Disusun Oleh:
Kelas: SA.G
FAKULTAS SYARI’AH
2022
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang
telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Etika dan Estetika Hukum Islam” ini dengan
tepat waktu. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Agung Muhammad SAW yang telah membawa kita ke jalan kebenaran yang diridhoi
Allah SWT.
Maksud kami menyusun makalah ini guna memenuhi tugas dari Bapak Ali
Yasmanto, M.H.I. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Filsafat Hukum Islam di
Fakultas Syariah IAIN Ponorogo. Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca tentang Etika dan Estetika Hukum Islam.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I .......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ...................................................................................................................1
C. Tujuan ..........................................................................................................................2
BAB II .....................................................................................................................................3
PEMBAHASAN .....................................................................................................................3
PENUTUP .............................................................................................................................13
A. Kesimpulan ................................................................................................................13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etika merupakan suatu hal yang selalu menarik dan tidak pernah berakhir
untuk diperbincangkan, sebab etika adalah aturan yang sangat penting dalam tatanan
kehidupan manusia. Tanpa etika dan moralitas, manusia akan meninggalkan hati
nuraninya. Manusia tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak
baik. Sebagai makhluk yang mempunyai kemampuan berpikir, manusia memiliki
kedudukan khusus di antara makhluk lain. Etika merupakan salah satu cabang dari
kajian filsafat. Filsafat memasukkan etika dalam cabang aksiologi, bersamaan dengan
estetika. Maka sangat perlu mengupas tuntas tentang permasalahan etika yang
bersandarkan pada ruang lingkup filsafat, khususnya dalam perspektif filsafat Islam.
Etika memang tidak dapat menggantikan agama, tetapi etika juga tidak
bertentangan dengan agama, bahkan etika sangat diperlukan. Sebab ada dua masalah
dalam bidang moral agama yang tidak dapat dipecahkan tanpa menggunakan metode
etika yaitu, masalah interpretasi terhadap perintah atau hukum yang termuat dalam
wahyu, dan tentang bagaimana masalah moral yang baru yang tidak langsung dibahas
dalam wahyu dapat dipecahkan sesuai dengan semangat agama itu.
Tidak dapat disangkal bahwa etika tidak dapat menggantikan agama. Agama
merupakan hal yang tepat untuk memberikan orientasi moral manusia. Penganut
agama menemukan orientasi dasar kehidupan dalam agama yang diyakininya. Akan
tetapi agama itu memerlukan keterampilan etika agar dapat memberikan orientasi,
bukan sekedar indoktrinasi. Etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional semata-
mata, sedangkan agama pada wahtunya sendiri. Oleh karena itu, ajaran agama hanya
terbuka pada mereka yang mengakuinya sedangkan etika terbuka bagi setiap orang
dan dari semua agama dan juga dari pandangan manapun.
1
niscaya benar-benar membentuk umat yang ideal terkumpul kekuatan, keadilan,
keteguhan, dan kehidupan yang baik.
Bicara tentang seni juga berbicara mengenai estetika. Seni bukan semata-mata
sebagai masalah perasaan dan selera pribadi, namun seni bertalian dengan hasrat
manusia yang lebih tinggi yaitu pengalaman kerohanian dan kepuasan intelektual.
Sehingga dalam makalah akan kami sajikan mengenai etika dan estetika hukum Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dari Etika, Estetika, dan Hukum Islam?
2. Apa Perbedaan Pokok antara Etika, Estetika, dan Moral?
3. Apa Saja Etika dan Estetika Hukum Islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari etika, estetika, dan hukum Islam.
2. Untuk mengetahui perbedaan pokok antara etika, estetika, dan moral.
3. Untuk mengetahui etika dan estetika hukum Islam.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Muhammad Alfan, Filsafat Etika Islam, (Bandung: Pustaka setia, 2011), hlm. 20-21.
2
Faisal Badroen, Etika Bisnis Dalam Islam, (Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2006), hlm. 5.
3
Aw. Wijaya, Etika Pemerintah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 26.
