Anda di halaman 1dari 4

Macam-Macam Ijtihad

1) Ijma'
Ijma’ ialah kesepakatan hukum yang diambil dari fatwa atau musyawarah para
Ulama tentang suatu perkara yang tidak ditemukan hukumnya didalam Al
qur'an ataupun hadis . Tetapi rujukannya pasti ada didalam Al-qur’an dan
hadis.

Ijma’ pada masa sekarang itu diambil dari keputusan-keputusan ulama islam
seperti MUI. Contohnya hukum mengkonsumsi ganja atau sabu-sabu adalah
haram, karena dapat memabukkan dan berbahaya bagi tubuh serta merusak
pikiran.

2) Qiyas
Qiyas adalah menyamakan yaitu menetapkan suatu hukum dalam suatu
perkara baru yang belum pernah masa sebelumnya namun memiliki
kesamaan seperti sebab, manfaat, bahaya atau berbagai aspek dalam
perkara sebelumnya sehingga dihukumi sama.

Contohnya seperti pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan “ah”
kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap meremehkan dan
menghina, sedangkan memukul orang tua tidak disebutkan. Jadi diqiyaskan
oleh para ulama bahwa hukum memukul dan memarahi orang tua sama
dengan hukum mengatakan Ah yaitu sama-sama menyakiti hati orang tua dan
sama-sama berdausa.

3) Maslahah Mursalah
Maslahah mursalah ialah suatu cara menetapkan hukum berdasarkan atas
pertimbangan kegunaan dan manfaatnya.

Contohnya: di dalam Al Quran ataupun Hadist tidak terdapat dalil yang


memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini
dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.

4) Saddu adzari’ah
Saddu adzari’ah adalah memutuskan suatu perkara yang mubah makruh
atau haram demi kepentingan umat.

5) Istishab
istishab adalah tindakan dalam menetapkan suatu ketetapan sampai ada
alasan yang mengubahnya. Contohnya: seseorang yang ragu-ragu apakah ia
sudah berwudhu ataupun belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang/ yakin
kepada keadaan sebelum ia berwudhu’, sehingga ia harus berwudhu kembali
karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
6) ‘Uruf
‘Uruf yaitu suatu tindakan dalam menentukan suatu perkara berdasarkan
adat istiadat yang berlaku dimasayarakat dan tidak bertentangan dengan Al-
Qur’an dan hadis.

Contohnya : dalam hal jual beli. sipembeli menyerahkan uang sebagai


pembayaran atas barang yang ia beli dengan tidak mengadakan ijab Kabul,
karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.

7) Istihsan
Istihsan yaitu suatu tindakan dengan meninggalkan satu hukum kepada
hukum lainnya, disebabkan adanya suatu dalil syara’ yang mengharuskan
untuk meninggalkannya.

Contohnya: didalam syara’, kita dilarang untuk mengadakan jual beli yang
barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syara’
memberikan rukhsah yaitu kemudahan atau keringanan, bahwa jual beli
diperbolehkan dengan sistem pembayaran di awal, sedangkan barangnya
dikirim kemudian.

JENIS-JENIS IJTIHAD

a) Ijma' (kesepakatan) : ijma (kesepakatan para ulama untuk menetapkan hukum agama
berlandasan Al-Qur'an dan Hadist dalam menyelaesikan masalah atau pekara yang
terjadi). Ijma menghasilkan sebuah fatwa yang mana keputusan diambil bersama para
ulama dan ahli agama islam dengan wewenang untuk diikuti seluruh umat.

Contoh : Penetapan awal ramadhan dan syawal berdasarkan ru’yatul hilal,


nenek mendapat harta 1/6 dari cucunya.

b) Qiyas : menetapkan hukum untuk perkara yang baru dan belum pernah ada apda
masa sebelumnya tapi mempunyai kesamaan seperti sebab, bahaya manfaat, dan
aspek lainnya dalam perkara yang sebelumnya maka dari iku akan dihukumi sama.
Ijma dan Qiyasmempunyai sifat darurat sebab ada yang belum ditetapkan
sebelumnya.
Contoh : Setiap minuman yang memabukan co mensen, sabu-sabu dll disamakan
dengan khamar, sama-sama memabukan.

c) Maslahah Mursalah : menetapkan hukum ada yang dasaran pertimbangan, manfaat


kegunaannya.

