Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH USHUL FIQIH

MEMAHAMI KETENTUAN TALFIQ

Ibu Guru Mata Pelajaran :

Ibu Dra. Hj. Siti Zaidah

Oleh Kelompok 5:

1. Devika Mareta Hamid (06)

2. Divia Aura Deviana (08)

3. Fania Wulandari (10)

4. Tia Saputri (33)

5. Intan Nuraini (38)

Kelas XII Agama 1

MAN 1 KOTA TANGERANG

Jalan Lamda Raya, Cimone Permai, Karawaci,

Karawaci Baru, Kota Tangerang


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil ‘aalamiin … Segala puji bagi Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah “Memahami Ketentuan Talfiq” sesuai waktu yang telah ditentukan.
Shalawat serta salam tak lupa kami panjatkan kepada baginda Nabi Muhammad
SAW. semoga kelak kita mendapatkan syafaatnya di yaumil akhir nanti. Aamiin ya
rabbal ‘aalamiin.

Makalah ini kami susun dalam rangka memenuhi tugas Ushul Fiqih yang
dibimbing oleh Ibu Dra. Hj Siti Zaidah sebagai ibu guru mata pelajaran. Terima
kasih kami ucapkan kepada ibu yang telah memberikan kami tugas ini, karena ini
juga merupakan kesempatan bagi kami untuk mengetahui lebih dalam seputar
talfiq.

Kami sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan


makalah ini, oleh karena itu kami dengan tulus meminta maaf atas segala
kekurangan dan kekeliruan yang ada dalam makalah ini.

Tangerang, Januari 2024.

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1

1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 1

BAB II .................................................................................................................... 2

PEMBAHASAN .................................................................................................... 2

2.1. Pengertian Talfiq .......................................................................................... 2

2.2. Talfiq dalam Sejarah Fikih Islam ................................................................. 3

2.3. Ruang Lingkup Talfiq .................................................................................. 4

2.4. Alasan Talfiq ................................................................................................ 4

2.5. Syarat Talfiq ................................................................................................. 6

2.6. Macam-macam Talfiq .................................................................................. 7

2.7. Talfiq yang Harus Dihindari......................................................................... 7

BAB III ................................................................................................................... 9

KESIMPULAN ...................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagaimana yang telah diketahui, bahwasanya ilmu ushul fiqih merupakan


suatu metode dalam menggali dan mentapkan hukum. Dan ilmu ushul fiqih ini
sangat berguna sebagai pembimbing para mujtahid untuk menetapkan hukum
syara’ secara benar dan jelas, serta dapat dipertanggung jawabkan hasil dari
penetapan itu sendiri. Karena melalui ushul fiqih ini dapat ditemukan jalan keluar
dalam menyelesaikan dalil-dalil yang jika dilihat atau kelihatannya bertentangan
dengan dalil yang lain. Dan dalam pembahasannya, ushul fiqih juga membahas
tentang Talfiq.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Talfiq?


2. Bagaimana sejarah Talfiq dalam fikih islam?
3. Apa saja ruang lingkup Talfiq?
4. Apa alasan diperbolehkan dan dilarangnya Talfiq?
5. Apa saja syarat-syarat Talfiq?
6. Apa saja macam-macam Talfiq?
7. Bagaimana mengenai Talfiq yang harus dihindari?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Memenuhi tugas mata pelajaran Ushul Fikih


2. Mengetahui dan memahami hal-hal yang berkaitan dengan Talfiq dalam
fikih islam.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Talfiq

Secara bahasa Talfiq (‫ )تلفيق‬artinya melipat, mencampurradukan, atau


menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, seperti menjahit kain yang
terpisah agar tersambung. Secara istilah, Talfiq berarti beramal dalam urusan agama
dengan berpedoman kepada petunjuk beberapa mazhab.

Literatur usul Fiqih dalam pembahasan Talfiq adalah tentang beralihnya


orang yang menerapkan suatu fatwa mujtahid kepada mujtahid lain dalam masalah
yang lain dalam waktu yang bersamaan. Perpindahan mazhab ini mereka (ulama
Ushul fiqih) namakan talfiq dalam arti “beramal dalam urusan agama dengan
berpedoman kepada petunjuk beberapa mazhab”. Dengan kata lain,
menghimpunkan beberapa pendapat dari mazhab-mazhab yang berbeda tentang
sesuatu ibadah dan mengamalkannya bersama-sama.

