Anda di halaman 1dari 41

KATA PENGANTAR

Makalah Pendidikan Agama Islam yang berjudul Hukum Jinayah


dan Munahakat. Makalah ini dibuat sebagai tugas yang diberikan
kepada Mahasiswa Institut Teknologi Indonesia untuk menyampaikan
pemaparan materi mengenai Hukum Jinayah dan Munahakat. Makalah
ini disusun sebagai pertanggung jawaban penulis atas tugas yang
diberikan Dosen Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam Institut Teknologi
Indonesia.

Secara garis besar makalah ini berisi dua materi yaitu Hukum
Jinayah dan Munahakat, yang masing-masing materi terdiri dari
pendahuluan, pembahasan dan penutup. Pada bab pendahuluan
menjelaskan mengenai latar belakang materi, rumusan masalah, dan
tujuan penulisan. Selanjutnya pada bab pembahsan menjelaskan
mengenai pemaparan materi secara menyeluruh dan terperinci.
Terakhir, pada bab penutup berisi simpulan dan saran dari penulis.

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Yang Maha Esa
karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan makalah
ini dapat berjalan lancar dan selesai tepat pada waktunya. Selanjutnya
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
kepada semua pihak yang membantu, membimbing dan memberikan
saran serta informasi yang berguna dalam menyelesaikan makalah.
Ucapan terima kasih tersebut penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Ir. Isnuwardiyanto, selaku Rektor Institut Teknologi Indonesia.


2. Dr. Ir. Sri Handayani, M.T selaku Kepala Program Studi Teknik
Kimia Institut Teknologi Indonesia
3. Yunus S.Ag M.Sag , selaku Dosen Mata Kuliah Pendidikan Agama
Islam Institut Teknologi Indonesia
4. Seluruh anggota keluarga yang telah memberikan dukungan,
doa restu, serta semangat kepada penulis.
5. Segenap dosen dan karyawan Institut Teknologi Indonesia
6. Teman-teman seperjuangan Teknik Kimia Institut Teknologi
Indonesia angkatan 2015.
7. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata


sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pendidikan Agama Islam Page 1


Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat dan
dapat pula memberikan inspirasi bagi para pembaca, serta dapat
dijadikan referensi dalam pembuatan makalah ataupun karya tulis
selanjutnya khususnya untuk mahasiswa dan mahasiswi Institut
Teknologi Indonesia

Bogor, November 2015 Penulis,

Pendidikan Agama Islam Page 2


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah...........................................................................2
C. Tujuan Penulisan.............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 3
A. Pengertian Jinayah..........................................................................3
B. Dasar Hukum Jinayah dalam Islam.....................................................3
C. Macam-Macam Jinayah....................................................................4
Macam-Macam Jarimah Menurut Cara Melakukan dan Konsekuensinya.....6
D. Proses Dalam Jinayah......................................................................9
E. Bukti Pelaksanaan Jinayah..............................................................10
F. Sebab Hapusnya Hukuman.............................................................11
G. Sejarah Munculnya Hukum Pidana Dalam Islam.................................12
H. Jinayah di Era Sekarang..................................................................13
BAB III PENUTUP................................................................................... 15
A. Simpulan...................................................................................... 15
B. Saran........................................................................................... 15
BAB IV DAFTAR PUSTAKA......................................................................16
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 17
A. Latar Belakang.............................................................................. 17
B. Rumusan Masalah.........................................................................17
C. Tujuan Penulisan............................................................................18
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 19
A. Pengertian Nikah...........................................................................19
B. Hukum Pernikahan.........................................................................19
C. Rukun dan Syarat Nikah..................................................................21
D. Pernikahan Yang Dilarang...............................................................23

Pendidikan Agama Islam Page 3


E. Ketentuan Hukum Pernikahan di Indonesia........................................24
F. Beberapa Jenis Pernikahan yang Menyeleweng di Indonesia...............26
G. Hikmah Pernikahan........................................................................27
H. Thalak.......................................................................................... 28
I. Iddah........................................................................................... 30
J. Rujuk........................................................................................... 31
BAB III PENUTUP................................................................................... 33
A. Simpulan...................................................................................... 33
B. Saran........................................................................................... 33
BAB IV DAFTAR PUSTAKA......................................................................34

Pendidikan Agama Islam Page 4


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum pidana menurut syariat islam merupakan bagian yang


tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan setiap muslim dimanapun
ia berada. Syariat islam merupakan hukum yang harus
dilaksanakan oleh setiap muslim, karena syariat islam merupakan
bagian ibadah kepada Allah SWT. Namun dalam kenyataannya,
masih banyak umat islam yang belum tahu dan paham tentang
apa dan bagaimana hukum pidana islam itu, serta bagaimana
ketentuan-ketentuan hukum tersebut seharusnya disikapi dan
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Adanya ancaman
hukuman atas tindak kejahatan adalah untuk melindungi manusia
dari kebinasaan terhadap lima hal yang mutlak pada manusia.

Hukum pidana Islam (Fiqih Jinayah) sering mendapat tudingan


sebagai hukum yang out of date dan dehumanis. Tudingan itu
terjadi karena ketidaksanggupan mereka menangkap ruh syariat
islam. Padahal hukum pidana islam sebagaimana yang tertera
dalam nash tidaklah absolut. Nabi tidak selalu memberlakukan
hukum sebagaimana bunyi teks tetapi sangat kondisional.
Hukuman pidana islam bukanlah bersifat ortodoks melainkan
memberikan ruang gerak bagi akal pikiran manusia untuk ijtihad.
Ijtihad ini diberikan dalam rangka menginterpretasikan teks-teks
hukum sehingga mampu merespon kebutuhan dan tuntutan
masyarakat secara dinamis. Oleh karena itu perlu diadakan
reaktualisasi pemikiran hukum pidana islam terutama dari sisi
klasifikasi tindak pidana sampai kepada persoalan sanksi.

Berkaitan dengan pemahaman hukum pidana islam yang


berorientasi pada penegakan amar maruf nahi munkar, maka
tegakalah sebuah keniscayaan. Perlindungan terhadap agama,jiwa,
keturunan, harta dan akal. Hukum pidana islam, ketika
menerapkan sanksi mendasarkan kepada kepentingan kolektif di
atas kepentingan pribadi atau golongan. Reaktualisasi pemikiran
hukum islam sebenernya bukan hal yang baru. Umar bin al-Khattab
pernah mengadakan penyimpangan atas legalitas dalam hukum
potong tangan yang terjadi pada musim paceklik. Sikap umar
bukan mengkhianati hukum Allah SWT, melainkan semangat
menangkap ruh syariat islam dengan pemahaman yang
kontekstual. Hal senada juga dilakukan Rasulullah jauh sebelum

Pendidikan Agama Islam Page 1


peristiwa tersebut, yakni ketika Rasulullah tidak menghukum apa-
apa bagi pencuri buah-buahan yang makan ditempat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas,


maka rumusan masalah pokok dalam makalah ini :
1. Bagaimana pengertian dari jinayah ?
2. Bagaimana dasar hukum jinayah dalam islam ?
3. Apa saja macam-macam dari jinayah ?
4. Apa saja macam-macam dari jinayah menurut cara
melakukan dan konsekuensi ?
5. Apa saja proses jinayah itu ?
6. Bukti dalam melakukan jinayah ?
7. Sebab menghapus hukuman-nya jinayah ?
8. Kapankah awal munculnya hukum jinayah ?
9. Apakah jinayah masih relevan di era sekarang ini

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan dan penyajian makalah ini yaitu agar


para pembaca dan penulis bisa lebih mengetahui tentang jinayah
(hukum pidana) dalam islam.

Pendidikan Agama Islam Page 2


BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Jinayah

Kata jinayat menurut bahasa Arab, adalah bentuk jama dari


kata jinayah yang berasal dari ( ) yang berarti
melakukan dosa. Sekalipun merupakan isim mashdar (kata dasar),
tetapi kata jinayat dipakai dalam bentuk jamak, karena ia
mencakup banyak jenis perbuatan dosa, karena ia kadang
mengenai jiwa dan anggota badan, secara disengaja ataupun
tidak. Kata ini juga berarti menganiaya badan, harta, atau
kehormatan.Menurut istilah syari, kata jinaayah berarti menganiaya
badan sehingga pelakunya wajib dijatuhi hukuman qishash atau
membayar denda.

