Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ISTISHAB

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fiqih
yang diampu oleh :
Drs. H. Khaeron, M. Ag.

Disusun oleh :
Agung Pramudya (2008306012)
Rahma Dita (2008306032)
Aminah Fitriyanti (2008306034)

JURUSAN BIMBINGAN KONSELIG ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI
CIREBON
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “ISTISHAB”.

Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua.


Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah
SWT senantiasa meridhai usaha kita. Amin.

Cirebon, Februari 2021

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
BAB 1......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................1
C. Tujuan.........................................................................................................................1
BAB 2......................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.....................................................................................................................2
A. Pengertian Istishab.....................................................................................................2
B. Macam-macam Istishab.............................................................................................3
C. Penerapan Istishab dalam Hukum Islam.................................................................5
1. Bidang Hukum Pidana Islam................................................................................5
2. Bidang Hukum Perdata.........................................................................................5
3. Bidang Hukum Perkawinan..................................................................................6
BAB 3......................................................................................................................................7
PENUTUP..............................................................................................................................7
A. Kesimpulan.................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................8

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan bermasarakat terdapathuku-hukum yang
belumadaketentuannya dalam qurán dan hadits.  Sehingga perlu adanya suatu
pemikiran untuk menentukan hukum tersebut yang berpedoman pada qur’an
dan hadits. Salah yang digunakan adalah dengan cara istishab.

Dalam ushul fikih, metode-metode yang digunakan para mujtahid


untuk menarik atau menyimpulkan sebuah hukum relatif berjumlah banyak,
dan salah satu metode yang digunakan untuk itu adalah istishab. Oleh karena
itu dalam mempelajari Ushul Fiqih kita perlu mengetahui hal-hal yang
berkaitan dengan istishab mulai dari pengertian, bentuk-bentuk, kaidah-
kaidahnya yang mengambil intisari dari istishab.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari istishab?
2. Apa saja macam-macam istishab?
3. Bagaimana penerapan istishab dalam hukum Islam?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Apa itu Pengertian istishab.
2. Untuk mengetahui macam macam istishab.
3. Untuk mengetahui Bagaimana penerapan istishab dalam hukum islam.

1
BAB 2

PEMBAHASAN
A. Pengertian Istishab
Secara bahasa kata istishab ‫ طلب الصا حبة‬yang berarti mencari
persahabatan atau ‫ اعتبار الصحابة‬menganggap bersahabat atau ‫طلب الصحبة‬
mencari teman. Adapun yang dimaksud ‫ الصحبة‬adalah membandingkan
sesuatu dan mendekatkannya. Dengan demikian pengertian istishab menurut
bahasa adalah upaya mendekatkan satu peristiwa lainnya, sehingga keduanya
dinilai sama hukumnya.
Sedangkan pengertian istishab secara terminologis, para ulama usul
berbeda-beda dalam membuat redaksinya, meskipun secara substansi
mengarah pada makna yang sama. Berikut adalah pengertian istishab menurut
para ulama usul :
 Menurut al-Syawkani, istishab adalah tetapnya (hukum) sesuatu
selama belum ada dalil lain yang merubahnya.
 Ibn Qayyim al-Jawziyah mendefinisikan istishab adalah
melanggengkan hukum dengan cara menetapkan hukum berdasarkan
hukum yang sudah ada, atau meniadakan hukum atas dasar tidak
adanya hukum sebelumnya.
 Sedangkan ‘Ali ‘Abd al- Kafi al-Subki mendefinisikan istishab adlah
menetapkan hukum atas maslah hukum yang kedua berdasarkan
hukum yang pertama karena setelah dilakukan kajian yang
komprehensif tidak ditemukan dalil yang merubahnya.

Dari bebrapa definisi yang dikemukaan para ahli dapat diambil


kesimpulan bahwa istishab itu pada prinsipnya merupakan suatu metode
penemuan hukum berdasarkan hukum yang sudah ada sebelumnya selama
belum ada dalil (bukti hukum) baru yang menyatakan sebaliknya. Atau
dengan kata lain, istishab bukanlah merumuskan hukum yang murni baru,
tetapi mencari hukum sekarang didasarkan hukum lama.

2
Dari definisi diatas juga dapat diambil kesimpulan bahwa konsep
istishab sebagai metode istinbat hukum mengandung tiga unsur pokok.
Pertama, dari segi waktu, kedua dari segi ketetapan hukum, dan ketiga dari
segi dalil hukum.

