Anda di halaman 1dari 20

Makalah Dokumentasi

Hukum Bacaan Mad Thabi’i Dan Mad Far’i

Disusun Oleh

Ayu Dea Khairani


VII F

SMPN 2 GUNUNG TALANG


TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, Karena atas rahmat
dan karunia-Nya serta kerja keras saya , makalah yang sederhana ini dapat selesai
tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih saya sampaikan pada dosen pembimbing
yang telah sabar dalam membimbing pembuatan makalah ini.

Saya mohon maaf apabila makalah ini mempunyai banyak kekurangan, karena
keterbatasan saya yang masih dalam tahap pembelajaran. Oleh karena itu, kritik dan
saran pembaca yang membangun, sangat saya harapkan dalam pembuatan makalah
selanjutnya. Semoga makalah sederhana ini dapat berguna bagi pembaca maupun
saya sendiri.

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR………………………………………………………….… 2
DAFTAR ISI…………………………………………………………..………….. 3
BAB I PENDAHULUAN……………………………..………………………….. 4
1.1. Latar Belakang………………………………………..………………..
1.2. Tujuan..................……………………………...…………………….....
1.3. Rumusan masalah.……………………...…………………………........
BAB II PEMBAHASAN…………………....…………………………………….. 5
2.1. Hukum bacaan mad thabi’i.......................................................................
2.2. Hukum bacaan mad far’i........................................................................... 7
BAB III PENUTUP …………………………………………………………...…... 19
3.1. Kesimpulan.................................................................................................
3.2.
Saran ..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 20

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


 Mempelajari ilmu tajwid hukumnya adalah fardhu kifayah. Jika dalam suatu
tempat ada seseorang yang menguasai ilmu ini, maka bagi yang lainnya tidak
menanggung dosa, dan sebaliknya jika tidak seorangpun yang menguasai ilmu ini,
maka seluruh penduduk daerah tersebut menanggung dosa. Adapun membaca Al-
Qur’an dengan tajwid hukumnya fardhu ‘ain. Jika seseorang tidak menggunakan
tajwid dalam membaca Al-Qur’an, maka ia berdosa.
Ilmu tajwid sangat penting sekali untuk dipelajari sebelum belajar membaca Al-
Qur’an, karena dengan ilmu tajwid kita dituntun bagaimana cara melafalkan huruf
hijaiyah, bagaimana cara memanjangkan atau memendekkan bacaan atau yang
disebut dengan Hukum Mad, dan lain sebagainya.

1.2 Tujuan
 Agar para pembaca dapat mengetahui hukum bacaan mad thabi’i.
 Agar para pembaca dapat mengetahui hukum bacaan mad far’i.

1.3 Rumusan masalah


 Bagaimana hukum bacaan mad thabi’i
 Bagaimana hukum mad far’i

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hukum bacaan mad thabi’i


A.    Pengertian Mad
            Dalam kitab matan Al-Jazariah, Mad menurut bahasa yaitu ُ‫ال ِّزيَا َدة‬ yang
artinya Bertambah. ada juga yang mengartikan Mad menurut bahasa dalam kitab
ُّ ‫ال َم‬  yang
Hidayatul mustafid dan Tuhfatul athfal yaitu‫ط‬ ْ artinya Panjang.
            Sedangkan Mad menurut istilah adalah:
1.      Dalam kitab Hidayatul Mustafid
‫ف ْال َم ِّد ْاآلتِى ِذ ْك ُرهَا‬
ِ ْ‫ف ِم ْن ُحرُو‬ ِ ْ‫إِطَالَةُ الصَّو‬
ٍ ْ‫ت بِ َحر‬
“Memanjangkan bacaan menurut aturan-aturan tertentu dalam Al-Qur’an.”
2.      Dalam kitab Matan Al-Jazariah
‫ف ْال َم ْم ُدوْ ِز‬
ِ ْ‫ت بِ ْال َحر‬
ِ ْ‫ِعبَا َرةٌ ع َْن إِطَالَةُ الصَّو‬
“Suatu ibarat dalam memanjangkan bacaan menurut huruf-huruf tertentu.”
3.      Dalam kitab Tuhfatul Athfal
‫او ُس ُكوْ نًا‬ ِ ْ‫ت ْال ُحرُو‬
َ ‫ف َوال ِّزيَا َد ِة َعلَى َمافِ ْي ِه ِع ْن َد ُماَل قَا ِة هَ ْم ًز‬ َ ‫ارةٌع َْن طُوْ ِل َز َم ِن‬
ِ ْ‫صو‬ َ َ‫ِعب‬
“Pengibaratan dari panjangnya waktu suara huruf dan tambahnya suara disaat
bertemu Hamzah dan Sukun.”
B.     Pembagian Mad
            Mad terbagi menjadi 2 bagian yaitu, Mad Ashli atau Mad Thabi’i dan Mad
Far’i. dan Mad Far’i juga masih terbagi lagi menjadi beberapa bagian.
‫ َو َس ِّم أَ َّواًل طَبِ ْي ِعيًّا َوه َُو‬# ُ‫َو ْال َم ُّد أَصْ لِ ٌّي َزفَرْ ِع ٌّي لَه‬
ْ‫ َواَل بِ ُدوْ نِ ِه ْال ُحرُوْ فُ تُجْ تَلَب‬# ْ‫ف لَهُ َعلَى َسبَب‬ ٌ ُّ‫َمااَل تَ َوق‬
‫ي يَ ُكوْ ن‬ َّ ‫ َجابَ ْع َد َم ٍّد فَالطَّبِي ِْع‬# ‫ف َغي ِْر هَ ْم ٍزأَوْ ُس ُكوْ ٍن‬ ٍ ْ‫بَلْ أَيُّ َحر‬
“Mad ada 2 yaitu ashli dan far’i. Mad ashli sering disebut mad thabi’i. Mad ashli
tidak membutuhkan sebab. Tidak akan berdiri tanpa huruf mad. Setelah mad ashli
selalu ada huruf selain Hamzah dan huruf bersukun.”