Tujuan disyariatkannya adalah dalam rangka untuk


memelihara akal, jiwa, harta dan keturunan. Ruang lingkupnya
meliputi berbagai tindak kejahatan kriminal, seperti: Pencurian,
perzinahan, homoseksual, menuduh seseorang berbuat zina,
minum khamar, membunuh atau melukai orang lain, merusak
harta orang dan melakukan gerakan kekacauan dan lain
sebagainya. Di kalangan fuqaha, perkataan jinayah berarti
perbuatan - perbuatan yang terlarang menurut syara. Selain itu,
terdapat fuqaha' yang membatasi istilah jinayah kepada
perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman hudud dan
qishash, tidak termasuk perbuatan-perbuatan yang diancam
dengan hukuman tazir. Istilah lain yang sepadan dengan istilah
jinayah adalah jarimah, yaitu larangan - larangan syara yang
diancam Allah dengan hukuman had atau tazir.

B. Dasar Hukum Jinayah dalam Islam

Dalam islam dijelaskan berbagai norma atau aturan atau


rambu-rambu yang mesti ditaati oleh setiap mukalaf, hal itu telah
termaktub dalam sumber fundamental islam, termasuk juga
mengenai perkara jarimah atau tindak pidana dalam islam, berikut
kami akan memaparkan beberapa dalil tentang kewajiban menaati
hukum Allah SWT.

Pendidikan Agama Islam Page 3


Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup
bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa
(QS. Al-Baqarah:179)

Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka


menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu
terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu
dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.
jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan
Allah), Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah
menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka
disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya
kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik (QS. Al-
Maidah:49)

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak


beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap
perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak
merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan
yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya
(QS. An-Nisa:65).

C. Macam-Macam Jinayah

Pendidikan Agama Islam Page 4


Jinayat atau Jarimah itu dapat dibagi menjadi beberapa
macam dan jenis sesuai dengan aspek yang ditonjolakan, pada
umumnya, para ulama membagi jarimah berdasarkan aspek berat
dan ringannya hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oleh al-
quran dal al-hadits, atas dasar ini mereka membagi menjadi tiga
macam, yaitu :

1. Jarimah Hudud
Hudud, jamaknya had. Arti menurut bahasa ialah :
menahan (menghukum). Menurut istilah hudud berarti: sanksi
bagi orang yang melanggar hukum syara dengan cara didera/
dipukul (dijilid) atau dilempari dengan batu hingga mati (rajam).
Sanksi tersebut dapat pula berupa dipotong tangan lalu sebelah
atau kedua-duanya atau kaki dan tangan keduanya, tergantung
kepada kesalahan yang dilakukan. Hukum had ini
merupakan hukuman yang maksimal bagi suatu pelanggaran
tertentu bagi setiap hukum.

Jarimah hudud ini dalam beberapa kasus di jelaskan dalam


al-Quran surah An-Nur ayat 2, surah an-Nur: 4, surah al-
Maidah ayat 33, surat al-Maidah ayat 38. Yang termasuk dalam
jinayat hudud adalah :
a. Perzinaan
b. Qadzaf
c. Meminum Khamr
d. Pencurian
e. Perampokan
f. Pembrontakan
g. Murtad

2. Jarimah Qishas atau Diyat


Hukum qisos adalah pembalasan yang setimpal (sama)
atas pelanggaran yang bersifat pengerusakan badan atau
menghilangkan jiwa, seperti dalam firman Allah SWT.Surah
al-Maidah : 45, surah al-Baqarah : 178 Diat adalah denda yang
wajib harus dikeluarkan baik berupa barang maupun uang oleh
seseorang yang terkena hukum diad sebab membunuh
atau melukai seseorang karena ada pengampunan,
keringanan hukuman, dan hal lain. Pembunuhan yang
terjadi bisa dikarenakan pembunuhan dengan tidak
disengaja atau pembunuhan karena kesalahan (khoto). Hal
ini dijelaskan dalam al-Quraan surah an-Nisa: 92. Yang
termasuk kedalam jarimah qishas adalah
a. Pembunuhan sengaja
b. Pembunuhan semi sengaja
c. Pembunuhan tersalah

Pendidikan Agama Islam Page 5


d. Pelukan sengaja
e. Pelukan semi sengaja

3. Jarimah Tazir
Hukum tazir adalah hukuman atas pelanggaran yang
tidak di tetapkan hukumannya dalam al-Quran dan Hadist
yang bentuknya sebagai hukuman ringan. Menurut hukum
Islam, pelaksanaan hukum tazir diserahkan sepenuhnya
kepada hakim islam. Hukum tazir diperuntukkan bagi
seseorang yang melakukan jinayah atau kejahatan yang tidak
atau belum memenuhi syarat untuk dihukum had atau
tidak memenuhi syarat membayar diyat sebagai hukum
ringan untuk menebus dosanya akibat dari perbuatannya.
Jarimah tazir ini dibagi menjadi tiga bagian :
a. Jarimah hudud atau qishah atau diyat yang syubhat
atau tidak memenuhi syarat, namun sudah merupakan
maksiat, misalnya percobaan pencurian, percobaan
pembunuhan, pencurian dikalangan keluarga, dan
pencurian aliran listrik.

b. Jarimah-jarimah yang ditentukan al-quran dan al-hadits,


namun tidak ditentukan sanksinya, misalnya penghinaan,
saksi palsu, tidak melaksanakan amanat dan menghina
agama.

c. Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh ulul amri untuk


kemashlahatan umum. Dalam hal ini, nilai ajaran islam
di jadikan pertimbangan penentuan kemashlahatan
umum. persyartan kemaslahatan ini secara terinci
diuraikan dalm bidang studi Ushul Fiqh, misalnya,
pelanggaran atas peraturan lalu-lintas. Sedangkan
jarimah berdasarkan niat pelakunya dibagi menjadi
menjadi dua, yaitu:
1) Jarimah yang disengaja (al-jarimah al-maqsudah)
2) Jarimah karena kesalahan (al-jarimah ghayr al-maqsudah
atau jarimah al-khatha)

Macam-Macam Jarimah Menurut Cara Melakukan dan


Konsekuensinya

a. Pembunuhan
Yaitu suatu perbuatan yang menyebabkan hilangnya
nyawa seseorang, baik itu dilakukan secara sengaja
maupun tidak sengaja.Pembunuhan ada tiga cara, yaitu :

Pendidikan Agama Islam Page 6


1) Betul-betul disengaja, yaitu dilakukan oleh yang
membunuh guna membunuh orang yang dibunuhnya
itu dengan perkakas yang biasanya dapat digunakan
untuk membunuh orang. Hukum ini wajib di qishas.
Berarti dia wajib dibunuh pula, kecuali apabila
dimaafkan oleh ahli waris yang terbunuh dengan
membayar diyat (denda) atau dimaafkan sama sekali.

2) Ketaksengajaan semata-mata. Misalnya seseorang


melontarkan suatu barang yang tidak disangka akan
kena pada orang lain sehingga menyebabkan orang
itu mati, atau seseorang terjatuh menimpa orang lain
sehingga orang yang ditimpanya itu mati. Hukum
pembunuhan yang tak disengaja ini tidak wajib
qishas, hanya wajib membayar denda (diyat) yang
enteng. Denda ini diwajibkan atas keluarga yang
membunuh, bukan atas orang yang membunuh.
Mereka membayarnya dengan diangsur dalam masa
tiga tahun, tiap-tiap akhit tahun keluarga itu wajib
membayar sepertiganya. Firman Allah SWT:

Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh


seorang mukmin (yang lain), kecuali Karena tersalah
(Tidak sengaja, dan barangsiapa membunuh seorang
mukmin Karena tersalah (hendaklah) ia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman
serta membayar diat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka
(keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh)
dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara
mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si
pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan
hamba sahaya yang beriman. barangsiapa yang tidak
memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh)

Pendidikan Agama Islam Page 7


berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan
Taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. An-Nisa: 92)

3) Seperti sengaja, yaitu sengaja memukul orang, tetapi


dengan alat yang enteng (biasanya tidak untuk
membunuh orang) misalnya dengan cemeti,
kemudian orang itu mati dengan cemeti itu. Dalam
hal ini tidak pula wajib qisas, hanya diwajibkan
membayar diyat (denda) yang berat atas keluarga
yang membunuh, diangsur dalam tiga tahun.

