Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH TAFSIR AHKAM II

Tentang Konsumsi “ QS. Al-Baqarah 168, An-Nahl 114, Al-Baqarah


172, Al-Mu’minun 51”
Disusun guna untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah tafsir ahkam
Dosen Pengampu : Dr. Mohammad Hasan Bisyri, M.Ag.

Nama Kelompok :
1. Suca Rizkiyawan (1218067)
2. Tegar Tuwafa Akhyani (1218080)

FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2019
PEMBAHASAN
A . QS . AL-BAQARAH AYAT 168

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.

QS . AN-NAHL AYAT 114

Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah
kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja
menyembah.

C . MAKNA MUFRODAT :
1.) An-nāsu, yaitu manusia, dalam hal ini manusia secara keseluruhannya
tanpa membeda-bedakan suku bangsa, etnik, dan bahkan agama sekalipun.
2.) Kuluu , yaitu makanlah, kosa kata ini yang terdapat dalam kedua ayat di
atas bahkan beberapa ayat yang akan di kutip nanti adalah kata (Al-akuluu)
yang lazim diartikan dengan makan. 1
Mendayagunakan harta atau infaq al-mal itu diistilahkan dengan al-akl,
demikian kata sebagian pakar di antaranya al-Raghib al-Ashfahani (w. 350
H/961 M), karena makan (konsumsi) itu adalah kebutuhan harta yang
paling besar. 2
3.) Halālan ṭayyiban, yaitu sesuatu yang halal lagi baik. Secara harfiah, halal
arti asalnya adalah lepas atau tidak terikat. Sedangkan thayyib berarti baik,
bagus (al-hasan), sehat (al-mu’afd), dan lezat (al-ladzidz).
4.) khuṭuwātisy-syaiṭān, yaitu langkah-langkah (bujukan setan).

1
Al-Syaukani, Fath al-Qadir, jil, 5, hlm. 169.
2
Al-Raghib al-Ashfahani, Mu’jam Mufradat li Alfazh al-Qur’an, [t.t], hlm. 16
5.) Asykurụ , yaitu pujian atau pernyataan terima kasih. Mengekspresikan atau
menampakan nikmat, lawannya adalah kufur, yaitu melupakan atau
menutup nutupi nikmat. Ekspresi nikmat (Syukur) itu bisa di bedakan ke
dalam tiga macam, yaitu syukur hati (syukr al-qalb), yaitu membayangkan
nikmat, dan syukur dengan lisan (syukr bi al-lisan), yaitu memuji pemberi
nikmat, dan syukur dengan seluruh anggota badan (syukru sa’ir al-
jawarih), yaitu memberdayakan nikmat dengan melibatkan seluruh
anggota badan sesuai dengan hak-haknya masing-masing. 3

D . ASBABUN NUZUL
QS . AL-BAQARAH AYAT 168
Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun mengenai sesuatu kaum yang
terdiri dari bani saqif, Bani Amir bin Sa’sa’ah, Khuza’ah dan Bani Mudli. Mereka
mengaharamkan menurut kemauan sendiri, memakan beberapa jenis binatang
seperti bahirah yaitu unta betina yang telah beranak lima kali dan anak kelima itu
jantan, lalu di belah telingannya dan wasilah yaitu domba yang beranak dua ekor,
satu jantan dan satu betina lalu anak yang jantan tidak boleh di makan dan harus
di serahkan pada berhala. Padahal Allah tidak mengharamkan memakan jenis
binatang itu, bahkan telah menjelaskan apa-apa yang di haramkan memakannya di
dalam Al-Qur’an.

E . TAFSIR GLOBAL
Secara umum, kedua ayat di atas bahkan juga beberapa ayat lain yang senada
pada prinsipnya memberikan keleluasaan dalam arti mempersilahkan manusia
untuk mengonsumsi (makan,minum,memakai,menggunakan,berkendaraan,dll).
Barang – barang ekonomi yang ada di permukaan maupun di dalam perut bumi
dll. Hanya saja, demi kebaikan (kesehatan dan kemaslahatan) manusia itu sendiri.
Al-Quran memberikan cataan bahwa meskipun secara umum boleh di konsumsi,
namun pada saat yang bersamaan Allah memberikan catatan bahwa yang boleh di
konsumsi hanyalah yang halal lagi baik (halalan thayibban). Sedangkan barang
barang ekonomi terutama makanan dan minuman yang mengandung keburukan
(khaba’ist), di haramkan berkonsumsi. Tuntutan untuk mengkonsumsi barang
barang ekonomi yang halal dan baik, itu oleh kedua ayat diatas dan beberapa ayat
lain di arahkan pada sesama manusia tanpa membeda bedakan jenis kelamin,
status sosial, suku, bangsa dan negara atau bahkan juga tidak atas dasar agama
sekalipun.

3
Al-Raghib al-lshfahani, Mu’jam Mufradat Alfazh al-Qur’an, hlm. 272.
F . TAFSIR EKONOMI

Hai manusia, silahkan kamu makan apa saja yang ada di dalam bumi, selama
makanan itu mrmnuhi standar halal lagi baik. Terdapat perbedaan antara halal dan
baik. Setiap yang halal belum tentu baik (thayyib), meskipun setiap yang baik
(thayyib) hampir dapat di pastikan halal. Sungguhpun demikian, dalam kehidupan
modern sekarang yang umumnya dihadapkan dalam berbagai produk
perdagangan, terutama kuliner adalah label halal, jarang atau malahan sama sekali
tidak mencantumkan label thayyib. Padahal, sebagaimana pernah di singgung,
setiap yang baik itu dipastikan halal, meskipun belum tentu semua, apalagi setiap
yang dihalalkan itu adalah baik.

Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan yang selalu


menjerumuskan manusia kepada yang haram dan buruk (khaba’ist) , karena setan
itu bagaimanapun adalah musuh yang nyata bagi kamu (manusia). Banyak ayat
dalam Al-Qur’an yang menegaskan bahwa setan adalah musuh yang nyata bagi
manusia.

Maka hendaklah kamu makan apa saja yang telah Allah berikan kepadamu
dengan syarat makanan itu benar-benar halal lagi baik sebagaimana telah
diuraikan di atas. Termasuk dalam kategori baik adalah dari segi kebersihan,
kesehatan, gizi, dan lain sebagainya.

Dan hendaklah kamu bersyukur kepada Allah, jika kamu benar benar hanya
bersujud kepada-Nya. Termasuk ke dalam bentuk syukur adalah perbuatan
mengonsumsi makanan dan minuman yang halalan thayyiban itu.
G . KESIMPULAN

Ayat ini menyimpulkan bahwa surat ini mengenai makanan halal. “Maka makanlah
yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah
nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. Semua jenis makanan yang
tidak diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
A . QS . AL - BAQARAH AYAT 172

Hai orang-orang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang telah
kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya
kepadanya kamu menyembah.

QS . AL - MU’MINUN AYAT 51

Hai rasul-rasul makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal
yang shaleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

C . MAKNA MUFRODAT
Ath-thayyibat : makanan dan buah-buahan yang baik dan lezat rasanya.
Ummatukum : Agama dan syari’at kalian.
Fataqaththa’u : Mereka memotong-motong dan merobek-robek.
Amruhum : perkara agama mereka.
Zuburan : bentuk jamak dari zabur, yakni potongan-potongan.
Fada’hum : maka biarkan mereka.
Ghaamratuhum : makna asalnya ialah air yang menenggelamkan dan menutupi
tubuh, tetapi yang dimaksud ialah kebodohan.
Hatta hin : hingga mereka mati, lalu berhak menerima adzab.
Namudduhum : Kami memberikannya sebagai bantuan bagi mereka. 4

4
Tafsir Al Mishbah : pesan , kesan keseresian Al-Qur’an
D . ASBABUN NUZUL
QS . AL – BAQARAH AYAT 172
Penjelasan tentang makanan-makanan yang diharamkan tersebut
dikemukakan dalam konteks mencela masyarakat Jahiliyah, baik di Mekkah
maupun di Madinah, yang memakannya. Mereka misalnya membolehkan
memakan binatang yang mati tanpa disembelih dengan alasan bahwa yang
disembelih atau dicabut nyawanya oleh manusia halal, maka mengapa haram yang
dicabut sendiri nyawanya oleh Allah.
Penjelasan tentang keburukan ini dilanjutkan dengan uraian ulang tentang
mereka yang menyembunyikan kebenaran, baik menyangkut kebenaran Nabi
Muhammad, urusan kiblat, haji dan umroh, maupun menyembunyikan atau akan
menyembunyikan tuntunan Allah menyangkut makanan. Orang-orang Yahudi
misalnya, menghalalkan hasil suap, orang-orang Nasrani membenarkan sedikit
minuman keras, kendati dalam kehidupan sehari-hari tidak sedikit dari mereka
yang meminumnya dengan banyak.

E . TAFSIR GLOBAL
Baik ayat 172 Surah Al-Baqarah (2) maupun ayat 51 Surah al-muminun (23),
pada intinya memerintahkan orang-orang beriman dan terutama para utusan Allah
supaya mengonsumsi makanan dan minuman yang baik-baik (thayyiban); serta
mensyukuri anugerah Allah dengan berbuat hal-hal yang baik (beramal shaleh).
Di antara hal yang menarik di dalam kedua ayat ini terutama Surah al-mu’minun
(23) ayat 51 ialah redaksi ayatnya yang tidak mencantumkan kata kata halalan
sebagaimana dalam surah al-baqarah (2): 168 dan an-nahl (16): 114 yang telah
penulis jelaskan. Sebab, selain orang-orang beriman dan para nabi itu sudah
termasuk (include) di dalam khithab Surah al-baqarah (2): 172 dan an-nahl (16):
114, juga di pastikan sejatinya orang-orang mukmin dan terutama para nabi, itu
hanya mengonsumsi makanan dan minuman yang halal. Atas pertimbangan ini
maka cukup dengan mengingatkan makanan dan minuman yang baik. Termasuk
ke dalam kategori makanan dan minuman yang baik adalah bersih (higienis),
bergizi, dan tidak menimbulkan akibat negatif.
F . TAFSIR EKONOMI

Yaitu hai orang-orang yang beriman silahkan kalian makan dan minum yang
baik-baik, yang telah kami(allah) rezekikan kepada kalian memlalui aktivitas
ekonomi yang kalian lakukan. Kata abdul Mun’im Ahmad Tu’ailab, Rabb kita
yang maha tinggi lagi maha agung, menyeru orang-orang beriman supaya
mengonsumsi, mengelola, dan memiliki barang atau jasa yang halal dan toyyib.
Pengungkapan semua itu dengan symbol makan dan minum (al-akl) sebagaimana
akan diuraikan nanti mengingat makan dan minum itu adalah pengenuhan hajat
manusia yang paling mendasar. Kecuali itu, allah yang maha suci juga menuntut
orang-orang beriman supaya mensyukuri nikmat yang diberi oleh pemberi nikmat
(al-mu’im) yang maha suci nama-namanya, dan sangat berkah segala nikmanya.
Yang demikian merupakan hal yang sangat diagungkan pembalasannya, dan
dikabulkan do’anya.

Dan hendaklah kamu bersyukur kepda allah, jika kamu benar-benar hanya
bersujud kepadanya.

Hai para rasul, silahkan kalian makan dan minum dari makanan dan minuman
yang baik-baik, dan hendaklah kamu beramal sholeh, karena sesungguhya aku
(allah), itu maha mengetahui apa saja yang kamu kerjakan. 5

Abdul Mu’nim Ahmad Tu’aliab, ketia menafsirkan ayat 172 surat al-baqarah dan
kaitanya dengan surat al mu’minun (23):51, mengungkapkanya demikian: “Rabb
kita yang maha tinggi lagi maha agung, menyiruh orang-orang beriman (ahl al-
iman) supaya mengonsumsi, menyimpan, mengelola, dan memiliki barang atau
jasa yang halal lagi tayyib. “pengungkapan semua itu dengan menggunakan
symbol kata al-akl (makan dan minum) mnegingat makan dan minum itu adalah
pemenuhan hajat manusia yang paling mendasar. Kecuali itu, allah yang maha
suci juga menuntut orang-orang beriman supaya mensyukuri nikmat yang
diberikan olehnya, sebagai pemberi nikmat (al-mu’nim) yang maha suci nama-
namanya, dan sangat berkah segala nikmatnya. Yang demikian itu, yang
mengonsumsi, menyimpan, mengelola, dan memiliki barang/jasa dengan cara
yang halal dan baik, itu merupakan hal-hal yang sangat diagungkan
pembalasannya, dan dikabulkan doanya.

5
Abdul Mun’im Ahmad Tu’ailab, Fath al-Rahman fi Tafsir Al-Qur’an, jil. 1, hlm. 202-203
G . KESIMPULAN
Pengertian konsumsi dalam ekonomi Islam adalah memenuhi
kebutuhan baik jasmani maupun rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi
kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan kesejahteraan
atau kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah).Berdasarkan ayat Al Qur’an dan
Hadist di atas dapat dijelaskan bahwa yang dikonsumsi itu adalah barang atau jasa
yang halal, bermanfaat, baik, hemat dan tidak berlebih-lebihan
(secukupnya).Perilaku konsumen adalah kecenderungan konsumen dalam
melakukan konsumsi, untuk memaksimalkan kepuasanya. Perilaku konsumen
dalam ekonomi islam diantaranya harus meliputi : Prinsip syariah, prinsip
kuantitas, prinsip prioritas, prinsip sosial. Dalam ekonomi Islam konsumsi
dikendalikan oleh lima prinsip dasar sebagai berikut : Prinsip keadilan, prinsip
kebersihan, prinsip kesederhanaan, prinsip kemurahan hati dan priinsip moralitas.
DAFTAR PUSTAKA

Al mahali, Imam & Imam as-suyuti.1439. Tafsir Jalalain. Jakarta: Ummul Qur’an

Al-Maragi, Ahmad Mustafa. 1978. Tafsir Al-Maragi, Semarang: PT Karya Toha


Putra

Bahreisy, Salim & H.Said Bahreisy. 1987. Tafsir Ibnu Katsier Jilid 1, Surabaya:
PT Bina Ilmu

Tarigan, Azhari Akmal. 2002. Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Alquran. Bandung: Cita
Pustaka Media Perintis

Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah vol 1 . Jakarta: Lentera Hati

Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah vol 7 . Jakarta: Lentera Hati

Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa 1974. Tafsir Al Maraghi 18: Semaran: CV Toha


Putra Semarang.

Anda mungkin juga menyukai