Anda di halaman 1dari 18

Makalah

Manhaj Teologi Islam

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah Ilmu
Tauhid
Dosen Pengampu : Saidatul Fadhila, MA

Disusun oleh Kelompok III ( tiga):

Ahmad Zuhri (0501213184)


Desi Chintiara Medeni (0501213163)
Elvina Riska (0501212128)
Firna Nahwa Firdausi (0501212035)
Munawir Asrofi Siregar (0501211032)
Syahruna Fitri (0501212064)

JURUSAN EKONOMI ISLAM


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSTAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufik, rahmat dan
hidayah- Nya kepada kita semua. Dengan izin dan petnjuk Nya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Manhaj Teologi Islam’’.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas pada mata kuliah Ilmu Tauhid.
Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu dosen Saidatul Fadhilah, MA selaku
dosen pengampu yang telah memberikan tugas ini kepada kami sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan kami.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat masih tidak sempurna dan
terdapat banyak kesalahan serta kekurangan dalam segi penyusunan, bahasa,
maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami selaku penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk makalah ini. Demikianlah
makalah ini kami buat, semoga dapat menambah wawasan dan manfaat untuk
kita semua.

Medan, 6 Oktober 2021

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................. 1
C. Tujuan.................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Manhaj ................................................................ 2
B. Manhaj Ilmu Tauhid ............................................................. 3
C. Aliran Manhaj Tauhid............................................................ 8

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan............................................................................ 14
B. Saran...................................................................................... 14

DAFTAR PUSAKA............................................................................................ 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembahasan mengenai tauhid merupakan hal yang paling urgen dalam


agama Islam, dimana tauhid mengambil peranan penting dalam membentuk
pribadi-pribadi yang tangguh, selain juga sebagai inti atau akar daripada ‘Aqidah
Islamiyah. Keimanan itu merupakan akidah dan pokok yang di atasnya berdiri
syari’at Islam. Kemudian dari pokok itu keluarlah cabang-cabangnya.
        Tauhid ialah mengesakan Allah dan mengakui keberadaannya serta kuat
kepercayaannya bahwa Allah itu hanya satu tidak ada yang lain. Tidak ada sekutu
baginya, yang bisa menandinginya bahkan mengalahkannya.
Manusia berdasarkan fitrah dan akal sehat pasti mengakui bahwasanya Allah
itu Maha esa. Seorang muslim wajib mengimani akan keesaaan Allah ta’ala dan
bahwasannya tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah ta’ala,
adapun kalimat tauhid itu sendiri yang dimaksud ialah La ilaha illah yang berarti
tidak ada yang berhak disembah selain Allah.
Ada tiga aspek manhaj teologi islam, yakni : manhaj pengembangan ilmu
tauhid, alat yang digunakan ilmu tauhid dalam mencari kebenaran Allah, dan
manhaj yang digunakan ilmu tauhid dalam pembuktian kebenaran dalam ilmu
tauhid.

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Manhaj?
b. Apa yang dimaksud dengan Manhaj Ilmu Tauhid?

C. Tujuan Masalah
a. Untuk mengetahui pengertian Manhaj
b. Untuk mengetahui pengertian Manhaj Ilmu Tauhid

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Manhaj
Manhaj dalam bahasa artinya jalan yang jelas dan terang. Allah Ta’ala
berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 48 yang berbunyi :

‫ب َو ُمهَ ْي ِمنًا َعلَ ْي ِه فَا حْ ُك ْم بَ ْينَهُ ْم بِ َمااَ ْن َز َل هللاُ َوالَ تَتَّبِ ْع‬ ِ َ‫ص ِّدقَالِّ َمابَ ْينَ يَ َد ْي ِه ِمنَ ْال ِكت‬َ ‫ق ُم‬ ِّ ‫ك ْال ِكتَبُ بِا ْل َح‬ َ ‫َواَ ْن َز ْلنَااِلَ ْي‬
ِ ‫ق لِ ُك ٍّل َج َع ْلنَا ِم ْن ُك ْم ِشرْ َعةً َّو ِم ْنهَاجًا َولَوْ َشا َء هُللا َل َج َعلَ ُك ْم اُ َّمةً و‬
‫َّاح َدةً َّولَ ِك ْن ِّليَ ْبلُ َو ُك ْم فِ ْي‬ ِّ ‫ك ِمنَ ْال َح‬ َ ‫اَ ْه َوا َءهُ ْم َع َّم‬
َ ‫اجا َء‬
‫ت اِلَى ا هللاِ َمرْ ِج ُع ُك ْم َج ِم ْيعًافَيُنَبِّئُ ُك ْم بِ َما ُك ْنتُ ْم‬ ْ ُ‫َمااَتَ ُك ْم فَا ْستَبِق‬
ِ ‫واال َخ ْي َر‬
َ‫فِ ْي ِه ت َْختَلِفُوْ ن‬

Artinya:

“Dan kami turunkan kepadamu Al-Quran dengan membawa kebenaran,


membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah
perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang
kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan
yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu
umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya
kepadamu, maka berlomba-lombalah  berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah
lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah
kamu perselisihkan itu.”

Manhaj menurut istilah ialah kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan yang


digunakan bagi setiap pelajaran-pelajaran ilmiah, seperti kaidah-kaidah bahasa
arab, ushul aqidah, ushul fiqih, dan ushul tafsir dimana dengan ilmu-ilmu ini
pembelajaran dalam islam beserta pokok-pokoknya menjadi teratur dan benar.
Menurut pemahaman para sahabat Rasulullah SAW  manhaj yang benar adalah
jalan hidup yang lurus dan terang dalam beragama.

2
B. Manhaj Ilmu Tauhid
Pada masa kehidupan Rasul, ilmu tauhid suatu disiplin yang berdiri sendiri
dalam agama islam belum lah ada. Pada masa kehidupan Rasulullah, para umat
islam tidak banyak bertanya tentang apa yang disamapaikan Rasul, tetapi mereka
bersikap “sami’na wa atha’na” (kami dengar dan kami taati). Karena itulah ilmu
tauhid belum menjadi suatu ilmu.
Akan tetapi, setelah Rasul wafat dan islam semakin luas dan berkembang,
muncul lah bermacam persoalan-persoalan itu, maka para ulama mencoba
mengkaji ajaran tauhid dari sumber ajaran Al-Quran dan hadits dengan maksud
untuk:
1.) Memberikan jawaban terhadap persoalan-persoalan ketauhidan yang
tumbuh dan berkembang dikalangan umat islam sebagai akibat logis dari
dinamika perkembangan sosial umat islam.
2.) Memberikan jawaban terhadap pengaruh-pengaruh kepercayaan dan
paham-paham lain yang telah memasuki dunia islam oleh para ulama
dipandang sebagai ancaman dan bahaya bagi kemurnian akidah umat
islam.
3.) Mengkonkritkan ajaran tauhid kerena oleh para ulama masalah ini
dianggap masih bersifat samar dalam Al-Quran dan hadits bagi
masyarakat awam.

Berbicara tentang manhaj atau metode ilmu tauhid dapat dilihat dari 3 aspek,
yaitu:
1. Manhaj Pengembangan Ilmu Tauhid
Merupakan ilmu tauhid sebagai suatu disiplin ilmu yang membahas masalah
ketuhanan dalam islam, adalah hasil rumusan para ulama terhadap ajaran
Ketuhanan yang terkandung dalam Al-Quran dan hadits-hadits. Manhaj atau cara
proses pengembangan ilmu ini tidaklah tumbuh sekaligus dalam waktu yang
singkat, tetapi lahir dan tumbuh secara bertahap, berangsur-angsur menjawab
persoalan umat sesuai dengan keadaan dan faktor-faktor yang terjadi dalam dunia
islam itu sendiri.

