Anda di halaman 1dari 19

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI1

KATA PENGANTAR.2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah...................................................................................................................3

B. Pengertian Wakaf4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Ayat-ayat al-Quran yang berkaitan dengan Wakaf.....................................................7

1. Quran : al Hajj :

77..

2. Quran : al Baqarah :

261..7

3. Quran Ali Imran :

92.8

B. Perwakafan Dalam Undang-Undang Di Indonesia...12


C. Regulasi Perwakafan di Indonesia.....13
D. Benda Tidak Bergerak yang Dapat Diwakafkan...13
E. Benda Bergerak yang dapat Diwakafkan...13
F. Unsur-Unsur Wakaf...13

BAB III

1
KESIMPULAN17

DAFTAR

PUSTAKA

19

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunianya

saya dapat menyelesaikan pembuatan tugas makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini

berjudul Wakaf .

Di dalam pembuatan makalah ini, saya berusaha menguraikan dan menjelaskan tentang

Wakaf. Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati kami menyampaikan terima kasih

kepada Bpk Mulyani Ahmad SH.MA MIM selaku dosen Hukum Islam Fakultas Hukum. Yang

telah memberikan kami waktu dan kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini.

Akhir kata saya menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna dan

banyak kekurangannya, oleh karena itu kami mengharapkan saran, kritik dan petunjuk dari

berbagai pihak untuk pembuatan makalah ini menjadi lebih baik dikemudian hari.

Semoga makalah yang telah kami buat ini dapat bermanfaat dan menjadi bahan informasi

pada masa yang akan datang, khususnya bagi Mahasiswa/I Fakultas Hukum Sekolah Tinggi

Hukum Painan. Terima kasih

2
Tangerang, 22 Februari 2013

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Wakaf merupakan salah satu ibadah kebendaan yang penting yang secara ekplisit tidak

memiliki rujukan dalam kitab suci Al-Quran. Oleh karena itu, ulama telah melakukan identifikasi

untuk mencari induk kata sebagai sandaran hukum. Hasil identifikasi mereka juga akhirnya

melahirkan ragam nomenklatur wakaf yang dijelaskan pada bagian berikut.

Wakaf adalah institusi sosial Islami yang tidak memiliki rujukan yang eksplisit dalam al-

Quran dan sunah. Ulama berpendapat bahwa perintah wakaf merupakan bagian dari perintah

untuk melakukan al-khayr (secara harfiah berarti kebaikan). Dasarnya adalah firman Allah

berikut :

...dan berbuatlah kebajikan agar kamu memperoleh kemenangan[1]

Imam Al-Baghawi menafsirkan bahwa peerintah untuk melakukan al-khayr berarti perintah

untuk melakukan silaturahmi, dan berakhlak yangbaik[2]. SementaraTaqiy al-Din Abi Bakr

Ibn Muhammad al-Husaini al-Dimasqi menafsirkan bahwa perintah untuk melakukan al-khayr

3
berarti perintah untuk melakukan wakaf.[3] Penafsiran menurut al-Dimasqi tersebut relevan

(munasabah) dengan firman Allah tentang wasiyat.

[4]

Kamu diwajibkan berwasiat apabila sudah didatangi (tanda-tanda) kematian dan jika kamu

meninggalkan harta yang banyak untuk ibu bapak dan karib kerabat dengan acara yang maruf;

(ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang takwa.

Dalam ayat tentang wasiat, kata al-khayr diartikan dengan harta benda. Oleh karena itu,

perintah melakukan al-khayr berarti perintah untuk melakukan ibadah bendawi. Dengan

demikian, wakaf sebagai konsep ibadah kebendaan berakar pada al-khayr. Allah memerintahkan

manusia untuk mengerjakannya.