5
1.      Mad Ashli/Thabi’i
      Mad Ashli sering disebut dengan Mad Thabi’i yang secara bahasa Thabi’i itu
berarti tabiat. Di istilahkan Mad Thabi’i berdasarkan dalam kitab Hidayatul Mustafid
dan Kitab Nihaayatul Qaulil Mufid yaitu:
ُ ُ‫ب الطَّبِ ْي َع ِة ال َّسلِ ْي َم ِة اَل يَ ْنق‬
‫صهُ ع َْن َح ِّد ِه َواَل يَ ِز ْي ُد َعلَ ْي ِه‬ َ ‫أِل َ َّن‬
َ ‫صا ِح‬
“Seorang yang mempunyai tabi’at baik tidak mungkin akan mengurangi atau
menambah panjang bacaan dari yang telah ditetapkan.”
      Maksudnya, ketentuan bahwa Mad Ashli harus dibaca panjang dua harakat
tidak mungkin ditambah atau dikurangi oleh orang yang mempunyai tabi’at baik. Jadi
orang tersebut akan membaca Mad Ashli sesuai dengan ketentuan yakni dua harakat,
tidak lebih dan tidak kurang.
1.      Menurut kitab Fathul Aqfal, mad ashli yaitu:
‫ب ِم ْن هَ ْم ٍز أَوْ ُس ُكوْ ٍن‬
ٍ َ‫الَّ ِذيْ اَل يَتَ َوقَّفُ َعلَى َسب‬
“Mad yang tidak membutuhkan sebab Hamzah atau Sukun.”
2.      Menurut kitab Hidayatul Mustafid, mad ashli yaitu:
‫ف ْال َم ِّد ِإاَّل بِ ِه‬ ُ ‫هُ َو ْال َم ُّد الطَّبِ ِع ُّي الَّ ِذيْ اَل تَقُوْ ُم َذ‬
ِ ْ‫ات َحر‬
“Mad Thabi’i yaitu mad yang tidak bisa berdiri kecuali dengan huruf mad itu
sendiri.”
      Huruf Mad Ashli ada 3 yaitu ‫ي‬,‫و‬,‫ا‬ dengan syarat alif sukun sebelumnya ada
huruf berharakat fathat, wawu sukun sebelumnya ada huruf berharakat dhomah, dan
ya sukun sebelumnya ada huruf berharkat kasrah. Sebagaimana dijelaskan dalam
Nazham Tuhfatul Athfal:
‫اي َو ْه َي فِي نُوْ ِح ْيهَا‬ ٍ ‫ ِم ْن لَ ْف ِظ َو‬# ‫ُحرُوْ فُهُ ثَاَل ثَةٌ فَ ِع ْيهَا‬
‫ف ُم ْلتَ َز ْم‬
ٍ ‫ شَرْ طٌ َوفَ ْت ٌح قَ ْب َل أَ ْل‬# ‫ض ْم‬ ِ ‫َو ْال َك ْس ُر قَ ْب َل اليَا َوقَ ْب َل ال َو‬
َ ‫او‬
“huruf-hurf (Mad Ashli) itu ada tiga, terkumpul dalam lafadz Waayin seperti
dalam kata nuuhiihaa. Syaratnya ialah kasrah sebelum ya, dhamah sebelum wau, dan
fathah sebelum alif.”
1.      Alif mati/sukun sebelumnya ada huruf berbaris fathah. Contoh  َ‫إِيَّاك‬
2.      Wawu mati/sukun sebelumnya ada huruf berbaris dhomah. Contoh ُ‫يَقُوْ ل‬
3.      Ya mati/sukun sebelumnya ada huruf berbaris kasrah. Contoh ‫قِي َْل‬

6
      Ukuran pembacaan Mad Ashli yaitu satu alif atau dua harakat. Mad Ashli atau
Mad Thabi’i adalah hukum Mad yang paling dasar atau pokok. Karena hukum-
hukum Mad yang lain (bagian dari Mad Far’i) hampir seluruhnya berasal dari Mad
Ashli.
2.2 Hulum bacaan mad far’i
      Mad artinya panjang, Far’i secara bahasa berasal dari kata far’un yang artinya
cabang. Sedangkan secara istilah Menurut kitab fathul aqfal, Mad Fari’i yaitu:
‫ب ِم ْن هَ ْم ٍز أَوْ ُس ُكوْ ٍن‬
ٍ َ‫ْال َم ُّد ال َّزائِ ُد َعلَى ْال َم ِّد اأْل َصْ لِ ِّي بِ َسب‬
“Mad yang merupakan hukum tambahan dari Mad Ashli (sebagai hukum asalnya)
yang disebabkan oleh hamzah atau sukun.”
                  Dalam nazham dijelaskan:
ٌ ُ‫َواأْل ٰ َخ ُر ْالفَرْ ِع ُّي َموْ ق‬
‫ َسبَبْ َكهَ ْم ٍز أَوْ ُس ُكوْ ٍن ُم ْسجَاٍل‬# ‫ف ع َٰلى‬
            “Bagian lain (dari hukum Mad) ialah Mad Far’i, yakni Mad ashli     yang
terkena suatu sebab, seperti hamzah atau sukun.”
Dari keterangan di atas, jelas bahwa Mad Far’i ialah Mad tambahan dari hukum
asalnya (Mad Ashli) yang terkena sebab-sebab tertentu sehingga menjadi Mad Far’i.
Menurut buku “Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap” ada 5 jenis sebab yang menjadikan
Mad Ashli berubah menjadi Mad Far’i yaitu:
a.       Hamzah. Ketika Mad Ashli bertemu dengan hamzah maka akan melahirkan
hukum Mad Far’i yaitu:
1)      Mad Wajib Muttasil (bertemunya Mad Ashli dengan Hamzah dalam satu
kalimat). Contoh ‫ َوال َّس َمآ ِء‬,‫َجآ َء‬
2)      Mad Jaiz Munfasil (bertemunya Mad Ashli dengan Hamzah dalam dua
kalimat/kalimat lain). Contoh  ُ‫ٰيآأَيُّهَاالنَّاس‬
3)      Mad Badal (huruf Mad Ashli yang didahului oleh Hamzah). Contoh ‫ٰا َمنُوْ ا‬
4)      Mad Shilah Thawilah (Ha dhamir yang dibaca Mad bertemu dengan
َ ‫إِنَّهُ أَضْ َح‬
Hamzah). Contoh ‫ك‬