3
Apabila diklasifikasikan sebab-sebab timbulnya Ilmu Tauhid sebagai suatu
disiplin dalam islam, dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Faktor internal atau sebab yang timbul dalam diri itu sendiri. Sebab
internal itu dapat pula dibagi dua yaitu:
1) Sebab yang datang dari Al-Quran
 Al-Quran mendebat orang-orang musyrik dan kaum Atheis dan
menolak semua argument mereka.
 Ayat-ayat Al-Quran ada yang mutasyabihah yang menimbulkan
kecenderungan hati manusia untuk memahami dan membahas
maksudnya.
 Al-Quran menghargai akal manusia dan bahkan mengahadapkan
khitab (titah) kepada akal itu agar dapat berfungsi secara maksimal
memperhatikan alam dan cakrawala dalam membuktikan
kebenaran keesaan Allah.
2) Sebab yang datang dari kaum muslimin sendiri
 Kemenangan-kemenangan yang diperoleh umat islam dalam
peperangan telah menghantarkan mereka sebagai negara yang kuat
dan jaya serta merasa aman tinggal dinegeri mereka. Dengan
keadaan ini islam memperoleh kesempatan secara aman untuk
melakukan pembahasan secara filosofis terhadap masalah-masalah
agama.
 Masalah perbedaan paham politik sesama umat islam membawa
mereka menjadi berkelompok-berkelompok.
 Kebebasan dan kemerdekaan berfikir serta mengeluarkan pendapat
sangat sempurna dimasa awal abad-abad hijriah itu, dan memang
hal ini sangat sesuai dengan watak budaya orang Arab dan bahkan
dikuatkan lagi oleh ajaran islam.

b. Faktor eksternal atau sebab-sebab yang datang dari luar islam yaitu:
1) Pengaruh kepercayaan dan agama lain
Kebanyakan orang yang masuk dalam agama islam pada masa
penaklukan di zaman khulafaur rasyidin adalah dari orang yang sudah

4
menganut suatu agama atau paling tidak telah memiliki agama islam,
namun kepercayaan lama itu kemudian mereka campurkan dengan ajaran
aqidah islam sehingga terjadi dengan apa yang disebut istilah
“sinkritisme”. Dengan demikian aqidah umat islam sudah tidak murni
lagi dan pada gilirannya sulit membedakan yang mana ajaran islam yang
murni dan mana yang ajaran yang bersumber dari agama lain. Menyadari
betapa bahayanya situasi ini, maka para ulama melakukan tindakan-
tindakan kemurnian dan mengajari umat tentang aqidah yang benar
sehingga mampu membedakannya dari aqidah non islam.
2)  Pengaruh filsafat Yunani
Dengan semakin berkembangannya dunia islam dan membuka diri
terhadap perkembangan kebudayaan internasional, maka pemikiran filsafat
yunani juga akhirnya memasuki dunia islam. Pemikiran filsafat yunani ini
sangat menarik perhatian para ulama karena Al-Quran sendiri sangat
mendorong umatnya untuk berfikir secara filosofis.

2. Alat yang dipakai ilmu tauhid dalam membahas kebenaran Allah


Ilmu tauhid yang membahas tentang Tuhan menurut ajaran islam. Dalam
membahas dan menetapkan kebenaran Allah tersebut, alat yang digunakan ilmu
tauhid tersebut adalah hokum. “Hukum ialah menetapkan suatu perkara terhadap
suatu yang lain atau tidak menetapkannya”.
Ada tiga hukum yang digunakan oleh ilmu tauhid dalam menetapkan dan
mempertahankan adanya Allah, yaitu:
1) Hukum Syara’
yaitu hukum atau perintah Allah SWT yang terdapat dalam Al-Quran dan
hadist Rasulullah. Hukum syara’ ini terbagi dua yaitu:
a. Taklifi
Artinya perintah-perintah Allah kepada orang mukallaf supaya
mengakui adanya Allah, mengerjakan perintah-perintahnya yang wajib
dan sunah, atau menjauhi larangan-larangan Allah yang haram dan makruh
dan boleh memilih diantara yang mubah.

