Anda di halaman 1dari 18

A.

PENGERTIAN FIQIH MUAMALAH Sebelum menguraikan lebih terperinci mengenai Muamalah ada baiknya kita uraikan terlebih dahulu pengertian dari Fiqih itu sendiri. Fiqih ialah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syariat Islam yang diambil dari dalildalilnya yang terperinci. Fiqih artinya faham atau tahu. Menurut istilah yang digunakan para ahli Fiqh (fuqaha) Fiqh itu ialah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syariat Islam yang diambil dari dalil-dalilnya yang terperinci.

Menurut Hasan Ahmad Al-Khatib: Fiqhul Islami ialah sekumpulan hukum syara yang sudah dibukukan dalam berbagai madzhab, baik dari madzhab yang empat atau dari madzhab lainnya, dan yang dinukilkan dari fatwa-fatwa sahabat thabiin, dari fuqaha yang tujuh di Makkah, di Madinah, di Syam, di Mesir, di Iraq, di Bashrah dan sebagainya. Fuqaha yang tujuh itu ialah Said Musayyab, Abu Bakar bin Abdurrahman, Urwah bin Zubair, Sulaiman Yasar, Al-Qasim bin Muhammad, Charijah bin Zaid, dan Ubaidillah Abdillah.

Dilihat dari segi ilmu pengetahuan yangg berkembang dalam kalangan ulama Islam, fiqih itu ialah ilmu pengetahuan yang membiacarakan /membahas/memuat hukum-hukum Islam yang bersumber bersumber pada Al-Quran, Sunnah dalil-dalil Syari yang lain; setelah diformulasikan oleh para ulama dengan mempergunakan kaidah-kaidah Ushul Fiqh. Dengan demikian berarti bahwa fiqh itu merupakan formulasi dari Al-Quran dan Sunnah yang berbentuk hukum amaliyah yang akan diamalkan oleh ummatnya.

Secara bahasa kata muamalah adalah masdar dari kata amala-yuamilimuamalatan yang berarti saling bertindak, saling berbuat dan saling beramal.Dalam fiqih muamalah memiliki dua macam pengertian yaitupengertian fiqih muamalah dalam arti sempit dan pengertian fiqh muamalahdalam arti luas.

Dalam arti sempit pengertian fiqih muamalah adalah aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik atau muamalah adalah tukar-menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat dengan caracara yang telah ditentukan.

Menurut Dr. Wahbah Zuhaili fiqih muamalah merupakan salah satu dari bagian persoalan hukum Islam seperti yang lainnya yaitu tentang hukum ibadah, hukum pidana, hukum peradilan, hukum perdata, hukum jihad, hukum perang, hukum damai, hukum politik, hukum penggunaan harta, dan hukum pemerintahan. Semua bentuk persoalan dicantumkan dalam kitab fiqih adalah pertanyaan yang

dipertanyakan masyarakat atau persoalan yang muncul ditengah-tengah masyarakat. Kemudian para ulama memberikan pendapatnya yang sesuai kaidah-kaidah yang berlaku dan kemudian pendapat tersebut dibukukan berdasarkan hasil fatwa-fatwanya1.

Muhammad Yusuf Musa berpendapat bahwa muamalah adalah peraturanperaturan Allah yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia. Muamalah adalah segala peraturan yang diciptakan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam hidup dan kehidupan2.

Dari pengertian dalam arti luas di atas, kiranya dapat diketahui bahwa muamalah adalah aturan-aturan hukum Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan social.

B. 1.

SUMBER DAN PRINSIP HUKUM FIQIH MUAMALAH SUMBER-SUMBER FIQIH MUAMALAH

Sumber-sumber fiqih secara umum berasal dari dua sumber utama, yaitu dalil naqli yang berupa AlQuran dan Al-Hadits, dan dalil aqli yang berupa akal (ijtihad). Penerapan sumber fiqih islam ke dalam tiga sumber, yaitu Al-Quran, Al-Hadits dan ijtihad.

a.

