Anda di halaman 1dari 5

A.

Pengertian syirkah Secara etimologi, syirkah berarti percampuran, yaitu percampuran antara sesuatu dengan yang lainnya, sehingga sulit dibedakan. Syirkah ttermasuk salah satu bentuk kerjasama dagang dengan syarat dan rukun tertentu, yang dalam hokum positif disebut perserikatan dagang. Menurut terminology, ulama ffiqih beragam pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain: a) Menurut malikiyah: Artinya: perkongsian adalah izin untuk mendayagunakan harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya, yakni keduanya saling mengizinkan kepada salah satunya untuk mendayagunakan harta milik keduanya, namun masing-masing memiliki hak untuk bertasarruf . b) Menurut syafiiyah: Artinya: ketetapan hak pada sesuatu yang dimiliki dua orang atau lebih dengan cara yang diketahui c) Menurut hanafiyah: Artinya: ungkapan tentang adanya transaksi antara dua orang yang bersekutu pada pokok harta dan keuntungan . d) Menurut hanabilah: Artinya: perhimpunan adalah hak (kewenangan) atau pengolahan harta. Apabila diperhatikan secara seksama, ddefinisi menurut ulama hanafiyah dapat dipandang paling jelas, karena mengungkapkan hakikat perkongsian, yaitu transaksi (akad). Adapun pengertian lainnya tampaknya hanya menggambarkan tujuan, pengaruh, dan hasil perkongsian. Setelah diketahui definisi-definisi syirkah menurut para ulama, iranya dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama. B. Landasan hukum syirkah Akad syirkah dibolehkan, menurut para ulama fiqh, berdasarkan kepada firman allah dalam surat an-nisa, 4:12 yang berbunyi: Artinya: .maka mereka berserikat dalam sepertiga harta.. Ayat ini, menurut mereka, berbicara tentang perserikatan harta dalam pembagian warisan. Dalam ayat lain allah berfirman Artinya: sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh; dan amat sedikit mereka ini.(QS Shad, 38:24). Disamping ayat-ayat diatas, dijumpai pula sabda rasulullah SAW yang membolehkan akad syirkah. Dalam sebuah hadits kudsi rasulullah SAW mengatakan: Artinya: aku (allah) merupakan orang ketiga dalam perserikatan antara dua orang, selama salah seorang diantaranya tidak melakukan pngkhinatan terhadap yang lain. Jika seseorang melakukan pengkhianatan terhadap yang lain, aku keluar dari perserikatan antara dua orang itu.(HR Abu Daud dan al-Hakim dari Abi Hurairah). Dalam hadits lain rasulullah SAW bersabda: Artinya: allah akan ikut membantu doa untuk orang yang berserikat, selama diantara mereka tidak saling mengkhianati. (HR al-bukhari).

Atas dasar ayat dan hadits diatas para ulama fiqh menyatakan bahwa akad syirkah mempunyai landasan yang kuat dalam agama islam. C. Rukun dan syarat-syarat syirkah Rukun syirkah diperselisihan oleh para ulama, menurut ulama hanafiyah bahwa rukun syirkah ada dua, yaitu ijab dan Kabul sebab ijab Kabul(akad) yang menentukan adanya syirkah. Adapun yang lain seperti dua orang atau pihak yang berakad dan harta berada diluar pembahasan akad seperti terdahulu dalam akad jual beli. Syarat-syarat yang berhubungan dengan syirkah menurut hanafiyah dibagi menjadi empat bagian yaitu: 1) Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan harta maupun dengan yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat, yaitu: a) yang berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai perwakilan, b) yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua pihak, misalnya setengah, sepertiga dan yang lainnya. 2) Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta), dalam hal ini terdapat dua perkara yang harus dipenuhi yaitu: a) bahwa modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah dari alat pembayaran (nuqud), seperti junaih, riyal, dan rupiah, b) yang dijadikan modal (harta pokok) ada ketika akad syirkah dilakukan, baik jumlahnya sama atau berbeda. 3) Sesuatu yang bertalian dengan syarikat mufawadhah, bahwa dalam mufawadhah disyaratkan: a) modal dalam syirkah mufawadhah harus sama, b) bagi yang bersyirkah ahli untuk kafalah, c) bagi yang dijadikan objek akad disyaratkan syirkah umum, yakni pada semua macam jual beli atau perdagangan. 4) Adapun syarat yang bertalian dengan syirkah inan sama dengan syarat-syarat syirkah mufawadhah. Menurut malikiyah syarat-syarat yang bertalian dengan orang yang melakukan akad ialah merdeka, baligh, dan pintar (rusyd). Syafiiyah berpendapat bahwa syirkah yang sah hukumnya hanyalah syirkah inan, sedangkan syirkah yang lainnya batal. Dijelaskan pula oleh abd al-rahman al-jaziri bahwa rukun syirkah adalah dua orang yang berserikat, shighat dan objek akad syirkah baik harta maupun kerja. Syarat-syarat syirkah, dijelaskan oleh idris Ahmad berikut ini: 1) Mengeluarkan kata-kata yang menujukkan izin masing-masing anggota serikat kepada pihak yang akan mengendalikan harta itu. 2) Anggota serikat itu saling mengpercayai, sebab masing-masing mereka adalah wakil yang lainnya. 3) Mencampurkan harta sehingga tidak dapat dibedakan hak masing-masing, baik berupa mata uang maupun bentuk yang lainnya