Syekh al-Abrasyi mendefinisikan Talfiq sebagai perbuatan seseorang yang


mengikuti salah satu mazhab fiqih di antara empat mazhab fiqih yang terkenal
dalam ibadahnya, tetapi pada beberapa keadaan atau pada salah satu ibadahnya ia
mengikuti mazhab lain.

Contoh talfiq: ketika berwudhu, khususnya ketika menyapu kepala, seseorang


mengikuti cara yang dilakukan Imam Syafi’i, yaitu cukup menyapu sebagian
rambut kepala minimal tiga helai rambut. Namun setelah berwudhu, dalam hal
batalnya wudhu ia mengikuti pendapat Imam Hanafi yang menyatakan bahwa
bersentuhan dengan perempuan yang bukan muhrimnya tidak batal. Jika pendapat
dua mazhab tersebut dikritisi secara terpisah, wudhu orang tidak orang tadi tidak
sah menurut Imam Syafi’i karena ia telah menyentuh perempuan yang bukan
mahramnya. Adapun menurut Imam Abu Hanifah wudu orang tersebut juga tidak
sah karena ia tidak menyapu seluruh rambut kepalanya. Talfiq semacam ini
hukumnya tidak boleh karena telah mencampuradukkan pendapat dua mazhab

2
dalam suatu pekerjaan. Hal ini sesuai dengan akhlak Islam, yaitu tidak boleh
mengambil sikap dalam agama menurut hawa nafsunya.

Pada zaman Imam mazhab yang empat tidak diketahui pembahasan talfiq,
karena tidak seorang pun di antara mereka yang melarang orang lain untuk
mengikuti pendapat siapa pun diantara mereka. Jadi, talfiq muncul setelah zaman
imam yang empat.

2.2. Talfiq dalam Sejarah Fikih Islam

Istilah talfiq muncul setelah abad pertama Islam (Hijriyah), pasalnya para
sahabat di masa Nabi tidak pernah mengatakannya. Mengingat sumber fiqih dan
tasyri pada masa itu hanya sebatas Alquran dan sunnah Nabi. Semua permasalahan
yang terjadi di antara mereka dikembalikan kepada Al-Quran jika tidak didapati
maka diserahkan kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan beliau dengan
segera akan menyelesaikan permasalahan tersebut.

Begitu juga, pada masa sahabat, tabiin, dan kibar ulama istilah talfiq belum
ada. Ulama, Hakim, dan mufti pada masa ini menyandarkan semua permasalahan
dikembalikan ke nas-nas syar’i, jika tidak ada dalam Al-Quran dan as-Sunnah
mereka mengeluarkan pendapatnya dalam masalah-masalah ijtihad.

Kemudian, ketika Fiqih Islam berada pada masa munculnya mazhab dalam
fiqih (pengikut-pengikut mazhab), Nazar Nabil Abu Minsyar, dalam at-Talfiq fi as-
Syari’ah al-Islamiyah, mengemukakan; di sinilah kemudian istilah talfiq muncul
dan menyebar, dan ini terjadi pada akhir abad ke-4 awal abad ke-5 hijriah (akhir
abad ke-9 dan awal abad ke-10 Masehi).

Istilah talfiq muncul setelah periode para imam empat. Jika ditinjau dari masa
hidup para Imam yang empat; Abu Hanifah lahir 80 H/699 M dan wafat 148 H/767
M; Imam Malik lahir 93 H/714 M dan wafat 179 H/800 M; Imam Syafi’i lahir 150
H/767 M dan wafat 204 H/819 M; Imam Ibnu Hanbal lahir 164 H/780 M dan wafat
241 H/855 M. Maka, talfiq muncul abad ke-3 sampai abad ke-4 H/abad ke-9 sampai
ke-10 M. Disebabkan adanya perbedaan-perbedaan ketetapan hukum dalam
qadhiyah mazhab-mazhab, dan para imam mazhab tidak mewajibkan harus

3
mengikuti qadhiyah-nya masing-masing sehingga pada masa ini hukum talfiq
belum ada.