7
b.      Sukun.
1)      Mad Lazim Harfi Musyba Mukhaffaf (huruf Mad menghadapi sukun Ashli,
baik ketika washal maupun waqaf. Namun bacaan tidak di idghamkan, huruf
mad dan sukun ashli tersebut berada dalam ejaan huruf). Contoh  ٓ‫ ن‬,ٓ‫ٓع ٓسق‬
2)      Mad Lazim Harfi Mukhaffaf (huruf-huruf fawatihus suwar yang memiliki
dua ejaan huruf, ejaan pertamanya berharkat fathah). Huruf-huruf tersebut
dibaca Mad karena dalam ejaan hurufnya diiringi oleh huruf mad (yang tanda
ٓ ‫ٰي‬
sukunnya tidak nampak). Contoh ‫س‬
3)      Mad Lazim kalimi mukhaffaf (huruf Mad Ashli yang bersukun dan didahului
ٰ
oleh hamzah, bertemu dengan huruf yang bersukun). Contoh  َ‫آالن‬
c.       Waqaf. Masih merupakan bagian dari sukun, terjadinya proses penyukunan
karena bacaan di waqafkan dengan sukun ‘aridli.
1)      Mad ‘Aridl lissukun (mad ashli yang dibaca waqaf). Contoh ‫ يَوْ ِم ال ِّدي ِْن‬, َ‫يَ ْعلَ ُموْ ن‬
2)      Mad Iwadl (tanwin fathah yang dibaca Mad karena waqaf), mad ini
merupakan pengganti tanwin fathah yang tidak berbunyi lagi karena bacaan di
waqafkan. Contoh ‫َعلِ ْي ًما َح ِك ْي ًما‬
3)      Mad Lin (huruf mad yaitu wau dan ya yang sukun dan huruf sebelumnya
berharakat fathah) disyaratkan setelah huruf Mad ada huruf yang bersukun
ٍ ْ‫ َخو‬,‫ت‬
‘aridli karena bacaan di waqafkan. Contoh ‫ف‬ ٍ ‫بَ ْي‬
d.      Tasydid. Tasydid juga masih bagian dari sukun, yakni terjadinya proses
peng-idghaman huruf yang bersukun keppada huruf yang didepannya berharakat,
serta sama/berdekatan makhraj dan sifatnya.
1)      Mad Lazim Harfi Musyba Mutsaqal (huruf Mad menghadapi huruf yang di
idghamkan seraya memakai tasydid, mad ini terjadi pada fawatihus suwar).
Contoh ‫ٰا ٓلم‬
2)      Mad Lazim Kalimi Mutsaqal (huruf mada menghadapi huruf yang
bertasydid dalam satu kalimat). Contoh  َ‫َواَل الضَّٓالِّ ْين‬
3)      Mad Tamkin (huruf mad yang bersukun dengan huruf sebelumnya ya
bertasydid dan berharakat kasrah), jika tidak ada tasydid, maka hanya terkena
hukum Mad Ashli saja. Contoh  َ‫ َوالنَّبِيِّ ْين‬,‫ُحيِّ ْيتُ ْم‬

8
4)      Mad Farqi (huruf mad ashli yang bersukun dan didahului oleh Hamzah atau
mad badal, bertemu dengan huruf yang bertasydid. Contoh  َ‫آهّٰلل ُ َخ ْي ٌر اَ ْم َمايُ ْش ِر ُكوْ ن‬
e.       Sebab-sebab lain. (berfungsi membedakan bacaan yang mesti dibaca
panjang atau pendek) dalam hal ini ialah Mad shilah Qashirah, dimana Ha dhamir
pada mad tersebut dibaca panjang dengan alasan Ta’aaduban
(penghormatan/pemuliaan) terhadap Al-Qur’an yang Agung, yang tidak bisa
ditambah atau dikurangi. Contoh  َ‫إِنَّهُ َكان‬
      Seandainya sebab-seba Hamzah, Sukun, Waqaf, dan Tasydid dalam berbagai
Mad diatas ditiadakan, maka semua Mad akan kembali ke semula yaitu Mad Ashli.
C.    Macam-macam Mad Far’i

