Anda di halaman 1dari 8

SEJARAH MUNCULNYA ALIRAN-ALIRAN KALAM

Disusun oleh :
1. Moch. Hafid AL-Hawawi (011910002)
2. Shonia Dewi Nur Savitri (011910031)
3. Fadillah Jihanita Putri (011910017)
4. Siti Sakinatur Rohmah (011910113)

DOSEN PENGAMPU

Siti Suwaibatul Aslamiyah, S.Ag., M.Pd


UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN
2019/2020
SEJARAH MUNCULNYA ALIRAN-ALIRAN KALAM

Ilmu kalam yaitu suatu ilmu yang membahas tentang keyakinan. Yang
kemudian muncul berbagai aliran ilmu kalam yang dikarenakan
perbedaan pemahaman pemikiran tentang akidah (keyakinan), karena
ilmu bersumber dari filsafat yang basisnya fikiran.

Rumusan masalah

1. Faktor-faktor penyebab tumbuhnya ilmu kalam ?


2. Perkembangan ilmu kalam pada masa ke masa ?
3. Aliran-aliran yang berkembangan dalam pemikiran kalam umat
islam ?

Aliran kalam muncul dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut


pembunuhan Usman bin Affan yang berbuntut pada penolakan
muawiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Setelah Usman bin
Affan wafat kedudukannya sebagai khalifah digantikan oleh Ali bin Abi
Thalib. Kemudian Ali mendapat tantangan dari Muawiyah, gubernur
damaskus dan keluarga dekat Usman, ia tidak mau mengakui Ali
sebagai khalifah. Ia menuntut Ali supaya menghukum pembunuh-
pembunuh Usman, bahkan ia menuduh Ali turut campur dalam soal
pembunuhan itu. Salah seorang pemuka pemberontak-pemberontak
Mesir yang dating ke Madinah dan kemudian membunuh Usman adalah
Muhammad IbnAbi Bakr, anak angkat dari Ali Ibn Abi Thalib. Dan pula
Ali tidak mengambil tindakan terhadap pemberontak-pemberontak itu,
bahkan Muhammad Ibn Abi Bakr diangkat menjadi Gubernur
Mesir.Yang kemudian terjadi perang siffin antara pihak Ali dan
Muawiyah.

Dipandang bahwa peperangan itu tidak akan menyelesaikan masalah


dan hanya mengakibatkan jatuhnya korban dikedua belah pihak,  maka
peperangan itu diakhiri dengan arbitrase (perjanjiandamai).Yang mana
pihak Ali diwakili oleh Abu Musa al-Asy'ari dan dari pihak Muawiyah
diwakili oleh Amr bin Ash. Sejarah mengatakan antara keduanya
terdapat pemufakatan untuk menjatuhkan kedua pemuka yang
bertentangan itu. Akan tetapi Amr bin Ash mengumumkan hanya
menyutujui penjatuhan Ali tetapi menolak penjatuhan Muawiyah.
Dengan adanya arbitrase ini kedudukan Muawiyah telah naik sebagai
khalifah yang tidak resmi. Tidak mengherankan jika putusan ini ditolak
oleh Ali dan tak mau meletakkan jabatannya, sampai ia mati terbunuh
ditahun 661M.

Sikap Ali yang menerima arbitrase, sungguh pun dalam keadaan


terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian tentranya. Mereka berpendapat
bahwa hal serupa itu tidak bias diputuskan oleh arbitrase manusia.
Putusan hanya dating dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum
yang ada dalam al-Qur'an. Mereka memandang Ali telah berbuat salah
dan oleh karena itu mereka meninggalkan barisannya. Golongan mereka
inilah yang terkenal dengan nama al-khawarij, yaitu orang yang keluar
dan memisahkan diri.

Persoalan-persoalan yang terjadi dalam lapangan politik yang akhirnya


membawa kepada timbulnya persoalan-persoalan teologi. Timbullah
persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir.

Khawarij memandang bahwa Ali, Muawiyah, Amr Ibn al-As, Abu Musa
al-Asy'ari dan lain-lain yang menerima arbitrase adalah kafir, karena al-
Qur'an mengatakan:

Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan


Allah, maka merreka itu adalah orang-orang yang kafir (Q.S. al-
Maidah:5:44).

Dari ayat ini mereka mengambil semboyan Laahukmaillalillah. Dan


karena keempat pemuka islam diatas telah dipandang kafir dalam arti
bahwa mereka telah keluar dari Islam, mereka mesti dibunuh. Untuk
membunuh mereka berempat, tetapi menurut sejarahhanya orang yang
dibebani membunuh Ali IbnAbiThalib yang berhasil dalam tugasnya. 