B. Pengertian Wakaf

Menurut bahasa Wakaf berasal dari waqf yang berarti radiah (terkembalikan), al-tahbis

(tertahan), altasbil (tertawan) dan al-manu (mencegah).[5] disebut pula dengan al-habs (al-

ahbas, jamak). Secara bahasa, al-habs berarti al-sijn (penjara), diam, cegah, rintangan, halangan,

tahanan, dan pengamanan. Gabungan kata ahbasa (al-habs) dengan al-mal (harta) berarti

wakaf (ahbasa al-mal).[6]

Penggunaa kata al-habs dengan arti wakaf terdapat dalam beberapa riwayat. Yaitu :

Pertama, dalam hadits riwayat Imam Bukhari dari Ibn Umar yang menjelaskan bahwa Umar

Ibn al-Khatab datang kepada Nabi saw. Meminta petunjuk pemanfaatan tanah miliknya di

Khaibar. Nabi saw. Bersabda:

4
Bila engkau menghendaki, tahanlah pokoknya dan sedekahkanlah hasinya (manfaatnya)![7]

Kedua, dalam hadits riwayat Ibn Abbas (yang dijadikan alasan hukum oleh Imam Abu Hanifah)

dijelaskan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda :

[8]

Harta yang sudah berkedudukan sebagai tirkah (harta pusaka) tidak lagi termasuk benda

wakaf.

Dalam hadits dikatakan bahwa wakaf disebut dengan sedekah jariah (shadaqat jariyah) dan

al-habs (harta yang pokoknya dikelola dan hasilnya didermakan).[9] Oleh karena itu,

nomenklatur wakaf dalam kitab-kitab haditas dan fiqih tidak seragam.. Al-Syarkhasi dalam kitab

al-Mabsuth, memberikan nomenklatur wakaf dengan Kitab al-waqf,[10] Imam Malik

menuliskannya dengan nomenklatur Kitab Habs wa al-Shadaqat,[11] Imam al-SyafiI dalam al-

Umm memberikan nomenklatur wakaf dengan al-Ahbas,[12] dan bahkan Imam Bukhari

menyertakan hadits-hadits tentang wakaf dengan nomenklatur Kitab al-Washaya.[13] Oleh

karena itu secara nomenklatur wakaf ddisebut dengan al-ahbas, shadaqat jariyat, dan al-waqf.

Secara normative idiologis dan sosiologis perbedaan nomenklatur wakaf tersebut dapat

dibenarkan, karena landasan normative perwakafan secara eksplisit tidak terdapat dalam al-

Quran atau al-Sunna dan kondisi masyarakat pada waktu itu menuntut akan adanya hal tersebut.

Oleh karena itu, wilayah Ijtihad dalam bidang wakaf lebih besar dari pada wilayah Tauqifi-Nya.

Ketiga, sebab nuzul (salah satu ayat) dalam surat an-nisaa dalam penjelasan Imam Syuraih

adalah bahwa:

[14]

Nabi Muhammad saw. menjual benda wakaf.

Menurut Istilah, wakaf berarti :

5
[15]

Penahanan harta yang memungkinkan untuk dimanfaatkan desertai dengan kekal zat/benda

dengan memutuskan (memotong) tasharruf (penggolongan) dalam penjagaannya atas Mushrif

(pengelola) yang dibolehkan adanya.[16]

Atas dasar sejumlah riwayat tersebut, nomenklatur wakaf dalam kitab-kitab hadits dan fikih

tidaklah seragam. Al-Syarkhasi dalam kitab al-Mabsut memberikan nomenklatur wakaf dengan

al-Wakaf, Imam al- Syafii dalam al-Um memberikan nomenklatur wakaf dengan al-Ahbas,[17]

dn bahkan Imam Bukhari menyertakan hadits-hadits tentang wakaf dengan nomenklatur Kitab

al-Washaya.[18] Oleh karena itu, secara teknis, wakaf disebut dengan al-ahbas, shadaqah

jariyah, dan al-wakaf

Keragaman nomenklatur wakaf terjadi karena tidak ada kata wakaf yang eksplisit dalam Al-

Quran dan hadits. Hal ini menunjukan bahwa wilayah ijtihad dalam bidang wakaf lebih besar

dari pada wilayah tawqifi.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ayat-ayat al-Quran yang berkaitan dengan Wakaf

Seperti telah diuangkapkan di muka, bahwa secara eksplisit tidak ditemukan ayat al-Quran yang

mengatur tentang wakaf, namun secara implisit cukup banyak ayat-ayat yang bisa jadi dasar

hukum tentang wakaf, yaitu beberapa ayat tetang infak diantaranya :

1. Quran : al Hajj : 77

) ( ( ) (

) ( ) (

][19

Wahai orang-orang yang beriman! Rukuklah, sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah

kebaikan agar kamu beruntung.