D. Macam-macam syirkah
Para ulama fiqh membagi syirkah ke dalam dua bentuk, yaitu: 1) syirkah al-amlak (perserikatan dalam pemilikan). 2) syirkah al-uqud (perserikatan berdasarkan suatu akad).

1) Syirkah al-amlak Syirkah dalam bentuk ini, menurut ulama fiqh, adalah dua orang atau lebih memiliki harta bersama tanpa melalui atau didahului oleh akad syirkah. Syirkah dalam kategori ini, selanjutnya mereka bagi pula menjadi dua bentuk, yaitu: (a) syirkah ikhtiyar (perserikatan dilandasi pifiqh lihan orang yang berserikat), yaitu perserikatan yang muncul akibat tindakan hokum orang yang berserikat, seperti dua orang bersepakat membeli suatu barang, atau mereka menerima harta hibah, wasiat, atau wakaf dari orang lain, lalu kedua orang itu menerima pemberian hibah, wasiat, atau wakaf itu dan menjadi milik mereka secara berserikat. Dalam kasus seperti ini, harta yang dibeli bersama atau yang dihibahkan, diwakafkan, atau yang diwasiatkan orang itu menjadi harta serikat bagi mereka berdua. (b) syirkah jabar (perserikatan yang muncul secara paksa, bukan atas keinginan orang yang berserikat) yaitu sesuatu yang ditetapkan menjadi milik dua orang atau lebih, tanpa kehendak dari mereka, seperti harta warisan yang mereka terima dari seorang yang wafat. Harta warisan itu menjadi milik bersama orangorang yang menerima warisan itu. Dalam kedua bentuk syirkah al-amlak, menurut para pakar fiqh, status harta masingmasing orang yang berserikat, sesuai dengan hak masing-masing, bersifat berdiri sendiri secara hokum. Apabila masing-masing ingin bertindak hokum terhadap harta serikat itu, harus ada izin dari mitranya, karena seseorang tidak memiliki kekuasaan atas bagian harta orang yang menjadi mitra serikatnya. Hokum yang terkait dengan syirkah al-amlak ini dibahas oleh oara ulama fiqh secara luas dalam bab wasiat, waris, hibah, dan wakaf. 2) Syirkah uqud Syirkah dalam bentuk ini maksudnya adalah akad yang disepakati dua orang atau lebih untuk mengikatkan diri dalam perserikatan modal dan keuntungannya. Terdapat perbedaan pendapat para ulama fiqh tentang bentuk-bentuk serikat yang termasuk ke dalam syirkah uqud. Ulama hanabilah membaginya kepada 5 bentuk, yaitu: 1) syirkah inan (penggabungan harta atau modal dua orang atau lebih yang tidak selalu sama jumlahnya), 2) syirkah mufawadhah (perserikatan yang modal semua pihak dan bentuk kerjasama yang mereka lakukan baik kualitas dan kuantitasnya harus sama dan keuntungan dibagi rata), 3) syirkah abdan (perserikatan dalam bentuk kerja yang hasilnya dibagi bersama), 4) syirkah wujuh (perserikatan tanpa modal), 5) syirkah mudharabah (bentuk kerjasama antara pemilik modal dengan seseorang yang punya kepakaran dagang, dan keuntungan perdagangan dari modal itu dibagi bersama). Ulama kalangan malikiyah syafiiyah, membagi bentuk-bentuk syirkah uqud itu kepada empat bentuk, yaitu: 1) syirkah inan, 2) syirkah mufawadhah, 3) syirkah abdan, 4) syirkah wujuh. Sedangkan syirkah mudharabah, yang dikemukakan oleh ulama hanabilah, mereka tolak sebagai syirkah. Sedangkan ulama hanafiyah membagi syirkah kepada tiga bentuk, yaitu: 1) syirkah amwal (perserikatan dalam modal/harta), 2) syirkah amal (perserikatan dalam kerja), 3) syirkah wujuh (perserikatan tanpa modal). Menurut mereka, ketiga bentuk perserikatan ini boleh masuk kategori al-inan dan boleh juga almufawadhah.[4]