Al Quran

Al-Quran adalah kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dengan bahasa arab yang memiliki tujuan kebaikan dan perbaikan manusia, yang berlaku di dunia dan akhirat. Al-Quran merupakan referensi utama umat islam, termasuk di dalamnya masalah hukum dan perundangundangan.

sebagai sumber hukum yang utama, Al-Quran dijadikan patokan pertama oleh umat islam dalam menemukan dan menarik hukum suatu perkara dalam kehidupan.

Ayat Al Quran yang membahas tentang Muamalah ini bisa kita lihat pada surat QS. Al-Baqarah: 188:

wur (#q=.s? N3s9uqBr& N3oYt/ @t69$$/ (#q9 ?ur !$yg/ n<) Q$6t:$# (#q=2tG9 $Z) s `iB AuqBr& $Y9$# OOM}$$/ OFRr&ur tbqJn=s?

Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 188)

$yg rt %!$# (#qYtB#u w (#q=2s? N3s9uqBr& M6oYt/ @t69$$/ Hw) br& cq3s? otpgB `t <#ts? N3ZiB 4 wur (#q=F)s? N3|Rr& 4 b) !$# tb%x. N3/ $VJmu

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.(QS, AnNisa : 29)

b.

Al Hadits

Al-Hadits adalah segala yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, baik berupa perkataan,perbuatan,maupun ketetapan. Al-Hadits merupakan sumber fiqih kedua setelah Al-Quran yang berlaku dan mengikat bagi umat islam.

c.

Ijma dan Qiyas

Ijma adalah kesepakatan mujtahid terhadap suatu hukum syari dalam suatu masa setelah wafatnya Rasulullah SAW. Suatu hukum syari agar bisa dikatakan sebagai ijma, maka penetapan kesepakatan tersebut harus dilakukan oleh semua mujtahid, walau ada pendapat lain yang menyatakan bahwa ijma bisa dibentuk hanya dengan kesepakatan mayoritas mujtahid saja. Sedangkan qiyas adalah kiat untuk menetapkan hukum pada kasus baru yang tidak terdapat dalam nash (Al-Quran maupun Al-Hadist), dengan cara menyamakan pada kasus baru yang sudah terdapat dalam nash.

2.

PRINSIP HUKUM FIQIH MUAMALAH

Sebagai sistem kehidupan, Islam memberikan warna dalam setiap dimensi kehidupan manusia, tak terkecuali dunia ekonomi. Sistem Islam ini berusaha mendialektikkan nilai-nilai ekonomi dengan nilai akidah atau pun etika. Artinya, kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia dibangun dengan dialektika nilai materialisme dan spiritualisme. Kegiatan ekonomi yang dilakukan tidak hanya berbasis

nilai materi, akan tetapi terdapat sandaran transendental di dalamnya, sehingga akan bernilai ibadah. Selain itu, konsep dasar Islam dalam kegiatan muamalah juga sangat konsen terhadap nilai-nilai humanisme. Di antara kaidah dasar dan hukum fiqh muamalah adalah sebagai berikut :

Hukum asal dalam muamalat adalah mubah Konsentrasi Fiqih Muamalah untuk mewujudkan kemaslahatan Meninggalkan intervensi yang dilarang Menghindari eksploitasi Memberikan toleransi dan tanpa unsur paksaan Tabligh, siddhiq, fathonah amanah sesuai sifat Rasulullah C. RUANG LINGKUP DAN PEMBAGIAN FIQIH MUAMALAH Secara garis besar ruang lingkup fiqih muamalah adalah seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan hukum-hukum islam yang berupa peraturan-peraturan yang berisi perintah atau larangan seperti wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah. hukum-hukum fiqih terdiri dari hukum-hukum yang menyangkut urusan ibadah dalam kaitannya dengan hubungan vertikal antara manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya.

Secara terperinci ruang lingkup dan pembagian fiqih muamalah ini meliputi dua hal;

Al-muamalah al-madiyah Al-muamalah al-madiyah yaitu muamalah yang mengkaji objek muamalah (bendanya). Dengan kata lain, al-muamalah al-madiyah adalah aturan yang ditetapkan syara terkait dengan objek benda.Dimaksudkan dengan aturan ii, bahwa dalam memenuhi kebutuhan yang sifatnya kebendaan, seperti jual-beli (al-bai), tidak saja ditujukan untuk mendapatkan keuntungan (profit) semata, akan tetapi juga bagaimana dalam aturan mainnya harus memenuhi aturan jual-beli yang ditetapkan syara.

Yang termasuk kedalam kategori muamalah ini adalah :

1)

Al Bai (Jual Beli)

2)

Syirkah (perkongsian)

3)

Al Mudharabah (Kerjasama)

4)

Rahn (gadai)

5)

Kafalah dan dhaman (jaminan dan tanggungan)

6)

Utang Piutang

7)

Sewa menyewa

8)

Hiwalah (Pemindahan Utang)

9)

Sewa Menyewa (Ijarah)

10) Upah

11) Syufah (gugatan)

12) Qiradh (memberi modal)

13) Jialah (sayembara)

14) Ariyah (pinjam meminjam)

15) Wadiah (titipan)

16) Musaraqah

17) Muzaraah dan mukhabarah

18) Pinjam meminjam

19) Riba

20) Dan beberapa permasalahan kontemporer (asuransi, bank dll)

21) Ihyaulmawat

22) Wakalah

Al-muamalah al-adabiyah Al-muamalah al-adabiyah yaitumuamalah yang mengkaji bagaimana cara tukar menukar benda. Dengan kata lain, al-muamalah al-adabiyah adalah aturan-aturan syara yang berkaitan dengan aktivitas manusia dalam hidup bermasyarakat, ditinjau dari segi subjeknya, yaitu mukallaf/manusia. Hal ini mengacu kepada bagaimana seseorang dalam melakukan akad atau ijab qabul. Apakah dengan rela sama rela (an taradlin minkum) atau terpaksa, ada unsur dusta dan sebagainya. Pembagian atau pembedaan tersebut ada pada dataran teoritis saja, karena dalam prakteknya antara keduanya tidak dapat dipisahkan.

Pengertian fiqih muamalat Fiqih Mumalah adalah pengetahuan tentang kegiatan atau transaksi yang berdasarkan hukum-hukum syariat, mengenai perilaku manusia dalam kehidupannya yang diperoleh dari dalil-dalil islam secara rinci. Ruang lingkup fiqih muamalah adalh seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan hokum-hukum islam yang berupaperaturan-peraturan yang berisi perintah atau larangan seperti wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah. hukum-hukum fiqih terdiri dari hokum hukum yang menyangkut urusan ibadah dalam kaitannya dengan hubungan vertical antara manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya. B. Ruang Lingkup fiqih muamalat Ruang lingkup fiqih muamalah mencakup segala aspek kehidupan manusia, seperti social,ekonomi,politik hokum dan sebagainya. Aspek ekonomi dalam kajian fiqih sering disebut dalam bahasa arab dengan istilah iqtishady, yang artinya adalah suatu cara bagaimana manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan membuat pilihan di antara berbagai pemakaian atas alat pemuas kebutuhan yang ada, sehingga kebutuhan manusia yang tidak terbatas dapat dipenuhi oleh alat pemuas kebutuhan yang terbatas. C. Sumber-sumber fiqih muamalat Sumber-sumber fiqih secara umum berasal dari dua sumber utama, yaitu dalil naqly yang berupa AlQuran dan Al-Hadits, dan dalil Aqly yang berupa akal (ijtihad). Penerapan sumber fiqih islam ke dalam tiga sumber, yaitu Al-Quran, Al-Hadits,dan ijtihad. 1. Al-Quran

Al-Quran adalah kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dengan bahasa arab yang memiliki tujuan kebaikan dan perbaikan manusia, yang berlaku di dunia dan akhirat. Al-Quran merupakan referensi utama umat islam, termasuk di dalamnya masalah hokum dan perundangundangan.sebagai sumber hukum yang utama,Al-Quran dijadikan patokan pertama oleh umat islam dalam menemukan dan menarik hukum suatu perkara dalam kehidupan. 2. Al-Hadits

Al-Hadits adalah segala yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, baik berupa perkataan,perbuatan,maupun ketetapan. Al-Hadits merupakan sumber fiqih kedua setelah Al-Quran yang berlaku dan mengikat bagi umat islam. 3. Ijma dan Qiyas

Ijma adalah kesepakatan mujtahid terhadap suatu hukum syari dalam suatu masa setelah wafatnya Rasulullah SAW. Suatu hukum syari agar bisa dikatakan sebagai ijma, maka penetapan kesepakatan tersebut harus dilakukan oleh semua mujtahid, walau ada pendapat lain yang menyatakan bahwa ijma bisa dibentuk hanya dengan kesepakatan mayoritas mujtahid saja. Sedangkan qiyas adalah kiat untuk

menetapkan hukum pada kasus baru yang tidak terdapat dalam nash (Al-Quran maupun Al-Hadist), dengan cara menyamakan pada kasus baru yang sudah terdapat dalam nash. D. Prinsip Dasar (asas-asas) dan prinsip umum Fiqih Muamalah Sebagai sistem kehidupan, Islam memberikan warna dalam setiap dimensi kehidupan manusia, tak terkecuali dunia ekonomi. Sistem Islam ini berusaha mendialektikkan nilai-nilai ekonomi dengan nilai akidah atau pun etika. Artinya, kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia dibangun dengan dialektika nilai materialisme dan spiritualisme. Kegiatan ekonomi yang dilakukan tidak hanya berbasis nilai materi, akan tetapi terdapat sandaran transendental di dalamnya, sehingga akan bernilai ibadah. Selain itu, konsep dasar Islam dalam kegiatan muamalah (ekonomi) juga sangat konsen terhadap nilainilai humanisme. Di antara kaidah dasar (asas) fiqh muamalah adalah sebagai berikut : 2. Prinsip dasar (asas) 1. Hukum asal dalam muamalat adalah mubah Konsentrasi Fiqih Muamalah untuk mewujudkan kemaslahatan Menetapkan harga yang kompetitif Meninggalkan intervensi yang dilarang Menghindari eksploitasi Memberikan toleransi Tabligh, siddhiq, fathonah amanah sesuai sifat Rasulullah Bermanfaat, adil dan muawanah Prinsip umum Taawun (tolong-menolong) Niat / itikad baik Al-muawanah / kemitraan

Adanya kepastian hukum, Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bias dijawab secara normatif, bukan sosiologis. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat, diterapkan dan dijadikan sebagai pedoman secara pasti dan mengatur secara jelas dan logis masalah yang akan diatur. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis dalam artian ia menjadi suatu sistem norma yang sejalan dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. E. Konsep Aqad Fiqih Ekonomi (Muamalah)

Setiap kegiatan usaha yang dilakukan manusia pada hakekatnya adalah kumpulan transaksi-transaksi ekonomi yang mengikuti suatu tatanan tertentu. Dalam Islam, transaksi utama dalam kegiatan usaha adalah transaksi riil yang menyangkut suatu obyek tertentu, baik obyek berupa barang ataupun jasa. kegiatan usaha jasa yang timbul karena manusia menginginkan sesuatu yang tidak bisa atau tidak mau dilakukannya sesuai dengan fitrahnya manusia harus berusaha mengadakan kerjasama di antara mereka. Kerjasama dalam usaha yang sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam: Bekerja sama dalam kegiatan dapat menjadi pemberi pembiayaanusaha, dalam hal ini salah satu pihak dimana atas manfaat yang diperoleh yang timbul dari pembiayaan tersebut dapat dilakukan bagi hasil. Kerjasama ini dapat berupa pembiayaan usaha 100% melalui akad mudharaba maupun pembiayaan usaha bersama melalui akad musyarakah. Kerjasama dalam perdagangan, di mana untuk perdagangan dapat diberikan fasilitas-fasilitas tertentumeningkatkan dalam pembayaran maupun penyerahan obyek. Karena pihak yang mendapat fasilitas akan memperoleh manfaat, maka pihak pemberi fasilitas berhak untuk mendapatjan bagi hasil (keuntungan) yang dapat berbentuk harga yang berbeda dengan harga tunai. Kerja sama dalam penyewaan aset dimana obyek transaksi adalah manfaat dari penggunaan asset.