1.      Mad Wajib Muttasil


      Secara bahasa, mad artinya panjang. Wajib artinya harus (dipanjangkan), dan
Muttasil artinya bersambung (dengan hamzah). Menurut istilah mad wajib muttasil
adalah :
ِ ‫هُ َو أَ ْن يَ ُكوْ نَ ْال َم ُّد َو ْالهَ ْم َزةُ فِ ْي َكلِ َم ٍة َو‬
‫اح َد ٍة‬
“Apabila mad (asli) dan hamzah (bertemu) dalam satu kata” [hidayatul
mustafid].
            Dijelaskan dalam nazham:
‫صاًل إِ ْن ُج ِم َعا بِ ِك ْل َم ِة‬
ِ َّ‫ ُمت‬# ‫إن َجا َء قَ ْب َل هَ ْم َز ِة‬
ْ ٌ‫َو َوا ِجب‬
“Dan mad wajib muttasil itu ialah apabila datang huruf mad asli sebelum hamzah
dalam keadaan bersambung di satu kata”. [Matan Jazariyah]
       Jadi syarat mad wajib muttasil adalah harus ada hamzah setelah mad asli dan
hamzah itu pun berada dalam satu kata. Jika tidak demikian, tidak terjadi hukum mad
wajib muttasil.
      Cara membaca mad wajib muttasil adalah 5 harokat atau 2 setengah alif.
Contoh: ‫ فِى ال َّسرَّآ ِء‬, ‫َجآ َء‬
2.      Mad Jaiz Munfashil
      Secara bahasa, mad artinya panjang, jaiz artinya boleh (dipanjangkan lebih dari
2 harokat) dan munfashil artinya terpisah (antara huruf mad dengan huruf hamzah).

9
      Menurut istilah, mad jaiz munfasil adalah :
‫هُ َو َما َكانَ َحرْ فُ ْال َم ِّد فِ ْي َكلِ َم ٍة َو ْالهَ ْمزَ ةُ فِ ْي َكلِ َم ٍة اُ ْخ ٰرى‬
“Apabila huruf mad (asli) dalam satu kata bertemu dengan hamzah di kata yang
lainnya”.
            Dijelaskan dalam nazham:
ِ َ‫ ُك ٌّل بِ ِك ْل َم ٍة َو ٰه َذا ْال ُم ْنف‬# ْ‫صل‬
ْ‫صل‬ ِ ُ‫َو َجائِ ٌز َم ٌّد َوقَصْ ٌر اِ ْن ف‬
“Dan ada mad yang boleh (jaiz) dibaca panjang atau pendek, yang terpisah
kalimat (antara huruf madd dan hamzah). Dan yang demikian itu dinamakan mad
jaiz munfhasil”.
               Jadi, mad jaiz munfashil terjadi apabila mad asli di satu kata bertemu
dengan hamzah pada kata berikutnya. Dengan kata lain, mad asli dan hamzah berada
pada dua kata yang terpisah.
            Cara membaca mad jaiz munfashil boleh dipanjangkan, 2 harakat, 4
harakat, atau 5 harakat. Dengan demikian, ada 3 wajah dalam pembacaannya :
a.       Hadr : cepat, dibaca 2 harokat.
b.      Tadwir : sedang, dibaca 4 harokat.
c.       Tartil : lambat, dibaca 5 harokat.
Contoh: ُ‫ آَل اَ ْعبُد‬, ‫فِ ٓي أَحْ َس ِن‬
3.      Mad Lazim Harfi Musyba Mutsaqal
      Mad lazim harfi musyba mutsaqol adalah :
‫ف ْال َم ِّد َكانَ ُمثَقَّاًل‬
ِ ْ‫فَإ ِ ْن اُ ْد ِغ َم َحرْ فُ الَّ ِذي بَ ْع َد َحر‬
“Bila huruf setelah mad (dalam ejaan huruf wafatihus suwar) diidghomkan, maka
dinamakan mad lazim harfi musyba mutsaqol”.
       Disebut mutsaqol karena dalam mad ini bacaan diberatkan akibat terjadinya
proses pengidghoman.
Contoh : ٓ‫ا ٓل ّم‬
Cara membacanya yaitu, alif (1 harakat), laam (6 harakat), miim (6 harakat).
4.      Mad Lazim Harfi Musyba Mukhaffaf
      Mad lazim harfi musyba mukhofaf ialah :
‫إِ ْن لَ ْم يُ ْد َغ ْم َكانَ ُم َخفَّفًا‬

10
“Apabila huruf setelah mad dalam ejaan huruf wafatihus suwar tidak
diidghomkan, dinamakan mad lazim harfi musyba mukhofaf”.
       Maksdunya, bacaan diringankan (mukhofaf), akibat tidak terjadinya proses
idghom.
Contoh: ٓ‫ٓع ٓسق‬
Cara membacanya yaitu, ‘aiin (6 harakat dan di ikhfa-kan), siin(6 harakat dan di
ikhfa-kan), qaaf (6 harakat).
5.      Mad Lazim Harfi Mukhaffaf
      Secara bahasa, mad artinya panjang; lazim artinya pasti (harus dibaca
panjang); harfi artinya huruf (yakni, terjadinya pada huruf); dan mukhofaf berarti
ringan atau tidak terjadi idghom. Menurut istilah, mad lazim harfi mukhofaf adalah :
‫هُ َو َما َكانَ ْال َحرْ فُ فِ ْي ِه َعلَى َحرْ فَ ْي ِن‬
“Apabia huruf-huruf (wafatihus suwar)-nya terjadi dari 2 ejaan hurufnya”.
            Dalam nazham dijelaskan :
‫ف‬ ْ ِ‫ان اَل أَل‬
ْ ِ‫ فَ َم ُّدهُ َم ًّداطَبِي ِْعيًّااُل‬# ‫ف‬ ِ ْ‫َو َما ِس َوى ْال َحر‬
ِ َّ‫ف الث‬
‫ص َر‬َ ‫ فِ ْي لَ ْف ِظ َح ٍّي طَا ِه ٍر قَ ِدا ْن َح‬# ْ‫ح الس َُّور‬ ِ ِ‫ك اَ ْيضًا فِ ْي فَ َوات‬
َ ‫َو َذا‬
“Dan selain huruf yang 3 ejaan hurufnya, ada juga huruf yang tersusun dari 2
ejaan huruf, maka memanjangkannya seperti mad thobi’i (2harokat). Huruf-huruf
tersebut merupakan wafatihus suwar, yang menurut para ulama, teringkas dalam
kalimat hayyin thahir”.
            Huruf-huruf mad lazim harfi mukhofaf ada 5 yaitu )‫(ح ٌّي طَهُ َر‬
َ ‫حيطهر‬
            Cara membacanya yaitu tiap huruf dipanjangkan 2 harakat.
Contoh: ‫ٰط ٰه‬
6.      Mad Lazim Kalimi Mutsaqal
      Secara bahasa, mad artinya panjang; lazim artinya pasti (harus dibaca
panjang); kalimi artinya kalimat (yakni, terjadinya pada kalimat); dan mutsaqol
artinya berat, karena terjadi idghom. Menurut istilah, mad lazim kalimi mutsaqol
ialah :
ٌ ْ‫ف ْال َم ِّد َحر‬
ِ ‫ف ُم َش َّد ٌد فِ ْي َكلِ َم ٍة َو‬
‫اح َد ٍة‬ ِ ْ‫ه َُو أَ ْن يَّ ُكوْ نَ بَ ْع َد َحر‬