E. Hukum-hukum syirkah Ulama fiqh sepakat bahwa perkongsian inan dibolehkan, sedangkan bentuk-bentuk lainnya masih diperselishkan.

Ulama syafiiyah dan imamiyah menganggap semua bentuk perkongsian selain inan dan mudharabah adalah batal. Ulama hanabilah membolehkan semua bentuk perkongsian sebagaimana yang disebutkan oleh ulama hanafiyah diatas, kecuali perkongsian wujuh dan mufawadhah. Ulama hanafiyah dan zaidiyah membolehkan semua bentuk perkongsian yang enam di atas apabila sesuai dengan syarat-syaratnya.[5] F. Sifat akad perkongsian dan kewenangan. Berdasarkan pendapat para ke-empat madzhab, sifat-sifat syirkah antara lain: Harus sama-sama menggunakan modal atau bagi mereka yang berserikat dan sama-sama memberikan izin. Keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui. Antara orang yang berserikat, tidak ada yang saling mengkhianati, dalam artiyan semua orang yang berserikat saling merelakan dan tidak merugikan. Modal yang dikeluarkan harus diketahui oleh yang berserikat, sehingga tidak ada rasa kecurigaan diantara mereka. Kebanyakan ulama fiqh berpendapat bahwa akad syirkah dibolehkan, tetapi tidak lazim. Oleh karena itu, salah seorang yang bersekutu dibolehkan membatalkan akad atas sepengetahuan rekannya untuk menghindari kemudlaratan. 1. Kewenangan syarik (yang berserikat) Para ahli fiqh sepakat bahwa kewenangan syarik perkongsian adalah amanah, seperti dalam titipan, karena memegag atau menyerahkan harta atas izin G. Hal-hal yang membatalkan syirkah Perkara yang membatalkan syirkah terbagi atas dua hal. Ada perkara yang membatalkan syirkah secara umum dan ada pula yang membatalkan sebagian yang lainnya.

Pembatalan syirkah secara umum Pembatalan dari salah seorang yang bersekutu. Meninggalnya salah seorang syarik. Salah seorang syarik murtad atau membelot ketika perang. Gila.

Pembatalan secara khusus sebagian syirkah Harta syirkah rusak Apabila harta syirkah rusak seluruhnya atau harta salah seorang rusak sebelum dibelanjakan, perkongsian batal. Hal ini terjadi pada syirkah amwal. Alasannya, yang menjadi barang transaksi adalah harta. Maka, kalau rusak, akad menjadi batal sebagaimana terjadi pada transaksi jual beli. Tidak ada kesamaan modal Apabila tidak ada kesamaan modal dalam syirkah mufawadhah pada awal transaksi, perkongsian batal sebab hal itu merupakan syarat transaksi mufawadhoh. Para ulama fiqh juga mengemukakan hal-hal yang membuat berakhirnya akad perserikatan, jika dilihat dari bentuk perserikatan yang dilakukan, adalah sebagai berikut: Syirkah al-amwal.akad perserikatan ini dinyatakan batal apabila semua atau sebagian modal perserikatan hilang, karena objek perserikatan dalam perserikatan ini adalah harta. Dengan hilangnya harta perserikatan, berarti perserikatan itu bubar.

Syirkah al-mufawadhah.akad perserikatan ini dinyatakan batal apabila modal masing-masing pihak tidak sama kuantitasnya, karena almufawadhahitu sendiri berarti persamaan, baik dalam modal, kerja, maupun keuntungan yang dibagi. H. Cara membagi keuntungan dan kerugian Cara membagi keuntungan dan kerugian tergantung besar dan kecilnya modal yang mereka tanamkan.

Anda mungkin juga menyukai