Kegiatan hubungan manusia dengan manusia (muamalah) dalam bidang ekonomi menurut Syariah harus memenuhi rukun dan syarat tertentu. Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dan menjadi dasar terjadinya sesuatu, yang secara bersama-sama akan mengakibatkan keabsahan. Rukun transaksi ekonomi Syariah adalah: 1. Adanya pihak-pihak yang melakukan transaksi, misalnya penjual dan pembeli, penyewa dan pemberi sewa, pemberi jasa dan penerima jasa. 2. Adanya barang (maal) atau jasa (amal) yang menjadi obyek transaksi. 3. Adanya kesepakatan bersama dalam bentuk kesepakatan menyerahkan (ijab) bersama dengan kesepakatan menerima (kabul). Disamping itu harus pula dipenuhi syarat atau segala sesuatu yang keberadaannya menjadi pelengkap dari rukun yang bersangkutan. Contohnya syarat pihak yang melakukan transaksi adalah cakap hukum, syarat obyek transaksi adalah spesifik atau tertentu, jelas sifat-sifatnya, jelas ukurannya, bermanfaat dan jelas nilainya. Obyek transaksi menurut Syariah dapat meliputi barang (maal) atau jasa, bahkan jasa dapat juga termasuk jasa dari pemanfaatan binatang. Pada prinsipnya obyek transaksi dapat dibedakan kedalam: 1. obyek yang sudah pasti (ayn), yaitu obyek yang sudah jelas keberadaannya atau segera dapat diperoleh manfaatnya. 2. obyek yang masih merupakan kewajiban (dayn), yaitu obyek yang timbul akibat suatu transaksi yang tidak tunai.

Secara garis besar aqad dalam fiqih muamalah adalah sebagai berikut : 1. Aqad mudharabah Ikatan atau aqad Mudharabah pada hakikatnya adalah ikatan penggabungan atau pencampuran berupa hubungan kerjasama antara Pemilik Usaha dengan Pemilik Harta 2. Aqad musyarakah Ikatan atau aqad Musyarakah pada hakekatnya adalah ikatan penggabungan atau pencampuran antara para pihak yang bersama-sama menjadi Pemilik Usaha, 3. Aqad perdagangan

Aqad Fasilitas Perdagangan adalah perjanjian pertukaran yang bersifat keuangan atas suatu transaksi jual-beli dimana salah satu pihak memberikan fasilitas penundaan pembayaran atau penyerahan obyek sehingga pembayaran atau penyerahan tersebut tidak dilakukan secara tunai atau seketika pada saat transaksi. 4. Aqad ijarah Aqad Ijarah adalah aqad pemberian hak untuk memanfaatkan Obyek melalui penguasaan sementara atau peminjaman Obyek dgn Manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik Obyek. Ijara mirip dengan leasing namun tidak sepenuhnya sama dengan leasing, karena Ijara dilandasi adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan. HARTA Harta dalam bahasa Arab disebut al mal yang berasal dari kata maala-yamiilu-maylan yang berarti condong,cenderung, dan miring. Sedangkan harta menurut istilah imam Hanafiyah ialah sesuatu yang digandrungi tabiat manusia dan memungkinkan untuk disimpan hingga dibutuhkan. Sementara menurut Hasby Ash-ShiddieQie yang dimaksud dengan harta adalah; 1) Nama selain manusia yang diciptakan Allah untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia,dapat dipelihara pada suatu tempat, dan dikelola dengan jalan ikhtiar. 2) 3) 4) 5) Sesuatu yang dapat dimiliki oleh setiap manusia, baik seluruh manusia atau sebagian manusia. Sesuatu yang sah untuk diperjualbelikan. Sesuatu yang dapat dimiliki dan mempunyai nilai(harga). Sesuatu yang berwujud

6) Sesuatu yang dapat disimpan dalam waktu yang lama atau sebentar dan dapat diambil manfaatnya ketika dibutuhkan. UNSUR-UNSUR HARTA Menurut fuqaha harta bersendi kepada dua unsure yaitu; 1) Unsur aniyah ialah bahwa harta itu ada wujudnya dalam kenyataan.