B. Macam-macam Istishab
Abi Sahl al-Sarahsi dan Muhammad Abi Zahrah membagi istishab
menjadi empat macam :
1. Istishab al-ibabah al-asliyyah, yaitu istishab yang didasarkan pada
hukum asal dari sesuatu yaitu mubah. Ketentuan hukum mubah sebagai
hukum asal setiap sesuatu didasarkan pada dalil al-Qur’an surat al-
Baqarah ayat 29 :
‫اۡل‬ َ َ‫ه َُو الَّ ِذ ۡى خَ ل‬
ِ ‫ق لَـ ُكمۡ َّما فِى ا َ ۡر‬
‫ض َج ِم ۡيعًا‬
Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.
Ibn Jarir al-Tabari menafsirkan ayat tersebut bahwa segala sesuatu
yang ada di bumi diciptakan oleh Allah untuk manusia agar dimanfaatkan
demi kebaikan hidup mereka.
‫( األصل في األشياء اإلباحة‬hukum asal segala sesuatu adalah boleh). Dalam
pandangan ‘Abd al-Wahhab Khallaf, pernyataan bahwa bumi dan isinya
diperuntukkan bagi manusia, memberikan makna implisit bahwa semua yang ada
di atas bumi adalah boleh untuk dimanfaatkan.
Dalam bidang mu’amalah, penerapan prinsip istishab melahirkan satu
kesimpulan hukum bahwa setiap transaksi mu’amalah dihukumi boleh atau
mubah sampai ada dalil yang menyatakan tidak boleh (haram).
2. Istishab bara’ah al-asliyah, yaitu menetapkan hukum yang berpegang
pada prinsip bahwa pada dasarnya setiap orang itu bebas dari tuntutan
beban sehingga ditemukan dalil yang menyatakan sebaliknya. Dari sini
kemudian para ulama merumuskan kaidah fiqh tentang istishab bahwa
‫( اَأْل َصْ ُل َب َرا َءةُ ال ِّذ َّم ِة‬pada dasarnya setiap orang itu terbebas dari tanggungan).
Penerapan istishab bara’ah al-asliyyah dalam bidang mu’amalah
misalnya seseorang pada dasarnya terbebas dari semua jenis tanggungan

3
sampai ada bukti baru bahwa orang itu mempunyai hutang. Oleh karena
jika seseorang menagih hutang pada orang lain, maka orang yang ditagih
itu secara hukum berhak menolak untuk membayar hutang itu sampai si
penagih bisa membawa bukti yang otentik bahwa orang yang ditagih
benar-benar mempunyai hutang. Dalam bidang ibadah, tidak ada
kewajiban sholat enam waktu, karena tidak ada dalil yang menjeaskan hal
tersebut, karena ketentuan nas hanya mengatur kewajiban sholat itu lima
waktu.

3. Istishab al-hukm, yaitu menetapkan hukum yang sudah ada dan berlaku
pada masa lalu sampai sekarang tetap berlaku sampai ada dalil lain yang
merubahnya. Dengan kata lain, penetapan hukum dengan metode istishab
al-hukm adalah mendasarkan pada keberadaan hukum yang sudah ada dan
berjalan untuk tetap diberlakukan sebagai hukum pada sekarang dan masa
yang akan datang sehingga ada dalil lain yang merubahnya. Kaidah fikih
yang biasa digunakan adalah :
َ‫اَأْل َصْ ُل بَقَا ٌء َما َكانَ َعلَى َما َكان‬
“Hukum asal sesuatu itu tetap berlaku sebagaimana keadaannya semula”
Misalnya, seseorang yang memiliki sebidang tanah atau harta bergerak
seperti mobil, maka harta miliknua itu tetap dianggap ada selama tidak
terbukti ada perubahan status hak milik itu seperti jual beli atau akad
hibah.

4. Istishab al-wasf, yaitu istishab yang didasarkan pada anggapan masih


tetapnya sifat yang diketahui ada sebelumnya sampai ada bukti yang
mengubahnya. Misalnya sifat hidup yang dimiliki seseorangg yang hilang
tetap dianggap masih ada sampai ada bukti bahwa ia telah wafat.
Demikian juga air yang diketahui sebelumnya sebagai air bersih, tetap
dianggap bersih selama tidak ada bukti yang mengubah statusnya.

