Secara garis besar makalah ini berisi dua materi yaitu Hukum
Jinayah dan Munahakat, yang masing-masing materi terdiri dari
pendahuluan, pembahasan dan penutup. Pada bab pendahuluan
menjelaskan mengenai latar belakang materi, rumusan masalah, dan
tujuan penulisan. Selanjutnya pada bab pembahsan menjelaskan
mengenai pemaparan materi secara menyeluruh dan terperinci.
Terakhir, pada bab penutup berisi simpulan dan saran dari penulis.
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Yang Maha Esa
karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan makalah
ini dapat berjalan lancar dan selesai tepat pada waktunya. Selanjutnya
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
kepada semua pihak yang membantu, membimbing dan memberikan
saran serta informasi yang berguna dalam menyelesaikan makalah.
Ucapan terima kasih tersebut penulis sampaikan kepada:
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah...........................................................................2
C. Tujuan Penulisan.............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 3
A. Pengertian Jinayah..........................................................................3
B. Dasar Hukum Jinayah dalam Islam.....................................................3
C. Macam-Macam Jinayah....................................................................4
Macam-Macam Jarimah Menurut Cara Melakukan dan Konsekuensinya.....6
D. Proses Dalam Jinayah......................................................................9
E. Bukti Pelaksanaan Jinayah..............................................................10
F. Sebab Hapusnya Hukuman.............................................................11
G. Sejarah Munculnya Hukum Pidana Dalam Islam.................................12
H. Jinayah di Era Sekarang..................................................................13
BAB III PENUTUP................................................................................... 15
A. Simpulan...................................................................................... 15
B. Saran........................................................................................... 15
BAB IV DAFTAR PUSTAKA......................................................................16
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 17
A. Latar Belakang.............................................................................. 17
B. Rumusan Masalah.........................................................................17
C. Tujuan Penulisan............................................................................18
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 19
A. Pengertian Nikah...........................................................................19
B. Hukum Pernikahan.........................................................................19
C. Rukun dan Syarat Nikah..................................................................21
D. Pernikahan Yang Dilarang...............................................................23
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
A. Pengertian Jinayah
C. Macam-Macam Jinayah
1. Jarimah Hudud
Hudud, jamaknya had. Arti menurut bahasa ialah :
menahan (menghukum). Menurut istilah hudud berarti: sanksi
bagi orang yang melanggar hukum syara dengan cara didera/
dipukul (dijilid) atau dilempari dengan batu hingga mati (rajam).
Sanksi tersebut dapat pula berupa dipotong tangan lalu sebelah
atau kedua-duanya atau kaki dan tangan keduanya, tergantung
kepada kesalahan yang dilakukan. Hukum had ini
merupakan hukuman yang maksimal bagi suatu pelanggaran
tertentu bagi setiap hukum.
3. Jarimah Tazir
Hukum tazir adalah hukuman atas pelanggaran yang
tidak di tetapkan hukumannya dalam al-Quran dan Hadist
yang bentuknya sebagai hukuman ringan. Menurut hukum
Islam, pelaksanaan hukum tazir diserahkan sepenuhnya
kepada hakim islam. Hukum tazir diperuntukkan bagi
seseorang yang melakukan jinayah atau kejahatan yang tidak
atau belum memenuhi syarat untuk dihukum had atau
tidak memenuhi syarat membayar diyat sebagai hukum
ringan untuk menebus dosanya akibat dari perbuatannya.
Jarimah tazir ini dibagi menjadi tiga bagian :
a. Jarimah hudud atau qishah atau diyat yang syubhat
atau tidak memenuhi syarat, namun sudah merupakan
maksiat, misalnya percobaan pencurian, percobaan
pembunuhan, pencurian dikalangan keluarga, dan
pencurian aliran listrik.
a. Pembunuhan
Yaitu suatu perbuatan yang menyebabkan hilangnya
nyawa seseorang, baik itu dilakukan secara sengaja
maupun tidak sengaja.Pembunuhan ada tiga cara, yaitu :
c. Zina
Zina adalah melakukan hubungan seksual di luar
ikatan perkawinan yang sah, baik dilakukan secara
sukarela maupun paksaan. Sanksi hukum bagi yang
melakukan perzinahan adalah dirajam (dilempari dengan
batu sampai mati) bagi pezina mukhshan; yaitu
perzinahan yang dilakukan oleh orang yang telah
melakukan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan
yang sah. Atau dicambuk 100 kali bagi pezina ghoiru
mukhshan; yaitu perzinahan yang dilakukan oleh orang
yang belum pernah melakukan hubungan seksual dalam
ikatan perkawinan yang sah.
d. Qadzaf
Menurut istilah qadzaf adalah menuduh orang
melakukan zina. Sangsi hukumnya adalah dicambuk 80
kali. Sangsi ini bisa dijatuhkan apabila tuduhan itu
dialamatkan kepada orang Islam, baligh, berakal, dan
orang yang senantiasa menjaga diri dari perbuatan dosa
besar terutama dosa yang dituduhkan. Namun ia akan
terbebas dari sangsi tersebut apabila dapat
e. Mencuri
Pencurian adalah mengambil sesuatu milik orang
lain secara diam-diam dan rahasia dari tempat
penyimpannya yang terjaga dan rapi dengan maksud
untuk dimiliki. Pengambilan harta milik orang lain secara
terang-terangan tidak termasuk pencurian tetapi
Muharobah (perampokan) yang hukumannya lebih berat
dari pencurian. Dan Pengambilan harta orang lain tanpa
bermaksud memiliki itupun tidak termasuk pencurian
tetapi Ghosab (memanfaatkan milik orang lain tanpa izin).