b. Khamr (Minuman Keras)


Khamr adalah cairan yang di hasilkan dari peragian
biji-bijian atau buah-buahan dan mengubah sari patinya
menjadi alcohol dan menggunakan katalisator (enzim)
yang mempunyai kemampuan untuk memisah unsur-
unsur tentu yang berubah melalui proses peragian atau
Khamr adalah minuman yang memabukkan. Orang yang
minum khamr diberi sangsi dengan dicambuk 40 kali
(Umar bin Khattab 80 kali). Khamr diharamkan dan diberi
sangsi yang berat karena mengganggu kesehatan akal
pikiran yang berakibat akan melakukan berbagai tindakan
dan perbuatan di luar kontrol yang mungkin akan
menimbulkan ekses negatif terhadap lingkungannya.

c. Zina
Zina adalah melakukan hubungan seksual di luar
ikatan perkawinan yang sah, baik dilakukan secara
sukarela maupun paksaan. Sanksi hukum bagi yang
melakukan perzinahan adalah dirajam (dilempari dengan
batu sampai mati) bagi pezina mukhshan; yaitu
perzinahan yang dilakukan oleh orang yang telah
melakukan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan
yang sah. Atau dicambuk 100 kali bagi pezina ghoiru
mukhshan; yaitu perzinahan yang dilakukan oleh orang
yang belum pernah melakukan hubungan seksual dalam
ikatan perkawinan yang sah.

d. Qadzaf
Menurut istilah qadzaf adalah menuduh orang
melakukan zina. Sangsi hukumnya adalah dicambuk 80
kali. Sangsi ini bisa dijatuhkan apabila tuduhan itu
dialamatkan kepada orang Islam, baligh, berakal, dan
orang yang senantiasa menjaga diri dari perbuatan dosa
besar terutama dosa yang dituduhkan. Namun ia akan
terbebas dari sangsi tersebut apabila dapat

Pendidikan Agama Islam Page 8


mengemukakan 4 orang saksi dan atau bukti yang jelas.
Suami yang menuduh isterinya berzina juga dapat
terbebas dari sangsi tersebut apabila dapat
mengemukakan saksi dan bukti isterinya yang berakibat
putusnya hubungan perkawinan sampai hari kiamat.

e. Mencuri
Pencurian adalah mengambil sesuatu milik orang
lain secara diam-diam dan rahasia dari tempat
penyimpannya yang terjaga dan rapi dengan maksud
untuk dimiliki. Pengambilan harta milik orang lain secara
terang-terangan tidak termasuk pencurian tetapi
Muharobah (perampokan) yang hukumannya lebih berat
dari pencurian. Dan Pengambilan harta orang lain tanpa
bermaksud memiliki itupun tidak termasuk pencurian
tetapi Ghosab (memanfaatkan milik orang lain tanpa izin).
Pelaku pencurian diancam hukuman potong tangan dan
akan diazab diakherat apabila mati sebelum bertaubat
dengan tujuan agar harta terpelihara dari tangan para
penjahat, karena dengan hukuman seperti itu pencuri
akan jera dan memberikan pelajaran kepada orang lain
yang akan melakukan pencurian karena beratnya sanksi
hukum sebagai tindakan defensif (pencegahan).
Hukuman potong tangan dijatuhkan kepada pencuri
oleh hakim setelah terbukti bersalah, baik melalui
pengakuan, saksi dan alat bukti serta barang yang
dicurinya bernilai ekonomis, bisa dikonsumsi dan
mencapai nishab, yaitu lebih kurang 93 gram emas.

f. Muharobah
Muharobah adalah aksi bersenjata dari seseorang
atau sekelompok orang untuk menciptakan kekacauan,
menumpahkan darah, merampas harta, merusak harta
benda, ladang pertanian dan peternakan serta menentang
aturan perundang-undangan. Latar belakang aksi ini bisa
bermotif ekonomi yang berbentuk perampokan,
penodongan baik di dalam maupun diluar rumah atau
bermotif politik yang berbentuk perlawanan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan
melakukan gerakan yang mengacaukan ketentraman dan
ketertiban umum. Sangsi hukum pelaku muharobah
adalah

1) Dipotong tangan dan kakinya secara bersilang apabila


ia atau mereka hanya mengambil atau merusak
harta benda.

Pendidikan Agama Islam Page 9


2) Dibunuh atau disalib apabila dalam aksinya itu ia
membunuh orang.
3) Dipenjara atau dibuang dari tempat tinggalnya
apabila dalam aksinya hanya melakukan kekacauan
saja tanpa mengambil atau merusak harta-benda dan
tanpa membunuh.

D. Proses Dalam Jinayah

Terdapat 2 Proses dalam Jinayah :

1. Percobaan
Percobaan melakukan jarimah maksudnya yaitu
melakukan perbuatan jarimah belum dikerjakan dengan
sempurna. Dalam hukum pidana islam percobaan melakukan
jarimah tidak dikenal secara khusus, namun dapat digolongkan
pada jarimah ghairu tammah.

Dalam hukum Pidana Islam : jarimah hudud, qisas diyat,


harus dilakukan dengan sempurna, jika tdk maka tazir. Hadis
nabi : Barang siapa yg mmberikan hukuman han bukan
terhadap jarimah had, maka dia digolongkan orang-orang yang
melewati batas. Sehingga demikian percobaan pencurian
tidak boleh disamakan pencurian dan sebagainya

2. Kerja Sama

Kerjasama melakukan jarimah maksudnya pelaku


bersama-sama melakukan jarimah. Dalam bentuk ini tiap-
tiap pelaku masing-masing memberikan andilnya dalam
melakukan jarimah. Para juris islam mengklasifikasi kerjasama
melakukan jarimah menjadi dua yaitu

a. Sekutu berbuat jarimah secara langsung : yaitu pelaku


bersama-sama dengan orang lain aktif melakukan jarimah
atau kawan nyata dlm melakukan jarimah. Ini ada 2 :

1) Secara kebetulan , tidak ada kesepakatan


sebelumnya. Seperti yang terjadi dalam kerusuhan,
perkelahian, atau demonstasi masal.

2) Secara berencana. Para fuqaha membedakan


tanggung jawab pelaku jarimah dari kedua
kerjasama tersebut. Pertanggung jawaban pelaku
kebetulan dan berencana :

Menurut Abu Hanifah : sanksinya sama / dibebankan


pada setiap masing-masing sesuai dg

Pendidikan Agama Islam Page 10


perbuatannya. Contoh : dipersalahkan karena
menyekap, menganiaya, mmbunuh, dll. Sesuai
perbuatannya.
Jumhur ulama : kebetulan : masing-masing
bertanggung jawab terhadap perbuatan pidana yg
dilakukan. berencana : semua pelaku pidana
sama, jika korban meninggal, maka semuanya
dikenakan hukuman mati (qishas).

b. Sekutu berbuat jarimah secara tidak langsung, kawan


berbuat secara
tidak nyata. Tapi menjadi factor penyebab adanya jar
imah, Misalnyamenghasut, memberi bantuan atau juga
memberi janji tertentu.

E. Bukti Pelaksanaan Jinayah

Alat-alat bukti dalam menetapkan sebuah kejahatan yang


mengakibatkan qishas atau diyat adalah sebagai berikut :

1. Pengakuan
Syarat dalam pengakuan bagi kasus pidana yang akan
berakibatkan qishas atau diyat adalah harus jelas dan
terperinci. Tidak sah pengakuan yang umum dan masih
terdapat syubhat.

2. Persaksian
Dalam kasus pidana selain zina (4 orang saksi lelaki adil),
syarat minimal adalah 2 orang saksi lelaki yang adil.

3. Qarinah
Tanda-tanda yang merupakan hasil kesimpulan hakim
dalam menangani berbagai kasus melalui ijtihad

4. Menarik diri dari bersumpah


Ketika terdakwa menarik diri (mengelak) dari
bersumpah yang diajukan kepada terdakwa melalui hakim
(menurut mazhab Hanafiyah)

5. Al- Qasamah
Sebuah sumpah yang diulang-ulang bagi kasus pidana
pembunuhan. Ia dilakukan 50 kali sumpah dari 50 lelaki.