Khawarij mengatakan orang yang melakukan dosa besar adalah kafir


karena mereka mempunyai devinisi iman percaya dalam hati
(tashdiqu bilqalbi), diucapkan dalam lisan (iqrou billisan), dan
melakukan dengan perbuatan ('amal ubilarkan). Sehingga jika orang
yang tidak beriman dan melakukan dosa besar dianggap kafir. Lambat
laun kaum Khawarij pecah menjadi beberapa sekte. Konsep kafir turut
pula mengalami perubahan. Yang dipandang kafir bukan lagi hanya
orang yang tidak menentukan hokum dengan al-Qur'an, tetapi orang
yang berbuat dosa besar juga dipandang kafir.

Persoalan ini menimbulkan tiga aliran teologi dalam islam. Pertama


aliran Khawarij yang mengtakan bahwa orang yang berdosa besar
adalah kafir, dalam arti keluar dari Islam dan oleh karena itu ia wajib
dibunuh. Aliran kedua yaitu aliran Murji'ah yang menegaskan bahwa
orang yang berbuat dosa besar tetap masih mukmin bukan kafir. Adapun
soal dosa yang dilakukannya, terserah kepada Allah SWT untuk
mengampuninya atau tidak. Kaum Mu'tazilah sebagai aliran ketiga tidak
menerima pendapat-pendapat diatas. Bagi mereka orang yang berdosa
besar bukan kafir tetapi bukan pula mukmin, akan tetapi berada diantara
posisi kafir dan mukmin atau disebut
denganal manzilah bainal manzilatain (posisi diantara dua posisi).

Khawarij sebuah tesa (kesimpulan) atau isu pemikirran yang


berkembang mengenai statusnya orang yang melakukan dosa besar
memunculkan kesimpulan bahwa orang yang melakukan dosa besar itu
kafir. Syi'ah sebuah tesa yang mengatakan bahwa orang yang berdosa
besar masih dikatakan iman dan kemudian muncul anti teas yaitu
murji'ah tidak mengatakan pelaku dosa besar itu kafir tapi diserahkan
kepada Allah.         

Dalam pada itu timbul pula dalam Islam dua aliran dalam teologi yang
terkenal dengan nama al-qodariyah dan al-jabariyah. Menurut
qodariyah manusia mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan
perbuatannya (free will and free act). Sebaliknya jabariyah berpendapat
bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan
perbutannya. Manusia dalam tingkah lakunya menurut jabbariyah,
bertindak dengan paksaan dari Tuhan. Segala gerak gerik manusia
ditentukan oleh Tuhan.

Selanjutnya kaum Mu'tazilah dengan diterjemahkan dalam buku-buku


falsafat dan ilmu pengetahuan Yunani kedalam bahasa Arab,
terpengaruh oleh pemakaian rasio atau akal yang mempunyai
kedudukan tinggi dalam kebudayaan Yunani klasik itu. Pemkaian dan
kepercayaan pada rasio ini dibawah oleh kaum Mu'tazilah kedalam
lapangan teologi Islam dan dengan demikian teologi mereka mengambil
corak teologi liberal, dalam arti sungguh pun kaum Mu'tazilah banyak
menggunakan rasio, mereka tidak meninggalkan wahyu. Dalam
pemikiran-pemikiran mereka selamanya terikat kepada wahyu yang ada
dalam Islam. Dan sudah barang tentu bahwa dalam soal qadariyah dan
jabbariyah diatas, sebagai golongan yang percaya pada kekuatan dan
kemerdekaan akal untuk berfikir, kaum mu'tazilah mengambil paham
qadariyah.

Perlawanan ini kemudian mengambil bentuk aliran teologi tradisional


yang disusun oleh Abu Hasan al-Asyari. Asy'ari sendiri pada mulanya
adalah seorang Mu'tazilah, tetapi kemudian,  menurut riwayatnya
sendiri melihat dalam mimpi bahwa ajaran Mu'tazilah dicap nabi
sebagai ajaran yang sesat, al-Asy'ari meninggalkan ajaran itu dan
membentuk ajaran baru yang kemudian terkenal dengan nama teologi
al-Asy'ariyah.

Disamping aliran Asy'ariyah timbul pula di Syamarkand suatu aliran


yang bermaksud juga menetang aliran Mu'tazilah dan didirikan Abu
Mansur al-Maturidi. Aliran ini kemudian terenal dengan teologi al-
Maturidiah, sebagai mana terlihat nanti tidaklah bersifat setradisional
aliran Asy'ariyah, akan tetapi tidak pula bersifat seliberal Mu'tazilah.
Sebenarnya aliran ini terbagi dalam dua cabang Samarkand yang
bersifat agak liberal dan cabang Bukhara yang bersifat tradisional.
Daftar pustaka

Prof.Dr.H. Abdul Rozak, M.Ag. dan Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag.

cetakan ke-5: April 2016 ilmu kalam. Bandung: CV Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai