Anda di halaman 1dari 1

a.

Untuk memahami tentang Ijma‟ Kehujjahan ijma’


Ijma adalah kesepakatan semua mujtahidin dikalangan Jumhur ulama‟ ushul fiqh berpendapat apabila rukun-rukun
umat islam pada suatu masa, setelah kewafatan ijma‟ telah terpenuhi, maka ijma‟ tersebut menjadi hujjah
Rasulullah SAW atas suatu hukum syar’I mengenai yang qath‟i (pasti) wajib diamalkan dan tidak boleh
suatu kejadian ataupun kasus. Ijma hanya ditetapkan mengingkarinya, bahkan orang yang mengingkarinya
setelah wafatnya Rasulullah SAW, karena ketika beliau dianggap kafir. Di samping itu, permasalahan yang telah
masih hidup, beliau sendirilah tempat kembalinya ditetapkan hukumnya melalui ijma‟, menurut para ahli
hukum syariat Islam ushul fiqh, tidak boleh menjadi pembahasan ulama generasi
b. Untuk mengetahui macam-macam ijma‟ berikutnya, karena hukum yang ditetapkan melalui ijma‟
Ada beberapa macam Ijma‟ antara lain merupakan hukum syara‟ yang qath‟i dan menempati
a. Ijma‟ kauli/ijma‟ sharih, yaitu ijma‟ yang urutan ketiga sebagai dalil syara‟ setelah Al-Qur‟an dan
dikeluarkan oleh para mujtahid secara lisan Sunnah
maupun tulisan yang mengeluarkan Tingkatan Ijma’
persetujuannya atas pendapat mujtahid lain pada Dilihat dari segi cara terjadinya kesepakatan terhadap
zamannya. hukum syara‟ itu, para ulama ushul fiqh membagi ijma‟
b. Ijma‟ sukuti/ijma‟ ghairul sharih, yaitu ijma‟ yang kepada dua bentuk, yaitu ijma‟ sharih lafzhi dan ijma‟
dikeluarkan oleh para mujtahid dengan cara diam, sukuti.
tidak mengeluarkan pendapatnya yang diartikan Ijma‟ sharih lafzhi ialah kesepakatan para mujtahid, baik
setuju atas pendapat mujtahid lainnya. melalui pendapat maupun melalui perbuatan terhadap
Jumhur ulama berpendapat bahwa ijma‟ yang dapat hukum masalah tertentu
dijadikan landasan hukum adalah ijma‟ sharih, Adapun ijma‟ sukuti adalah pendapat sebagian mujtahid
sedangkan ijma‟ sukuti tidak pada suatu masa tentang hukum suatu masalah dan
c. Bagaimana Ijma‟ menjadi hukum Islam ? tersebar luas, sedangkan sebagian mujtahid lainnya hanya
Karena Semua mujtahid dan bahkan semua umat Islam diam saja setelah meneliti pendapat mujtahid yang
sepakat (ijma‟) menetapkan sunah sebagai salah satu dikemukakan di atas, tanpa ada yang menolak pendapat
sumber hukum umat Islam Selain itu, ijma‟ ini harus tersebut
berdasarkan kepada Al-Qur‟an dan sunnah dan tidak Kemungkinan Terjadinya Ijma’
boleh didasarkan kepada yang lainnya. Para ulama ushul fiqh klasik dan modern telah membahas
2.2 Rukun dan Syarat ijma’ persoalan kemungkinan terjadinya ijma‟, mayoritas ulama
Jumhur ulama ushul fiqh mengemukakan bahwa rukun klasik mengatakan tidaklah sulit untuk melakukan ijma‟,
ijma‟ itu ada lima, yaitu : bahkan secara aktual ijma‟ itu telah ada. Mereka
1. Yang terlibat dalam pembahasan hukum syara mencotohkan hukum-hukum yang telah disepakati seperti
melalui ijma‟ tersebut adalah seluruh mujtahid. kesepakatan pembagian warisan bagi nenek seperenam
Apabila ada diantara mujtahid yang tidak setuju, dari harta warisan dan larangan menjual makanan yang
sekalipun jumlahnya kecil, maka hukum yang belum ada di tangan penjual. Akan tetapi ulama klasik
dihasilkan itu tidak dinamakan hukum ijma‟. lainnya seperti Imam Ahmad ibn Hanbal mengatakan bahwa
2. Mujtahid yang terlibat dalam pembahsan hukum itu siapa yang mengatakan adanya ijma‟ terhadap hukum
adallah seluruh mujtahid yang ada pada masa suatu masalah, maka ia berdusta, karena mungkin saja ada
tersebut dari berbagai belahan dunia Islam. mujtahid yang tidak setuju. Oleh sebab itu, menurutnya,
3. Kesepakatan itu diawali setelah masing-masing sangat sulit untuk mengetahui adanya ijma‟ terhadap
mujtahid mengemukakan pandangannya. hukum suatu masalah. Apabila ada orang yang bertanya
4. Hukum yang disepakati itu adalah hukum syara‟ apakah ijma‟ itu ada dan secara aktual terjadi, menurut
yang bersifat aktual dan tidak hukumnya secara Imam Ahmad ibn Hanbal, jawaban yang paling tepat adalah
rinci dalam Al-Qur‟an. “kami tidak mengetahui adanya mujtahid yang tidak setuju
5. Sandaran hukum ijma‟ tersebut haruslah al-Qur‟an dengan hukum ini.”
dan atau hadist Rasulullah saw. Contoh-contoh Ijma’
Terjadinya Ijma’ Dikumpulkan dan dibukukannya nash Al-Qur‟an sejak masa
Terjadinya Ijma‟ disebabkan oleh beberapa hal yaitu ; pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah bentuk
a. Karena pernah terjadi, dan hal itu diakui secara kesepakatn dari para ulama zaman sahabat. Ide
muttawatir pengumpulan Al-Qur‟an ini berasal dari Umar bin Khattab,
b. Pada masa awal islam,para mujtahid masih sedikit tapi kemudian Abu Bakar ash-Shiddiq mengumpulkan para
dan terbatas sehingga memungkinkan bagi mereka ulama saat itu , sehingga terjadi perdebatan, karena hal itu
untuk melakukan ijma‟ dan menetapkan suatu tidak diperintahkan oleh Rasulullah saw. tetapi akhirnya
ketetapan hukum. para ulama menyepakati untuk mengumpulkan dan
c. Ijma pada zaman sekarang sangat sulit terjadi, membukukan Al-Qur‟an.
karena jika seluruh mujtahid umat Muhammad 1. Penetapan tanggal satu Ramadhan atau tanggal satu
SAW berkumpul, artinya seluruh dunia berkumpul Syawwal harus disepakati oleh ulama di negerinya
untuk bersepakat dalam menetapkan suatu masing-masing berdasarkan ru‟yatul hilal.
ketetapan hukum. 2. Nenek mendapatkan harta warisan 1/6 dari cucunya
d. Ijma tidak mungkin terjadi, tidak akan ada dan tidak jika tidak terhijab. Ketetapan huum ini berdasarkan
akan pernah ada, karena persoalan agama sejak ijma‟ para sahabat, dan tidak ada yang membantahnya.
diutusnya nabi hingga kiamat merupakan masalah
yang disepakati.

Anda mungkin juga menyukai