Pelaku pencurian diancam hukuman potong tangan dan
akan diazab diakherat apabila mati sebelum bertaubat
dengan tujuan agar harta terpelihara dari tangan para
penjahat, karena dengan hukuman seperti itu pencuri
akan jera dan memberikan pelajaran kepada orang lain
yang akan melakukan pencurian karena beratnya sanksi
hukum sebagai tindakan defensif (pencegahan).
Hukuman potong tangan dijatuhkan kepada pencuri
oleh hakim setelah terbukti bersalah, baik melalui
pengakuan, saksi dan alat bukti serta barang yang
dicurinya bernilai ekonomis, bisa dikonsumsi dan
mencapai nishab, yaitu lebih kurang 93 gram emas.
f. Muharobah
Muharobah adalah aksi bersenjata dari seseorang
atau sekelompok orang untuk menciptakan kekacauan,
menumpahkan darah, merampas harta, merusak harta
benda, ladang pertanian dan peternakan serta menentang
aturan perundang-undangan. Latar belakang aksi ini bisa
bermotif ekonomi yang berbentuk perampokan,
penodongan baik di dalam maupun diluar rumah atau
bermotif politik yang berbentuk perlawanan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan
melakukan gerakan yang mengacaukan ketentraman dan
ketertiban umum. Sangsi hukum pelaku muharobah
adalah
1. Percobaan
Percobaan melakukan jarimah maksudnya yaitu
melakukan perbuatan jarimah belum dikerjakan dengan
sempurna. Dalam hukum pidana islam percobaan melakukan
jarimah tidak dikenal secara khusus, namun dapat digolongkan
pada jarimah ghairu tammah.
2. Kerja Sama
1. Pengakuan
Syarat dalam pengakuan bagi kasus pidana yang akan
berakibatkan qishas atau diyat adalah harus jelas dan
terperinci. Tidak sah pengakuan yang umum dan masih
terdapat syubhat.
2. Persaksian
Dalam kasus pidana selain zina (4 orang saksi lelaki adil),
syarat minimal adalah 2 orang saksi lelaki yang adil.
3. Qarinah
Tanda-tanda yang merupakan hasil kesimpulan hakim
dalam menangani berbagai kasus melalui ijtihad
5. Al- Qasamah
Sebuah sumpah yang diulang-ulang bagi kasus pidana
pembunuhan. Ia dilakukan 50 kali sumpah dari 50 lelaki.
1. Paksaan
Yakni pelaku dipaksa melakukan perbuatan jarimah yang
tidak dikehendaki.
2. Mabuk
Orang yang mabuk adalah orang yang mengigau dalam
percakapnnya, menghilangkan cakapnya bertindak, oleh karena
itu tidak sah akad, ucapan dan perbuatannya. Jika ia dipaksa
untuk mabuk, kemudian dia melakukan jarimah, maka ia tidak
dikenakan pidana. Namun jika ia mabuk atas kemauannya
sendiri, kemudian melakukan jarimah maka ia tetap dikanakan
pidana, karena ia sengaja menghilangkan kesadarannya sendiri.
3. Gila
Gila dapat diartikan sebagai hilangnya atau telepasnya
akal.
4. Belum Baligh
Yakni anak yang belum memiliki kemampuan berpikir dan
belum mengerti akibat dari perbuatan yang dilakukan. Namun,
ada beberapa sebab lain dalam kasus tertentu yang
menyebabkan gugurnya sanksi jarimah, yaitu
A. Simpulan
1. Jarimah hudud
Yang meliputi : Perzinaan, Qadzaf (menuduh berbuat zina),
Meminum minuman keras, Pencurian, Perampokan.
2. Jarimah qishas/diyat
Yang meliputi : pembunuhan sengaja pembunuhan semi
sengaja, pembunuhan karena kesalahan. Peluka an sengaja,
pelukaan semi sengaja.
3. Jarimah tazir.
B. Saran
Jazuli, H.A. 2000. Fiqh Jinayah Ed. 2, cet. 3. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.
Saleh, Hasan. 2008. Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer. Jakarta.
Rajawali Pers
Wardi, Ahmad Muslich. 2004. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam.
Jakarta. Sinar Grafika
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
A. Pengertian Nikah
B. Hukum Pernikahan
1. Wajib
Hukum nikah menjadi wajib bagi seseorang yang memiliki
kemampuan biaya nikah, mampu menegakkan keadilan dalam
pergaulan yang baik dengan istri yang dinikahinya, dan ia
mempunyai dugaan kuat akan melakukan perzinahan apabila
tidak menikah. Keadaan seseorang seperti di atas wajib untuk
menikah.