2. Quran : al Baqarah : 261

) (

) (

7
( ) ( ) ( )

[20] ) (

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di

jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap

butir: seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah

Maha luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.

3. Quran Ali Imran : 92

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan

sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah

mengetahuinya.

, , :

, : : .

: :

Kutipan Al-Quran surat Ali Imran ayat 92 tersebut benar-benar menyentuh. Ternyata

menafkahkan harta yang kita cintai merupakan salah satu jalan sekaligus syarat untuk

menyempurnakan semua kebajikan lain yang sudah, sedang, dan akan kita lakukan. Bisa jadi

seseorang telah banyak berbuat baik. Tampaknya dengan menafkahkan sebagian hak milik yang

8
sangat dicintai untuk perjuangan di jalan Allah, barulah akan sampai kepada

kebajikan/keshalehan yang sempurna.

Sabab Nuzul ayat tersebutadalah, Seperti diterangkan dalam hadits Nabi yang diriwayatkan

oleh Imam Buchori, Muslim, Tarmidzi, dan An-Nasai, yang diterima dari Anas bin Malik,

Beliau menrangkan :

Abu Tholhah diantara salah seorang Sahabat Nabi yang paling banyak memiliki kebun

kurmanya di Madinah, salah satunya kebun kurma Bairuha, kebun tersebut berhadapan dengan

Masjid tempat Nabi sembahyang dan Nabi sering keluar masuk memakan kurma tersebut dan

meminum airnya yang harum.

Ketika turun ayat tersebut (Ali Imran : 92) Tholhah langsung mendatangi Rasull lalu ia

berkata, :Ya Rasulullah, sesungguhnya kekayaan yang sangat kucintai yaitu kebun kurma

Bairuha, karena ada perintah dari Allah melalui ayat tadi, kusedekahkan bairuha ini kepadamu

Ya Rasulullah.

Mendengar ucapan Abu Tholhah, Rasulullah berkata, wahai Tholhah sungguh engkau

beruntung, kebun kurma itu membawa keberuntungan, kalau begitu alangkah baiknya

disedekahkan kebun kurma itu kepada karib kerabatmu. Timpal Abu Tholhah, ya Rasulullah

akan kusedekahkan harta itu sesuai dengan petunjukmu Ya Rasulullah.

Kemudian dalam Riwayat Abi Hatim dari Muhammad bin Al-Munkodir, beliau berkata,

bahwa ketika turun ayat Ali Imran ke 92, datang sahabat Zaid bin Haritsyah membawa seekor

kuda yang bernama Sibul, Zaid tidak memiliki lagi kekayaan lain selain kuda itu.

Beliau berkata, Ya Rasulullah saya datang akan menyerahkan kuda ini untuk kepentingan

agama, Rasull menjawab Aku menerima sedekahmu wahai Zaid.

9
Selanjutnya oleh Rasulullah ditunggangkan diatas punggung kuda itu Usamah bin Zaid

anaknya Zaid, lantas Rasull melihat muka Zaid agak muram masih merasa berat hati melepaskan

kuda kesayangannya.

Namun Rasulullah melanjutkan perkataannya. Sesungguhnya Allah telah menerima sedekah

engakau Zaid.

Pemahaman konteks atas ajaran wakaf juga diambilkan dari beberapa hadits Nabi yang

menyinggung masalah shadaqah jariyah, yaitu :

( )

Dari Abu Hurairah ra. Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda : Apabila anak Adam

(manusia meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara:

Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya.

(HR. Muslim)

Penafsiran shadaqah jariyah dalam hadits tersebut dikataakan asuk dalam pemebahasan wakaf,

seperti yang diuangkapkan seorang Imam

Hadit tersebut dikemukakan di dalam bab wakaf, karena para ulama menafsirkan shadaqah

jariyah dengan wakaf[21].

Hadits Nabi yang secara tegas menyinggung dianjurkannya ibadah wakaf, yaitu perintah Nabi

kepada Umar untuk mewakafkan tanahnya yang ada di Khaibar :

10
:

( )

Dari Ibnu Umar ra. Berkata, bahwa sahabat Umar Ra. Memperoleh sebidang tanah d Khaibar

kemudian menghadap kepada Rasulullah untukm memohon petunjuk Umar berkata : Ya

Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan

harta sebaik itu, maka apakah engkau perintahkan kepadaku ? Rasulullah menjawab: Bila kamu

suka, kamu tahan (pokoknya) ntanah itu, dan kamu sedekahkan (hasilnya). Kemudian Umar

menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil

dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu

(pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau makan dengan

tidak bermaksud menumpuk harta (HR. Muslim).

Pada sabda Nabi yang lainnya disebutkan :

) :

Dari Ibnu Umar, ia berkata : Umar mengatakan kepada Nabi Saw, saya mempunyai seratus

dirham saham di Khaibar. Saya belum pernah mendapat harta yang paling saya kagumi seperti

itu. Tetapi saya ingin menyedekahkannya. Nabi Saw mengatakan kepada Umar : Tahanlah

(jangan jual, hibahkan dan wariskan) asalnya (modal pokok) dan jadikan buahnya sedekah

untuk sabilillah (H.R. Bukhari dan Muslim).

11
Bertitik tolak dari beberapa ayat al-Quran dan hadits Nabi yang menyinggung tentang akaf

tersebut nampak tidak terlalu tegas. Karena itu sedikit sekali hukum-hukum wakaf yang

diterapkan berdasarkan kedua sumber tersebut. Sehingga ajaran wakaf ini diletakan pada wilayah

yang bersifat ijtihadi, bukan taabudi, khususnya yang berkaitan dengan aspek pengelolaan, jenis

wakaf, syarat, peruntukan dan lain-lain.

Meskipun demikian, ayat al-Quran dan Sunnah yang sedikit itu mampu menjadi pedoman

para ahli fikih Islam. Sejak masa Khulafaur Rasyidun sampai sekarang, dalam membahas dan

mengembangkan hukum-hukum wakaf dengan menggunakan metode penggalian hukum (ijtihad)

mereka. Sebab itu sebagian besar hukum-hukum wakaf dalam Islam ditetapkan sebagai hasil

ijtihad, dengan menggunakan metode ijtihad seperti qiyas, maslahah mursalah dan lain-lain.

Oleh karenanya, ketika suatu hukum (ajaran) Islam yang masuk dalam wilayah ijtihadi,

maka hal tersebut menjadi sangat fleksibel, terbuka terhadap penafsiran-penafsiran baru,

dinamis, fururistik dan berorientasi pada masa depan. Sehingga dengan demikian, ditinjau dari

aspek ajaran saja, wakaf merupakan sebuah potensi yang cukup besar untuk bisa dikembangkan

sesuai dengan kebutuhan zaman. Apalagi ajaran wakaf ini termasuk bagian dari muamalah yang

memiliki jangkauan yang sangat luas, khususnya dalam pengembangan ekonomi lemah.

Memang, bila ditijau dari kekuatan sandaan hukum yang dimiliki, ajaran wakaf merupakan

ajaran yang bersifrat anjuran (sunnah), namun kekuatan yang dimiliki sesungguhnya begitu besar

sebagai tonggak menjalankan roda kesejahteraan masyarakat banyak. Sehingga dengan

demikian, ajaran wakaf yang masuk dalam wilayah ijtihadi, dengan sendirinya menjadi

pendukung non manajerial yang bisa dikembangkan pengelolaannya secara optimal.

B. Perwakafan Dalam Undang-Undang Di Indonesia

12
1. Wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi yang perlu

dikelola secara efektif dan efisien untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan

umum.

2. Wakaf merupakan perbuatan hukum yang telah lama hidup dan dilaksanakan dalam

masyarakat.

C. Regulasi Perwakafan di Indonesia

1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tantang Wakaf

3. Peraturan pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004

4. Peraturan pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik[22]

D. Benda Tidak Bergerak yang Dapat Diwakafkan

1. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik
yang sudah terdaftar maupun yang belum terdaftar.

2. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah dan atau bangunan.