Pendidikan Agama Islam Page 11


F. Sebab Hapusnya Hukuman

Secara umum ada empat sebab yang menyebabkan hapusnya


hukuman jarimah

1. Paksaan
Yakni pelaku dipaksa melakukan perbuatan jarimah yang
tidak dikehendaki.

2. Mabuk
Orang yang mabuk adalah orang yang mengigau dalam
percakapnnya, menghilangkan cakapnya bertindak, oleh karena
itu tidak sah akad, ucapan dan perbuatannya. Jika ia dipaksa
untuk mabuk, kemudian dia melakukan jarimah, maka ia tidak
dikenakan pidana. Namun jika ia mabuk atas kemauannya
sendiri, kemudian melakukan jarimah maka ia tetap dikanakan
pidana, karena ia sengaja menghilangkan kesadarannya sendiri.

3. Gila
Gila dapat diartikan sebagai hilangnya atau telepasnya
akal.

4. Belum Baligh
Yakni anak yang belum memiliki kemampuan berpikir dan
belum mengerti akibat dari perbuatan yang dilakukan. Namun,
ada beberapa sebab lain dalam kasus tertentu yang
menyebabkan gugurnya sanksi jarimah, yaitu

a. Pelaku jarimah meninggal.


b. Pelaku jarimah bertobat
c. Tidak terdapat bukti dan saksi serta tidak ada pengakuan
d. Terbukti bahwa dua orang saksinya itu dusta dalam
persaksiannya
e. Pelaku menarik kembali pengakuannya
f. Mengembalikan harta yang dicuri sebelum diajukan ke
sidang . Hal ini terjadi pada pelaku pencurian dan hirabah
(Menurut Imam Abu Hanifah)
g. Dimilikinya harta yang dicuriitu dengan sah oleh pencuri
sebelum diajukan ke pengadilan (Menurut Imam Abu
Hanifah)

G. Sejarah Munculnya Hukum Pidana Dalam Islam

Pada awal sejarah Islam, undang-undang hukum pidana


langsung merujuk kepada petunjuk al-Quran dan as-Sunnah. Di

Pendidikan Agama Islam Page 12


samping itu, Nabi Muhammad Saw juga bertindak sebagai hakim
yang memutuskan perkara yang timbul dalam masyarakat. Dalam
perkara pidana, Nabi Saw. memutuskan bentuk hukuman terhadap
pelaku perbuatan pidana sesuai dengan wahyu Allah. Setelah Nabi
Saw. wafat, tugas kepemimpinan masyarakat dan keagamaan
dilanjutkan oleh al-Kulafaar-Rasyidun sebagai pemimpin umat
Islam, yang memegang kekuasaan sentral. Masalah pidana tetap
dipegang oleh khalifah sendiri.

Dalam memutuskan suatu perkara pidana, khalifah langsung


merujuk kepada al-Quran dan sunah Nabi Saw. Apabila terdapat
perkara yang tidak dijelaskan oleh kedua sumber tersebut, khalifah
mengadakan konsultasi dengan sahabat lain. Keputusan ini pun
diambil berdasarkan ijtihad. Pada masa ini belum ada kitab
undang-undang hukum pidana yang tertulis selain al-Quran .

Pada era Bani Umayyah (661-750) peradilan dipegang oleh


khalifah. Untuk menjalankan tugasnya, khalifah dibantu oleh ulama
mujtahid. Berdasarkan pertimbangan ulama, khalifah menentukan
putusan peradilan yang terjadi dalam masyarakat. Khalifah yang
pertama kali menyediakan waktunya untuk hal ini adalah Abdul
Malik bin Marwan (26 H - 86 H/647 M -705 M). Kemudian
dilanjutkan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz (63 H 102 H/682 M
- 720 M). Pada masa ini, belum ada kitab undang-undang hukum
pidana yang bersifat khusus. Pedoman yang dipakai adalah al-
Quran, sunah Nabi Saw., dan ijtihad ulama. Pengaruh pemikiran
asing juga belum memasuki pemikiran pidana Islam Perubahan
terjadi pada abad ke-19 ketika pemikiran Barat modern mulai
memasuki dunia Islam. Negara yang pertama kali memasukkan
unsur-unsur Barat dalam undang-undang hukum pidananya adalah
Kerajaan Turki Usmani. Undang-undang hukum pidana yang mula-
mula dikodifikasi adalah pada masa pemerintahan Sultan Mahmud
II (1785-1839) pada tahun 1839 di bawah semangat Piagam
Gulhane. Dalam undang-undang ini ditentukan bahwa setiap
perkara yang besar, putusannya harus mendapat persetujuan
Sultan. Undang-undang ini kemudian diperbarui pada tahun 1851
dan disempurnakan pada tahun 1858. Undang-undang hukum
pidana ini disusun berdasarkan pengaruh hukum pidana Perancis
dan Italia. Undang-undang hukum pidana ini tidak memuat
ketentuan hukum pidana Islam, seperti kisas terhadap
pembunuhan, potong tangan terhadap pencurian, dan hukuman
rajam atas tindak pidana zina. Perumusan undang-undang hukum
pidana diikuti oleh Libanon. Diawali dengan pembentukan sebuah
komisi yang bertugas membuat rancangan undang-undang hukum
pidana pada tahun 1944. Dalam penyusunannya, Libanon banyak

Pendidikan Agama Islam Page 13


mengadopsi undang-undang hukum pidana Barat seperti Perancis,
Jerman dan Swiss.

Undang-undang hukum pidana Libanon menjiwai undang-


undang hukum pidana Suriah. Perumusannya diawali dengan
pembuatan komisi untuk membuat rancangan undang-undang
hukum pidana Suriah pada tahun 1949. Pada tanggal 22 Juni 1949
berdasarkan Penetapan Pemerintah No. 148 rancangan tersebut
disahkan menjadi undang-undang hukum pidana dan dinyatakan
efektif berlaku pada bulan September 1949.

Kodifikasi hukum pidana di negara-negara Islam lainnya


berbeda-beda sesuai dengan kebijakan pemerintahnya. Arab Saudi
dan negara-negara di wilayah Teluk lainnya memberlakukan syariat
Islam dalam undang-undang hukum pidananya. Diikuti oleh Sudan,
memberlakukan hukum pidana Islam pada bulan September 1983.
Sementara Pakistan, mulai tahun 1988 juga mengadakan Islamisasi
hukum pidana, Pakistan memberlakukan hukuman potong tangan,
dera, dan ketentuan hukum pidana Islam lainnya. Di Indonesia,
perumusan undang-undang hukum pidana Islam belum dilakukan
hingga kini, hanya di Aceh yang mulai memberlakukan hukum
islam.

H. Jinayah di Era Sekarang

Allah menciptakan hukum untuk mengatur hak dan kewajiban


manusia guna menghendaki terjadinya kedamaian dengan sesama
makhluk, Hukum Pidana Islam adalah hukum yang mengatur tindak
pidana, akan tetapi hukum pidana Islam dipandang sebagai hukum
yang tidak berkembang dan telah mati karena menyajikan qisash
dan hudud yang dianggap sebagai hukuman sadis dan tidak
manusiawi.Padahal semua umat Islam meyakini bahwa hukum
Islam adalah hukum yang universal, rahmatan lil alamin.

Di sisi lain tidak semua negara Islam memberlakukan hukum


itu. Para ulama harus terbuka matanya. Meskipun hukum Jinayat
dalam fiqh, kenyataanya, tidak semua negara Islam atau negara
yang basis konstitusinya syariah, seperti Mesir, Yordania, Syiria,
Tunisia, Maroko, tidak mengadopsi hukum rajam, tidak ada hukum
cambuk, karena mereka mengadopsi syariah bukan dalam bentuk
hukumnya tapi dalam bentuk esensinya, nilai-nilai universal yang
lebih mengutamakan keadilan, bukan dalam bentuk formal
hukumnya. Jadi, kalau Indonesia mengadopsi hukum rajam, itu

Pendidikan Agama Islam Page 14


aneh karena Indonesia bukan negara Islam. Yang agama Islam saja
tidak mengadposinya. Terdapat sebuah hadist

Dari Imran Ibnu Hushoin Radliyallaahu 'anhu bahwa ada seorang


budak kecil milik sebuah keluarga fakir memotong telinga seorang
budak kecil milik keluarga kaya. Lalu mereka menghadap Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, namun beliau tidak memberikan
tindakan apa-apa pada mereka Riwayat Ahmad dan Imam Tiga
dengan sanad shahih.