Kemudian para ulama muta’ akhirin sebagian mereka menolak secara


mutlak, sebagian menerimanya secara mutlak, dan sebagainya menerimanya
dengan syarat.

2.3. Ruang Lingkup Talfiq

Adapun ruang lingkup talfiq seperti hal nya ruang lingkup taqlid, yaitu hanya
terbatas pada permasalahan ijtihad yang bersifat zanniyah (yang meragukan),
sedangkan segala sesuatu yang telah diketahui dan jelas menurut nas Al-Quran dan
agama atau yang telah disepakati keharamannya tidak termasuk dalam ruang
lingkup talfiq. Misalnya, haramnya khamar, karena sudah jelas paparannya dalam
nas. Permasalah talfiq antara mazhab muncul setelah abad ke-10 M (kurang lebih
abad ke-4 H) oleh ulama muta’akhirin, yaitu dengan dibolehkannya mengikuti
mazhab lain, dan tidak ada perbincangan tentang talfiq sebelum abad ke-17 M (abad
ke-11 H).

Jika telah ditetapkan tidak ada keharusan mengikuti mazhab tertentu dalam
setiap permasalahan agama, maka talfiq diperbolehkan. Jika tidak, maka batallah
ibadah orang-orang awam, karena orang awam tidak mengerti mazhab, walaupun
sebenarnya telah mengikuti suatu mazhab. Sedangkan mazhab mereka dalam suatu
permasalahan adalah siapa yang telah memberi informasi padanya. Pada posisi ini
diperbolehkannya talfiq adalah untuk memberi kemudahan kepada manusia (al-
masyaqqatu tajlibu at-taisir).

2.4. Alasan Talfiq

Alasan utama talfiq adalah perbedaan qadhiyah (kata-kata yang tersusun yang
mempunyai makna atau arti. Atau kalimat yang digunakan dalam menyatakan
sesuatu sebagai sebuah keputusan berfikir). Qadhiyah-Mazhab yang dihasilkan
merupakan fiqih, sebagai sekumpulan rumusan hukum islam adalah hasil ijtihad
Qadhiyah-qodhiyah mazhab terdapat perbedaan baik dalam prosesnya maupun
dalam hasil rumusannya. Perbedaan tersebut berawal dari perbedaan memahami:

4
1). Wujud dalilnya; dalil nas Al-Quran, nas hadis, atau bahkan ada yang berdalil
dengan maslahat.

2). Kualitas wujud dalilnya; apakah qath’i atau zanni, sahih atau daif, atau
menyepakati kehujahan atas sebuah sumber hukum (selain Al-Quran, hadis,
ijma’, qiyas) atau tidak. Misalnya; diantara mereka terjadi perbedaan dalam
menetapkan kualitas dalil syar’i. Suatu ulama mujtahid menganggap suatu ayat
adalah qath’i sedangkan yang lainnya menganggap dai’f, suatu ulama
menganggap sesuatu menjadi sumber hukum (sumber hukum yang dipersilahkan
kehujahannya) dan yang lainnya tidak.

3).Prosesnya; bagaimana cara memahami dalil. Ada yang mengakui proses


mantuq-mafhum dalam memahami nas dan adapula yang tidak, ada yang
mengakui istishan dan adapula yang tidak.

Tiga perbedaan besar tersebut sudah cukup memberikan peluang terbukanya


perbedaan mazhab secara ekstrim. Mujtahid yang ada dan diikuti banyak orang
sampai sekarang yang terpercaya hanya tinggal empat saja, yang sering disebut
mazahib al-Arba’ah (mazhab empat). Keempat mazhab tersebut telah diakui
diseluruh dunia sebagai mazhab yang terpercaya. Baik dari siapa pendirinya,
ataupun dari catatan-catatan sejarah yang meriwayatkan keempat mazhab ini.