5
b. Wadh-i
Artinya perintah Allah untuk menunjukkan itu menjadi sebab, syarat
atau larangan kebaikan atau kerusakan.
2) Hukum Adat
Ialah hukum yang ditetapkan atau tidaknya atas sesuatu itu berdasarkan
pada kebiasaan yang berlaku atau biasa karena terjadi berulang-ulang.
3) Hukum Akal
Ialah hukum yang menetapkan suatu perkara terhadap perkara lain dengan
akal pikiran, jadi bukan karena adat dan juga bukan dan juga bukan karena
adat syara yang menetapkan. Hukum akal dibagi tiga bagian yaitu,
a. Wajib artinya tiada terbayang pada akal akan tidak adanya : jika meski ada
b. Mustahil artinya tiada terbayang pada akal wujudnya, meski tidak ada
c. Ja’iz artinya barang yang terbayang adanya atau tidak adanya, pada akal
sama saja.

3. Manhaj pembuktian kebenaran dalam ilmu tauhid


Ada ilmu-ilmu alam, pembuktian kebenaran sesuatu didasarkan pada hasil
observasi (pengamatan), dan melalui eksperiment atau percobaan dan pengujian
laboratorium, yang berarti pengamatan langsung lewat panca indra dibantu
peralatan teknis terhadap objek kajian.
Selanjutnya, pembuktian kebenaran dalam filsafat bukanlah pada hasil
observasi atau pengamatan empiris. Pembuktian kebenaran dalam filsafat adalah
susun  fikir (sillogism) yang dianggap logis dan rasional, yakni terterima dan
tertelan oleh akal.
Jadi pembuktian paling primer tentang kebenaran dalam ilmu tauhid itu adalah
wahyu Allah. Sehingga andainya pun pernyataan wahyu itu misalnya tidak dapat
dibuktikan secara empiris saat ini, atau juga tidak tertelan oleh akal, maka hal itu
bagi ilmu tauhid tidak menjadi masalah, bukanbsesuatu yang mengurangi
keyakinan dan melemahkan keimanan bagi orang yang bertauhid. Dengan
semikian, sekalipun filsafat dan ilmu tauhid sama-sama membahas tentang Tuhan,
tetapi metode pembuktian kebenaran diantara keduanya sangat berbeda.

6
Para ulama tauhid atau teolog muslim lebih dahulu percaya pada pokok
persoalan dan mempercayai kebenarannya dan menetapkan dalil-dalil fikiran
untuk pembuktiannya, sedang pembahasan dan pemikiran filsafat ketuhanan tidak
dimulai dari kepercayaan, tetapi sampai mencapai suatu hasil.
Tentang perbedaan metode dalam pembuktian kebenaran antara filsafat
ketuhanan dengan ilmu tauhid ini, A. Hanafi mengemukakan bahwa para ulama
tauhid atau teolog islam adalah laksana pembela perkara yang ikhlas dan
menganggapnya benar. Sedangkan filosof adalah laksana seorang hakim yang
memeriksa suatu perkara. Ia tidak akan memberikan sesuatu keputusan kecuali
sesudah mendengar alasan-alasan pihak bersangkutan dan melihat bukti-buktinya,
kemudian ia mengeluarkan keputusannya tanpa memihak pada salah satunya.
Ibnu Khaldun seperti dikutip A.Hanafi mengemukakan sebagai berikut :
“Pemikiran seorang filosof tentang ketuhanan adalah pemikiran tentang wujud
yang mutlak dan hal-hal yang berhubungan dengan wujud itu sendiri. Tetapi
pemikiran ulama tauhid tentang wujud ini bisa menunjukkan kepada zat yang
memberi wujud. Dengan perkataan lain, pembicaraan ilmu tauhid ialah
kepercayaan agama islam sesudah dianggapnya benar dari syariat dan mungkin
dapat dibuktikan dengan dalil-dalil akal fikiran.
Memang dengan metode pembuktian kebenaran yang seperti ini, banyak
ilmuwan yang keberatan jika ilmu tauhid disebut sebagai ilmu, dan mereka
bertanya kenapa teologi islam ini disebut juga dengan ilmu? Bukankah lebih tepat
disebut kayakinan atau kepercayaan?
Maka adapun jawaban yang dikemukakan oleh para ulama tauhid seperti
yoesoef sou’yb adalah sebagai berikut :
Setiap yang disebut ilmu tidaklah mesti berdasarkan pembuktian observasi
atau pengamatan langsung panca indera. Sebagai contoh bukankah sejarah dan
kepurbakalaan disebut juga sebagai ilmu? Pembuktian dalam ilmu sejarah
bukanlah berdasarkan observasi atau pengamatan langsung ahli-ahli sejarah
terhadap peristiwa pada zaman dahulu, zaman tengah apalagi zaman purbakala,
akan tetapi berdasarkan catatan-catatan atau bekas-bekas berupa peninggalan yang
menggambarkan peristiwa masa lalu itu. Demikian juga dengan arkeologi,