2. Sunnah
3. Haram
Perkawinan menjadi haram hukumnya apabila dilakukan
oleh seorang yang bertujuan tidak baik dalam perkawinannya.
Misalnya untuk menyakiti hati seseorang. Perkawinan dengan
motivasi yang demikian dilarang oleh ajaran Islam dan sangat
bertentangan dengan tujuan mulia dari perkawinan itu sendiri.
Tujuan perkawinan adalah sebagai firman Allah Swt. dalam al-
Quran surat ar-Rum (30) ayat 21:
4. Makruh
Menikah makruh hukumnya bagi seorang yang belum
berkeinginan untuk menikah dan ia juga belum mampu untuk
menafkahi orang lain. Maka hendaknya ia mempersiapkan bekal
untuk menikah terlebih dahulu. Kepada mereka dianjurkan
untuk berpuasa.
1. Ijab Qabul
Islam menjadikan Ijab (pernyataan wali dalam
menyerahkan mempelai wanita kepada mempelai pria) dan
Qabul (pernyataan mempelai pria dalam menerima ijab)
sebagai bukti kerelaan kedua belah pihak. Al Qur-an
mengistilahkan ijab-qabul sebagai miitsaaqan ghaliizhaa
(perjanjian yang kokoh) sebagai pertanda keagungan dan
kesucian, disamping penegasan maksud niat nikah tersebut
adalah untuk selamanya.
4. Adanya Wali
Syarat wali adalah :
a. Muslim laki-laki dan mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka)
b. Adil
c. Tidak dipaksa
d. Tidak sedang melaksanakan ibadah haji
6. Mahar
Beberapa ketentuan tentang mahar :
a. Mahar adalah pemberian wajib (yang tak dapat digantikan
dengan lainnya) dari seorang suami kepada isteri, baik
sebelum, sesudah maupun pada saat aqad nikah
b. Mahar wajib diterimakan kepada isteri dan menjadi hak
miliknya, bukan kepada atau milik mertua
c. Mahar yang tidak tunai pada akad nikah, wajib dilunasi
setelah adanya persetubuhan
d. Mahar dapat dinikmati bersama suami jika sang isteri
memberikan dengan kerelaan
e. Mahar tidak memiliki batasan kadar dan nilai. Syariat
Islam menyerahkan perkara ini untuk disesuaikan kepada
adat istiadat yang berlaku. Boleh sedikit, tetapi tetap
harus berbentuk, memiliki nilai dan bermanfaat.
Rasulullah saw senang mahar yang mudah dan pernah
pula.
1. Nikah Mutah
2. Nikah Syighar
3. Nikah Muhallil
Nikah Muhallil adalah seorang laki-laki menikahi wanita
yang telah ditalak tiga oleh suaminya dan telah selesai masa
iddahnya, dengan niat agar wanita tersebut menjadi halal bagi
suami yang pertama. Dan yang diperhitungkan dalam hal ini
adalah niat suami yang kedua (muhallil). Pernikahan semacam
ini adalah rusak (tidak sah) dan diharamkan, menurut Jumhur
ulama.
1. Poligami
2. Kawin Kontrak
Suatu pernikahan yang didalamnya ada maksud tertentu
atau ada perjanjian di antara pasangan yang akan menikah.
Pernikahan ini tidak sah dimata Allah.
3. Nikah Sirih
Suatu pernikahan yang hanya berdasarkan ketentuan
agama saja tnapa adanya ketentuan hukum. Hal ini menurut
agama sah tapi menurut hukum tidak sah
G. Hikmah Pernikahan
7. Memperpanjang usia
H. Thalak
2. Macam-macam Thalak
I. Iddah
J. Rujuk
1. Pengertian Rujuk
Rujuk ialah mengembalikan istri yang telah dithalak pada
pernikahan yang asal sebelum diceraikan.
2. Hukum Rujuk
a. Wajib
Terhadap suami yang menalak seorang istrinya
sebelum dia sempurnakan pembagian waktunya terhadap
istri yang dithalak.
b. Haram
Apabila rujuknya menyakiti si istri.
c. Makruh
Kalau perceraian itu lebih baik dan berfaedah bagi
keduanya (suami istri)
d. Jaiz (boleh)
Jaiz adalah hukum rujuk yang asli.
e. Sunah
Jika maksud suami adalah untuk memperbaiki
keadaan istrinya
3. Rukun Rujuk
a. Istri
Keadaan istri diisyaratkan
c. Saksi
Dalam hal ini para ulama berselisih paham, apakah
saksi itu wajib menjadi rukun atau sunah. Sebagian
mengatakan wajib, sedangkan yang lain tidak wajib,
melainkan hanya sunah
d. Sigat (lafaz)
Sigat ada 2 yaitu :
A. Simpulan
B. Saran
Rasjid, Sulaiman, H., Fikh Islam. 1996. Bandung : Sinar Baru Algesindo