Pendidikan Agama Islam Page 15


BAB III PENUTUP

A. Simpulan

Secara bahasa kata jinaayaat adalah bentuk jama dari kata


jinaayah yang berasal dari janaa dzanba yajniihi jinaayatan yang
berarti melakukan dosa. Sekalipun isim mashdar (kata dasar), kata
jinaayah dijamakan karena ia mencakup banyak jenis perbuatan
dosa. Kadang-kadang ia mengenai jiwa dan anggota badan, baik
disengaja ataupun tidak.

Jinayah adalah perbuatan yang diharamkan atau dilarang


karena dapat menimbulkan kerugian atau kerusakan agama, jiwa,
akal atau harta benda. Jarimah berdasarkan aspek berat dan
ringannya hukuman dibagi menjadi

1. Jarimah hudud
Yang meliputi : Perzinaan, Qadzaf (menuduh berbuat zina),
Meminum minuman keras, Pencurian, Perampokan.

2. Jarimah qishas/diyat
Yang meliputi : pembunuhan sengaja pembunuhan semi
sengaja, pembunuhan karena kesalahan. Peluka an sengaja,
pelukaan semi sengaja.

3. Jarimah tazir.

Pada awal sejarah Islam, undang-undang hukum pidana


langsung merujuk kepada petunjuk al-Quran dan as-Sunnah. Di
samping itu, Nabi Muhammad Saw. juga bertindak sebagai hakim
yang memutuskan perkara yang timbul dalam masyarakat.

Penerapan hukum pidana dalam islam di era sekarang masih


dalam kontroversi di kalangan para ahli. Sebagian mereka
berpendapat bahwa hokum pidana dalam islam harus tetap
ditegakkan sebagaimana yang ada dalam teks alquran dan al
hadits. Namun, disisi lain hokum pidana dalam islam harus dikaji
ulang sehingga relevan di era sekarang ini dan lebih manusiawi.

B. Saran

Pendidikan Agama Islam Page 16


Karena keterbatasan pengetahuan kami, hingga hanya inilah
yang dapat kami sajikan, dan tentu saja masih sangat kurang dari
sisi materinya, maka itu kami mengharapkan masukan baik itu
kritik maupun saran dari pembaca demi melengkapi kekurangan
tersebut.

Pendidikan Agama Islam Page 17


BAB IV DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Musthafa. dkk. 1983. Intisari Hukum Pidana. Jakarta: Ghalia


Indonesia.

Al Faruk, Asadulloh. 2009. Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum


Islam. Bogor ghalia Indonesia.

Asadulloh al faruk. Hukum pidana dalam sistem hukum Islam. Hal. 46

Audah, Abdul Qadir. At Tasyri Al Jinaiy Al Islamiy. Dar Al Kitab Al Araby,


Beirut. Juz 1.

Jazuli, H.A. 2000. Fiqh Jinayah Ed. 2, cet. 3. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.

Jazuli,Ahmad . 1999. Fiqh Jinayah,PT RajaGrafindo persada. Jakarta.


Cetakan I..

Kallaf, Abdul wahab. 1968. Ilmu Ushul Al-Fiqh. Ad Dar Al Kuwaitiyah.


Cetakan VIII.

Muslich, Ahmad Wardi. 2004. Pengantar dan Asas Hukum Islam.


Jakarta: Sinar Grafika.

Rasjid, Sulaiman. 2011. Fiqih Islam. Bandung. Sinar baru Al-Gesindo.

Saleh, Hasan. 2008. Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer. Jakarta.
Rajawali Pers

Wardi, Ahmad Muslich. 2004. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam.
Jakarta. Sinar Grafika

Pendidikan Agama Islam Page 18


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Munakahat berarti pernikahan atau perkawinan. Kata dasar


pernikahan adalah nikah. Menurut kamus bahasa Indonesia, kata
nikah berarti berkumpul atau bersatu. Pernikahan adalah suatu
lembaga kehidupan yang disyariatkan dalam agama Islam.
Pernikahan merupakan suatu ikatan yang menghalalkan pergaulan
laki-laki dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga yang
bahagia dan mendapatkan keturunan yang sah. Nikah adalah fitrah
yang berarti sifat asal dan pembawaan manusia sebagai makhluk
Allah SWT. Tujuan pernikahan adalah untuk mewujudkan rumah
tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah, serta bahagia di
dunia dan akhirat.

Dalam usaha meleburkan suatu bentuk hukum dalam dunia


hukum Islam Indonesia. Tentunya kita ingin mengetahui lebih
dalam darimana asal konsep hukum yang diadopsi oleh
Departemen Agama RI tersebut yang kemudian menjadi produk
hukum yang lazim disebut Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,
dan diantara materi bahasannya adalah rukun dan syarat
perkawinan yang akan coba kita pelajari perbandingannya dengan
fikih munakahat.

Terpenuhinya syarat dan rukun suatu perkawinan,


mengakibatkan diakuinya keabsahan perkawinan tersebut baik
menurut hukum agama/fiqih munakahat atau pemerintah
(Kompilasi Hukum Islam).Bila salah satu syarat atau rukun tersebut
tidak terpenuhi maka mengakibatkan tidak sahnya perkawinan
menurut fikih munakahat atau Kompilasi Hukum Islam, menurut
syarat dan rukun yang telah ditentukan salah satunya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas,


maka rumusan masalah pokok dalam makalah ini :

1. Apa pengertian nikah ?


2. Apa syarat, rukun dan hukum nikah ?
3. Bagaimana pernikahan yang dilarang itu ?
4. Bagaimana ketentuan hukum pernikahan di Indonesia ?

Pendidikan Agama Islam Page 19


5. Apa saja jenis pernikahan yang menyeleweng di Indonesia ?
6. Apa pengertian dan macam-macam thalak ?
7. Apa pengertian dan lamanya waktu iddah ?
8. Apa pengertian, hukum, dan rukun dari rujuk ?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan dan penyajian makalah ini yaitu agar


para pembaca dan penulis bisa lebih mengetahui tentang ilmu fiqih
tentang munakahat dalam islam termasuk syarat, rukun serta
proses dari nikah dan talak.

Pendidikan Agama Islam Page 20


BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Nikah

Nikah diambil dari bahasa arab yang artinya bisa


mengumpulkan, menggabungkan, menjodohkan, atau
bersenggama. Sedangkan nikah menurut akad merupakan
pengertian yang bersifat majazy, sementara Imam Safi'i
berpendapat nikah hakiki adalah akad. Tarif pernikahan ialah akad
yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban
serta tolong-menolong antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan yang bukan mahram.

Dan arti nikah menurut terminologi (istilah) didefinisikan


sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita
sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal. Karena nikah merupakan sendi pokok pergaulan
manusia.

B. Hukum Pernikahan

1. Wajib
Hukum nikah menjadi wajib bagi seseorang yang memiliki
kemampuan biaya nikah, mampu menegakkan keadilan dalam
pergaulan yang baik dengan istri yang dinikahinya, dan ia
mempunyai dugaan kuat akan melakukan perzinahan apabila
tidak menikah. Keadaan seseorang seperti di atas wajib untuk
menikah.

2. Sunnah

Perkawinan hukumnya sunah bagi mereka yang telah


mampu dan berkeinginan untuk menikah. Perkawinan yang
dilakukannya mendapat pahala dari Allah swt. Hal ini
didasarkan pada sabda Rasulullah saw. dalam sebuah hadis
yang diriwayatkan oleh semua ahli hadis, yang artinya, Hai
para pemuda,barang siapa diantara kamu yang mampu serta
berkeinginan untuk menikah, hendaklah dia menikah. Karena
sesungguhnya perkawinan itu dapat menundukkan pandangan
mata terhadap orang yang tidak halal dilihat dan akan
memeliharanya dari godaan syahwat. Dan barang siapa yang

Pendidikan Agama Islam Page 21


tidak mampu menikah, hendaklah dia berpuasa. Karena dengan
puasa hawa nafsunya terhadap perempuan akan berkurang.