11
“Apabila setelah huruf mad (ashli) terdapat huruf yang bertasydid dalam satu
kata (kalimat)”.
      Syarat terjadinya mad lazim kalimi mutsaqol adalah adanya huruf yang
bertasydid setelah mad ashli. Jika tidak terdapat huruf yang bertasydid, hukumnya
tetap mad asli. Kemudian huruf yang bertasydid itupun harus berada dalam satu kata
dengan huruf mad ashli.
      Cara membaca mad lazim kalimi mutsaqol ialah dengaan memanjangkan
terlebih dahulu huruf mad sebanyak 6 harokat (3 alif), “diberatkan” (mutsaqol) atau
dimasukkan (idghom) kepada huruf yang bertasydid dihadapannya.
Contoh: ُ‫ الطَآ َّمة‬, َ‫َواَل الضَّآلِّ ْين‬
7.      Mad Lazim Kalimi Mukhaffaf
      Secara bahasa, mad artinya panjang; lazim artinya pasti (harus dibaca
panjang); kalimi artinya kalimat (yakni, terjadinya pada kalimat); dan mukhofaf
artinya ringan, karena tidak terjadi idghom. Menurut istilah mad lazim kalimi
mukhofaf ialah :
ٌ ْ‫ف ْال َم ِّد َحر‬
َ ‫ف َسا ِك ٌن َولَي‬
‫ْس ُم ْد َغ ًما‬ ِ ْ‫هُ َواَ ْن يَ ُكوْ نَ بَ ْع َد َحر‬
“Apabila setelah huruf mad terdapat huruf yang bersukun dan tidak ada idghom”.
      Jadi, syarat terjadinya mad lazim kalimi mukhofaf adalah adanya huruf yang
bersukun setelah huruf mad. Namun, tidak ada proses idghom didalamnya.
      Cara membaca mad lazim kalimi mukhofaf iallah dengan dipanjangkan 6
harokat atau 3 alif.
      Perlu diketahui bahwa di dalam al-qur’an, hukum mad laazim kalimi mukhofaf
hanya terdapat pada 2 tempat. Kedua tempat tersebut ialah :
-          Surat yunus : 51
-          Surat yunus : 91
      Pada kedua surat ini, lafad yang berhukum mad lazim kalimi mukhofaf sama,
yaitu :  َ‫ٰٓا ْل ٰئن‬
8.      Mad Badal
      Secara bahasa, Mad artinya panjang dan Badal artinya pengganti. Menurut
istilah yang diambil dari kitab Hidayatul Mustafid, Mad Badal yaitu:

12
‫هُ َو أَ ْن يَجْ تَ ِم َع ْال َم ُّد َم َع ْالهَ ْمزَ ِة فِي َكلِ َم ٍة لَ ِك َّن تَتَقَ َّد ُم ْالهَ ْم َزةُ َعلَى ْال َم ِّد‬
“Berkumpulnya huruf Mad dengan Hamzah dalam kalimat, tetapi posisi Hamzah
lebih dahulu dari huruf Mad.”
      Dijelaskan dalam nazham Tuhfatul Athfal:
‫ بَ َدلْ َك ٰأ َمنُوْ ا َوإِ ْي َمنًا ُخ َذا‬# ‫َوقَد ِِّم ْال َم َّد َعلَى ْالهَ ْم ِز َو َذا‬
“Dan apabila Hamzah terletak lebih dahulu dari (huruf) Mad, maka dinamakan
Mad Badal, seperti dalam lafadz Aamanuu dan Iimaanaa.”
      Dengan kata lain, Mad Badal terjadi karena huruf Mad didahului oleh Hamzah.
Jika huruf yang mendahului huruf Mad tersebut bukanlah Hamzah, maka hukumnya
tetap Mad Ashli/Mad Thabi’i.
      Cara membaca Mad Badal yaitu dipanjangkan dua harakat atau satu alif.
Berikut contoh bacaan Mad Badal:
a.       Contoh lafadz ‫ٰا َمنُوْ ا‬
        Lafadz ini asalnya ‫أَ ْأ َمنُوْ ا‬ selanjutnya Hamzah kedua diganti dengan huruf
Mad yaitu alif yang menjadi penggantinya (badal) sehingga
menjadi ‫اَا َمنُوْ ا‬/‫ َءا َمنُوْ ا‬/‫ٰا َمنُوْ ا‬
b.      Contoh lafadz ‫أُوْ تِ َي‬
         Lafadz ini asalnya ‫اُ ْاتِ َي‬ selanjutnya Hamzah kedua diganti dengan huruf
Mad yaitu wau yang menjadi penggantinya (badal) sehingga menjadi ‫أُوْ تِ َي‬
c.       Contoh lafadz ‫إِ ْي َمانًا‬
        Lafadz ini asalnya ‫اِ ْأ َمانًا‬ selanjutnya Hamzah kedua diganti dengan huruf
Mad yaitu ya yang menjadi penggantinya (badal) sehingga menjadi ‫إِ ْي َمانًا‬
        Ada pengecualian untuk lafadz ‫أُوْ ِح َي‬ itu tidak termasuk Mad Badal
dikarenakan asal katanya ialah “auhaa”, wau pada lafadz tersebut adalah wau
asli bukan wau pengganti/badal.
9.      Mad ‘Aridl Lissukun
      Secara bahasa, Mad artinya panjang, ‘aridl artinya baru/tiba-tiba ada, dan
sukun artinya bersukun/mati. Menurut istilah yang diambil dari kitab Hidayatul
Mustafid, Mad ‘Aridl Lissukun adalah:
‫ف ْال َم ِّد‬
ِ ْ‫ف َعلَ ْي ِه أَ َح ُد ُحرُو‬ ِ ْ‫هُ َو ْال َو ْقفُ َعلَى ٰا ِخ ِر ْال َكلِ َم ِة َو َكانَ قَ ْب َل ْال َحر‬
ِ ُ‫ف ْال َموْ ق‬

13
‫الطَّبِي ِْع ِّي الَّتِ ْي ِه َي األَلِفُ َوال َوا ُو َوالبَا ُء‬
“Pemberhentian (waqaf) bacaan pada akhir kata/kalimat, sedangkan huruf
sebelum huruf yang di waqafkan itu merupakan salah satu dari huruf-huruf Mad
Thabi’i yaitu alif, wau, dan ya.”
      Dapat pula dikatakan bahwa Mad ‘Aridl Lissukun adalah Mad Ashli atau Mad
Thabi’i yang di waqafkan, karena hakikat dari Mad ‘Aridl Lissukun itu sendiri dari
Mad ashli yang terkena waqaf secara tiba-tiba, walaupun ditengah kalimat. Namun
demikian, bila mad ini di washalkan maka hukumnya adalah Mad Ashli.
َ ‫َو ِم ْث ُل َذاإِ ْن َع َر‬
ُ‫ َو ْقفًا َكتَ ْعلَ ُموْ نَ نَ ْست َِعيْن‬# ُ‫ض ال ُّس ُكوْ ن‬
“Misal cara Mad Munfasil kalau datang sukun sebab waqaf seperti lafadz
Ta’lamuuna, nasta’iinu.”
      Cara pembacaan Mad ‘Aridl Lissukun ada 3 cara:
a.       Thuul (panjang), yaitu dipanjangkan 6 harakat atau 3 alif.
Contoh  ُ‫نَ ْستَ ِعيْن‬ dibaca Nasta’iiiiiin
b.      Tawassuth (sedang), yaitu dipanjangkan 4 harakat atau 2 alif
Contoh  ُ‫نَ ْستَ ِعيْن‬ dibaca Nasta’iiiin
c.       Qashr (pendek), yaitu dipanjangkan 2 harakat atau 1 alif
Contoh  ُ‫نَ ْستَ ِعيْن‬ dibaca Nasta’iin
10.  Mad Iwadl
      Secara bahasa, Mad artinya panjang dan Iwadl artinya pengganti. Menurut
istilah dari kitab Hidayatul Mustafid, Mad Iwadl adalah
‫ب فِي ٰا ِخ ِر ْال َكلِ َم ِة َوقَ ْد ُر َم ِّد ِه َح َر َكتَا ِن‬
ِ ْ‫هُ َو ْال َو ْقفُ َعلَى تَ ْن ِو ْي ِن ْال َم ْنصُو‬
“Berhentinya bacaan pada tanwin fathat di akhir kalimat dan ukuran
membacanya dua harakat.”
      Mad Iwadl dalam pengertian disini yaitu bacaan panjang pada akhir
kata/kalimat sebagai pengganti dari suara tanwin fathah yang tidak berbunyi lagi
karena bacaan di waqafkan.
Contoh:
-          Lafadz ‫ َكبِ ْيرًا‬ dibaca ‫َكبِي َْرا‬
-          Lafadz ‫ونِ َسآ ًء‬ dibaca 
َ ‫َونِ َسآ َء‬

14
-      Kecuali untuk lafadz yang huruf akhirnya Ta Marbuthah berharakat tanwin
fathah, itu tidak disebut Mad Iwadl. ً‫رحْ َمة‬ maka
َ dibaca ْ‫َرحْ َمه‬
11.     Mad Lin
      Secara bahasa, Mad artinya panjang dan Lin artinya lunak. Menurut istilah
dalam kitab Al-Qaulus Sadiid dikutip dalam buku “Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap.”
‫هُ َو ْال َوا ُو َو ْاليَا ُء السَّا ِكنَا ِن ْال َم ْفتُوْ ُح َما قَ ْبلَهُ َما‬
“Apabila wau dan ya berharakat sukun dan huruf sebelumnya berharakat
fathah.”
      Sedangkan dalam kitab Hidayatul Mustafid

ِ ‫هُ َما َحرْ فَا ِن ْال َوا ُو َو ْاليَا ُء بِشَرْ ِط ُس ُكوْ نِ ِه َما َوا ْنفِت‬
‫َح َما قَ ْبلَهُ َما‬
“Apabila huruf wau dan ya bersukun, sebelumnya ada huruf yang berharakat
fathah.”
Dijelaskan dalam nazham Tuhfatul Athfal:
‫ إِ ِن ا ْنفِتَا ٌح قَب َْل ُك ٍّل أَ ْم َكنَا‬# ‫االيَا َو َوا ٌو َس َكنَا‬
ْ َ‫َواللِّيْنُ ِم ْنه‬
“Lin yaitu jika ada huruf Mad berupa ya atau wau yang bersukun sedangkan
huruf sebelumnya berharakat fathah.”
      Huruf Lin ada dua yaitu wau sukun dan ya sukun dengan syarat sebelumnya
ada huruf berharakat fathah. Cara pembacaannya sama dengan Mad ‘Aridl lissukun
ٍ ْ‫ِم ْن خَ و‬
yaitu bisa dua, empat, atau enam harakat. Contoh: ‫ فِي َش ْي ٍء‬, ‫ف‬
12.  Mad Shilah
      Menurut bahasa, mad artinya panjang dan Shilah artinya hubungan. Menurut
istilah, mad shilah yaitu:
َّ ‫ه َُو َحرْ فُ َم ٍّد زَ ائِ ٌد ُمقَ َّد ٌر بَ ْع َد هَا ِء ال‬
‫ض ِمي ِْر‬
“Mad tambahan (dari Mad Ashli) yang disebabkan oleh Ha dhamir.”
      Para ulama memberikan alasan tentang penamaan Mad Shilah ini:
َ ‫تَا َ ُّدبًا أِل َ َّن ْالقُرْ آنَ ال َع ِظ ْي َم اَل ِزيَا َدةً فِ ْي ِه َواَل نَ ْق‬
‫ص‬
“Sebagai penghormatan terhadap Al-Qur’an yang agung, yang tidak bisa
ditambah atau dikurangi.”
      Mad Shilah terbagi menjadi 2 bagian yaitu Mad Shilah Qashirah dan Mad
Shilah Thawiilah.

15
a.       Mad Shilah Qashirah (pendek)
            Menurut istilah, Mad shilah Qashirah yaitu:
ٌ ‫ َواَل يَ ِج ُد بَ ْعد َْالهَا ِء هَ ْم ٌز ُمتَ َح ِّر‬. . . ‫ َويُ ْشتَ َرطُ اَ ْيضًا أَ ْن اَل يَ ُكوْ نَ َمابَ ْع َدهُ َموْ صُوْ اًل‬. . . ‫إِ َذا َكانَ َماقَ ْب َل ْالهَا ِء ُمتَ َحرِّ ًكا‬
‫ك‬
“apabila sebelum Ha dhamir ada huruf yang berharakat, dan disyaratkan tidak
disambungkan dengan huruf berikutnya, dan tidak pula bertemu Hamzah yang
berharakat.”
            Dari pengertian diatas, Mad Shilah Qashirah mempunyai 3 syarat yaitu:
1)      Sebelum Ha dhamir harus ada huruf yang berharakat.
2)      Ha dhamir tidak disambungkan.
3)      Ha dhamir tidak bertemu dengan huruf Hamzah.
            Jika ketiga syarat tersebut tidak ada, maka tidak dihukumi Mad Shilah
Qashirah.
Contoh Mad Shilah Qashirah:
ِ ‫ لَهُ َمافِى السَّمٰ َوا‬, َ‫إِنَّهُ َكان‬
‫ت‬
            Cara membaca Mad Shilah Qashirah yaitu dipanjangkan dua harakat, baik
Ha dhamir tersebut berupa dhamah ataupun kasrah. Biasanya harakat Ha dhamir pada
Mad ini ditulis dalam bentuk dhamah terbalik atau fathah kasrah berdiri.
            Ada pengecualian dalam Q.S. Al-Furqan ayat 69 pada lafadz:
. . . ‫َويَ ْخلُ ْد فِ ْي ِه ُمهَانًا‬
            Dari lafadz tersebut, cara membacanya yaitu dipanjangkan Ha dhamir-nya
meskipun tidak memenuhi persyaratan sebagai Mad Shilah Qashirah karena sebelum
Ha dhamir terdapat huruf yang bersukun.
b.      Mad Shilah Thawiilah (panjang)
            Menurut Istilah Mad shilah thawilah yaitu:
ْ َ‫إِ َذا َكانَ بَ ْع َد ْالهَا ِء هَ ْم َزةُ ق‬
‫ط ٍع‬
“Apabila setelah Ha dhamir terdapat Hamzah Qath’i.”
            Jadi, mad shilah thawilah mensyaratkan adanya huruf hamzah setelah Ha
dhamir. Jika tidak ada hamzah, maka hukumnya mad shilah Qashirah.
            Cara pembacaan Mad ini yaitu dipanjangkan lima harakat atau dua
setengah alif, baik Ha dhamir tersebut berharakat dhamah maupun kasrah.

