Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah Ilmu
Tauhid
Dosen Pengampu : Saidatul Fadhila, MA
Pemakalah
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................. 1
C. Tujuan.................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Manhaj ................................................................ 2
B. Manhaj Ilmu Tauhid ............................................................. 3
C. Aliran Manhaj Tauhid............................................................ 8
DAFTAR PUSAKA............................................................................................ 15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Manhaj?
b. Apa yang dimaksud dengan Manhaj Ilmu Tauhid?
C. Tujuan Masalah
a. Untuk mengetahui pengertian Manhaj
b. Untuk mengetahui pengertian Manhaj Ilmu Tauhid
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manhaj
Manhaj dalam bahasa artinya jalan yang jelas dan terang. Allah Ta’ala
berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 48 yang berbunyi :
ب َو ُمهَ ْي ِمنًا َعلَ ْي ِه فَا حْ ُك ْم بَ ْينَهُ ْم بِ َمااَ ْن َز َل هللاُ َوالَ تَتَّبِ ْع ِ َص ِّدقَالِّ َمابَ ْينَ يَ َد ْي ِه ِمنَ ْال ِكتَ ق ُم ِّ ك ْال ِكتَبُ بِا ْل َح َ َواَ ْن َز ْلنَااِلَ ْي
ِ ق لِ ُك ٍّل َج َع ْلنَا ِم ْن ُك ْم ِشرْ َعةً َّو ِم ْنهَاجًا َولَوْ َشا َء هُللا َل َج َعلَ ُك ْم اُ َّمةً و
َّاح َدةً َّولَ ِك ْن ِّليَ ْبلُ َو ُك ْم فِ ْي ِّ ك ِمنَ ْال َح َ اَ ْه َوا َءهُ ْم َع َّم
َ اجا َء
ت اِلَى ا هللاِ َمرْ ِج ُع ُك ْم َج ِم ْيعًافَيُنَبِّئُ ُك ْم بِ َما ُك ْنتُ ْم ْ َُمااَتَ ُك ْم فَا ْستَبِق
ِ واال َخ ْي َر
َفِ ْي ِه ت َْختَلِفُوْ ن
Artinya:
2
B. Manhaj Ilmu Tauhid
Pada masa kehidupan Rasul, ilmu tauhid suatu disiplin yang berdiri sendiri
dalam agama islam belum lah ada. Pada masa kehidupan Rasulullah, para umat
islam tidak banyak bertanya tentang apa yang disamapaikan Rasul, tetapi mereka
bersikap “sami’na wa atha’na” (kami dengar dan kami taati). Karena itulah ilmu
tauhid belum menjadi suatu ilmu.
Akan tetapi, setelah Rasul wafat dan islam semakin luas dan berkembang,
muncul lah bermacam persoalan-persoalan itu, maka para ulama mencoba
mengkaji ajaran tauhid dari sumber ajaran Al-Quran dan hadits dengan maksud
untuk:
1.) Memberikan jawaban terhadap persoalan-persoalan ketauhidan yang
tumbuh dan berkembang dikalangan umat islam sebagai akibat logis dari
dinamika perkembangan sosial umat islam.
2.) Memberikan jawaban terhadap pengaruh-pengaruh kepercayaan dan
paham-paham lain yang telah memasuki dunia islam oleh para ulama
dipandang sebagai ancaman dan bahaya bagi kemurnian akidah umat
islam.
3.) Mengkonkritkan ajaran tauhid kerena oleh para ulama masalah ini
dianggap masih bersifat samar dalam Al-Quran dan hadits bagi
masyarakat awam.
Berbicara tentang manhaj atau metode ilmu tauhid dapat dilihat dari 3 aspek,
yaitu:
1. Manhaj Pengembangan Ilmu Tauhid
Merupakan ilmu tauhid sebagai suatu disiplin ilmu yang membahas masalah
ketuhanan dalam islam, adalah hasil rumusan para ulama terhadap ajaran
Ketuhanan yang terkandung dalam Al-Quran dan hadits-hadits. Manhaj atau cara
proses pengembangan ilmu ini tidaklah tumbuh sekaligus dalam waktu yang
singkat, tetapi lahir dan tumbuh secara bertahap, berangsur-angsur menjawab
persoalan umat sesuai dengan keadaan dan faktor-faktor yang terjadi dalam dunia
islam itu sendiri.
3
Apabila diklasifikasikan sebab-sebab timbulnya Ilmu Tauhid sebagai suatu
disiplin dalam islam, dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Faktor internal atau sebab yang timbul dalam diri itu sendiri. Sebab
internal itu dapat pula dibagi dua yaitu:
1) Sebab yang datang dari Al-Quran
Al-Quran mendebat orang-orang musyrik dan kaum Atheis dan
menolak semua argument mereka.
Ayat-ayat Al-Quran ada yang mutasyabihah yang menimbulkan
kecenderungan hati manusia untuk memahami dan membahas
maksudnya.
Al-Quran menghargai akal manusia dan bahkan mengahadapkan
khitab (titah) kepada akal itu agar dapat berfungsi secara maksimal
memperhatikan alam dan cakrawala dalam membuktikan
kebenaran keesaan Allah.
2) Sebab yang datang dari kaum muslimin sendiri
Kemenangan-kemenangan yang diperoleh umat islam dalam
peperangan telah menghantarkan mereka sebagai negara yang kuat
dan jaya serta merasa aman tinggal dinegeri mereka. Dengan
keadaan ini islam memperoleh kesempatan secara aman untuk
melakukan pembahasan secara filosofis terhadap masalah-masalah
agama.
Masalah perbedaan paham politik sesama umat islam membawa
mereka menjadi berkelompok-berkelompok.
Kebebasan dan kemerdekaan berfikir serta mengeluarkan pendapat
sangat sempurna dimasa awal abad-abad hijriah itu, dan memang
hal ini sangat sesuai dengan watak budaya orang Arab dan bahkan
dikuatkan lagi oleh ajaran islam.
b. Faktor eksternal atau sebab-sebab yang datang dari luar islam yaitu:
1) Pengaruh kepercayaan dan agama lain
Kebanyakan orang yang masuk dalam agama islam pada masa
penaklukan di zaman khulafaur rasyidin adalah dari orang yang sudah
4
menganut suatu agama atau paling tidak telah memiliki agama islam,
namun kepercayaan lama itu kemudian mereka campurkan dengan ajaran
aqidah islam sehingga terjadi dengan apa yang disebut istilah
“sinkritisme”. Dengan demikian aqidah umat islam sudah tidak murni
lagi dan pada gilirannya sulit membedakan yang mana ajaran islam yang
murni dan mana yang ajaran yang bersumber dari agama lain. Menyadari
betapa bahayanya situasi ini, maka para ulama melakukan tindakan-
tindakan kemurnian dan mengajari umat tentang aqidah yang benar
sehingga mampu membedakannya dari aqidah non islam.
2) Pengaruh filsafat Yunani
Dengan semakin berkembangannya dunia islam dan membuka diri
terhadap perkembangan kebudayaan internasional, maka pemikiran filsafat
yunani juga akhirnya memasuki dunia islam. Pemikiran filsafat yunani ini
sangat menarik perhatian para ulama karena Al-Quran sendiri sangat
mendorong umatnya untuk berfikir secara filosofis.
5
b. Wadh-i
Artinya perintah Allah untuk menunjukkan itu menjadi sebab, syarat
atau larangan kebaikan atau kerusakan.
2) Hukum Adat
Ialah hukum yang ditetapkan atau tidaknya atas sesuatu itu berdasarkan
pada kebiasaan yang berlaku atau biasa karena terjadi berulang-ulang.
3) Hukum Akal
Ialah hukum yang menetapkan suatu perkara terhadap perkara lain dengan
akal pikiran, jadi bukan karena adat dan juga bukan dan juga bukan karena
adat syara yang menetapkan. Hukum akal dibagi tiga bagian yaitu,
a. Wajib artinya tiada terbayang pada akal akan tidak adanya : jika meski ada
b. Mustahil artinya tiada terbayang pada akal wujudnya, meski tidak ada
c. Ja’iz artinya barang yang terbayang adanya atau tidak adanya, pada akal
sama saja.
6
Para ulama tauhid atau teolog muslim lebih dahulu percaya pada pokok
persoalan dan mempercayai kebenarannya dan menetapkan dalil-dalil fikiran
untuk pembuktiannya, sedang pembahasan dan pemikiran filsafat ketuhanan tidak
dimulai dari kepercayaan, tetapi sampai mencapai suatu hasil.