2) Unsur urf ialah segala sesuatu yang dipandang harta oleh seluruh manusia atau sebagian manusia, tidaklah manusia memeliharasesuatu kecuali menginginkan manfaatnya. PEMBAGIAN HARTA 1) Mal Mutaqawwin ialah sesuatu yang boleh diambil manfaatnya oleh syara. Baik jenisnya, cara memperolehnya maupun cara penggunaannya. 2) Mal Ghairu Mutaqawwin ialah sesuatu yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut syara. Baik jenisnya, cara memperolehnya maupun cara penggunaannya. 3) Mal mitsli ialah benda-benda yang ada persamaan dan kesatuan-kesatuannya, dalam arti dapat berdiri sebagiannya ditempat yang lain, tanpa ada perbedaan yang perlu dinilai. 4) Mal qimi ialah benda-benda yang kurang dalam kesatuannya, karena tidak dapat br\erdiri sebagian di tempat sebagian yang lain tanpa ada perbedaan. 5) Mal istihlak ialah sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaan dan manfaatnya secara biasa, kecuali dengan menghabiskannya. 6) Mal istimal ialah sesuatu yang dapat digunakan berulang kali dan materinya tetap terpelihara.

7) Mal manqul ialah segala harta yang dapat dipindahkan (bergerak) dari satu tempat ketempat yang lain. 8) Mal ghairu manqul ialah sesuatu yang tidak bias di pindahkan dan dibawa dari satu tempatke tempat yang lain. 9) Mal ain ialah harta yang berbentuk benda.

10) Mal dayn ialah sesuatu yang berada dalam tanggung jawab. 11) Mal al ain ialah benda yang memiliki nilai dan berbentuk. 12) Mal nafI ialah araddl yang berangsur-angsur tumbuh menurut perkembangan masa, oleh karena itu mal al-nafi tidak berwujud dan tidak dapat disimpan. 13) Mal mamluk ialah sesuatu yang masuk kebawah milik , milik perorangan maupun milik badan hokum.

14) Mal mubah ialah sesuatu yang asalnya bukan milik seseorang. 15) Mal mahjur ialahsesuatu yang tidak dibolehkan dimiliki sendiri dan memberikan kepada prang lain menurut syariat, adakalanya benda itu benda waqaf ataupun benda yang dikhususkan untuk masyarakat umum. 16) Mal yang dapat dibagi ialah harta yang tidak menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta-harta itu dibagi-bagi. 17) Mal yang tidak dapat dibagi ialah harta yang menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta tersebut dibagi-bagi. 18) Mal pokok ialah harta yang mungkin darinya terjadi harta lain. 19) Mal hasil(buah) ialah harta yang terjadi dari hatra yang kain. 20) Mal khas ialah harta pribadi, tidak bersekutu dengan harta yang lain, tidak boleh diambil manfaatnya tanpa disetujui pemiliknya. 21) Mal am ialah harta milik umum yang boleh diambil manfaatnya. FUNGSI HARTA a) Untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas.

b) Untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah sebab kefakiran cendrung mendekatkan diri kepada kekufuran. c) d) Untuk meneruskan kehidupan dari satu period eke periode berikutnya. Untuk menyelaraskan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.

e) Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena menuntut ilmu tanpa modal akan terasa sulit. f) g) HAK Hak ialahsuatu ketentuan yang digunakan oleh syara untuk menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban. PEMBAGIAN HAK Hak terbagi 2,yaitu; 1) Mal ialah sesuatu yang berpautan dengan harta. Untuk memutar peranan-peranan kehidupan yakni adanya pembantu dan tuan. Untuk menumbuhkan adanya silaturrahim, karena adanya perbedaan dan keperluan.

2) a)

Ghairu mal, terbagi kepada 2 yaitu; Hak syakhshi yaitu suatu tuntunan yang ditetapkan syara dari seseorang terhadap orang lain.

b) Hak aini ialah hak orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang kedua. Hak aini terbagi 2, yaitu; 1) Hak aini ashli ialah adanya wujud benda tertentu dan adanya shuhubul-haq.