Ahlusunnah menetapkan; bagi siapa saja yang tidak mampu berijtihad


(awam) maka dia harus mengikuti salah satu diantara keempat mazhab tersebut.
Bahkan, jika berpegang teguh hanya pada satu mazhab saja bisa menyebabkan
mereka terjerumus pada fanatisme yang dilarang (ta’assub fil mazhab). Mazhab
bukanlah hakikat islam sehingga tidak dapat menggantikan posisi islam. Kebebasan
memilih mazhab berkonsekuensi pada kebebasan memilih pendapat yang lebih
ringan (tatabu’u rukhas). Tatabu’u rukhas sendiri masih menjadi perdebatan di
kalangan ulama. Sebagian mengatakan tatabu’u rukhas adalah haram karena hanya
mengikuti hawa nafsu. Sedangkan lain ada yang membolehkannya.

Dari berbagai alasan yang dimunculkan, faktanya mereka terpetakan menjadi


dua golongan, yakni ada yang mengharamkannya dan adapula yang membolehkan

5
talfiq. Alasan utama mereka yang mengharamkan talfiq, jika diperbolehkan talfiq,
tatanan hukum akan menjadi kacau. Para awam akan bercenderung memilih
qadhiyah mazhab yang ringan pelaksanaannya. Tidak ada kemungkinan
kemungkinan memilih pilihan berat jika ada yang lebih ringkan. Sedang mereka
yang memperbolehkan beralasan bahwa tidak ada satupun nas yang melarangnya,
bahkan spirit nas selalu menghendaki manusia dalam kemudahan.

2.5. Syarat Talfiq

Berkaitan dengan alasan adanya talfiq, mayoritas ulama fikih dan Ushul fikih
diantaranya Kamal bin Humam dan Ibnu nujaim (keduanya dari kalangan Mazhab
Hanafi), Imam al-qarafi dan Ibnu urfah al-margami ( dari Mazhab Maliki ), dan
sebagian ulama Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa talfiq boleh dilakukan. Mereka
memberikan alasan bolehnya talfiq karena tidak ada satu ayat pun dalam Al Qur’an
atau hadits yang menyatakan bahwa talfiq itu dilarang. Dan juga disandarkan pada
nabi, ketika dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama dibenarkan oleh agama,
Nabi memilih yang paling mudah dan ringan (H.R. Bukhari). Hal ini sejalan dengan
firman Allah SWT. Yang menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki
kesulitan. Jumlah ayat tentang itu banyak ditemukan dalam Al Qur’an. Di antaranya
dalam surah Al Baqarah ayat 185.

ُْ ُ‫ي ُِر ْي ُد ُ اللّٰ ُه ُ ِب ُك ُُم ْاليُسْرُ ولُ ي ُِر ْي ُدُ ِب ُك ُُم ْالع‬....
٥٨١٨١/‫ البقرة‬٥٨١ ... ُ‫سر‬

Artinya; “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki


kesukaran bagimu” (Q.S. Al Baqarah/2: 185)

Para ulama memberikan syarat pada pelaksanaan talfiq. Berikut adalah syarat
diperbolehkannya talfiq.

1. Mengambil pendapat yang termudah tersebut harus disebabkannya adanya


uzur. Dalam hal ini. Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa talfiq tidak boleh
dilakukan berdasarkan bahwa nafsu. Talfiq hanya boleh dilakukan bila ada uzur
atau situasi yang tak terhindarkan.

2. Talfiq tidak boleh membatalkan hukum yang telah ditetapkan hakim. Apabila
hakim telah menentukan suatu pilihan hukum dan beberapa pendapat tentang

6
suatu masalah, hukum itu wajib ditaati. Hal ini sejalan dengan kaidah Ushul,
“keputusan hakim dapat menghapus segala perbedaan pendapat”. Umpamanya,
undang undang perkawinan yang berlaku di hampir semua negara yang
berpenduduk muslim, termasuk Indonesia, dirumuskan berdasarkan talfiq.