4
C. Penerapan Istishab dalam Hukum Islam
Berikut ini contoh aplikasi istishab dalam hukum Islam :
1. Bidang Hukum Pidana Islam
Penerapan Islam di bidang hukum pidana Islam (fiqh al-
jinayat) sangat jelas pada konsep yang disebut dengan asas legalitas.
Menurut Muhammad Abu Zahrah, dalam lapangan hukum pidana
Islam semua perkara dihukumi mubah sampai ada dalil yang
menyatakan keharamannya dengan ancaman pidana. Prinsip istishab
ini sangat relevan dengan pemikiran hukum pidana kontemporer
bahwa seorang terdakwa ketika menjalani proses peradilan dianggap
tidak bersalah sehingga ada bukti hukum secara material bahwa orang
tersebut dinyatakan bersalah oleh pengadilan. Prinsip inilah yang
sering dikenal dengan asas praduga tak bersalah.
Asas praduga tak bersalah ini relevan dengan konsep istishab
bara’ah al-asliyah. Dalam kaidah hukum pidana Islam dikenal ad=sas
legalitas yang menyatakan bahwa :
‫( ال حكم ألفعل العقالء قبل ورود النص‬tidak ada hukum bagi perbuatan
orang dewasa sebelum ada ketentuan hukum yang mengaturnya). Asas
legalitas ini juga dikenal dalam sistem hukum pidana kontemporer
mengacu pada prinsip “nullum delictum nulapoena sine praevia leg
poenali” (seseorang dianggap tidak bersalah selama tidak ada
keputusan pengadilan yang menyatakan bersalah).
2. Bidang Hukum Perdata
Penerapan konsep istishab sebagai metode perumusan hukum
berlaku dalam hubungan keperdataan di bidang perikatan ekonomi.
Prinsip, bahwa pada dasarnya setiap orang adalah bebas segala bentuk
tanggungan berupa kewajiban perdata. Oleh karena itu, jika seseorang
(penggugat) melaporkan orang lain (tergugat) ke pengadilan dengan
gugatan untuk melunasi hutangnya, maka orang yang digugat berhak

5
untuk menolaknya, sehingga penggugat mampu embuktikan di
pengadilan. Dalam kaitan ini terdapat hadis nabi
‫( البَيِّنَةُ َعلَى ال ُم َّد ِعي َواليَ ِميْنُ َعلَى ال ُم َّد ِعي عليه‬bukti wajib diajukan oleh
penggugat dan tergugat mengajukan sumpah). Berdasarkan konsep
istishab, seseorang tergugat dalam posisi yang kuat selama penggugat
tidak bisa membuktikan gugatannya, maka ia bebas dari tuntutan
hukum. Hal ini disebabkan karena hukum asalnya setiap orang tidak
mempunyai tanggungan hutang.
3. Bidang Hukum Perkawinan
Setiap orang laki-laki dan perempuan secara perdata tidak
terdapat hubungan hak dan kewajiban sebelum keduanya telah
mengadakan akad nikah. Dengan demikian, hukum asal hubungan
antara keduanya adalah bebas dan tidak terikat (bara’at al-zimmah).
Jika prinsip istishab ini dikaitkan dengan Undang-undang Perkawinan
UU No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan sah secara hukum negara jika
dibuktikan dengan akte nikah melalui pencatatan perkawinan sekaligus
sebagai tanda lahirnya hak dan kewajiban baru bagi pasangan suami
dan istri, maka praktik nikah sirri secara hukum dianggap tidak pernah
ada (never existed).

6
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Istishhab adalah Hukum terhadap Sesutu dengan keadaan yang ada
sebelumnya, sampai adanya dalil, untuk mengubah keadaan itu. atau
menjadikan hukaum yang tetap di masa yang lalu itu, tetap dipakai
sampai sekarang, sampai ada dalil muntuk mengubahnya.
2. Istishhab ada empat macam yaitu : pertama, istishhab Istishab al-ibabah
al-asliyyah, yaitu istishab yang didasarkan pada hukum asal dari sesuatu
yaitu mubah. Ketentuan hukum mubah sebagai hukum asal setiap
sesuatu didasarkan pada dalil al-Qur’an. Kedua, .Istishab bara’ah al-
asliyah, yaitu menetapkan hukum yang berpegang pada prinsip bahwa
pada dasarnya setiap orang itu bebas dari tuntutan beban sehingga
ditemukan dalil yang menyatakan sebaliknya. Ketiga, .Istishab al-hukm,
yaitu menetapkan hukum yang sudah ada dan berlaku pada masa lalu
sampai sekarang tetap berlaku sampai ada dalil lain yang merubahnya.
Dengan kata lain, penetapan hukum dengan metode istishab al-hukm
adalah mendasarkan pada keberadaan hukum yang sudah ada dan
berjalan untuk tetap diberlakukan sebagai hukum pada sekarang dan
masa yang akan datang sehingga ada dalil lain yang merubahnya.
Keempat, Istishab al-wasf, yaitu istishab yang didasarkan pada anggapan
masih tetapnya sifat yang diketahui ada sebelumnya sampai ada bukti
yang mengubahnya. Misalnya sifat hidup yang dimiliki seseorangg yang
hilang tetap dianggap masih ada sampai ada bukti bahwa ia telah wafat.

7
DAFTAR PUSTAKA

Ridwan. (2011). Istishab dan Penerapannya dalam Hukum Islam. Jurnal Kajian
Hukum Islam. 1(1) : 1-14

Anda mungkin juga menyukai