Anda di halaman 1dari 11

KAIDAH FIKIH TENTANG SUBSTANSI AKAD JUAL BELI:

ُ‫الرضَى ِبا الشَّي ِئ ِرضَى ِبما َ يَتَ َولَّ ُد ِم ْنه‬


ِّ ِ
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Qawaid Fiqhiyah Muamalah
Dosen pengampu Dr. Hj. Neni Nuraeni, M.Ag.

disusun:
Khairul Fatihah NIM 1213020095
Lala Agustriani NIM 1213020096
Leilani Verdha Nareswari Ghaozan NIM 1213020097
Lestari Mardiana NIM 1213020098
M. Andri Hidayat NIM 1213020099
M. Fajar Firmansyah NIM 1213020100
M. Rafli Harsa NIM 1213020101

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan
hidayah juga kebaikan-Nya yang melimpah, sehingga terselesaikannya penulisan
makalah dengan judul “Kaidah Fikih Tentang Substansi Akad Jual Beli: Al-Ridha
bi al-Syai’i ridha bima yatawalladu minhu.” Tidak lupa juga shalawat serta salam
semoga tercurahkan kepada Rasulullah saw.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan mengenai
kaidah fikih tentang substansi akad jual beli yaitu kaidah “Al-Ridha bi al-Syai’i
ridha bima yatawalladu minhu.” Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Dr. Hj. Neni Nuraeni, M.Ag. selaku dosen pengampu mata kuliah
Qawaid Fiqhiyah Muamalah. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua
pihak yang telah ikut serta dalam menyelesaikan penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan, baik dari
segi referensi maupun tatat tulis. Dengan demikian, mohon untuk saran, masukan,
dan kritik yang membangun guna perbaikan makalah selanjutnya. Akhir kata,
semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Bandung, 10 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3
A. Makna Kaidah .................................................................................... 3
B. Dasar Hukum Kaidah ......................................................................... 4
C. Contoh Penerapan Kaidah .................................................................. 5
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 7
A. Kesimpulan ........................................................................................ 7
B. Saran................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 8

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian


Kaidah fikih merupakan suatu metode yang efektif untuk dikenali dan
dipahami sebagai bekal dalam menelaah suatu permasalahan termasuk pada
masa sekarang yang di mana masa sekarang ini sudah jauh berbeda dengan
masa sebelumnya. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam fikih pasti
terdapat permasalahan, dan permasalahan tersebut harus dapat diselesaikan.
Maka dengan memahami kaidah-kaidah fikih kita akan menemukan
penyelesaian yang terdapat di berbagai masalah fikih tersebut.
Tidak hanya itu, kaidah-kaidah fikih juga dapat dijadikan sebagai
landasar bagu umat Islam untuk memahami terkait ajaran Islam (maqashid
al-Syari’ah). Oleh karena itu, keberadaan kaidah fikih menjadi sangat
penting termasuk dalam bidang ekonomi, kemasyarakatan, keagamaan,
kehidupan, dan budaya. Menurut paha ahli ushul (ushuliyyun) dan para ahli
fuqaha, pemahaman kaidah fikih mutlak diperlukan untuk berijtihad atau
pembaharuan akal dalam berbagai persoalan.
Dalam melakukan kegiatan ekonomi, salah satu prinsip yang harus
diperhatikan yaitu prinsip ‘an-taradhin (suka sama suka/saling ridha).
Dengan demikian, makalah ini akan membahas lebih lanjut mengenai
kaidah fikih yang terkait dengan prinsip ‘an-taradhin yakni kaidah “Al-
Ridha bi al-Syai’i ridha bima yatawalladu minhu.”
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana penjelasan mengenai kaidah “Al-Ridha bi al-Syai’i ridha
bima yatawalladu minhu?”
2. Bagaimana dalil yang menjadi dasar hukum kaidah “Al-Ridha bi al-
Syai’i ridha bima yatawalladu minhu?”

1
3. Bagaimana contoh penerapan kaidah “Al-Ridha bi al-Syai’i ridha
bima yatawalladu minhu”?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, berikut
adalah tujuan dari penulisan makalah ini:
1. Mendeskripsikan kaidah “Al-Ridha bi al-Syai’i ridha bima
yatawalladu minhu.”
2. Mendeskripsikan dalil yang menjadi dasar hukum kaidah “Al-Ridha
bi al-Syai’i ridha bima yatawalladu minhu.”
3. Mendeskripsikan penerapan kaidah “Al-Ridha bi al-Syai’i ridha
bima yatawalladu minhu.”

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Makna Kaidah
Kaidah ُ‫ضى بِما َ يَت ََو َّلدُ ِم ْنه‬
َ ‫يئ ِر‬
ِ ‫ش‬َّ ‫ضى بِا ال‬
َ ‫الر‬
ِّ ِ artinya yaitu “keridhaan
dengan sesuatu adalah ridha dengan akibat yang terjadi padanya”. Maksud
dari kaidah ini ialah jika seseorang sudah ridha (suka) dan menerima akan
sesuatu, maka seseorang tersebut harus menerima juga dengan segala
konsekuensi yang dapat terjadi dari apa yang telah diterimanya tersebut.
Karena didalam konsep akad, lazimnya tidak bisa dibatalkan oleh salah satu
pihak, misalnya akad sewa menyewa, akad jual beli, dsb.
Secara sederhana, F. Azhari berpendapat bahwa maksud dari kaidah ini
ialah, jika seseorang sudah ridha terhadap sesuatu, secara tidak langsung ia
juga harus menanggung akibat dari keridhaannya.1 Adapun menurut Duski
Ibrahim, kaidah ini menjelaskan bahwa ridha terhadap sesuatu berarti ridha
terhadap akibat yang ditimbulkannya. Maksudnya adalah apabila seseorang
telah menerima atau rela akan sesuatu, maka semua akibat dari apa yang
diridhainya itu haruslah diterima.2
Kata kunci dalam kaidah yang dibahas ini adalah kata “ridha”. Kata
ridha tersebut berarti menyetujui atau menerima secara suka rela terkait
kesepakatan yang dilakukan antara satu pihak dengan pihak yang lain pada
saat akad berlangsung. Karena setiap kesepakatan dalam Islam harus
didasari oleh prinsip ridha antara kedua belah pihak. Jika dalam kesepakatan
prinsip keridhaan ini tidak diimplementasikan, maka sama halnya memakan
harta dengan cara yang bathil.
Ridha di sini juga berarti setuju tanpa adanya unsur ancaman atau
paksaan dari salah satu pihak, baik secara nyata maupun terselubung.
Misalnya terdapat paksaan atau ancaman dalam transaksi, maka

1
Fathurrahman Azhari, Qawaid Fiqhiyah Muamalah (Banjarmasin: LKPU Banjarmasin, 2015),
hlm. 187-188.
2
Mardani, Hukum Ekonomi Syariah: Fikih Muamalah (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 104.