2.6. Macam-macam Talfiq

Talfiq sendiri dibagi menjadi dua;

a. Talfiq dalam lebih dari satu qadhiyah sebagaimana disebut di atas bahwa
qadhiyah merupakan kalimat yang digunakan dalam menyatakan sesuatu
sebagai sebuah keputusan berpikir, dalam hal ini ketetapan suatu Mazhab
tentang rukun atau syarat. Seperti seseorang berwudhu dengan hanya mengusap
sebagian kepala, ber-talfiq pada Imam Syafi’i. Kemudian dengan menghadap ke
arah kiblat (dengan ber-talfiq pada Imam abu Hanifah). Talfiq jenis ini pada
pengertian selanjutnya sering disebut dengan pengertian intiqalul madzhab.

b. Talfiq dalam satu qadhiyah, seperti berwudhu dengan hanya mengusap


sebagian kepala. Setelah berwudhu dia menyentuh perempuan, lalu melakukan
salat. Salat yang dilakukan inilah menjadi perdebatan serius dikalangan ulama.
Apakah sah atau tidak. Karena talfiq jenis ini mengakibatkan pada pembatalan
oleh semua Mujtahid yang di-talfiq (dalam contoh ini Imam Syafi’i dan Abu
Hanifah).

2.7. Talfiq yang Harus Dihindari

Terdapat tiga istilah yang sering bercampur aduk di kalangan ulama dalam
menahani talfiq, bahkan sebagian mereka tidak dapat membedakannya sehingga
memakai istiadat yang tidak sesuai dengan posisi dan porsinya.

1. Ihdas Qaulin Salis (mencetuskan pendapat ketiga): jika para mujtahid berbeda
pendapat dalam satu masalah kepada dua pendapat, tidak boleh bagi siapa pun
menciptakan pendapat ketiga, karena hakikatnya para mujtahid telah sepakat
bahwa dalam masalah tersebut hanya terdapat dua pendapat. Talfiq adalah
penggabungan dua pendapat dan pengamalan keduanya, sedangkan ihdas qaulin

7
salis meninggalkan kedua pendapat ulama yang berbeda dan membuat pendapat
ketiga yang tidak ada kaitannya dengan dua pendapat yang telah ada

2. Tatabbu ar-rukhsah (mencari-cari keringanan). Rukhsah adalah hukum syarak


yang berubah menjadi mudah dari hukum dasarnya, karena sebab uzur seperti
boleh me makan bangkai, jamak, dan qashar salat. Semata-mata karena hawa
nafsunya sehingga hanya mencari keringanan.

3. Adakalanya talfiq berdekatan dengan tatabbu ar-rukhşah jika dilakukan


dengan mencari-cari kemudahan dari beberapa pendapat ulama yang berbeda.
Para fuqaha bersepakat bahwa talfiq yang terlarang adalah talfiq yang membawa
kepada tatabbu ar- rukhsah.

Terdapat tiga bentuk talfiq yang disepakati oleh para ulama bahwa talfiq
tersebut tercela dan tidak boleh diamalkan, yaitu:

1. Sengaja mencari yang mudah-mudah (tatabbu ar-rukhsah). Seperti seseorang


yang mencari pada setiap mazhab perkara yang mudah-mudah tanpa sebab uzur
atau darurat. Ini termasuk perkara yang tercela karena akan menjadikan seorang
mukalaf bermain-main dengan urusan agamanya.

2. Talfiq yang membawa kepada pembatalan hukumnya sang hakim. Karena


dasarnya keputusan hakim mengangkat perbedaan pendapat yang membawa
kepada ketibutan dan perselisihan.

3. Talfiq yang menyebabkan seseorang merujuk dari pendapat yang pernah


dilakukannya, untuk dibawa ke pendapat lain, demikian pula talfiq terhadap
perkara yang disepakati oleh para ulama sebagai konsekuensi dari taqlid-nya
pada masa lalu. Misalnya, talfiq terlarang yang menyebabkan seseorang merujuk
dari pendapat yang pernah dilakukannya adalah: seseorang yang menceraikan
istrinya dengan mengatakan al- benah. Sebelumnya ia mengambil pendapat kata
al-battah bermakna talak tiga, tetapi selang beberapa waktu dia meninggalkan
pendapat lamanya dan mengambil penda lain yang menga waktu diaman tidak
bermakna talak tiga. (lafal al-battah diambil dari hadis kasus Rukanah
menceraikan Suhaimah, istrinya).