16
Contoh:
‫ ِع ْن َد ٓهُ إِاَّل‬, ‫ بِ ِٓه أَ ْز َواجًا‬.
13.  Mad Tamkin
      Tamkin secara bahasa artinya tetap (penetapan). Sedangkan menurut Istilah
yaitu:
‫هُ َو ُكلُّ يَا َءي ِْن أَ َح ُدهُ َما َسا ِك ٌن َم ْكسُوْ ٌر َماقَ ْبلَهَا ُم َش َّددًا‬
“Bertemunya dua huruf Ya dalam satu kata, ya yang pertama berharakat kasrah
dan bertasydid, sedangkan ya yang kedua berharakat sukun atau mati.”
      Jadi, mad tamkin terjadi jika dua huruf ya saling bertemu dalam sata kata.
Huruf ya pertama berharakat kasrah dan bertasydid, dan ya kedua berharakat sukun.
      Bila ditelaah lebih jauh, mad tamkin ini sebenarnya hanya mempunyai
perbedaan sedikit dengan mad ashli. Yaitu adanya tasydid pada huruf ya yang
pertama dalam mad tamkin. Seandainya tasydid tersebut tidak ada, maka kembali ke
hukum mad ashli.
      Cara membaca Mad Tamkin yaitu dengan menetapkan (memantapkan) bunyi
tasydid pada huruf ya yang pertama. Selanjutnya bacaan dipanjangkan saat
menghadapi huruf Mad-nya (huruf ya kedua yang berharakat sukun).
      Panjang bacaannya ialah dua harakat atau satu alif. Namun, apabila setelah
huruf ya terdapat satu huruf hidup dan bacaan di waqafkan pada huruf hidup tersebut,
maka membacanya boleh dua, empat, atau enam harakat, karena hukum bacaan pada
akhir kata tersebut menjadi Mad Aridl Lissukun.
Contoh:
َ‫ ِعلِّيِّ ْين‬, َ‫ َوالنَّبِيِّ ْين‬, ‫ ُحيِّ ْيتُ ْم‬.
14.  Mad Farq
      Farq secara bahasa artinya pembeda (membedakan), sedangkan secara istilah
yaitu:
‫ق بَ ْينَ اإْل ِ ْستِ ْفهَ ِام َو ْال َخبَ ِر أِل َنَّهُ لَوْ اَل ْال َم ُّد لَتُ ُوهِّ َم أَنَّهُ خَ بَ ٌر اَل إِ ْستِ ْفهَا ٌم‬
ُ ِّ‫هُ َو ْال َم ُّديُفَر‬
 ‫ فَ ْالهَ ْمزَ هُ فِ ْي ِه ِلإْل ِ ْستِ ْفهَ ِام‬.
“Bacaan panjang yang berfungsi untuk membedakan kalimat istifham
(pernyataan) dan khabar (keterangan). Karena jika dibedakan dengan Mad, kalimat

17
istifham akan disangka kalimat khabar, padahal hamzah tersebut adalah hamzah
istifham.”
      Cara membaca Mad Farq yaitu dipanjangkan enam harakat atau tiga alif, yaitu
tatkala kita melafalkan Hamzah istifham kemudian ditasydidkan pada huruf idgham
syamsiyah dikalimat berikutnya.
      Didalam Al-Qur’an, Mad farq ini hanya terdapat pada empat tempat yaitu:
1.      Q.S. Al-An’am : 143
2.      Q.S. Al-An’am : 144
3.      Q.S. Yunus :59
4.      Q.S. An-Naml :59
      Kehadiran Mad farq dalam empat tempat tersebut berfaedah untuk
membedakan bentuk kalimat, yaitu antara kalimat istifham dan khabar.
Contoh:
ُ ‫ءٰ ٓ هّٰللا‬ Terdapat dalam Q.S. An-Naml : 59, cara membacanya yaitu dipanjangkan
dahulu enam harakat baru kemudian ditasydidkan pada kalimat di depannya (huruf
lam pada lafadz Allaahu). Pada mulanya lafadz tersebut adalah “Allaahu”, kemudian
ditambah hamzah istifham dibelakangnya sehingga terjadi pertemuan dua hamzah.
Lalu hamzah kedua disukunkan dan diganti dengan huruf mad (alif), maka
terbentuklah mad badal. Mad badal ini kemudian disambut oleh huruf yang
bertasydid (lam pada lafadz Allaahu). Dari pertemuan Mad Badal dan huruf yang
bertasydid inilah lahir Mad Farqi.

BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

18
 Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan yaitu, Mad adalah ilmu
mengenai ukuran panjang suatu huruf dalam membaca Al-Qur’an. Mad
terbagi menjadi 2 bagian yaitu
-          Mad Ashli/Mad Thabi’i (tidak butuh sebab)
-          Mad Far’i (butuh sebab). dimana Mad Far’i ini terbagi lagi menjadi
beberapa golongan
            Ada yang panjangnya satu alif atau dua harakat yaitu Mad Badal, Mad
Iwadl dan Mad Shilah Qasirah, Mad Tamkin. Ada yang panjangnya 1
sampai 3 alif yaitu Mad Wajib Muttasil, Mad Jaiz Munfashil, Mad Arid
Lissukun, Mad Shilah Thawilah. Ada juga yang panjangnya 3 alif yaitu
Mad Lazim Kalimi Mutsaqal, Mad Lazim Kalimi Mukhaffaf, Mad Lazim
Harfi Mutsaqal, Mad Lazim Kalimi Mukhaffaf, Mad Farqi.
            Namun ada juga bacaan yang tidak dibaca Mad meski memenuhi syarat
Mad, bacaan ini biasa disebut dengan shifir yang terbagi menjadi dua
(mustadir dan mustathil).

3.2. SARAN
Dalam makalah ini kami membahas tentang Mad dan pembagiannya. Kami
berharap pembaca tidak puas dengan makalah yang kami sajikan ini dan
berusaha mencari sumber lain yang berkaitan dengan materi ini demi
kesempurnaan pengetahuan dalam memahami ilmu tajwid.

DAFTAR PUSTAKA

http://abduljabar16.blogspot.com/2018/01/contoh-makalah-tajwid-tentang-hukum-
madd.html

19
20

Anda mungkin juga menyukai