3
1. Menurut Hamzah Ya’kub etika adalah ilmu tingkah laku manusia yang
berkaitan dengan prinsip-prinsip dan tindakan moral yang betul, atau
tepatnya etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang
buruk.4
2. Menurut Amin etika/akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti yang baik dan
buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada
lainnya. Menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan
mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.5
Ajaran etika berpedoman pada kebaikan dari suatu perbuatan yang dapat
dilihat dari sumbangasihnya dalam menciptakan kebaikan hidup sesama manusia,
baik buruknya seseorang dapat dilihat berdasarkan besar kecilnya ia memberikan
manfaat pada orang lain. Dalam menentukan baik buruknya seseorang, maka
yang menjadi tolak ukur adalah akal pikiran. Selain etika ada juga yang dapat
menentukan suatu perbuatan itu baik atau buruk yaitu akhlak. Namun dalam
menentukan baik atau buruknya perbuatan yang menjadi tolak ukur dalam akhlak
yaitu Al-Qur’an dan al-Sunnah.
2. Pengertian Estetika
Secara etimologis, etika berasal dari Bahasa Yunani ”aestetis” yang berarti
pengamatan indera atau sesuatu yang merangsang indera. Dalam bahasa Inggris
menjadi aesthetics atau esthetics yang berarti studi tentang keindahan. Estetika
merupakan pengetahuan yang berkaitan dengan objek yang dapat diamatidan
merangsang indera, khususnya karya seni.
4
dunia seni. Pertanyaan filosofis tentang seni membuat kita kritis untuk
mengusulkan perubahan dan kemajuan budaya seni. Oleh karena itu, seniman
akhirnya harus memiliki filosofi seninya sendiri dan mampu menerapkannya pada
karyanya guna mengembangkan budaya seni. Maka esensi dari memahami
filosofi seni sangat penting. Tanpa pemahaman filosofis yang baik, seniman
hanya mampu mengumpulkan informasi tentang berbagai teori filosofis untuk
kemudian menjadikannya sebagai pendekatan seninya terhadap kehidupan.
Misalnya, seorang seniman yang banyak membaca literatur sosialis menerapkan
prinsip-prinsip teoretis pada karyanya dan menyampaikan pesan moral yang
positif. Hal tersebut dinail sebagai tindakan positif karena seniman memberikan
kontribusi nyata pada budaya seni. Kekurangan dari tindakan tersebut adalah
kurang sesuai dengan filosofi. Seseorang yang mengumpulkan pengetahuan yang
ada dan kemudian menerapkannya adalah seorang teknokrat, bukan seorang
filsuf. Meskipun pengalaman dan dedikasi teknokrat sangat baik, namun ada
kebutuhan yang tidak terpenuhi untuk pengembangan seni itu sendiri; ide-ide
baru tumbuh dari filsuf seni. Maka dari itu berfilsafat secara masif dianjurakn
agar memberikan pesona baru pada karya seni yang dikerjakan.
5
bahwa orang yang memahami hukum kemudian mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari maka dianggap sebagai orang yang bijaksana.7 Arti lain
yang muncul dari akar kata tersebut adalah “kendali atau kekangan kuda”, yakni
bahwa keberadaan hukum pada hakikatnya adalah untuk mengendalikan atau
mengekang seseorang dari hal yang dilarang oleh agama. Makna “mencegah
atau menolak” juga menjadi salah satu arti dari lafadz ح ْك ُم
ُ yang memiliki akar
kata ح َك َم
َ tersebut. Mencegah ketidakadilan, mencegah kedzaliman, mencegah
penganiayaan, dan menolak mafsadat lainnya.
Al-Fayumi dalam buku hukum Islam, menyebutkan bahwa “َح َك َم بِ َم ْعنَى
َ َضى َو ْالف
ْصل َ َ”ق. Hukum bermakna memutuskan, menetapkan, dan menyelesaikan
setiap permasalahan.8 Dalam kamus Oxford sebagaimana dikutip oleh
Muhammad Muslehuddin, hukum diartikan sebagai “Sekumpulan aturan, baik
yang berasal dari aturan formal maupun adat, yang diakui oleh masyarakat dan
bangsa tertentu dan mengikat bagi anggotanya”.9
Selanjutnya Islam adalah bentuk mashdar dari akar kata اِ ْسالَ ًما-يُ ْسلِ ُم-َأ ْسلَ َم
dengan mengikuti wazn ًاالZZاِ ْف َع-ُ لZيُ ْف ِع- َلZ َأ ْف َعyang mengandung arti ُ ةZا ُد َوالطَّا َعZZََأاْل ِ ْنقِي,
ketundukan dan kepatuhan serta bisa juga bermakna Islam, damai, dan selamat.
Namun kalimat asal dari lafadz Islam adalah berasal dari kata -الَ ًماZس- َ يَ ْسلَ ُم-َسلِ َم
ً َو َسالَ َمةyang memiliki arti selamat (dari bahaya), dan bebas (dari cacat).10
Sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an surah Ali-Imran ayat 20 yang
berbunyi sebagai berikut:
7
Mardani, Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015), hlm. 14.
8
Zainudin Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 1.
9
Muhammad Muslehuddin, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis: Studi Perbandingan
Sistem Hukum Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997).
10
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), hlm. 654.
6
Islam bermakna sebagai sebuah ketundukan dan penyerahan diri
seorang hamba saat berhadapan dengan Tuhannya. Hal ini berarti bahwa
manusia dalam berhadapan dengan Tuhannya (Allah) haruslah merasa kerdil,
bersikap mengakui kelemahan, dan membenarkan kekuasaan Allah SWT.
Kemampuan akal dan budi manusia yang berwujud dalam ilmu pengetahuan
tidaklah sebanding dengan ilmu dan kemampuan Allah SWT. Kemampuan
manusia bersifat kerdil dan sangat terbatas, semisal hanya terbatas pada
kemampuan menganalisis, menyusun kembali bahan-bahan alamiah yang telah
ada untuk diolah menjadi bahan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia,
tetapi tidak mampu menciptakan dalam arti mengadakan dari yang tidak ada
menjadi ada.11
Hukum Islam (Fiqh Islam atau Syari’at Islam) adalah hasil daya upaya
para fuqaha dalam menerapkan syari’at Islam sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Istilah Hukum Islam walaupun berlafadz Arab, namun telah
dijadikan bahasa Indonesia sebagai padanan kata dari lafadz fiqh Islam, atau
syari’at Islam yang bersumber kepada Al-Qur’an, Al-Sunnah, ijma’ para
sahabat dan tabi’in.
11
Mardani, Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015), hlm. 8-9.
12
Hasbi as-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqih, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hlm. 20.
13
Manna’ Khalil al-Qhattan, At-Tasyri’ wa al-Fiqh fi al-Islam: Tarikhan wa Manhajan (ttt: Maktabah
Wahbah, 1976), hlm. 9.
7
Secara terminologis syari’ah diartikan sebagai tata aturan atau hukum-
hukum yang disyariatkan oleh Allah kepada hamba-Nya untuk diikuti.
Diperjelas oleh pendapat Manna’ al-Qaththan, bahwa syari’at berarti segala
ketentuan Allah yang disyariatkan bagi hamba-hamba-Nya, baik menyangkut
akidah, ibadah, akhlak, maupun muamalah.14
14
Ibid, hlm. 9.
15
Mahmud Syaltut, Al-Islam: ‘Aqidah wa Syari’ah, (ttt: Dar al-Qalam, 1966), hlm. 12.
16
Barmawi Umary, Materi Akhlak (Jakarta: Ramadhani, 1988), Hal. 3.
8
menjadi manusia yang baik. Sumber langsung ajaran moral adalah berbagai
orang dalam kedudukan yang berwenang, seperti orang tua dan guru, para
pemuka masyarakat dan agama. Sedangkan estetika merupkan ilmu yang
mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan, dan
mempelajari semua apsek yang disebut keindahan yang bisa dinilai baik atau
buruk. 17
17
Iqbal, Ahmad, Makalah Logika, Estetika, Etika dalam Ilmu Filsafat, Dalam Jurnal
https://www.academia.edu/10579400/Makalah_Logika_Estetika_Etika_dalam_Ilmu_Filsafat, Diakses pada
tanggal 1 September 2022, pukul 14.37.
9
ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.
Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.
Contoh lain yaitu etika makan dan minum, kita tidak boleh mencela makanan.
Sesuai dengan hadist Nabi
ُشتَ َهاهُ َأ َكلَهُ َو ِإنْ َك ِر َههُ تَ َر َكه ُّ َسلَّ َم طَعاَما ً ق
ْ ط ِإ ِن ا َ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو
َ ِس ْو ُل هللا
ُ َاب َر
َ َما ع
Artinya: “Rasulullah SAW tidak pernah mencela makanan, apabila beliau berselera,
(menyukai makanan yang telah dihidangkan) beliau memakannya, sedangkan kalau tidak
suka (tidak berselera), maka beliau meninggalkannya.”
Contoh dari moral sendiri yaitu membuang sampah pada tempatnya, sesuai
dengan Q.S. Al-Qashash: 77
سا َد فِى َ سن َك َمٓا َأ ْح
َ َسنَ ٱهَّلل ُ ِإلَ ْي َك ۖ َواَل تَ ْب ِغ ٱ ْلف ِ صيبَ َك ِمنَ ٱل ُّد ْنيَا ۖ َوَأ ْح
ِ ََنس ن
َ اخ َرةَ ۖ َواَل ت َ َوٱ ْبت َِغ فِي َمٓا َءاتَ ٰى َك ٱهَّلل ُ ٱلد
ِ َّار ٱ ْل َء
ْ ِ ٱَأْل ْر
ِ ض ۖ ِإنَّ ٱهَّلل َ اَل يُ ِح ُّب ٱ ْل ُمف
َس ِدين
Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi
dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Artinya: (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
10
Artinya: “Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan
mereka telah tertutup, dan mereka akan mendapat azab yang berat”. (Q.S. Al-
Baqarah: 7).18
Allah juga berfirman dalam Q.S. Al-Maidah ayat 7:
الصد ُْو ِر
ُّ ت َ ي َواثَقَ ُك ْم ِب ِه~ اِ ْذقُ ْلتُ ْم
ِ َواتَّقُوا هللاَ اِنَّ هللاَ َعلِ ْي ٌم بِ َذا, َس ِم ْعنَا َواَطَعْن ْ َو ْاذ ُك ُر ْوا نِ ْع َمةَ هللاِ َعلَ ْي ُك ْم َو ِم ْيثَاقَهُ الَّ ِذ
Artinya: “Dan ingatlah akan karunia Allah kepadamu dan perjanjian-Nya
yang telah diikatkan kepadamu, ketika kamu mengatakan,”Kami mendengar
dan kami menaati.” Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha
Mengetahui segala isi hati”. (Q.S. Al-Maidah: 7).19
Selain firman Allah SWT. dalam Al-Qur’an, juga terdapat hadits Nabi
yaitu, agama yang paling disukai adalah agama yang mudah lagi lapang.
ُ ِشقَةُ ت َْجل
ِ ب التَّ ْي
Begitu juga dengan kaidah hukum seperti س ْي َر َ اَ ْل َمdan sebagainya.20
18
Kemenag RI, Al-Qur’an: Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata, (Surabaya: Penerbit Nur
Ilmu, 2020), hlm. 3.
19
Ibid, hlm. 108.
20
Miftahul Huda, Filsafat Hukum Islam, (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2006), hlm. 40.
21
Hasby Assiddiqie, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan bintang, 1975), hlm. 123.
11
قُ ْل َمنْ َح َّر َم ِز ْينَةَهللاِ الَّتِ ْي~ اَ ْخ َرج. َس ِرفِيْن ْ س ِرفُ ْوا اِنَّهُ اَل يُ ِح ُّب ا ْل ُم ْ ُس ِج ٍد َّو ُكلُ ْوا َواش َْربُ ْوا َوالَت ْ يَبَنِ ْي~ اَ َد َم ُخ ُذ ْوا ِز ْينَتَ ُك ْم ِع ْن َد ُك ِّل َم
. َت لِقَ ْو ٍم يَّ ْعلَ ُم ْون ِّ َ َك َذلِ َك نُف,صةً يَّ ْو َم ا ْلقِيَ َم ِة
ِ َص ُل ااْل َي َ ِاخال َ َق قُ ْل ِه َي لِلَّ ِذيْنَ اَ َمنُ ْوا فِى ا ْل َحيَو ِة ال ُّد ْني ِ الر ْز
ِّ َت ِمن ِ َلِ ِعبَا ِد ِه َوالطَّيِّب
Artinya: “Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada
setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan.
Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. Katakanlah
(Muhammad), “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang
telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik-baik?
Katakanlah, semua itu untuk orang-orang yang beriman dalam kehidupan
dunia, dan khusus (untuk mereka saja) pada hari kiamat”. Demikiannlah kami
menjelaskan ayat-ayat itu untuk orang-orang yang mengetahui.” (Q.S. Al-
A’raf: 31-32).22
4. Keseimbangan Hak Rohani dan Jasmani
Islam mengajarkan kita dalam memenuhi kebutuhan tubuh dan
kebutuhan jiwa menempuh jalan yang seimbang. Hukum Islam menempatkan
umatnya pada tempat yang terletak antara kepentingan keduniaan dengan
kepentingan keakhiratan. Ajaran Islam dan perintah serta hukumnya menjadikan
umat Islam yang berwawasan di antara mereka yang terlalu dipengaruhi oleh
kehidupan kebendaan, antar mereka yang terlalu dipengaruhi oleh ajaran
rohaniyah menyiksa tubuh dan menjauhkan diri dari segala kenikmatan dunia.
Firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Qashshas: 77, sebagai berikut:
Artinya: “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di
dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi.
Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan. (Q.S. Al-
Qashshas: 77).
5. Perbaikan Hak-Hak Wanita
Kaum wanita dilepaskan dari belenggu kedzaliman yang membelenggu
hak-hak asasi mereka di zaman jahiliyah dan dibebaskan mereka dari
kesewenangan para suami serta diberikan kepada mereka hak dan kewajiban
yang karenanya terangkatlah mereka dari kehinaan. Mereka dijadikan anggota
yang turut bekerja dalam membina umat dan menjadi tulang punggung dalam
membangun masyarakat. Kepada para wanita diberikan beberapa hak baik
22
Kemenag RI. Al-Qur’an: Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata. (Surabaya: Penerbit Nur
Ilmu). Hlm. 154.
12
dalam bidang perkawinan maupun dalam bidang kehartaan antara suami dan
isteri seperti dalam hak dan kewajiban secara timbal balik.23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Etika adalah ilmu yang mempelajari mana yang baik dan buruk. Estetika adalah
ilmu tentang keindahan. Hukum Islam adalah hukum yang disyariatkan oleh
Allah kepada hamba-Nya untuk ditaati.
2. Perbedaan pokok antara etika, estetika, dan moral adalah etika berkaitan dengan
perbuatan manusia bersifat universal, sedangkan moral berkaitan dengan
bagaimana manusia harus bertindak menjadi manusia yang baik, dan estetika
23
Miftahul Huda. 2006. Filsafat Hukum Islam. (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press). Hlm. 41-42.
13
yaitu pebuatan mengapresiasi keindahan baik dari sisi keindahan atau
keburukannya.
3. Etika dan estetika hukum Islam antara lain hukum Islam mudah, tujuan hukum
Islam mewujudkan kemaslahatan dunia akhirat, membolehkan makan yang baik
dan berhias indah, keseimbangan hak rohani dan jasmani, serta perbaikan hak-hak
wanita.
14
DAFTAR PUSTAKA
Alfan, Muhammad. 2011. Filsafat Etika Islam. Bandung: Pustaka setia.
Ali, Zainudin. 2006. Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia.
Jakarta: Sinar Grafika.
Badroen, Faisal. 2006. Etika Bisnis Dalam Islam. Jakarta: Kencana Perdana Media
Group.
Beekum, Rafik Issa. 2004. Islamic Business Athics. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Huda, Miftahul. 2006. Filsafat Hukum Islam. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press.
Iqbal, Ahmad. Makalah Logika, Estetika, Etika dalam Ilmu Filsafat. Dalam Jurnal
https://www.academia.edu/10579400/Makalah_Logika_Estetika_Etika_dalam
_Ilmu_Filsafat. Diakses pada tanggal 1 September 2022, pukul 14.37.
Kemenag RI. 2020. Al-Qur’an: Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata.
Surabaya: Penerbit Nur Ilmu.
Muzakki, Akhmad. 2011. Pengantar Teori Sastra Arab. Malang: UIN Maliki Press.
15