Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian Filsafat, Hikmah, Syari’ah, Dan Hukum Islam

1. Filsafat
Kata filsafat secara etimologi berasal dari Bahasa Yunani dari kata
filosofia, dari kata kerja filosofein, yang berarti mencintai kebijaksanaan. Kata
philosophia ini diserap ke dalam bahasa Arab menjadi falsafah yang berarti
hubb al-hikmah yakni cinta kebijaksanaan. Orang yang berfilsafah disebut
filisof, yaitu orang yang mencintai kebijaksanaan yany tiada lain adalah orang
yang akan memperoleh pengetahuan melalui filsafat. Kebijaksanaan dalam
bahasa arab disebut hikmah, orang yang bijaksana dengan sendirinya secara
bahasa disebut hakim. Akan tetapi, filosif dalam arti mencintai kebijaksanaan
bukan disebut hakim melainkan muhibb al-hikmah (pecinta kebijaksanaan).
Sedangkan secara terminologi, manurut Plato adalah suatu
penyelidikan terhadap sifat dasar yang penghabisan dari realitas. Sedangkan
menurut Aristoteles yaitu, ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang
terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika ekonomi,
politik, dan estetika.
2. Hikmah
Secara bahasa, adalah kebijaksanaan. Sedangkan secara istilah menurut
Ibnu Sina yaitu, Hikmah adalah usaha menyempurnakan diri manusia dengan
cara membentuk konsep-konsep tentang segala sesuatu, melakukan pengujian
(judgement) hakikat-hakikatnya (baik secara teoritis maupun praktis-empiris)
sesuai dengan kadar kemampuan manusia.
3. Syari'ah
Kata syari'ah secara etimologi adalah sumber air yang dituju/ didatangi
untuk minum. Yang kemudian berkembang menjadi jalan yang lurus.

1
Sedangkan menurut Mahmud Syaltut dalam kitabnya Al-Islam 'Aqidah bahwa
Syari'ah adalah peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Allah (secara
terperinci) atau ditetapkan dasar-dasarnya saja oleh Allah, agar manusia
berpegang teguh kepadanya, baik dalam hubungannya sesama muslim,
berhubungan dengan saudaranya sesama manusia, berhubungan dengan alam
semesta, maupun hubungannya dengan kehidupan.
Syari'ah dibedakan menjadi dua:
a. Syari'ah Syamawiyyah atau Tasyri' Samawiy
Adalah ketentuan-ketentuan yang berupa kumpulan perintah dan larangan
serta petunjuk-petunjuk dan undang-undang yang telah ditetapkan oleh
Allah SWT untuk para hamba-Nya melalui perantara rosul-Nya agar
manusia melakukan yang diperintahkan, meninggalkan yang dilarang dan
mengambil petunjuk dari petunjuk-petunjuk yang telah diberikan oleh
Syari'ah itu
b. Syari'ah Wad'iyyah atau Tasyri'Wad'iyyah
Adalah ketentuan-ketentuan yang berupa kumpulan-kumpulan perintah dan
/larangan, undang-undang yang dibuat oleh seseorang atau sekelompok
manusia yang dipilih oleh penguasa negeri, untuk dijadikan sebagai dasar
memerintah dan dasar menjalankan roda pemerintahan di dalam kehidupan
masyarakat.
4. Fiqh
Secara bahasa adalah pengetahuan dan pemahaman. Sedangkan
menurut Abu Zahra adalah pemahaman yang mendalam lagi tuntas yang dapat
menunjukkan tujuan dari perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan.
5. Hukum Islam
Terdiri dari dua kata yaitu hukum dan Islam. Hukum adalah peraturan
atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh
penguasa atau pemerintah. Sedangkan Islam adalah agama Allah yang dibawa
oleh Nabi Muhammad Saw, untuk disampaikan kepada umat manusia untuk
mencapai kesejahteraan hidupnya baik di dunia maupun diakhirat kelak. Jadi,

2
dapat dipahami bahwa hukum Islam merupakan seperangkat norma atau
peraturan yang bersumber dari Allah Swt dan nabi Muhammad Saw untuk
mengatur tingkah laku manusia di tengah-tengah masyarakatnya. Lebih
singkat lagi adalah hukum yang bersumber dari agama Islam.
6. Hubungan antara hukum Islam, syariah, dan fikih
Pengertian hukum Islam itu mencakup pengertian syariah dan fikih.
Syariah merupakan sumber atau landasan fikih, sedangkan fikih merupakan
pemahaman terhadap syariah.

B. Objek Kajian Filsafat Hukum Islam


Falsafah Tasyri': Falsafah yang memancarkan hukum Islam atau
menguatkannya dan memeliharanya. Filsafat ini bertugas membicarakan hakikat
dan tujuan hukum Islam.
Falsafah syari'ah: filsafat yang diungkapkan dari materi-materi hukum Islam,
seperti ibadah, muamalah, jinayah, uqubah, dll. Filsafat ini bertugas
membicarakan hakikat dan rahasia hukum Islam.

C. Manfaat Studi Filsafat Hukum Islam


Memberikan pengetahuan secara utuh tentang hukum Islam dalam berbagai
bidangnya kepada ahli hukum/umat Islam yang mengkajinya.

3
BAB II

FILSAFAT WAJIB AL-WUJUD

(FILSAFAT KETUHANAN/TEOLOGI METAFISIK)

A. Pendahuluan
Teologi metafisik merupakan wilayah kajian metafisika yang
membicarakan tentang Tuhan. Tuhan sebagai objek kajian metafisika memiliki
kekhususan dibandingkan objek metafisika lainnya. Filsafat ketuhanan berurusan
dengan pembuktian kebenaran adanya Tuhan yang didasarkan pada penalaran
manusia.

B. Argumentasi Tentang Tuhan Dalam Persepektif Filosuf Barat


Argumen derajat kesempurnaan Thomas Aquinas, menurutnya Tuhan
adalah awal dan akhir segala kebijakan. Semua realitas itu dibimbing Tuhan.
Tanpa bimbingan Tuhanmanusia tidak mengetahui apa-apa. Aquinas
mendasarkan pemikirannya pada kepastian adanya Tuhan. Keberadaan Tuhan
itu, menurutnya dapat diketahui oleh akal. Untuk membuktikan pendapatnya itu,
ia menunjukkan lima argumen:1, argumen gerak;2, argumen sebab yang
mencukupi; 3, argumen kemungkinan dan keharusan; 4, argumen tindakan; 5,
argumen keteraturan alam.

C. Argumen Tentang Tuhan Dalam Persepektif Filosuf Muslim


1. Dalil Kebaharuan (Dalil al-huduts)
Argument a novitate Mundi, yang pada dasarnya menekankan kesementaraan
alam semesta.
2. Dalil Kemungkinan (Dalil al-Imkan)
Argumen dari sebuah kemungkinan menyatakan bahwa suatu wujud yang
mungkin tidak bias dengan sendirinya, karena kontingensi berarti menggantung

4
faham keseimbangan antara ada dan tiada karena itu (ia) membutuhkan sebuah
sebab yang akan mengubah keseimbangan tersebut kearah yang ada.
Dalam kerangka dua pendekatan utama ini terdapat aliran-aliran besar
yang memandang eksistensi Tuhan secara berbeda, bahkan ada yang menolak
tentang Tuhan itu sendiri:

Pertama, Theisme : adanya Tuhan bukan hanya sesuatu ide yang terdapat dalam
pikiran manusia, akan tetapi menunjukkan bahwa zat yang dinamakan Tuhan
itu berwujud objektif.

Kedua, Atheisme : yang berpandangan tentang pengingkaran adanya Tuhan


yang berarti menolak terhadap kepercayaan adanya Tuhan.

Ketiga, Anti-Theisme : merupakan paham yang menolak terhadap paham atau


ajaran-ajaran Theisme.

Keempat, Deisme : berpandangan bahwa Tuhan setelah menciptakan alam


semesta ini kemudian membiarkannya secara mekanis berjalan sendiri tanpa
ada campur tangan Tuhan lagi.

Kelima, Agnostisisme : berpandangan bahwa mustahil akal manusia dapat


mengetahui eksistensi Tuhan.

Keenam, Pantheime : berpandangan bahwa Tuhan adalah yang tertinggi dan


semuanya adalah Tuhan, sehingga segala sesuatu itu adalah Tuhan,sebab antara
alam dan Tuhan merupakan suatu kesatuan dari realitas absolut.

Ketujuh, Panentheisme : berpandangan bahwa Tuhan berada di alam semesta


sebagai kesatuan dua pola yaitu aktual dan potensial.

5
BAB III

FILSAFAT KENABIAN

A. Pengertian Filsafat Kenabian


Yaitu, pemikiran atau pengetahuan yang membicarakan tentang hakikat nabi
dan kedudukannya dibandingkan dengan manusia lainnya, terutama filosof.
Latarbelakang lahirnya filsafat kenabian ini adalah disebabkan karena pada masa
Al-Farabi tersebut ada filosof yang mengingkari tentang eksistensi kenabian yang
disampaikan oleh Ahmad Ibnu Ishaq al-Ruwandi berkebangsaan Yahudi.
Menurutnya para filosof mempunyai kemampuan untuk mengadakan komunikasi
dengan'aqal fa'al jadi tidak perlu adanya nabi serta Wahyu yang dibawakannya.

B. Beberapa Pendapat Seputar Kenabian


1. Al-Farabi
Keistimewaan utama seorang Nabi adalah karena nabi mempunyai
imajinasi yang kuat yang memungkinkannya berhubungan dengan akal-faal
baik sedang jaga atau tidur. Dengan imajinasi tersebut, Nabi sampai pada
persepsi dan realitas yang dapat diraihnya yang nampak dalam bentuk Wahyu
atau mimpi yang benar, Wahyu adalah pancaran dari Allah melalui akal-faal.
Ada orang-orang yang mempunyai imajinasi yang kuat, tetapi mereka bukan
Nabi, maka mereka tidak dapat berhubungan dengan akal-faal kecuali dalam
keadaan tidur, dan kadang-kadang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan
apa yang mereka ketahui.
2. Ibnu Sina
Menafsirkan teori kenabian secara psikologis dan mengeksplanasikan
sebagian teks-teks agama dengan penakwilan-penakwilan yang sesuai dengan
teori-teori filosofinya. Bahwa eksperimen dan pembuktian dapat menyaksikan
bahwa jiwa manusia dapat mengetahui Al-Majhul (hal-hal yang tak tampak) di

6
saat sedang tidur, sehingga tidak sukar baginya untuk menyingkap kembali
kedalam kondisi dengan berjaga. Kenabian bersifat fitri bukan hasil pencarian.

C. Perbedaan Filosof Dengan Nabi


Filosof adalah manusia biasa dia dapat berhubungan dengan akal kesepuluh
dengan latihan dan pemikiran atau usahanya sendiri, sedangkan nabi adalah
manusia pilihan dapat berhubungan dengan akal kesepuluh dengan daya
imajinasi.

D. Metode Nabi Dalam Menerima Epistemologi Dan Perbedaannya Dengan


Filosof Dalam Menerima Epistemologi
Metode Nabi dan Filosof menerima epistemologi adalah nabi menerima
pengetahuan dengan daya imajinasi tanpa dengan akal, tapi Filosof menerima
pengetahuan dengan akal mustafat-miatafat.

7
BAB IV
MANUSIA, PENGETAHUAN, DAN HUKUM ISLAM

A. Pendahuluan
Hukum tidak tercipta dan hadir dengan sendirinya, tetapi melalui proses
tertentu yang berhubungan dengan kodrat alam dan kemanusiaan. Manusia dalam
kehidupannya dapat melakukan berbagai aktivitas yang berguna bagi dirinya dan
bagi sesamanya. Manusia memiliki sifat dasar yang berfungsi untuk mengambil
segala yang bermanfaat dan menolak atau menghindarkan diri dari hal-hal yang
merusak. Manusia dalam pandangan Islam terdiri dari dua unsur utama, yaitu
unsur materi dan unsur immateri. Tubuh manusia bersifat materi diciptakan oleh
Allah dari tanah, sedangkan roh manusia yang berasal dari substansi immateri
bersifat gaib.

B. Manusia Dan Pengetahuan


1. Potensi (Daya) Dasar Manusia
Allah telah memberikan sifat dasar kepada manusia bersama dengan
kelahirannya, sifat dasar tersebut dikenal dengan nama fitrah, yang meliputi tiga
daya atau potensi, yaitu:
a. Potensi akal atau potensi intelektual (quwwat al-'aql)
b. Potensi difensif (quwwat al-ghadlab)
c. Potensi ofensif (quwat al-syahwat)
Selain fitrah, manusia juga memerlukan bantuan dari luar dirinya yang
disebut al-fitrah al-munazzalah, yaitu Wahyu. Karena dengan panduan dari
Wahyu, fitrah menghendaki bahwa manusia menentukan sendiri perbuatannya
ketika potensi ituberaktualitas, karena manusia adalah sesuatu yang bergerak
dan berkehendak.
2. Pengetahuan Manusia dan Proses Pengolahannya
Pengetahuan atau al-'Ilm, terbagi atas dua macam, yaitu: pengetahuan
tentang Tuhan dan pengetahuan tentang hukum-hukum Tuhan. Pengetahuan