7
pembuktiannya tidak lebih hanya berupa penarikan-penarikan kesimpulan
terhadap tulang belulang dan benda-benda purba yang ditemukan.
Dengan demikian, tidak ada keberatan jika pembicaraan tentang Tuhan
disebut juga sebagai “ilmu” hingga disebut teologi seperti memanggilkan geologi
dan sebagainya, sekalipun pembuktiannya bukan berdasarkan observasi. Kalau
ada orang keberatan untuk mengatakan pembicaraan tentang Tuhan sebagai ilmu,
maka ia pun harus keberatan pula menyatakan sejarah dan kepurbakalaan sebagai
ilmu.

C. Aliran Manhaj Tauhid


1. Aliran Syi’ah
Syi’ah adalah aliran yang menyanjung dan memuji Sayyidah Ali secra
berlebihan. Karena mereka beranggapan Ali lebih berhak untuk
menggantikan Rasulullah SAW untuk menjadi Khalifah. Syi’ah bermula
dari perjuangan politik yaitu khalifah lalu berkembang menjadi sebuah
aliran. Dasar pokok syiah yaitu khalifah. Atau bagaimana mereka
menanamkan iman. Maka Sayyidah Ali r.a adalah imam sesudah nabi. Lalu
kemudian bersambung imam it uterus.
Imam menurut aliran Syi’ah adalah guru paling besar. Imam pertama
telah mewarisi macam-macam ilmu nabi Muhammad SAW. Imam bukan
manusia biasa tetapi manusia luar biasa, karena dia ma’sum dari berbuat
salah. Tiap- tiap imam mewarisi ilmu – ilmu dari imam sebelumnya. Setiap
imam mengajarkan manusia pada waktunya sesuai rahasia-rahasia yang
mereka mampu memahaminya. Syi’ah tidak percaya al-qur’an maupun
hadis.

2. Aliran Khawarij
Khawarij merupakan aliran yang bermula dari sebuah kekuatan politik.
Dikatakan khawarij karena mereka keluar dari barisan Ali saat perang Siffin
yang dimenangkan Mu’awiyah. Hal tersebut mereka lakukan karena mereka
tidak puas dengan sikap Ali karena menghentikan peperangan padahal
mereka hamper memperoleh kemenangngan. Sikap Ali yang menghentikan

