui hati sanubari. Dalam tasawuf, upaya penghayatan ma’rifat kepadaAllah
SWT (ma’rifatullāh) menjadi tujuan utama dan sekaligus menjadi inti ajaran tasawuf.

Ma’rifat merupakan pengetahuan yang objeknya bukan hal-hal yang bersifat eksoteris (ẓahiri),
tetapi lebih mendalam terhadap penekanan aspek esoteris (baṭiniyyah) dengan memahami
rahasia-Nya. Maka pemahaman ini berwujud penghayatan atau pengalaman kejiwaan.
Sehingga tidak sembarang orang bisa mendapatkannya, pengetahuan ini lebih tinggi nilai
hakikatnya dari yang biasa didapati orang-orang pada umumnya dan didalamnya tidak
terdapatkeraguan sedikitpun.

Ma’rifat bagi orang awam yakni dengan memandang dan bertafakkur melalui penẓahiran
(manifestasi) sifat keindahan dan kesempurnaan Allah SWT secara langsung, yaitu melalui
segala yang diciptakan Allah SWT dialam raya ini. Al-Mabda’ berasal dari bahasa Arab Bada’a
Yab

Dalam istilah orang banyak, Al-Mabda’ berarti pemikiran mendasar yangdiatasnya dibangun
pemikiran lain, yang tidak didapatkan pemikran apapunsebelumnya secara mutlak. Al-Mabda’
adalah ilmu yang mempelajari tentangzat Allah dan sifat-sifat-Nya, hal yang wajib, mustahil,
dan jaiz bagi-Nya.Ruang lingkup tersebut mencakup rukun iman. Dengan kata lain
Ma’rifatmabda’ adalah memepercayai dengan penuh keyakinan tentang penciptaalam, Allah
SWT. “Maha Suci Tuhan yang tiada menjadikan bagi makhluk- Nya jalan kepada makrifat Dzat-
Nya melainkan daripada melemahkan diridaripada makrifat akan dia.” Oleh karena itu, makrifat
dan tauhid akan Allahsangat bergantung kepada anugerah dan hidayah-Nya semata.da’u
Wamabda’an yang artinya “memulai”.

Dalam istilah orang banyak, Al-Mabda’ berarti pemikiran mendasar yangdiatasnya dibangun
pemikiran lain, yang tidak didapatkan pemikran apapunsebelumnya secara mutlak. Al-Mabda’
adalah ilmu yang mempelajari tentangzat Allah dan sifat-sifat-Nya, hal yang wajib, mustahil,
dan jaiz bagi-Nya.Ruang lingkup tersebut mencakup rukun iman. Dengan kata lain
Ma’rifatmabda’ adalah memepercayai dengan penuh keyakinan tentang penciptaalam, Allah
SWT. “Maha Suci Tuhan yang tiada menjadikan bagi makhluk- Nya jalan kepada makrifat Dzat-
Nya melainkan daripada melemahkan diridaripada makrifat akan dia.” Oleh karena itu, makrifat
dan tauhid akan Allahsangat bergantung kepada anugerah dan hidayah-Nya semata.

2.2 Mengenal Allah

Untuk memahami ma’rifat al-mabda’ kita harus meyakini bahwasannya AllahSWT yang
menciptakan seluruh alam semesta beserta isinya. Hukun syara’menjelaskan bahwasannya
tidak seorang pun manusia atau tak satupun gunung,matahari atau makhluk makhluk lainnya
yang mengaku sebagai pencipta.Hukum syara’ menetapkan bahwa hanya allah SWT yang
memproklamasikandiri-Nya sebagai pencipta alam semesta beserta segala isinya .hukum syara’
iniditegaskan berulang kali dalam nash ayat-ayat Al-Qur’an antara lain sebagai berikut:

“Sungguh, Tuhanmu (adalah) Allah yang menciptakan langit dan bumidalam enam masa, lalu
Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malamkepada siang yang mengikutinya dengan
cepat. (Dia ciptakan) matahari, bulan dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya.
Ingatlah! Segala penciptaan danurusan menjadi hak-Nya. Mahasuci Allah, Tuhan seluruh alam.”
(Q.S AL-A’RAF : 54).