3. Tanaman dan beda lain yang berkaitan dengan tanah

4. Hal milik atas satuan rumah sesuai dengan peraturan perundag-undangan yang berlaku.

5. Benda tidak bergerak lain yang sesuai dengan sejarah dan peraturan perundang-unagan.

E. Benda Bergerak yang dapat Diwakafkan

1. Uang Rupiah

2. Logam Mulia

3. Surat Berharga

4. Benda bergerak lain yang berlaku

5. Kendaraan

13
6. Hak atas kekayaan intelektual

7. Hak sewa sesuai ketentuan syariah dan peraturan perunda-undanga yang berlaku.

F. Unsur-Unsur Wakaf

1. Wakif

2. Nadzir

3. Harta Benda Wakaf

4. Peruntukan Wakaf

5. Jangka Waktu Wakaf

6. Sighat Wakaf/Akad

1. WakIf

1. Wakaf perseorangan (dewasa, sehat, dan cakap) Organisasi (Pengurus) memenuhi syarat

Sebagai wakaf perseorangan, bergerak dalam bidang

sosial/pendidikan/kemasyarakatan/keagamaan Islam.

2. Badan Hukum (Pengurus memenuhi syarat sebagai wakif perseorangan, Badan Hukum sah,

bergerak dalam bidang sosial/pendidikan/keagamaan Islam dan kemasyarakatan

3. Pemilik sah harta benda yang akan diwakafkan.

2. NadzIr

1. Nadzir Perorangan (dewasa, sehata, cakap).

2. Organisasi (Pengurus memenuhi syarat sebagai Nadzir perseorangan, bergerrak dalam bidang

sosial/pemdidikan/kemasyarakatan/keagamaan Islam.

3. Badan Hukum (Pengurus memenuhi syarat sebagai Nadzir perseorangan, Badan Hukum sah,

14
bergerak dalam bidang sosial/ pendidikan/kemasyarakatan /keagamaan Islam.

4. Terdaftar di BWI dan Kemenag (Pendaftaran dapat dilaksanakan setelah proses wakaf bagi

nadzir baru.

3. Tugas Nadzir

1. Pengadministrasian

2. Mengelola dan mengembangkan harta wakaf sesuai tujuan

3. Mengawasi proses pengelolaan

4. Melaporkan hasil pengelolaan kepada BW) dan Kemenag.

Nadzir dapat memperoleh imbalan maksimal 10 % dari hasil pengelolaan.

4. Tata Cara Perwakafan Tanah Milik

1. Calon Wakif menyerahkan bukti kepemilikan tanah yang akan diwakafkan berupa sertifikat,

Keterangan tidak sengketa Pendaftaran tanah, Keterangan Bupati tentang kesesuaian Master

Plan untuk diteliti PPAIW.

2. PPAIW melakukan pemeriksaan terhadap Nazir.

3. Wakif menyatakan Ikrar Wakaf dihadapan PPAIW dengan dihadiri Wakif dan 2 orang saksi

bermaterai cukup

4. PPAIW menuangan Ikrar Wakaf alam bentuk tertulis

5. PPAIW menuangkan membuat AIW ditandatangani Wakif, Nazir, Saksi dan PPAIW.

6. AIW diserahkan kepada Nazir beserta dokumen tanah.

7. PPAIW menerbitkan pendaftaran wakaf dan mendaftarkan kepada BWI dan Menteria Agama

dengan tembusan Kemenag dan Kanwil Kemenag Provinsi.

8. PPAIW memberikan bukti pendaftaran harta wakaf kepada Nazir.

9. Nazir mengurus sertifikat tanah wakaf ke BPN.

15
10. Terbit Sertifikat Tanah Wakaf.

K. Wakaf Benda Bergerak Selain Uang

1. Calon Wakif menyerahkan dokumen bukti kepemilikan hata benda wakaf (jika ada)

2. PPAIW melakukan pemeriksaan Nazhir.

3. Wakif menyatakan Ikrar Wakaf di hadapan PPAIW dengan dihadiri Wakif dan dua oang saksi.

4. PPAIW menuangkan Ikrara Wakaf dalam bentuk tertulis

5. PPAIW membuat AIW ditandatangani Wakif, Nazhir, saksi, PPAIW bermaterai cukup.

6. AIW disrahkan kepada Nazhir beserta Harta Wakaf.

7. PPAIW mendaftarkan Benda Wakaf kepada BWI dan Menag dengan tembusan Kemenag dan

Kanwil Kemenag Provinsi.