2) Hak aini thabhiI ialah jaminan yang ditetapkan oleh seseorang yang mengutangkan uangnya atas orang yang berutang. Macam-Macam hak aini yaitu, a) b) Haq al-milkiyah ialah hak yang memberikan pemiliknya hak wilayah. Haq intifa ialah hak yang hanya boleh dipergunakan dan diusahakan hasilnya.

c) Haq al-irtifaq ialah hak memiliki manfaat yang ditetapkan untuk suatu kebun atas kebun yang lain, yang dimiliki bukan oleh pemilik kebun yang pertama. d) e) Haq al-istihsan ialah hak yang diperoleh dari harta yang digadaikan. Haq al-ihtibas ialah hak menahan sesuatu benda.

f) Haq qarar (menetap) atas waqaf. Yang termasuk hak atas menetap atas tanah waqaf yaitu; hak alhakr, hak al-ijaratain, hak al-qadar, hak al-marshad. g) h) i) Haq al-murur ialah hak manusia untuk lewat ditempat orang lain dari jalan umum. Haq taalli ialah hak manusia untuk menetapkan bangunannya diatas bangunan orang lain. Haq al-jiwar ialah hak-hak yang timbul disebabkan oleh berdempetnya batas-batas tempat tinggal.

Hak syafah atau haq syurb ialah kebutuhan manusia terhadap air untuk diminum sendiri dan untuk diminum binatangnya serta untk kebutuhan rumah tangganya

CONTOH KASUS Studi Kasus Fiqh Muamalah (Undian Berhadiah) Posted by Budi Wahyono

Kasus - Bank ABC yang beroperasikan konvensional memberikan hadiah undian mobil BMW pada nasabah yang memiliki saldo minimal Rp 500.000,00. Sedangkan Bank XYZ beroperasikan syariah juga ikut memberikan undian berhadiah bagi nasabahnya. Buatlah analisis fiqh terhadap undian yang diberikan oleh kedua bank tersebut!

Analisis Fiqh Definisi - Yang dimaksud undian berhadiah adalah undian yang dilaksanakan oleh perusahaan barang atau jasa dengan tujuan menarik para pembeli dan melariskan dagangan atau jasa yang mereka tawarkan dengan cara memberikan hadiah untuk para pemenang yang ditentukan secara undian. Dalam hal ini tujuan bank memberikan hadiah atau undian memang biasanya sebagai salah satu langkah promosi untuk menarik nasabah.

Hukum dan Beberapa Bentuk Undian Berhadiah Hadiah itu pada dasarnya adalah halal dan mubah. Bahkan pada level tertentu bisa menjadi sunnah. Sebab Rasulullah SAW telah bersabda,Saling bertukar hadiahlah kalian, maka kalian akan tambah cinta. Namun yang namanya hadiah itu adalah akad yang tidak mengharuskan ada imbalan. Ketika seseorang memberi hadiah, maka bukan untuk mendapatkan suatu keinginan atau penebus sesuatu. Kalau untuk mendapatkan sesuatu, namanya bukan hadiah tapi membeli atau membayar.

Undian berhadiah tanpa menarik iuran dari peserta, maksudnya kupon undian diberikan kepada peserta dengan cara cuma-cuma, maka hukum undian ini dibolehkan syariat karena tidak ada dalil yang melarangnya dan juga gharar yang terdapat dalam akad ini yang disebabkan ketidaktahuan peserta akan fisik hadiah yang mereka terima tidak berdampak merusak akad. Karena gharar ini dalam akad hibah bukan akad jual beli. Dan gharar dalam akad hibah seperti yang telah dijelaskan hukumnya mubah.

Undian berhadiah dengan membayar iuran, undian jenis ini diharamkan sekalipun jumlah iurannya sangat sedikit, karena ghararnya nyata, dimana peserta membayar iuran yang kemungkinan ia mendapatkan hadiah sehingga berlaba atau ia tidak mendapat apa-apa sehingga ia rugi, maka undian ini termasuk maysir.

Jika undian tersebut tidak menarik iuran secara khusus akan tetapi untuk dapat mengikuti undian disyaratkan membeli barang, seumpama: kupon undian tertera pada majalah atau menempel pada suatu barang maka hukum mengikuti undian ini dibolehkan karena keberadaan undian hanya sebagai pengikut dalam akad. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa gharar yang hanya sebagai pengikut dalam akad tidaklah diharamkan. Namun perlu diingat, jika pembeli membeli barang tersebut dengan tujuan untuk mendapatkan kupon sedangkan ia tidak membutuhkan barangnya maka hukumnya haram karena kupon dalam hal ini adalah tujuan pembelian dan bukan sebagai pengikut.