Contoh : Dalam pelayaran dengan kapal laut, dimana kapal demikian olengnya dan
besar kemungkinan akan tenggelam jika semua barang yang ada di dalamnya tidak
dibuang ke laut. Dalam keadaan semacam itu diperbolehkan membuang barang-
barang ke laut, meskipun tidak seizin yang empunya demi untuk kemaslahatan
penumpang, yaitu menolak bahaya yang mengancam keselamatan jiwa mereka.

d) Stihsan : tindakan dengan meninggalkan satu hukum kepada hukum lainnya


disebabkan adanya suatu dalil syara’ yang mengharuskan untuk meninggalkannya.
Contoh : Menurut Madzhab Hanafi: sisa minuman burung buas, seperti sisa burung
elang burung gagak dan sebagainya adalah suci dan halal diminum. Hal ini
ditetapkan dengan istihsan. Menurut qiyas jali sisa minuman binatang buas, seperti
anjing dan burung-burung buas adalah haram diminum karena sisa minuman yang
telah bercampur dengan air liur binatang itu diqiyaskan kepada dagingnya.
Binatang buas itu langsung minum dengan mulutnya, sehingga air liurnya masuk
ke tempat minumnya. Menurut qiyas khafi bahwa burung buas itu berbeda
mulutnya dengan mulut binatang huas. Mulut binatang buas terdiri dari daging
yang haram dimakan, sedang mulut burung buas merupakan paruh yang terdiri
atas tulang atau zat tanduk dan tulang atau zat tanduk bukan merupakan najis.
Karena itu sisa minum burung buas itu tidak bertemu dengan dagingnya yang
haram dimakan, sebab diantara oleh paruhnya, demikian pula air liurnya. Dalam
hal ini keadaan yang tertentu yang ada pada burung buas yang membedakannya
dengan binatang buas. Berdasar keadaan inilah ditetapkan perpindahan dari qiyas
jali kepada qiyas khafi, yang disebut istihsan.

e) Sududz Dzariah : memutuskan suatu yang mempunyai sifat hukum mubah, makruh
atau haram demi kepentingan semua umat.

Contoh : Misalnya, pada dasarnya jual beli itu adalah halal karena jual beli
merupakan salah satu sarana tolong-menolong untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Seseorang membeli sebuah kendaraan seharga tiga puluh juta secara
kredit adalah sah karena pihak penjual memberi keringanan kepada pembeli untuk
tidak segera melunasinya. Akan tetapi, bila kendaraan itu yang dibeli dengan kredit
sebesar tiga puluh juta rupiah – dijual kembali kepada penjual (pemberi kredit)
dengan harga tunai sebesar lima belas juta rupiah, maka tujuan ini akan membawa
kepada suatu kemafsadatan, karena seakan-akan barang yang di perjual belikan
tidak ada dan pedagang kendaraan itu tinggal menunggu keuntungannya saja.
Maksudnya seorang pembeli pada saat membeli kendaraan dapat uang sebesar
lima belas juta rupiah, tetapi ia harus tetap melunasi hutangnya (kredit
kendaraanya itu) sebesar tiga puluh juta rupiah. Jual beli seperti ini dalam fiqih
disebut dengan Bay’ul al-‘ajal . gambaran jual beli seperti ini menurut al-Syathibi
tidak lebih dari pelipat gandaan hutang tanpa sebab. Karena hal itu perbuatan
seperti ini dilarang.

f) Istishab : tindakan untuk menetapkan suatu ketetapan hukum hingga ada alasan di
ubahnya hukum.

Contoh : Seorang yang telah yakin bahwa adia telah berwudhu, dianggap tetap
berwudhu selama tiada bukti yang membatalkan wudhunya keraguan atas was-
wasnya tidak membatalkan wudhu tersebut.
g) Urf : menentukan boleh tidaknya suatu adat istiadat dan kebebasan masyarakat
setempat bisa berjalan. Hal ini di dasarkan selama tidak bertentangan dengan Al-
Qur'an dan Hadist.

Contoh : Urf Amaly (perbuatan) misalnya tradisi jual beli yang dilakukan
berdasarkan saling pengertian tanpa mengucapkan sighat (aqad) seperti yang
berlaku di pasar-pasar swalayan.

Anda mungkin juga menyukai