3
transaksinya bisa dikatakan batal karena tidak berdasarkan asas ‘an-
taradhin (saling ridha).
Kaidah ُ‫ضى بِما َ يَت ََو َّلدُ ِم ْنه‬
َ ‫يئ ِر‬
ِ ‫ش‬َّ ‫ضى بِا ال‬
َ ‫الر‬
ِّ ِ “keridhaan dengan sesuatu
adalah ridha dengan akibat yang terjadi padanya” merupakan lanjutan dari
kaidah ‫ٍي َما ِإ ْلتِزَ َماهُ بِا التَّعَاقُ ِد‬
َ ‫ضى ا ْل ُمتَعَاقِدَي ِْن َونَتِ ْي َجتُهُ ه‬
َ ‫ص ُل فِي ا ْل َع ْق ِد ِر‬
ْ َ ‫ األ‬artinya
yaitu “pada dasarnya akad adalah keridhaan kedua belah pihak yang
mengadakan akad, hasilnya apa yang saling diikatkan oleh perakadan itu.”
Kaidah tersebut pada dasarnya menunjukkan betapa pentingnya suatu
kesepakatan diantara kedua belah pihak dalam melakukan transaksi.
Kaidah ُ‫ضى ِبما َ َيت ََو َّلدُ ِم ْنه‬
َ ‫يئ ِر‬
ِ ‫ش‬َّ ‫ضى ِبا ال‬ ِّ ِ selaras dengan kaidah ُ‫ال ُمت ََو َّلد‬
َ ‫الر‬
ُ‫ ِم َّما اُذِنَ فِ ْي ِه الَ أَثَ َر َله‬yang artinya “yang timbul dari sesuatu yang telah
diizinkan (diterima) tidak ada pengaruh baginya.”3
B. Dasar Hukum Kaidah
1. Dalil Al-Qur’an
Al-Qur’an surah an-Nisa [4]:29
‫اض‬ َ ً‫ال أَن تَ ُكونَ تِ َٰ َج َرة‬
ٍ ‫عن ت ََر‬ ۟ ُ‫َٰ َيَٰٓأَيُّ َها َّٱلذِينَ َءا َمن‬
َٰٓ َّ ‫وا َال تَأْ ُكلُ َٰٓو ۟ا أَ ْم َٰ َو َل ُكم َب ْينَ ُكم ِب ْٱل َٰ َب ِط ِل ِإ‬
‫ٱَّلل َكانَ ِب ُك ْم َر ِحي ًما‬ َ َّ ‫س ُك ْم ۚ ِإ َّن‬ َ ُ‫ِِّمن ُك ْم ۚ َو َال تَ ْقت ُ ُل َٰٓو ۟ا أَنف‬
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak
benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka
sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu.
Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu."
2. Hadis Rasulullah saw:

َ ‫س َّل َم ِإنَّ َما ا ْل َب ْي ُع‬


‫ع ْن‬ َ ‫ع َل ْي ِه َو‬ َّ ‫ص َّلى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬ ِّ ‫س ِع ْيدِا ْل ُخد ِْر‬
ُ ‫ قَا َل َر‬:ُ‫ي ِ َيقُ ُول‬
ِ َّ ‫س ْو ُل‬ َ ‫ع ْن أَ ِبى‬
َ
‫اض‬
ٍ ‫ت ََر‬

3
https://wakidyusuf.wordpress.com/2017/02/04/15-16-kaidah-umum-15-16 diakses pada tanggal 8
Maret 2023

4
Dari Abi Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya jual beli itu didasarkan atas saling meridhai (suka
sama suka).” (HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah).
C. Contoh Penerapan Kaidah
Berikut merupakan contoh penerapan kaidah َ ‫ضى بِما‬
َ ‫يئ ِر‬
ِ ‫ش‬َّ ‫ضى بِا ال‬
َ ‫الر‬
ِّ ِ
ُ‫“ يَت ََو َّلدُ ِم ْنه‬keridhaan dengan sesuatu adalah ridha dengan akibat yang terjadi
padanya,” diantaranya:
1. Fajar melakukan transaksi jual beli dengan Khairul. Fajar membeli
sepatu Khairul dan mereka sudah saling sepakat dengan harga yang
mereka tetapkan bersama. Maka Khairul wajib memberikan
sepatunya kepada Fajar, begitupun Fajar wajib memberikan uangnya
kepada Khairul. Jika mereka berdua sudah menyatakan ridha dengan
hasil yang sudah disepakati, maka Khairul ridha memberikan
sepatunya dan Fajar ridha dalam membayar harga sepatu tersebut.
2. Andi meminjamkan mobilnya kepada Diego, apabila Diego sudah
mendapatkan izin dari Andi untuk memakai mobilnya tersebut,
maka Diego boleh mengendarai mobil tersebut yang berarti jika
Andi ridha mobilnya dipinjam, maka dia juga ridha mobilnya
dinaiki.
3. Apabila seseorang telah ridha menyewakan rumahnya kepada orang
lain, maka seseorang tersebut juga harus ridha jika rumah yang
disewakannya itu dikasih paku seperlunya oleh orang lain yang
menyewa rumah itu.4
4. Jika dalam transaksi jual beli, pihak konsumen telah ridha membeli
barang yang sudah cacat, dan apabila cacat dari barang tersebut
bertambah, maka tidak ada cara lain selain konsumen tersebut harus
menerimanya.

4
https://www.ahdabina.com/kaidah-fiqih-12-ridha-dengan-sesuatu-berarti-ridha-dengan-
akibatnya/ diakses pada tanggal 17 Maret 2023

5
5. Seseorang telah ridha untuk bekerja disebuah perusahaan, dan dia
telah mengetahui job description-nya, apabila ketika masa kerjanya
ia dibebani dengan banyak pekerjaan yang memang menjadi
tanggungjawabnya, maka pekerjaan tersebut harus diterima karena
ia sudah ridha dengan konsekuensi yang akan diterimanya.

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka kesimpulan dari
penelitian sebagai berikut:
1. Kaidah fikih ُ‫ضى ِبما َ َيت ََو َّلدُ ِم ْنه‬
َ ‫يئ ِر‬
ِ ‫ش‬َّ ‫ضى ِبا ال‬
َ ‫الر‬
ِّ ِ “keridhaan dengan
sesuatu adalah ridha dengan akibat yang terjadi padanya”.
Maksudnya ialah apabila kita telah ridha terhadap sesuatu, maka
harus ridha juga untuk menerima segala konsekuensi dengan apa
yang telah diridhai.
2. Kaidah ُ‫ضى بِما َ يَت ََو َّلدُ ِم ْنه‬
َ ‫يئ ِر‬
ِ ‫ش‬َّ ‫ضى بِا ال‬
َ ‫الر‬
ِّ ِ “keridhaan dengan sesuatu
adalah ridha dengan akibat yang terjadi padanya” merupakan

َ ‫ضى ْال ُمتَ َعاقِدَي ِْن َونَتِ ْي َجتُهُ ه‬


lanjutan dari kaidah ‫ٍي َما‬ َ ‫ص ُل فِي ْال َع ْق ِد ِر‬
ْ َ ‫األ‬
‫ ِإ ْلتِزَ َماهُ ِبا التَّ َعاقُ ِد‬artinya yaitu “pada dasarnya akad adalah keridhaan
kedua belah pihak yang mengadakan akad, hasilnya apa yang saling
diikatkan oleh perakadan itu.
3. Dasar hukum dari kaidah ُ‫ضى بِما َ يَت ََو َّلدُ ِم ْنه‬
َ ‫يئ ِر‬
ِ ‫ش‬َّ ‫ضى بِا ال‬
َ ‫الر‬
ِّ ِ adalah
QS. An-Nisa [4]:29 dan Hadis Riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah.
B. Saran
Melalui makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami dan
mengimplementasikan kaidah fikih tentang substansi akad jual beli: ‫ضى‬
َ ‫الر‬
ِّ ِ
ُ‫ضى ِبما َ يَت ََو َّلدُ ِم ْنه‬
َ ‫يئ ِر‬
ِ ‫ش‬َّ ‫ ِبا ال‬dalam berbagai bidang muamalah, terkhusus pada
transaksi jual beli. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh
dari kata sempurna, disebabkan keterbatasan referensi dan ilmu yang
dimiliki. Untuk itu, penulis menerima kritik dan saran dari pembaca guna
mewujudkan perubahan yang lebih baik di kemudian hari.

7
DAFTAR PUSTAKA
Bibliography

Azhari, F. (2015). Qawaid Fiqhiyyah Muamalah. Banjarmasin: LPKU


Banjarmasin.
Bina, A. (2019, September 12). Kaidah Fiqih 12: Ridah Akan Sesuatu Ridah Akan
AKibatnya. Retrieved from ahbadina: https://www.ahdabina.com/kaidah-
fiqih-12-ridha-dengan-sesuatu-berarti-ridha-dengan-akibatnya/
Mardani. (2012). Hukum Ekonomi Syariah: Fikih Muamalah. Jakarta: Kencana.
Yusuf, W. (2017, Februari 4). Kaidah Umum 15 & 16. Retrieved from
wakidyusuf.wordpress: https://wakidyusuf.wordpress.com/2017/02/04/15-
16-kaidah-umum-15-16

Anda mungkin juga menyukai