2.3 Pembahasan Tauhid

a.Tauhid Dzat

Tauhid Dzat adalah penegasan bahwa Allah itu Esa. Tidak ada yang serupadan sebanding
dengannya. Segala sesuatu selain dia adalah makhluk yang lebihrendah tingkat
kesempurnaannya dibandingkan Dia. Bahkan, semua itu tak layak diperbandingkan dengannya.
Firman Allah, “Tidak ada sesuatu yang menyerupai- Nya.” dan, “Dan tidak ada seorang pun yang
setara dengan-Nya,” menjelaskan jenis tauhid ini. Kepercayaan kepada Tuhan sebagai satu-
satunya pencipta alamsemesta, merupakan prinsip fundamental dari agama monoteisme.
Prinsip inidalam islam disebut dengan prinsip tauhid, yakni ajaran tentang keesaan Allah.Oleh
sebab itu menurut islam, agama yang benar adalah agama Monoteisti dan nabi-nabi adalah
Monoteis.
Islam mengajarkan dengan jelas dan simple tentangkeesaan Allah dan mempersembahkan
suatu konsepsi tentang Tuhan yang terjauhdari kegemaran Antropomorpisme (penyerupaan
Tuhan dengan manusia) dan Mitologisme (ajaran tentang mitos/dewa kayangan). Pemberitaan
Al-Qur’an tentang Allah beranjak dari dasar pemahaman bahwa Allah itu benar ada dan dia
adalah Maha Esa. Ke Maha Esaan Allah itu adalah Ke Maha Esaan yang mutlak dan absolute,
tanpa sekutu dan tanpa konsep melahirkan dan dilahirkan. Allah berfirman dalam surah Al-
Ikhlas ayat 1-4:Terjemahan : (Katakanlah (hai Muhammad) bahwa Allah itu esa. Allah tempat
meminta pertolongan. Tidak beranak dan tidak diperanakan. Dan tidak ada sekutu seorang jua
pun baginya).Itulah akar tunggang dari akidah islam. Untuk penegasan itu penggal pertama dari
dua kalimah syahadat berbunyi : “ Asyhadu alla ilaha illallah ”, yang artinya : Aku bersaksi tidak
ada tuhan selain Allah. Pernyataan ini berbentuk negasi danringkas. Kadang-kadang suatu
kebudayaan, tamaddun, atau sejarah terkandungdalam suatu pernyataan saja. Dan hakikat ini
benar bagi kalimah (penebutan) atausyahadah (penyaksian) Islam. Dalam pendekatan klasik
ajaran keesaan itudijabarkan ke dalam keesaan Dzat (tauhid al-Dzat), keesaan sifat (tauhid al-
sifat),dan keesaan perbuatan (tauhid al-a’fal). Keesaan dalam Dzat mengandung makna bahawa
Dzat Allah itu unik, tidak menerima takrib (susunan) yakni mustahil Dzat Allah itu tersusun dari
unsure-unsur, dalil aqli (argumentasi rasional) yang dapat dikedepankan untuk menjelaskan
bahwa Dzat Allah tidak tersusun dari unsur-unsur adalah bahwa akan diketemukan tiga
benturan pemikiran bila diatakan Dzat Allah terdiri dari unsur-unsur.Pertama, adanya tiap-tiap
bagian dari susunan unsur-unsur itu akan mendahului jumlah dari wujud yang dinyatakan
sebagai Allah. Ini berarti adanya wujud Allah sebagai wajib al-wujud didahului oleh wujud
unsur-unsur tadi, sementara ituunsur-unsur tadi bukanlah Dzat Allah. Oleh sebab itu Dzat Allah
mestilah Esa. Kedua, bila Dzat Allah terdiri dari bebrapa unsur, pastilah ia menghendaki adanya
Dzat Allah itu ada. Ini berarti yang lebih dahulu ada bukanlah Dzat Allah, tetapi Dzat unsur-
unsur itu. Ini jelas bertentangan dengan makna keesaan Dzat. Ketiga, bila Dzat Allah terdiri dari
unsur-unsur akan di perbincangkan secara terus menerus dan berkelanjutan siapa dan mana
diantara Dzat itu yang wajib al-wujud,apakah wujud unsur-unsur ataukah wujud hasil bentukan
unsur-unsur. Bila yangwajib al-wujud itu adalah unsur-unsur tadi. Ini tidak sejalan dengan
pengertian tauhid Dzat. Demikianlah pula kita dikatakan bentukan unsur-unsur itu yang wajib
al-wujud. Kedua pemikiran ini bertentangan dengan paham tauhid Dzat. Oleh sebab itu, Allah
benar-benar esa pada Dzatnya. Konsep seperti ini benar-benar ada secara eksistensial. Hakikat
yang telah dikonsepsikan oleh akal, bahwa Allah sebgai Dzat yang tidak tersusun, haruslah eksis
di luar akal. Tidak boleh terjadi apa yang ada di luar akal berbeda dengan apa yang
dikonsepsikan akal. Ini berartikonsepsi akal itu adalah konsepsi yang salah. Sebab, ini berarti
tidak sesuainya pernyataan akal dengan eksistensi yang sebenarnya.
b. Tauhid Asma’

Tauhid Asma’ ialah percaya dan meyakini dengan segala nama-nama AllahSWT secara ijmal dan
tafsil menurut apa yang telah dinyatakan di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Di mana Allah
Azzawajalla mempunyai nama-nama yang mulia. Wajib kita beriktikad bahwa seluruh nama
Allah SWT yang Maha Muliaitu Qadim. Allah SWT menamakan dirinya itu dengan nama-nama
yang baik sejak azali lagi. Jumhur ulama telah menyatakan nama-nama Allah SWT adalah
tauqifiah, yaitu berpuncak dari pada Al-Qur’an dan AL-Hadist serta bukannya hasil daripada
ijtihad atau diberi nama oleh manusia.

c. Tauhid Sifat

Keesaan dalam sifat (tauhid al-sifat) tidak ada sesuatu yang menyamai Allah dalam sifat-sifatnya
itu. Dalam akidah Islam Ahlu Sunnah Jamaah, terdapat 20 sifat yang wajib diketahui oleh
seorang hamba secara terperinci. Kedua puluh sifat itu adalah :

Bila dikatakan oleh Al-Qur’an bahwa Allah mendengar, Allah melihat, Allah berkata dan
berbagai sifat lainnya, maka dalam keyakinan tauhid sifat-sifat seperti itu hanya Allah saja yang
memilikinya, sifat-sifat yang tiada tara dan bandingannya. Sebab Allah tidak memerlukan alat
untuk mendengar, melihat dan berkata-kata. Allah tidak memerlukan gelombang sinar untuk
melihat dan tidak memerlukan lidah untuk berkata kata Wujud Allah sebagai wujud yang
mutlak dan absolute mempunyai sifat yang mutlak dan absolute pula. Maka sifat-sifat
nyakendari pun dalam kepercayaan tauhid harus diyakini bahwa sifat-sifat tersebut berbeda
dengan yang dimiliki makhluk. Penggambaran dalam kitab suci bahwa Allah mempunyai sifat
yang pengertiannya sama dengan sifat makhluk, haruslah dipahami bahwa dia tidak sama
dengan ciptaanya di dalam alam.
d. Tauhid Af’al Allah

Tauhid af’al adalah percaya bahwa Allah sajalah yang berperan secara hakikidi alam raya ini
(tiada yang berperan di alam wujud kecuali Allah). Tauhid initidak berarti mengingkari hukum
kausalitas, tetapi meyakini bahwa peranansebab-sebab natural itu juga karena kehendak Allah.
Allah-lah yang memberikemampuan membakar kepada api, kemampuan menyinari kepada
matahari dankemampuan menghidupkan pada air. Keesaan dalam perbuatan (tauhid al-
af’al)mengandung makna bahwa perbuatan Allah itu adalah unik, tiada setara denganyang lain,
dan tiada mampu makhluk menirunya. Perbuatan Allah itu sangatagung dan penuh dengan
kedahsyatan.