3. Haram
Perkawinan menjadi haram hukumnya apabila dilakukan
oleh seorang yang bertujuan tidak baik dalam perkawinannya.
Misalnya untuk menyakiti hati seseorang. Perkawinan dengan
motivasi yang demikian dilarang oleh ajaran Islam dan sangat
bertentangan dengan tujuan mulia dari perkawinan itu sendiri.
Tujuan perkawinan adalah sebagai firman Allah Swt. dalam al-
Quran surat ar-Rum (30) ayat 21:

Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia


menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya. Dan
dijadikan di antara kamu rasa kasih sayang, sesungguhnya
pada yang demikian itu terdapat tandatanda bagi kaum yang
berpikir (QS. Ar-Rum:21)

Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan


perkawinan adalah terciptanya ketentraman dan munculnya
rasa dan kasih sayang di antara suami dan istri. Termasuk ke
dalam perkawinan yang diharamkan ialah perkawinan yang
dilakukan dengan maksud menganiaya dan mengambil harta
orang. Hal ini disebabkan niat perkawinan tersebut bukan
karena Allah Swt., tetapi hanya karena harta atau materi.

4. Makruh
Menikah makruh hukumnya bagi seorang yang belum
berkeinginan untuk menikah dan ia juga belum mampu untuk
menafkahi orang lain. Maka hendaknya ia mempersiapkan bekal
untuk menikah terlebih dahulu. Kepada mereka dianjurkan
untuk berpuasa.

5. Jaiz atau Mubah

Perkawinan hukum asalnya adalah mubah (boleh). Pada


prinsipnya, setiap manusia yang telah memiliki persyaratan
untuk menikah, dibolehkan untuk menikahi seseorang yang

Pendidikan Agama Islam Page 22


menjadi pilihannya. Hal ini didasarkan atas firman Allah Swt.
Dalam surat An-Nisa (4) ayat 3

Dan jika kalian khawatir tidak akan dapat berlaku adil


terhadap hak-hak perempuan yatim (bilamana kalian
menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita lain yang kalian
senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kalian khawatir
tidak dapat berlaku adil maka nikahilah seorang wanita saja
atau budak-budak perempuan yang kalian miliki. Yang demikian
itu lebih dekat untuk kalian tidak berlaku aniaya (An-Nisa:3)

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan


At-tirmidzi, Rasulullah bersabda, Ada empat hal yang
merupakan ajaran para rasul, yaitu memiliki rasa malu,
memakai wangi-wangian, bersiwak, dan menikah.

C. Rukun dan Syarat Nikah

Akad nikah tidak akan sah kecuali jika terpenuhi rukun-rukun


yang enam perkara ini :

1. Ijab Qabul
Islam menjadikan Ijab (pernyataan wali dalam
menyerahkan mempelai wanita kepada mempelai pria) dan
Qabul (pernyataan mempelai pria dalam menerima ijab)
sebagai bukti kerelaan kedua belah pihak. Al Qur-an
mengistilahkan ijab-qabul sebagai miitsaaqan ghaliizhaa
(perjanjian yang kokoh) sebagai pertanda keagungan dan
kesucian, disamping penegasan maksud niat nikah tersebut
adalah untuk selamanya.

Syarat Ijab-Qabul adalah :


a. Diucapkan dengan bahasa yang dimengerti oleh semua
pihak yang hadir.
b. Menyebut jelas pernikahan dan nama mempelai pria-
wanita

2. Adanya Mempelai Pria


Syarat mempelai pria adalah :

Pendidikan Agama Islam Page 23


a. Muslim dan mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka)
b. Bukan mahrom dari calon isteri
c. Tidak dipaksa
d. Orangnya jelas
e. Tidak sedang melaksanakan ibadah haji

3. Adanya Mempelai Wanita


Syarat mempelai wanita adalah :
a. Muslimah (atau beragama samawi, tetapi bukan
kafirah/musyrikah) dan mukallaf
b. Tidak ada halangan syari (tidak bersuami, tidak dalam
masa iddah & bukan mahrom dari calon suami).
c. Tidak dipaksa
d. Orangnya jelas
e. Tidak sedang melaksanakan ibadah haji

4. Adanya Wali
Syarat wali adalah :
a. Muslim laki-laki dan mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka)
b. Adil
c. Tidak dipaksa
d. Tidak sedang melaksanakan ibadah haji

Wali nikah dapat dibagi menjadi 2 macam :


a. Wali nasab, yaitu wali yang mempunyai pertalian darah
dengan wanita yang akan dinikahi. Adapun urutan wali
nasab itu adalah sebagai berikut
1) Ayah kandung, ayah tiri tidak sah jadi wali
2) Kakek (Ayah dari ayah) dan keterusnya keatas dari
garis laki-laki
3) Saudara laki-laki sekandung
4) Saudara laki-laki seayah
5) Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
6) Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
7) Saudara laki-laki ayah yang sekandung dengan ayah
8) Saudara laki-laki ayah yang seayah dengan ayah
9) Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah yang
sekandung dengan ayah
10) Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah yang
seayah dengan ayah.

b. Wali hakim, yaitu kepala negara yang beragama islam. Di


indonesia, wewenang presiden sebegai wali hakim
dilimpahkan kepada pembantunya, yaitu menteri agama.
Wali hakim bertindak sebagai wali nikah apabila
memenuhi kondisi berikut
1) Wali nasab benar-benar tidak ada
2) Wali yang lebih dekat (aqrab) tidak memenuhisyarat
dan wali yang lebih jauh (abad) tidak ada

Pendidikan Agama Islam Page 24


3) Wali aqrab berpergian jauh dan tidak memberi kuasa
kepada wali nasab urutan berikutnya untuk bertindak
sebagai wali nikah
4) Wali nasab sedang berihram haji atau umrah
5) Wali nasab menolak bertinda sebagai wali nikah
6) Wali yang lebih dekat masuk penjara sehingga tidak
dapat bertindak sebagai wali nikah
7) Wali yang lebih dekat hilang dan tidak diketahui
tempat tinggalnya

Wali hakim berhak untuk bertindak sebagai wali nikah,


sesuai dengan sabda Rasulullah saw, yang artinya : Dari
Aisyah r.a. berkata rasulullah saw bersabda : tidak sah nikah
kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil, jika wali-
wali itu menolak jadi wali nikah maka sultan (wali hakim)
bertindak sebagai wali bagi orang yang tidak mempunyai
wali. (H.R. Daruquthni)

5. Adanya Saksi (2 Orang Pria)


Meskipun semua yang hadir menyaksikan aqad nikah pada
hakikatnya adalah saksi, tetapi Islam mengajarkan tetap harus
adanya 2 orang saksi pria yang jujur lagi adil agar pernikahan
tersebut menjadi sah. Syarat saksi adalah :
a. Muslim laki-laki & mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka)
b. Adil
c. Dapat mendengar dan melihat
d. Tidak dipaksa
e. Memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab-qabul
f. Tidak sedang melaksanakan ibadah haji

6. Mahar
Beberapa ketentuan tentang mahar :
a. Mahar adalah pemberian wajib (yang tak dapat digantikan
dengan lainnya) dari seorang suami kepada isteri, baik
sebelum, sesudah maupun pada saat aqad nikah
b. Mahar wajib diterimakan kepada isteri dan menjadi hak
miliknya, bukan kepada atau milik mertua
c. Mahar yang tidak tunai pada akad nikah, wajib dilunasi
setelah adanya persetubuhan
d. Mahar dapat dinikmati bersama suami jika sang isteri
memberikan dengan kerelaan
e. Mahar tidak memiliki batasan kadar dan nilai. Syariat
Islam menyerahkan perkara ini untuk disesuaikan kepada
adat istiadat yang berlaku. Boleh sedikit, tetapi tetap
harus berbentuk, memiliki nilai dan bermanfaat.
Rasulullah saw senang mahar yang mudah dan pernah
pula.

Pendidikan Agama Islam Page 25


D. Pernikahan Yang Dilarang

Pernikahan-pernikahan yang dilarang dalam Islam, antara lain


:

1. Nikah Mutah

Nikah mutah adalah seorang laki-laki menikah dengan


seorang wanita pada batas waktu tertentu; sehari, dua hari,
sebulan, setahun, atau lebih, tergantung kesepakatan bersama
dengan imbalan uang atau harta lainnya yang diberikan oleh
pihak laki-laki kepada pihak wanita. Para ulama telah
bersepakat atas haramnya nikah mutah.