8. Nazhir mengurus pengalihan bukti kepemilikan kepada Instansi terkait.

9. Terbit bukti kepemilikan Harta Benda Wakaf.

16
BAB III

KESIMPULAN

1. Wakaf menahan dzat/benda dan membiarkan nilai manfaatnya demi mendapatkan pahala dari
Allah Taala.
2. Merupakan ibadah kebendaan yang secara tekstualitas tidak ditemukan ayat nya di dalam al-
Quran, kecuali ada beberapa hadist Nabi yang secara eksplisit memberikan kepastian tentang

hukum wakaf.
3. Wakaf adalah amalan yang disunnahkan, teermasuk jenis sedekah yang paling utama yang
dianjurkan Allah dan termasuk bentuk taqarrub yang ermulia, serta merupakan bentuk

kebaikan dan ihsan yang terluas serta banyak manfaatnya.


4. Wakaf merupakan amal yang tidak pernah terputus, meski orang yang memberikan wakaf
sudah meninggal dunia.
5. Wakaf ditentukan peruntukannya, seperti untuk sarana peribatan seperti; masjid, langgar,
mushala, yayasan pendidikan, yayasan panti jompo dan untuk sarana peribadatan sosial

lainnya.
6. Disyariatkan harta yang diwakafkan bermanfaat secara langgeng seperti gedung, hewan,
kebun, senjata, perabot dan yang berkembang sekarang adalah wakaf uang tunai, dan wakaf

hak kekayaan intelektual.


7. Pensyariatan wakaf adalah hadits Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, Umar memperoleh tanah
Khaibar, Kemudian mendatangi Nabi SAW Seraya berkata, Saya memperoleh tanah yang tidak

pernah saya dapatkan harta yang lebih berharga darinya, Lalu apa yang engkau perintahakan

kepada saya? Nabi SAW bersabda, Jika berkenan, kamu dapat menahan (menafkahkan)

pokoknya dan bersedekah dengannya. Kemudian Umar bersedekah agar tanah tersebut tidak

dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan, tapi hanya untuk fakir miskin, kerabat, budak-

budak, orang yang dijalan Allah, para tamu dan ibnu sabil. Sehingga orang yang mengurusnya

17
tidak berdosa mengambil makan darinya dengan cara yang baik atau memberikan makan

kepada semua yang tidak mempunyai harta.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama, Al-Quran Dan Terjemahnya

18
Tafsir Imam Baghawi

Imam Taqqy al Din Abi Bkr Ibnu Muhammad al Hasaeni al Dimasqi, Kifayat al Ahyar fi Hall Gayat al

Ikhtishar, (Semarang: Thoha Putra, tth.), hlm. 319

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 1077). h. 490

Muhammad Bin Ismail al Bukhari, Shahih al Bukhari, (Semarang: Thoha Putra, 1981). Juz II. Hlm. 196.

Ali Fikri, Al-Muamalat al-Madaniyah wa al Addabiyah, (Mesir: Musthafa al-Babi al Halabi wa Auladuh,

1983). Juz II. Hlm. 300.

Imam Muslim, Shahih Muslim, (Bandung. Tth). Juz II. hlm. 14

Abi Bakr Muhammad Ibn al Syarkhasi, Kitab Al-Mabsuth, (Beirut: Dar al Kutub al-Ilmyah, tth). Jld. IV

Juz XII. hlm. 33-34.

Imam Malik Ibn Annas, Al-Mudawamat al-Kubra, (Beeirut: dar al-Kutub al Ilmiyah, tth). Juz IV. hlm. 417.

Muhammad Ibn Idris al-syafiI, al Umm, (Mesir: Maktabat Kuliyat al Azhariyah, tth) Juz III. hlm. 51

Ali Fikri, Muamalat al Madaniyah, (Mesir: Musthafa al Babi al-Halabi wa Auladuh, 1983). Juz II. hlm.

300.

Al-Romli, Nihayah al Muntaj ila Syarh al-Minhaj, (Beirut: Dar al-Fkr, 1984), Juz. 4. hlm. 357.

Al-Imam Abi Husin Ibn Ahmad al Wahidi, Marh labid Tafsir An Naw, (Syirkah Atas nama-Nur Asia, tth).

Juz II. hlm. 61.

Imam Muhammad Ismail al-Kahlani, As Subulu as sallam, tth. hlm. 87

Undang-Undang Perwakafan RI

Ensiklopedi Islam Al kamil.

19

Anda mungkin juga menyukai