8
BAB III

KESIMPULAN

1. Secara bahasa, talfiq artinya melipat, mencampuradukkan, atau menggabungkan


sesuatu dengan sesuatu yang lain, seperti menjahit kain yang terpisah agar
tersambung. Ada juga yang mengartikan talfiq berasal dari kata lafaqa yang artinya
mempertemukan menjadi satu (compilation), Secara istilah, talfiq berarti beramal
dalam urusan agama dengan berpedoman kepada petunjuk beberapa mazhab.

2. Syekh al-Abrasyi mendefinisikan talfiq sebagai perbuatan seseorang yang


mengikuti salah satu mazhab fikih di antara empat mazhab fikih yang terkenal
dalam ibadahnya, tetapi pada beberapa keadaan atau pada salah satu ibadahnya ia
mengikuti mazhab lain.

3. Dari beberapa pendapat disimpulkan; talfiq adalah menghimpunkan beberapa


pendapat dari mazhab-mazhab yang berbeda tentang sesuatu ibadah dan
mengamalkannya bersama-sama.

4. ⁠Contoh talfiq: Mengusap kepala ketika wudu: dan salah satu hal yang
membatalkan wudu.

- Imam Syafi'i, yaitu cukup menyapu sebagian rambut kepala minimal tiga helai
rambut, dan yang membatalkan wudu di antaranya adalah jika menyentuh wanita
bukan muhrim.

- Imam Abu Hanifah, yaitu mengusap seluruh kepala, dan adalah tidak batal
wudu-nya jika menyentuh wanita yang bukan muhrimnya.

Talfiq; ketika wudu mengambil ketetapan Imam Syafi'i, yakni mengusap sebagian
rambut kepala minimal tiga helai, tetapi hal yang membatalkan wudu mengambil
ketetapan Imam Abu Hanifah yakni tidak batal wudu jika bersentuhan dengan
wanita yang bukan muhrim.

5. Talfiq semacam ini hukumnya tidak boleh karena telah mencampur-adukkan


pendapat dua mazhab dalam satu pekerjaan. Hal ini sesuai dengan akhlak Islam,
yaitu tidak boleh mengambil sikap dalam agama menurut hawa nafsunya.

9
6. Pada zaman imam mazhab yang empat tidak ditemui pembahasan talfiq, karena
tidak seorang pun di antara mereka yang melarang orang lain untuk mengikuti
pendapat siapa pun di antara mereka. Jadi, talfiq muncul setelah zaman imam yang
empat. Permasalahan talfiq antara mazhab muncul setelah abad ke-10 oleh ulama
muta'akhirin, yaitu dengan dibolehkannya mengikuti mazhab lain, dan tidak ada
perbincangan tentang talfiq sebelum abad ke-17.

7. ⁠Ruang lingkup talfiq seperti halnya ruang lingkup taqlid, yaitu hanya terbatas
pada permasalahan ijtihad yang bersifat zanniyah (yang meragukan), sedangkan
segala sesuatu yang telah diketahui dan jelas menurut nas Al-Qur'an dan agama atau
telah disepakati keharamannya tidak termasuk dalam ruang lingkup taqlid dan
talfiq.

8. Jika telah ditetapkan tidak ada keharusan mengikuti mazhab tertentu dalam setiap
permasalahan agama, maka talfiq diperbolehkan.

9. Jika ditetapkan ada keharusan mengikuti mazhab tertentu, maka talfiq tidak
diperbolehkan. Dan menyebabkan batal-lah ibadah orang-orang awam, karena
orang awam tidak mengerti mazhab, walaupun sebenarnya telah mengikuti suatu
mazhab. Sedangkan mazhab mereka dalam suatu permasalahan adalah siapa yang
telah memberi informasi padanya. Pada posisi ini diperbolehkannya talfiq adalah
untuk memberi kemudahan kepada manusia (al-masyaqqatu tajlibu at-taisir).

10. ⁠Alasan utama talfiq adalah adanya perbedaan qadhiyah (kata-kata yang tersusun
yang mempunyai makna atau arti. Atmu kalimat yang digunakan dalam
menyatakan sesuatu sebagai sebuah keputusan berpikir).