Nikah mutah pernah diperbolehkan pada awal Islam untuk


kebutuhan darurat saat itu, kemudian Rasulullah SAW
mengharamkannya untuk selama lamanya hingga Hari Kiamat.
Bahkan beliau mengharamkannya dua kali; pertama pada
waktu Perang Khaibar tahun 7 Hijriah dan yang kedua pada
Fathu Makkah tahun 8 Hijriah. Sebagaimana diriwayatkan dari
Ali bin Abi Thalib

Bahwasannya Rasulullah SAW melarang (nikah) mutah pada


hari (Perang) Khaibar dan (melarang) memakan (daging)
keledai jinak.

Setelah jelas tentang keharaman nikah Mutah


berdasarkan dalil-dalil di atas, maka barangsiapa yang
melakukan nikah mutah, berarti ia terjerumus dalam perbuatan
zina.

2. Nikah Syighar

Nikah syighar adalah pernikahan dengan cara tukar-


menukar calon istri di antara para wali untuk dinikahkan dengan
calon suami yang telah disepakati dengan suatu perjanjian
tanpa mahar. Pernikahan semacam ini adalah rusak (tidak sah)
dan haram, menurut kesepakatan para ulama. Baik itu
maharnya disebutkan atau tidak. Diriwayatkan dari Abu
Hurairah, ia berkata

Rasulullah saw melarang nikah syighar. Ibnu Namir


menambahkan, Nikah syighar adalah seorang yang
mengatakan kepada orang lain, Nikahkanlah aku dengan anak
perempuanmu, maka aku akan menikahkanmu dengan anak
perempuanku, atau Nikahkanlah aku dengan saudara

Pendidikan Agama Islam Page 26


perempuanmu, maka aku akan menikahkanmu dengan saudara
perempuanku.

3. Nikah Muhallil
Nikah Muhallil adalah seorang laki-laki menikahi wanita
yang telah ditalak tiga oleh suaminya dan telah selesai masa
iddahnya, dengan niat agar wanita tersebut menjadi halal bagi
suami yang pertama. Dan yang diperhitungkan dalam hal ini
adalah niat suami yang kedua (muhallil). Pernikahan semacam
ini adalah rusak (tidak sah) dan diharamkan, menurut Jumhur
ulama.

E. Ketentuan Hukum Pernikahan di Indonesia

1. Kompilasi Hukum Islam Tentang Hukum Pernikahan


Kompilasi hukum islam terdapat dalam intruksi Presiden
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991. Hukum pernikahan
terdapat dalam Buku 1 kompilasi Hukum islam.

a. Pernikahan menurut kompilasi hukum islam


Pernikahan menurut hukum islam adalah akad yang
sangat kuat atau misaqan galizan untuk mentaati
perintah Allah Swt. dan melaksanakannya merupakan
ibadah. Pernikahan bertujuan mewujudkan kehidupan
rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah,
seperti yang terdapat dalam pasal 3 Kompilasi Hukum
Islam.

Pernikahan yang sah menurut pasal 4, yaitu


pernikahan yang dilakukan menurut hukum islam sesuai
dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
tentang pernikahan.

b. Kewajiban pencatatan pernikahan


Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Pasal 2 ayat 2
menegaskan bahwa setiap perkawinan dicatat menurut
perundang-undangan yng berlaku. Dalam kompilasi
hukum Islam dijelaskan sebagai berikut.

1) Agar terjamin ketertiban pernikahan bagi masyarakat


Islam, setiap pernikahan harus dicatat.
2) Pencatatan pernikahan tersebut, dilakukan oleh
pegawai pencatat nikah sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang No. 22 Tahun 1946 dan
UndangUndang No. 32 Tahun 1945.

Pendidikan Agama Islam Page 27


3) Untuk memenuhi ketentuan tersebut, setiap
pernikahan harus dilangsungkan di hadapan dan di
bawah pengawasan pegawai pencatat nikah
4) Pernikahan yang dilakukan di luar pengawasan
pegawai pencatat pernikahan tidak mempunyai
kekuatan hukum
5) Pernikahan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah
yang dibuat oleh pegawai pencatat nikah.

2. Pernikahan Menurut UU No. 1 Tahun 1974


Untuk memperjelas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Pernikahan, pemerintah mengeluarkan peraturan
pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang pernikahan dan Surat
Keputusan Menteri Agama No. 3 dan 4 Tahun 1975 tentang
kewajiban pegawai pencatat nikah dan tata kerja pengadilan
agama.

Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa


Pernikahan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pernikahan sah jika dilakukan menurut hokum masing-


masing agama dan kepercayaannya. Tujuan pernikahan adalah
membentuk keluarga yang bahagiia dan kekal. Untuk itu, suami
istri perlu saling membantu dan melengkapi agar dapat
mengembangkan kepribadiannya sehingga mencapai
kesejahteraan spiritual dan material.

3. Peran Pengadilan Agama


Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 pasal 39 ayat 1
menyatakan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan
sidang pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan
berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

Adapun menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1989, pasal


49 pengadilan agama bertugas dan berwenag memeriksa,
memutuskan,dan menyelesaikan perkaraperkara di tingkat
pertama antara orang-orang yang beragama Islam dalam
bidang:
a. Pernikahan
b. Kewarisan, wasiat, hibah yang dilakukan berdasarkan
hukum Islam
c. Wakaf dan sedekah.

Pendidikan Agama Islam Page 28


F. Beberapa Jenis Pernikahan yang Menyeleweng di Indonesia

1. Poligami

Suatu pernikahan dimana sang suami menikahi lebih dari


satu istri dan tidak lebih dari empat orang istri. Hal tersebut
disunahkan oleh rasul bagi yang mampu dengan syarat harus
adil terhadap istri-istrinya.

2. Kawin Kontrak
Suatu pernikahan yang didalamnya ada maksud tertentu
atau ada perjanjian di antara pasangan yang akan menikah.
Pernikahan ini tidak sah dimata Allah.

3. Nikah Sirih
Suatu pernikahan yang hanya berdasarkan ketentuan
agama saja tnapa adanya ketentuan hukum. Hal ini menurut
agama sah tapi menurut hukum tidak sah

G. Hikmah Pernikahan

1. Menyalurkan naluri seksual secara sah dan benar


Secara alami, naluri yang sulit dibendung oleh setiap
manusiadewasa adalah naluri seksual. Adapun, yang
membadakan manusia dengan hewan dalam penyaluran naluri
seksual adalah melalui pernikahan. Rasulullah saw. bersabda
sebagaimana yang diriwayatkan oleh muslim, Abu Dawud, dan
At-Tirmidzi sebagai berikut:

Apabila seorang laki-laki tergoda oleh seorang wanita, maka


datangilah (salurkanlah kepada) istrinya, karena hal itu akan
dapat menentramkan jiwanya

2. Cara paling baik untuk mendapatkan anak dan


mengembangkan keturunan secara sah
Dalam kaitan ini, Rasulullah saw. bersabda sebagaimana
yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal, Nikahilah wanita
yang bisa memberikan keturunan yang banyak, karena saya
akan bangga sebagai nabi yang memiliki umat yang banyak
dibanding nabi-nabi lain di akhirat kelak

3. Menyalurkan naluri kebapaan atau keibuan

Pendidikan Agama Islam Page 29


Naluri ini berkembangsecara bertahap, sejak masa aanak-
anak sampai masa dewasa. Seorang manusia tidak akan
merasa sempurna bila tidak menyalurkan naluri tersebut.

4. Memupuk rasa tanggung jawab dalam rangka memelihara


dan mendidik anak, sehingga memberikan motivasi yang
kuat bgi seseorang untuk membahagiakan orang-orang yang
menjadi tanggung jawabnya

5. Membagi rasa tanggung jawab antara suami dan istri yang


selama ini dipikul masing-masing pihak

6. Menyatukan keluarga masing-masing pihak, sehingga


hubungan silaturahmi semakin kuat dan terbentuk keluarga
baru yang lebih banyak

7. Memperpanjang usia

8. Hasil penelitian masalah-masalah kependudukan yang


dilakukan Perserikatan bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun
1958 menunjukkan bahwa pasangan suami istri mempunyai
kemungkinan lebih panjang umurnya daripada orang-orang
yang tidak menikah selama hidupnya.

H. Thalak

1. Pengertian dan Hukum Thalak

Talak adalah melepaskan ikatan nikah dari suami kepada


istrinya dengan lafaz tertentu, misalnya suami mengatakan:
Saya thalak engkau, dengan ucapan tersebut lepaslah ikatan
pernikahan dan terjadilah perceraian.