8
peperangan tersebut menurut Aliran Khawarij merupakan kesalahan besar
karena Mu’awiyah adalah pembangkang sama seperti Thalhah dan Zubair.
Lalu kemudia Khawarij juga mengkafirkan siapa saja yang dianggap
melakukan kesalahan, seperti Utsman bin Affan, karena telah menjadikan
sistem politiknya sehingga menimbulkan hura-hura. Kemudia Thalhah,
Zubair dan Mu’awiyah yang melakukan pengembangan terhadap ali sebagai
khalifah yang sah. Dan Ali sendiri pula yang melakukan kesalahan karena
telah menghentikan pertempuran dalam perang Siffin, Ketika menaklukan
Mu’awiyah yang tidak mau bai’at kepadanya.
Pemikiran khawarij yang paling menonjol adalah tentang pelaku dosa
besar yang menurut mereka tergolong kafir dan termasuk dosa besar.
Dengan menentang terhadap pemikiran Khawarij sehingga orang-orang
tidak sepemahaman dengan mereka tergolong kafir.
Dengan demikian pokok-pokok fikiran dalam aliran khawarij dapat
disimpilkan sebagai berikut:
1) Orang islam yang melakukan dosa besar adalah termasuk orang
kafir
2) Orang yang terlibat antara perang Jamal yakni perang antara Ali dan
Aisyah dan pelaku arbitrase antara ali dan muawiyah dihukum kafir
3) Khalifa menurut mereka tidak mesti keturunan nabi atau suku
quraisy

3. Aliran Murji’ah
Sejak terjadi ketegangan politik dimasa Utsman bin Affan, ada
sejumlah sahabat nabi yang tidak mau ikut campur dalam perselisihan
politik tersebut. Dan selanjutnya terjadi salah menyalahkan antara pihak
pendukung ali dengan pihak pendukung bela kematian Utsman bin Affan,
maka mereka menunda keputusan tentang siapa yang bersalah. Menurut
mereka biarlah Allah SWT, saja nanti di hari akhirat yang memutuskan
siapa yang bersalah diantara mereka yang berselisih ini.
Aliran Murji’ah berpendapat bahwa mukmin yang melakukan dosa
besar tersebut masih tetap mukmin. Yakni walaupun seorang mukmin yang

9
berdosa tidakberubah menjadi kafir. Lalu apakah mereka itu akan masuk
kedalam syurgaatau neraka. Disamping itu bagi pelaku dosa besar mereka
dianjurkan untuk bertaubat.
Karena penundaan semua keputusan kepada allah maka mereka di
golongkan kedalam aliran yang dinamakan aliran Murji’ah. Aliran murjiah
adalah aliran yang berpendapat keputusan para pelaku dosa besar sampai ada
ketetapan dari Allah, sambal berharap bahwa Allah akan mengampuni dosa-
dosa mereka.
Pemikiran yang paling menonjol dalam aliran ini adalah bahwa pelaku
dosa besar tidak dikategorikan sebagai orang kafir, karena mereka masih
memiliki keimanan dan keyakinan dalam hati bahwa tuhan mereka adalah
Allah SWT, rasulnya adalah Muhammad, serta al-qur’an adalah kitabnya,
serta meyakini rukun iman lainnya.

4. Aliran Qadariyah
Aliran Qadariyah lahir juga dilatar belakangi oleh kegiatan politik, yakni
masa pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan, dari daulah Bani Umayyah.
Setelah Ali bin Abi Thalib meninggal, pada tahun 40 H Muawiyah menjadi
penguasa daulah Islamiyah. Dan untuk memperkokoh kekuasaannya itu, dia
menggunakan berbagai cara, khususnya dalam menumpas semua oposisi,
bahkan Ali dicacimaki dalam setiap berkhutbah Jum’at.
Pemikiran yang menonjol dalam alitan Qadariyah ini adalah soal
perbuatan manusia dengan tuhannya. Dalam pandangan qadariyah manusia
mempunyai kebebasan untuk melakukan perbuatannya serta melakukan
perbuatan itu. Sejalan dengan perbuatan ini, mereka berpendapat bahwa
tuhan telah memberikan kelebihan kepada manusia, serta memberi aturan-
aturan hidup yang sangat jelas dengan berbagai akibatnya. Ada perbuatan-
perbuatan jahat dan ancaman siksa mereka bagi yang melanggar. Dengan
demikian aliran qadariyah merupakan aliran yang menekankankan
kebebasan manusia dalam melakukan perbuatan.