Tentang perbedaan metode dalam pembuktian kebenaran antara filsafat
ketuhanan dengan ilmu tauhid ini, A. Hanafi mengemukakan bahwa para ulama
tauhid atau teolog islam adalah laksana pembela perkara yang ikhlas dan
menganggapnya benar. Sedangkan filosof adalah laksana seorang hakim yang
memeriksa suatu perkara. Ia tidak akan memberikan sesuatu keputusan kecuali
sesudah mendengar alasan-alasan pihak bersangkutan dan melihat bukti-buktinya,
kemudian ia mengeluarkan keputusannya tanpa memihak pada salah satunya.
Ibnu Khaldun seperti dikutip A.Hanafi mengemukakan sebagai berikut :
“Pemikiran seorang filosof tentang ketuhanan adalah pemikiran tentang wujud
yang mutlak dan hal-hal yang berhubungan dengan wujud itu sendiri. Tetapi
pemikiran ulama tauhid tentang wujud ini bisa menunjukkan kepada zat yang
memberi wujud. Dengan perkataan lain, pembicaraan ilmu tauhid ialah
kepercayaan agama islam sesudah dianggapnya benar dari syariat dan mungkin
dapat dibuktikan dengan dalil-dalil akal fikiran.
Memang dengan metode pembuktian kebenaran yang seperti ini, banyak
ilmuwan yang keberatan jika ilmu tauhid disebut sebagai ilmu, dan mereka
bertanya kenapa teologi islam ini disebut juga dengan ilmu? Bukankah lebih tepat
disebut kayakinan atau kepercayaan?
Maka adapun jawaban yang dikemukakan oleh para ulama tauhid seperti
yoesoef sou’yb adalah sebagai berikut :
Setiap yang disebut ilmu tidaklah mesti berdasarkan pembuktian observasi
atau pengamatan langsung panca indera. Sebagai contoh bukankah sejarah dan
kepurbakalaan disebut juga sebagai ilmu? Pembuktian dalam ilmu sejarah
bukanlah berdasarkan observasi atau pengamatan langsung ahli-ahli sejarah
terhadap peristiwa pada zaman dahulu, zaman tengah apalagi zaman purbakala,
akan tetapi berdasarkan catatan-catatan atau bekas-bekas berupa peninggalan yang
menggambarkan peristiwa masa lalu itu. Demikian juga dengan arkeologi,
7
pembuktiannya tidak lebih hanya berupa penarikan-penarikan kesimpulan
terhadap tulang belulang dan benda-benda purba yang ditemukan.
Dengan demikian, tidak ada keberatan jika pembicaraan tentang Tuhan
disebut juga sebagai “ilmu” hingga disebut teologi seperti memanggilkan geologi
dan sebagainya, sekalipun pembuktiannya bukan berdasarkan observasi. Kalau
ada orang keberatan untuk mengatakan pembicaraan tentang Tuhan sebagai ilmu,
maka ia pun harus keberatan pula menyatakan sejarah dan kepurbakalaan sebagai
ilmu.
2. Aliran Khawarij
Khawarij merupakan aliran yang bermula dari sebuah kekuatan politik.
Dikatakan khawarij karena mereka keluar dari barisan Ali saat perang Siffin
yang dimenangkan Mu’awiyah. Hal tersebut mereka lakukan karena mereka
tidak puas dengan sikap Ali karena menghentikan peperangan padahal
mereka hamper memperoleh kemenangngan. Sikap Ali yang menghentikan
8
peperangan tersebut menurut Aliran Khawarij merupakan kesalahan besar
karena Mu’awiyah adalah pembangkang sama seperti Thalhah dan Zubair.
Lalu kemudia Khawarij juga mengkafirkan siapa saja yang dianggap
melakukan kesalahan, seperti Utsman bin Affan, karena telah menjadikan
sistem politiknya sehingga menimbulkan hura-hura. Kemudia Thalhah,
Zubair dan Mu’awiyah yang melakukan pengembangan terhadap ali sebagai
khalifah yang sah. Dan Ali sendiri pula yang melakukan kesalahan karena
telah menghentikan pertempuran dalam perang Siffin, Ketika menaklukan
Mu’awiyah yang tidak mau bai’at kepadanya.
Pemikiran khawarij yang paling menonjol adalah tentang pelaku dosa
besar yang menurut mereka tergolong kafir dan termasuk dosa besar.
Dengan menentang terhadap pemikiran Khawarij sehingga orang-orang
tidak sepemahaman dengan mereka tergolong kafir.