11. Qadhiyah-Mazhab yang dihasilkan merupakan fikih, sebagai sekumpulan


rumusan hukum Islam adalah hasil ijtihad para imam mujtahid.

12. Qadhiyah-qadhiyah mazhab terdapat perbedaan baik dalam prosesnya ataupun


dalam hasil rumasannya. Perbedaan tersebut berawal dari perbedaan memahami:

a. wujud dalilnya;

b. kualitas wujud dalilnya; Apakah qat'i atau zanni, sahih, atau da if, dan
sebagainya; dan

10
c. prosesnya

13. Mujtahid yang ada dan diikuti banyak orang sampai sekarang yang tepercaya
hanya tinggal empat saja, yang sering disebut mažahib al-Arba'ah (mazhab empat).

14. ⁠Ahlu sunah menetapkan; bagi siapa saja yang tidak mampu berijtihad (awam)
maka dia harus mengikuti salah satu dari keempat mazhab tersebut. Para orang
awam diperbolehkan untuk memilih salah satu di antara keempat mazhab tersebut.
Bahkan, jika berpegang teguh hanya pada satu mazhab saja bisa menyebabkan
mereka terjerumus pada fanatisme yang dilarang (ta'assub fil mazhab). Mazhab
bukanlah hakikat Islam sehingga tidak dapat menggantikan posisi Islam.

15. ⁠Kebebasan memilih mazhab berkonsekuensi pada kebebasan memilih pendapat


yang lebih ringan (tatabu'u rukhsah). Namun, tatabu'u rukhsah sendiri masih
menjadi perdebatan di kalangan ulama. Sebagian mengatakan tatabu'u rukhsah
adalah haram karena hanya mengikuti hawa nafsu. Sebagian lain ada yang
membolehkannya.

16. Dari berbagai alasan yang dimunculkan, faktanya mereka terpetakan menjadi
dua golongan, yakni ada yang mengharamkannya dan ada pula yang membolehkan
talfiq.

17. Alasan utama mereka yang mengharamkan talfiq, jika diperbolehkan talfiq,
tatanan-hukum akan menjadi kacau. Para awam akan cenderung memilih qadhiyah
mazhab yang ringan pelaksanaannya. Tidak ada kemungkinan memilih pilihan
berat jika ada yang lebih ringan. Sedang mereka yang membolehkan beralasan
bahwa tidak ada satu pun nas yang melarangnya, bahkan spirit nas selalu
menghendaki manusia dalam kemudahan.

18. Syarat diperbolehkannya talfiq: Mengambil pendapat yang termudah tersebut


harus disebabkan adanya uzur. Tidak boleh membatalkan hukum yang telah
ditetapkan hakim. Apabila hakim telah menentukan suatu pilihan hukum dari
beberapa pendapat tentang suatu masalah, hukum itu wajib ditaati.

19. Talfiq terbagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

11
a. Talfiq dalam lebih dari satu gadhiyah selanjutnya sering disebut dengan
pengertian intigalul mazhab.

b. Talfiq dalam satu qadhiyah.

20. Talfiq yang harus dihindari, yaitu sebgai berikut.

a. Ihdas Qaulin Šalis (mencetuskan pendapat ketiga).

b. Tatabbu ar-rukhsah (mencari-cari keringanan).

21. Terdapat tiga bentuk talfiq yang disepakati oleh para ulama bahwa talfiq
tersebut tercela dan tidak boleh diamalkan, yaitu:

a. Sengaja mencari yang mudah-mudah (tatabbu ar-rukhsah);

b. Membawa kepada pembatalan hukumnya sang hakim.

c. Talfiq yang menyebabkan seseorang merujuk dari pendapat yang pernah


dilakukannya, untuk dibawa ke pendapat lain, demikian pula talfiq terhadap
perkara yang disepakati oleh para ulama sebagai konsekuensi dari taqlid-nya
pada masa lalu.

12
DAFTAR PUSTAKA

Zamroni, A. (2020). Ushul Fikih untuk Kelas XII MAdrasah Aliyah Program
Keagamaan. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

13

Anda mungkin juga menyukai