Thalak adalah jalan akhir yang ditempuh suami istri, jika


cara lain untuk mencapai kebaikan bersama tidak ditemukan.
Thalak halal hukumnya, tetapi konsekuensinya sangat berat,
terutama jika pasangan itu telah memiliki keturunan, karena itu,
walaupun halal Allah membencinya.

Dari Ibnu Umar R.A, ia berkata: Rasulullah bersabda: barang


yang halal tetapi dibenci Allah adalah thalak (HR. Abu Daud,

Pendidikan Agama Islam Page 30


Ibnu Majah, disahkan Hakim dan Abu Hatim menguatkan
mursalnya)

2. Macam-macam Thalak

a. Thalak Sunni dan Thalak Bidhi


Thalak sunni adalah thalak yang dijatuhkan suami
ketika istrinya sedang suci, tidak sedang haid atau tidak
dicampuri. Sedangkan thalak bidhI adalah thalak yang
dijatuhkan suami ketika istrinya sedang haid, atau telah
dicampuri. Thalak bidhI hukumnya haram.

b. Thalak Sarih dan Thalak Kinayah


Thalak Sarih adalah thalak yang diucapkan suami
dengan menggunakan kata thalak (cerai), firak (pisah),
atau sarah (lepas). Dengan menggunakan kata-kata
tersebut dinyatakan sah. Thalak kinayah adalah ucapan
yang tidak jelas namun mengarah kepada thalak.
Misalnya, ucapan yang bernada mengusir, menyuruh
pulang, atau yang bernada tidak memerlukann lagi dan
sejenisnya. Jika suami mengucapkannya dibarengi niat,
maka thalaknya jatuh. Nabi bersabda

Dari abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah bersabda: Ada


tiga perkara yang apabila disungguhkan jadi dan bila
main-main pun tetap jadi, yaitu nikah, thalak dan rujuk
(HR.Imam empat, kecuali Nasai dan disahkan oleh Hakim)

c. Thalak RajI dan Thalak Bain


Thalak rajI adalah thalak yang bisa dirujuk kembali
oleh bekas suaminya tanpa memerlukan nikah kembali.
Hal ini berupa thalak satu dan thalak tiga yang dijatuhkan
oleh suami kepada istri. Thalak bain adalah thalak dimana
suami tidak boleh merujuk kembali bekas istrinya, kecuali
dengan persyaratan tertentu. Thalak bain terdiri atas
thalak bain sugra dan thalak bain kubra.

Pendidikan Agama Islam Page 31


Thalak bain sugra adalah thalak dijatuhkan kepada
istri yang belum dicampuri dan thalak tebus. Pada thalak
ini suami tidak boleh merujuk kembali bekas istrinya,
kecuali dengan pernikahan baru baik pada masa iddah
maupun sesudahnya.

Thalak bain kubra adalah thalak tiga dimana bekas


suami tidak boleh merujuk atau mengawini kembali bekas
istrinya, kecuali bekas istrinya itu dinikahi oleh laki-laki
lain dan telah dicampuri. Jika suaminya itu
menceraikannya, maka bekas suami yang pertama boleh
menikahinya kembali, sebagaimana firman Allah:

Kemudian jika suami menthalaknya (sesudah thalak


kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya
hingga ia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika
suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa
bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk
kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum
Allah, diterangkan-Nya kepada kamu yang mengetahui
(QS.Al-Baqarah:230)

I. Iddah

1. Pengertian dan Lamanya Masa Iddah


Iddah adalah masa menunggu bagi wanita yang dithalak
oleh suaminya sampai ia dapat menikah kembali dengan laki-
laki lain
Lamanya masa iddah bagi perempuan:

Pendidikan Agama Islam Page 32


a. Perempuan yang mengalami haid secara normal,
iddahnya tiga kali suci.

Wanita-wanita yang dithalak hendaknya menahan diri


(menunggu) tiga kali quru (suci) (QS.Al-Baqarah:228)

b. Perempuan yang tidak lagi mengalami haid (menopouse)


atau belum mengalaminya sama sekali, iddahnya tiga
bulan

Dan perempuan yang putus asa dari haid di antara


perempuan-perempuan jika kamu ragu-ragu (tentang masa
iddahnya), maka iddah mereka adalah tiga bulan, dan begitu
pula perempuan yang tidak haid (QS.Ath-Thalaq:4)

c. Perempuan yang ditinggal mati suaminya, iddahnya


empat bulan sepuluh hari.

Dan orang yang meninggal dunia diantaramu dengan


meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu)
menangguhkan dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari
(QS.Al-Baqarah:234)

d. Perempuan yang sedang hamil, iddahnya sampai


melahirkan.

Pendidikan Agama Islam Page 33


Dan perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu
ialah sampai mereka melahirkan kandungannya . (QS.Ath-
Thalaq:4)

J. Rujuk

1. Pengertian Rujuk
Rujuk ialah mengembalikan istri yang telah dithalak pada
pernikahan yang asal sebelum diceraikan.

2. Hukum Rujuk

a. Wajib
Terhadap suami yang menalak seorang istrinya
sebelum dia sempurnakan pembagian waktunya terhadap
istri yang dithalak.

b. Haram
Apabila rujuknya menyakiti si istri.

c. Makruh
Kalau perceraian itu lebih baik dan berfaedah bagi
keduanya (suami istri)

d. Jaiz (boleh)
Jaiz adalah hukum rujuk yang asli.

e. Sunah
Jika maksud suami adalah untuk memperbaiki
keadaan istrinya

3. Rukun Rujuk

a. Istri
Keadaan istri diisyaratkan

1) Sudah dicampuri, karena istri yang belum dicampuri


apabila dithalak, terus putus pertalian antara
keduanya, si istri tidak mempunyai iddah
sebagaimana yang telah dijelaskan
2) Istri yang tertentu, jika suami menalak beberapa
istrinya,kemudian ia rujuk kepada salah satu istri
dengan tidak ditentukan siapa yang dirujukkan, maka
rujuknya tidak sah
3) Thalaknya adalah thalak raji
4) Rujuk itu terjadi sewaktu istri dalam iddah.

Pendidikan Agama Islam Page 34


b. Suami
Rujuk ini dilakukan oleh suami atas kehendaknya
sendiri, artinya bukan dipaksa

c. Saksi
Dalam hal ini para ulama berselisih paham, apakah
saksi itu wajib menjadi rukun atau sunah. Sebagian
mengatakan wajib, sedangkan yang lain tidak wajib,
melainkan hanya sunah

d. Sigat (lafaz)
Sigat ada 2 yaitu :

1) Terang-terangan, misalnya dikatakan, saya kembali


kepada istri saya, atau saya rujuk kepadamu.
2) Melalui sindiran,misalnya, saya pegang engkau,
atau saya kawin engkau, dan sebagainya, yaitu
dengan kalimat yang boleh dipakai untuk rujuk atau
lainnya.

Pendidikan Agama Islam Page 35


BAB III PENUTUP

A. Simpulan

Dalam agama Islam pernikahan memiliki hukum-hukum


tersendiri, hukum tersebut di dasarkan dari al-Quran dan alhadist.
Selain sebagai penyaluran naluri seks yang sah, pernikahan juga
sebagai penyaluran naluri kebapaan dan keibuan. Namun, ada
penyelewengan pernikahan yang dibolehkan dalam islam, hal
tersebut dibolehkan jika memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan.

B. Saran

Bagi seorang laki-laki yang sudah berkeinginan untuk


menikah dan sudah mampu baik lahir maupun batin sebaiknya
mencari seorang istri dan segera menikahinya, agar tidak terjadi
fitnah dan zina

Pendidikan Agama Islam Page 36


BAB IV DAFTAR PUSTAKA

Amir Syarifuddin. 2007. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia.


Jakarta : Kencana

Dewantoro Sulaiman, SE. 2002. Agenda Pengantin. Solo : Hidayatul


Insan

Ensiklopedia Fiqih Islam. Kitab Munahakat

Ilmy Bachrul. 2007.Pendidikan Agama Islam. Bandung : Grafindo Mesia


Pratama

Rasjid, H. Sulaeman. 2002. Fikih Islam. Bandung : Sinar Baru

Rasjid, Sulaiman, H., Fikh Islam. 1996. Bandung : Sinar Baru Algesindo

Suryana, Toto dkk. 2006. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan


Tinggi. Tiga Mutiara

Pendidikan Agama Islam Page 37

Anda mungkin juga menyukai