Dengan demikian pokok-pokok fikiran dalam aliran khawarij dapat
disimpilkan sebagai berikut:
1) Orang islam yang melakukan dosa besar adalah termasuk orang
kafir
2) Orang yang terlibat antara perang Jamal yakni perang antara Ali dan
Aisyah dan pelaku arbitrase antara ali dan muawiyah dihukum kafir
3) Khalifa menurut mereka tidak mesti keturunan nabi atau suku
quraisy
3. Aliran Murji’ah
Sejak terjadi ketegangan politik dimasa Utsman bin Affan, ada
sejumlah sahabat nabi yang tidak mau ikut campur dalam perselisihan
politik tersebut. Dan selanjutnya terjadi salah menyalahkan antara pihak
pendukung ali dengan pihak pendukung bela kematian Utsman bin Affan,
maka mereka menunda keputusan tentang siapa yang bersalah. Menurut
mereka biarlah Allah SWT, saja nanti di hari akhirat yang memutuskan
siapa yang bersalah diantara mereka yang berselisih ini.
Aliran Murji’ah berpendapat bahwa mukmin yang melakukan dosa
besar tersebut masih tetap mukmin. Yakni walaupun seorang mukmin yang
9
berdosa tidakberubah menjadi kafir. Lalu apakah mereka itu akan masuk
kedalam syurgaatau neraka. Disamping itu bagi pelaku dosa besar mereka
dianjurkan untuk bertaubat.
Karena penundaan semua keputusan kepada allah maka mereka di
golongkan kedalam aliran yang dinamakan aliran Murji’ah. Aliran murjiah
adalah aliran yang berpendapat keputusan para pelaku dosa besar sampai ada
ketetapan dari Allah, sambal berharap bahwa Allah akan mengampuni dosa-
dosa mereka.
Pemikiran yang paling menonjol dalam aliran ini adalah bahwa pelaku
dosa besar tidak dikategorikan sebagai orang kafir, karena mereka masih
memiliki keimanan dan keyakinan dalam hati bahwa tuhan mereka adalah
Allah SWT, rasulnya adalah Muhammad, serta al-qur’an adalah kitabnya,
serta meyakini rukun iman lainnya.
4. Aliran Qadariyah
Aliran Qadariyah lahir juga dilatar belakangi oleh kegiatan politik, yakni
masa pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan, dari daulah Bani Umayyah.
Setelah Ali bin Abi Thalib meninggal, pada tahun 40 H Muawiyah menjadi
penguasa daulah Islamiyah. Dan untuk memperkokoh kekuasaannya itu, dia
menggunakan berbagai cara, khususnya dalam menumpas semua oposisi,
bahkan Ali dicacimaki dalam setiap berkhutbah Jum’at.
Pemikiran yang menonjol dalam alitan Qadariyah ini adalah soal
perbuatan manusia dengan tuhannya. Dalam pandangan qadariyah manusia
mempunyai kebebasan untuk melakukan perbuatannya serta melakukan
perbuatan itu. Sejalan dengan perbuatan ini, mereka berpendapat bahwa
tuhan telah memberikan kelebihan kepada manusia, serta memberi aturan-
aturan hidup yang sangat jelas dengan berbagai akibatnya. Ada perbuatan-
perbuatan jahat dan ancaman siksa mereka bagi yang melanggar. Dengan
demikian aliran qadariyah merupakan aliran yang menekankankan
kebebasan manusia dalam melakukan perbuatan.
5. Aliran Jabariyah
10
Aliran Jabariyah ini lahir dengan ketidak berdayaan dalam menaggapi
kekejaman Muawiyah Bin Abi Sufyan, dan mengembalikan semuanya atas
kehendak tuhan. Kemudian isi aliran ini dipegang oleh muawiyah sendiri
untuk membenarkan perlakuan-perlakuan politik itu. Oleh sebab itu masa
kelahirannya berbarengan dengan aliran qadariyah. Namun pada masa
munculnya, yang dipelopori oleh Ja’at bin Dirham, pemikiran ini belum
berkembang. Dan aliran ini mempunyai pengaruh serta tersebar di
masyarakat setelah dikembangkan oleh Jahm bin Shafwan. Oleh sebab itu,
aliran ini sering juga disebut dengan aliran Jahmiyah.
Aliran Jabariyah bertolak belakang dengan qodariyah menurut Jabariyah
manusia tidak mempunyai kemampuan untuk mewujudkan perbuatannya,
dan tidak memiliki kemampuan untuk memilih. Segala gerak dan perbuatan
yang dilakukan manusia, pada hakikatnya adalah dari Allah semata.