Ia adalah eksistensi yang melakukan perbuatan menurut kudrat dan iradatnyayang teratur dan
terencana. Perbuatan Allah berjalan dalam hokum kebijaksanaan Yang Maha Tinggi. Dia
menciptakan langit dan bumi dengan segala isinya sebagai wujud berhikmah atau yang dalam
Filsafat Agama disebut dengan teleologis. Penciptaannya adalah penciptaan yang bukan main-
main dan penuh hikmah. Dalam teologi segala sesuatu dipandang sebagai organisme yang
tersusun dan bagian-bagian. Masing-masing bagian mempunyai hubungan erat dan
bekerjasama untuk kepentingan organisme itu. Jadi, dunia dalam pendekatan teologitersusun
dari bagian-bagian yang erat hubungannya satu dengan yang lain dan bekerja sama untuk
tujuan tertentu, yakni menuju kesempurnaan. Itulah wujud dari perbuatan Allah.Hakikat alam
yang penuh hikmah, harmonis dan baik, mencerminkan hakikat Allah yang menciptakan segala
sesuatu tanpa kesalahan dan cacat sedikitpun. Ia atur perjalanan dan tanpa peredaran , alam
dengan harmonis dan penuh keseimbangan tanpa terjadi benturan dan kesalahan dalam
peredaran itu. Inilah yang dijelaskan oleh Allah dalam surah Fathir(35) ayat 43:

Terjemahan : Karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karenarencana (mereka) yang
jahat. Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selainorang yang merencanakannya sendiri.
Tiadalah yang mereka nanti-nantikanmelainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku)
kepada orang-orangyang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian
bagisunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagisunnah Allah
itu. (Fatir 35:43)
Ayat diatas menegaskan bahwa sunnah Allah yang berlaku dalam kehidupansosial umat
manusia dan juga dalam peredaran alam semesta tidak akan pernahmendapatkan penggantian
dan perubahan, sebagaimana tidak akan pernahdikemuka penyimpangan dalam sunnatullah
itu. Ini memperlihatkan kepastiantauhid af’al Allah.

BAB 3

PENUTUP
3.1 kesimpulan

Dari materi tersebut dapat diambil kesimpulan yaitu :

1. Ma’rifat mabda’ adalah memepercayai dengan penuh keyakinan tentang pencipta alam,
Allah SWT. “Maha Suci Tuhan yang tiada menjadikan bagi makhluk-Nya jalan kepada makrifat
Dzat-Nya melainkan daripada melemahkan diri daripada makrifat akan dia.” Oleh karena itu,
makrifat dan tauhid akan Allah sangat bergantung kepada anugerah dan hidayah-Nya semata.

2. Tauhid Dzat adalah penegasan bahwa Allah itu Esa. Tidak ada yangserupa dan sebanding
dengannya. Segala sesuatu selain dia adalah makhluk yang lebih rendah tingkat
kesempurnaannya dibandingkan Dia.

3. Tauhid Asma’ ialah percaya dan meyakini dengan segala nama-namaAllah SWT secara ijmal
dan tafsil menurut apa yang telah dinyatakan didalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

4. Penggambaran dalam kitab suci bahwa Allah mempunyai sifat yang pengertiannya sama
dengan sifat makhluk, haruslah dipahami bahwa diatidak sama dengan ciptaanya di dalam
alam.

5. Penggambaran dalam kitab suci bahwa Allah mempunyai sifat yang pengertiannya sama
dengan sifat makhluk, haruslah dipahami bahwa diatidak sama dengan ciptaanya di dalam
alam.

6. Tauhid af’al adalah percaya bahwa Allah sajalah yang berperan secarahakiki di alam raya ini
(tiada yang berperan di alam wujud kecuali Allah).
3.2 Kritik Dan Saran

penulis menyadari bahwasannya makalah ini jauh dari kata sempurna makadari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar kedepannya penulis bisa lebih baik lagi
dalam menulis makalah. Penulis mengharapkannya dengan adanya makalah ini bisa menambah
wawasan pembaca mengenai Ma’rifah Al-Mabda’ dan bisa mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA
file:///C:/Users/WINDOWS%2010/Downloads/257-Article%20Text-888-1-120210912%20(3).pdf.

https://www.academia.edu/66996976/MARIFAT_AL_MABDA.

http://amrinaroshada.blogspot.com/2017/10/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html?m=1.

"AL-MABDA’ – Ira Fitrotun" https://irameblog.wordpress.com/2017/06/07/al-mabda/.

Anda mungkin juga menyukai