5. Aliran Jabariyah

10
Aliran Jabariyah ini lahir dengan ketidak berdayaan dalam menaggapi
kekejaman Muawiyah Bin Abi Sufyan, dan mengembalikan semuanya atas
kehendak tuhan. Kemudian isi aliran ini dipegang oleh muawiyah sendiri
untuk membenarkan perlakuan-perlakuan politik itu. Oleh sebab itu masa
kelahirannya berbarengan dengan aliran qadariyah. Namun pada masa
munculnya, yang dipelopori oleh Ja’at bin Dirham, pemikiran ini belum
berkembang. Dan aliran ini mempunyai pengaruh serta tersebar di
masyarakat setelah dikembangkan oleh Jahm bin Shafwan. Oleh sebab itu,
aliran ini sering juga disebut dengan aliran Jahmiyah.
Aliran Jabariyah bertolak belakang dengan qodariyah menurut Jabariyah
manusia tidak mempunyai kemampuan untuk mewujudkan perbuatannya,
dan tidak memiliki kemampuan untuk memilih. Segala gerak dan perbuatan
yang dilakukan manusia, pada hakikatnya adalah dari Allah semata.
Meskipun demikian, manusia tetap mendapatkan pahala atau siksa, karena
perbuatan baik atau jahat yang dilakukannya. Faham bahwa yang dilakukan
manusia adalah sebenarnya perbuatan tuhan tidak menafikan adanya pahala
dan siksa.
Menurut faham ini manusia tidak hanya bagaikan wayang, yang
digerakkan oleh dalang, tapi manusia tidak mempunyai bagian sama sekali
dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Sementara nasib mereka di
akhirat sangat ditentukan oleh kehendak tuhan yang maha kuasa. Yakni
posisi mereka ditentukan oleh kekuasaan mutlak tuhan.

6. Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah lahir berawal dari tanggapan Washil bin Atha’ salah
seorang murid Hasan Bashri di Bashrah, atas pemikiran yang dilontarkan
Khawarij tentang pelaku dosa besar. Ketika Hasan Bashri bertanya tentang
tanggapan washil terhadap pemikiran Khwarij tersebut,dia menjawab bahwa
para pelaku dosa besar bukan mu’min dan juga bukan kafir.mereka berada
dalam posisi antara mu’min dan kafir (orang fasik).kemudian washil
memisahkan diri dari jamah Hasan Basri, dan gurunya itu secara sepontan
berkata I’tazala ‘anna (wasil memisahkan diri dari kita semua).karna itulah

11
kemudian pemikiran yang dikembangkan wasil menjadi sebuah aliran yang
dinamai oleh jamaah Hasan Bashri dengna Mu’tazilah.
aliran mu’tazilah ini menjadi aliran resmi didaulah bani abbasyiah pada
zaman pemerintahan Al-Makmum (198-218 H) ,dan dua khalifah
sesudahnya Mu’tashim (218-227 H) dan Al-Wasiq (227-232 H). Namun
hancur Kembali oleh al-mutawakil pada tahun Asyi’ariyah yang lenih
terkenal dengan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah.
Aliran Mu’tazilah memiliki lima ajaran pokok, yaitu:
1) Tauhid ( keesaan Allah SWT)
2) Keadilan Allah SWT
3) Janji dan Ancaman
4) Posisi diantara dua posisi (Al-Manzilatu Bainal Manzilataini)
5) Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar

7. Aliran Ahlu Sunnah Wal Jamaah


Aliran Ahlu Sunnah Wal Jamaah lahir dan dikembangkan oleh Abu
Hasan Al-Asy’ari (260-324 H) pada tahun 300 H di Baghdad. Abu Hasan
Al-Asy’ari awalnya adalah seorang pengikut aliran Mu’razilah, namun dia
terus dilanda keraguan dengan pemikiran-pemikiran aliran mu’tazilah,
terutama karena keberanian mu’tazilah dalam mena’wilkan ayat-ayat
Mutasyabih untuk mendukung logika aliran mereka, dan juga karena
keberanian mereka dalam membatasi penggunaan hadis, mereka hanya
menggunakan hadis yang Mutawatir saja untuk doktrin-doktrin aqidahnya
saja.
Karena keraguannya itulah, Abu Hasan Al-Asy’ari menyatakan keluar
dari mu’tazilah dan mengembangkan teologi sendiri, dengan memperbanyak
penggunaan hadis, maka pemikiran-pemikiran kalam Abu Hasan Al-Asy’ari
dapat mudah difahami oleh banyak orang, dan ia berhasil menyebarkan
aliran Ahlu Sunnah Wal Jamaah dibuktikan banyaknya pengikutnya.
Berikut adalah pokok-pokok pikiran aliran Ahlu Sunnah Wal Jamaah :
1) Sifat Tuhan

12
aliran Ahlu Sunnah Wal Jamaah mengakui sifat-sifat Allah SWT
sesuai dengan Zat Allah SWT sendiri, dan sama sekali tidak
menyerupai sifat-sifat makhluk.
2) Kekuasaan Tuhan dan perbuatan manusia
aliran Ahlu Sunnah Wal Jamaah mengatakan bahwa manusia tidak
berkuasa menciptakan sesuatu, tetapi berkuasa untuk memperoleh
(kasb) suatu perbuata.
3) Melihat Tuhan Pada Hari Kiamat
4) Dosa Besar1

1
Drs. Kumaidi, MPD Modul Aqidah-Akhlaq (Man 1 Ciwaringin) Ciwaringin, Hal.25

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setiap agama memiliki kepercayaan tentang Tuhan, sebab pada hakikatnya
agama adalah peraturan ketuhanan yang menjadi tuntunan bagi umatnya untuk
mencapai kebahagiaan hidup lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat.
Itulah sebabnya setiap agama menjadikan ajaran atau ilmu ketuhanan dalam
agamanya tersebut sebagai pelajaran utama. Misalnya ilmu tentang ketuhanan
Agama Kristen menjadi pelajaran utama dalam kehidupan beragama umat
Kristen, ilmu tentang ketuhanan agama Budha menjadi pelajaran utama bagi umat
Budha. Demikian juga halnya dengan agama-agama lain termasuk agama islam.
Dalam literatur umum, ilmu tentang ketuhanan disebut dengan “Theology”
(bahasa inggris) atau berasal dari kata “Theologie” (bahasa perancis dan belanda)
baik inggris, perancis maupun belanda, mengambil kata “Theologi” tersebut dari
bahasa latin atau Greek tua.

B. Saran
Terkait uraian makalah diatas tentang Manhaj teologi islam sebagaimana kita
bisa mengetahui berbagai macam aliran agama yang ada di Indonesia maupun
dunia sekalipun, tentang perkembangan ilmu-ilmu keagamaan. Allah menciptakan
umatnya sebagaimana berdasarkan ketentuan yang dikehendakinya kita lah yang
menjalaninya, kita boleh percaya tapi jangan terlalu yakin sebab semua hal yang
bersifat memaksa tidaklah bagus untuk dijalani.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Sirajuddin, I’tiqad Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Pustaka Tarbiyah,


Jakarta,1981.
Abduh, Muhammad, Risalah al-Tauhid, Al Manar, Mesir, 1926.
Al Jisr, Husain Affandy, Al Husun al Hamidiyah, As Saqafiyah, Surabaya, tt
Al-‘Aqil, Muhammad bin A.W. 2009. Manhaj ‘Aqiqah Imam Asy-Syafi’I, Jakarta:
Pustaka Imam Asy-Syafi’I.
  Purba Hadis, Salamuddin. 2016. Theologi Islam(ilmu tauhid),  Medan: Perdana
Publishing.
Drs. Kumaidi, MPD Modul Aqidah-Akhlaq (Man 1 Ciwaringin) Ciwaringin,
Hal.25

15

Anda mungkin juga menyukai