Meskipun demikian, manusia tetap mendapatkan pahala atau siksa, karena
perbuatan baik atau jahat yang dilakukannya. Faham bahwa yang dilakukan
manusia adalah sebenarnya perbuatan tuhan tidak menafikan adanya pahala
dan siksa.
Menurut faham ini manusia tidak hanya bagaikan wayang, yang
digerakkan oleh dalang, tapi manusia tidak mempunyai bagian sama sekali
dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Sementara nasib mereka di
akhirat sangat ditentukan oleh kehendak tuhan yang maha kuasa. Yakni
posisi mereka ditentukan oleh kekuasaan mutlak tuhan.
6. Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah lahir berawal dari tanggapan Washil bin Atha’ salah
seorang murid Hasan Bashri di Bashrah, atas pemikiran yang dilontarkan
Khawarij tentang pelaku dosa besar. Ketika Hasan Bashri bertanya tentang
tanggapan washil terhadap pemikiran Khwarij tersebut,dia menjawab bahwa
para pelaku dosa besar bukan mu’min dan juga bukan kafir.mereka berada
dalam posisi antara mu’min dan kafir (orang fasik).kemudian washil
memisahkan diri dari jamah Hasan Basri, dan gurunya itu secara sepontan
berkata I’tazala ‘anna (wasil memisahkan diri dari kita semua).karna itulah
11
kemudian pemikiran yang dikembangkan wasil menjadi sebuah aliran yang
dinamai oleh jamaah Hasan Bashri dengna Mu’tazilah.
aliran mu’tazilah ini menjadi aliran resmi didaulah bani abbasyiah pada
zaman pemerintahan Al-Makmum (198-218 H) ,dan dua khalifah
sesudahnya Mu’tashim (218-227 H) dan Al-Wasiq (227-232 H). Namun
hancur Kembali oleh al-mutawakil pada tahun Asyi’ariyah yang lenih
terkenal dengan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah.
Aliran Mu’tazilah memiliki lima ajaran pokok, yaitu:
1) Tauhid ( keesaan Allah SWT)
2) Keadilan Allah SWT
3) Janji dan Ancaman
4) Posisi diantara dua posisi (Al-Manzilatu Bainal Manzilataini)
5) Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar
12
aliran Ahlu Sunnah Wal Jamaah mengakui sifat-sifat Allah SWT
sesuai dengan Zat Allah SWT sendiri, dan sama sekali tidak
menyerupai sifat-sifat makhluk.
2) Kekuasaan Tuhan dan perbuatan manusia
aliran Ahlu Sunnah Wal Jamaah mengatakan bahwa manusia tidak
berkuasa menciptakan sesuatu, tetapi berkuasa untuk memperoleh
(kasb) suatu perbuata.
3) Melihat Tuhan Pada Hari Kiamat
4) Dosa Besar1
1
Drs. Kumaidi, MPD Modul Aqidah-Akhlaq (Man 1 Ciwaringin) Ciwaringin, Hal.25
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap agama memiliki kepercayaan tentang Tuhan, sebab pada hakikatnya
agama adalah peraturan ketuhanan yang menjadi tuntunan bagi umatnya untuk
mencapai kebahagiaan hidup lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat.
Itulah sebabnya setiap agama menjadikan ajaran atau ilmu ketuhanan dalam
agamanya tersebut sebagai pelajaran utama. Misalnya ilmu tentang ketuhanan
Agama Kristen menjadi pelajaran utama dalam kehidupan beragama umat
Kristen, ilmu tentang ketuhanan agama Budha menjadi pelajaran utama bagi umat
Budha. Demikian juga halnya dengan agama-agama lain termasuk agama islam.
Dalam literatur umum, ilmu tentang ketuhanan disebut dengan “Theology”
(bahasa inggris) atau berasal dari kata “Theologie” (bahasa perancis dan belanda)
baik inggris, perancis maupun belanda, mengambil kata “Theologi” tersebut dari
bahasa latin atau Greek tua.
B. Saran
Terkait uraian makalah diatas tentang Manhaj teologi islam sebagaimana kita
bisa mengetahui berbagai macam aliran agama yang ada di Indonesia maupun
dunia sekalipun, tentang perkembangan ilmu-ilmu keagamaan. Allah menciptakan
umatnya sebagaimana berdasarkan ketentuan yang dikehendakinya kita lah yang
menjalaninya, kita boleh percaya tapi jangan terlalu yakin sebab semua hal yang
bersifat memaksa tidaklah bagus untuk dijalani.
14
DAFTAR PUSTAKA
15