8
agama dan metode perolehannya ada dua macam yaitu: 1) pengetahuan yang
diperoleh melalui pemberitaan yang diyakini kebenarannya yang merupakan
kebenaran otoritatif. Pengetahuan ini sering diperdebatkan dan disebut Aqa'id,
I'tiqad, dan ilmu Kalam. 2) Pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian, baru
diyakini akan kebenarannya. Kajian pengetahuan ini berkaitan dengan
perbuatan manusia dan hati seperti kewajiban-kewajiban, perintah-perintah
untuk melakukan perbuatan, larangan untuk melakukan perbuatan, perbuatan
yang dianjurkan, dan perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh
dilakukan.
3. Alat-alat untuk Memperoleh Pengetahuan
Alat-alat yang dimiliki manusia untuk memperoleh pengetahuan
adalah aklbu (al-qalb), mata (al-bashar), dan telinga (al-udhun). Ketiga alat-alat
tersebut memiliki fungsi masing-masing. Kegunaan dan fungsi alat-alat tersebut
sesuai dengan ayat Al-Qur'an, yaitusurat ke 16 al-Nahl ayat 78 yang artinya:
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, pengelihatan dan
hati, agar kamu bersyukur."

C. Manusia Dan Hukum


Dengan pengetahuan intuitif (mendekatkan diri kepada Allah) manusia dapat
menerima kebenaran hukum Islam, manusia dapat menerima kebenaran Wahyu.
Wahyu turun untuk membantu manusia bagaimana cara bersyukur, karena akal
tidak mengetahuinya. Wahyu menjamin manusia mencapai kebahagiaan selama ia
mengikuti petunjuk-petunjuknya. Hukum Islam yang bersumber dari Wahyu
mengatur bagaimana manusia bertindak agar selamat di dunia dan di akhirat.

9
BAB V
SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM

A. Pendahuluan
Sumber-sumber materi pokok hukum islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah.
Ada juga ijtihad, kedudukannya dibawah Al-Qur’an dan sunnah. Keotentikan
sumber-sumber pembantu yang merupakan penjabaran dari ijtihad hanyalah
ditentukan dengan derajat kecocokannya dengan dua sumber utama hukum yang
mula-mula dan tidak ditentang otoritasnya.

B. Sumber-sumber Hukum Islam


1. Al-Qur’an
Secara bahasa adalah pembacaan atau bacaan. Sedangkan menurut
istilah adalah kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad melalui
malaikat Jibril dengnan menggunakan bahasa arab sebagai hujjat (bukti) atas
kerosulan nabi Muhammad dan sebagai pedoman hidup bagi manusia serta
sebagai media dalam mendekatkan diri kepada Allah dengan membacannya.
Kedudukan Al-Qur’an sebagai dasar dan sumber hukum utama hukum
islam terdapat pada QS. Al-Maidah ayat 47-50. Al-Qur’a, turun kuramg lebih
selama 23 tahun selama 2 periode ketika nabi berada di mekah dan di
madinah. Jadi surah yang turun dimekah disebut surah makiyyah dan yang
turun di madinnah disebut surah madinah. Al-Qur’an menadi sumber dari
segala sumber hukum dalam islam. Dan penggunaan sumber lain harus
disesuaikan dengan Al-Qur’an.
2. Sunnah
Secara etimologis kata sunnah berasal dari bahasa arab yang berarti
cara, adat istiadat (kebiasaan), dan perjalanan hidup yang tidak dibedakan
antara baik dan buruk. Secara terminologis adalah suatu yang berasal dari
Nabi SAW. Yang berupa perkataan,, perbuatan, penetapan, sifat, dan

10
perjalanan hidup beliau baik pada aktu sebelum diutus menjadi rosul maupun
sesudahnya.
Sebagai sumber hukum islam kedua setelah Al-Qur’an, fungsi sunnah
adalah sebagai bayan atau penjelas terhadap Al-Qur’an. Fungsi bayan adalah:
-Menetapkan dan menegaskan hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an.
-Memberikan penjelasan arti yang masih samar dalam Al-Qur’an
-Menetapkan suatu hukum yang belum ditetapkan oleh Al-Qur’an
3. jtihad
Secara etimologis berasal dari kata jahd dan juhd, yang berarti thaqah
(tebaga, kuasa, dan daya). Secara terminologis adalah mencurahkan kesanggupan
dalam mengeluarkan hukum syara’ yang bersifat amaliyyat dari dalil-dalilnya
yang terperinci baik dalam Al-Qur’an maupun sunnah.

11

Anda mungkin juga menyukai