Seperti pada jenis undian pada pusat perbelanjaan bahwa konsumen tujuan utamanya adalah belanja dan ternyata mendapatkan kesempatan mengikuti undian, maka pada nasabah bank pun berlaku demikian. Nasabah pada dasarnya menabung untuk menyimpan dana bukan untuk mendapat kesempatan undian, maka jika dari saldo tabungan itu dia mendapatkan kesempatan mengikuti undian, itu adalah hal yang melekat di dalamnya dan itu tidaklah haram. Bank mengadakan undian atau hadiah biasanya adalah untuk menarik para nasabah agar tertarik menabung di bank tersebut atau sebagai bentuk pelayanan terhadap nasabahnya.

Bila prinsipnya undian itu adalah hadiah yang diberikan pihak penyelenggara undian yang sumber dananya dari penyelenggara tersebut, bukan dari iuran atau urunan para peserta undian, maka bukan termasuk judi. Dana untuk hadiah diambilkan dari anggaran bidang promosi penyelenggara itu, bukan dari setoran para peserta undian, maka ini bukanlah perjudian. Tetapi merupakan taktik menggenjot angka penjualan. Hadiah atau undian di bank konvensional berasal dari bagian bunga para nasabah sedangkan bank syariah berasal dari bagi hasil antara nasabah dan bank itu sendiri. Bunga pada bank konvensional berasal dari persentase bunga dari tabungan nasabah yang digunakan oleh bank bersama dengan tabungan nasabah-nasabah lainnya adalah riba murni. Maka lebih baik untuk menghindarinya. Firman Allah Ta'ala:

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat

(dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya". (Al Baqarah: 278 -279). Sedangkan hadiah dari bank syariah berasal dari bagi hasil yang dilaksanakan antara bank dan nasabahnya. Pada dasarnya pemberian hadiah oleh bank syariah diperbolehkan karena tidak mengandung riba dan nasabah tidak dirugikan atas pengadaan hadiah tersebut. Menurut kaidah perbankan syariah, setiap investasi ataupun kegiatan perbankan ataupun keuangan yang mengandung resiko tinggi tidak diperkenankan dalam kerangka hukum syariah. Ada perbedaan mendasar antara judi dan pemberian hadiah sebagai dasar pemikiran strategi pemberian hadiah pada nasabah.

Judi Peserta yang menyetorkan sebagian dari kepemilikannya untuk mendapat gain yang lebih besar. Ada elemen ketidak pastian dan unsur kerugian yang mungkin akan diterima oleh peserta.

Hadiah Salah satu pihak menyediakan sebagian dari kepemilikannya kepada pihak yang lain. Ini tentu saja, disesuaikan dengan kemampuan pihak tersebut. Dalam hukum syariah, hadiah bersifat halal diberikan apabila tidak merugikan atau memberi beban pada salah satu pihak. Hadiah tersebut selayaknya tidak bersifat maysir yaitu transaksi yang digantungkan pada sesuatu yang keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan. Landasan ini dipetik dari Hadits Nabi Muhammad SAW saling berhadiahlah kalian dan saling menyayangilah CONTOH KASUS 2 Studi Kasus Fiqh Muamalah (Riba) Posted by Budi Wahyono

Kasus: Sebagai pemilik ruko, Pak Rahmad mempersilahkan Pak Burhan untuk memanfaatkan ruko tersebut tanpa dipungut biaya sewa. Di tengah periode, Pak Rahmad meminta Pak Burhan untuk membayar sewa ruko tersebut sebesar 20% dari keuntungan bisnisnya. Buatlah analisis fiqih, apakah transaksi ini dikategorikan riba?

Analisis: Dengan melihat fakta tersebut, mari kita tengok terlebih dahulu tentang hukum perjanjian (akad) dalam islam. Perjanjian dalam transaksi jual-beli (bai), sewa-menyewa (ijarah), bagi hasil (mudharabah), penitipan barang (wadiah), perseroan (syirkah), pinjam meminjam (ariyah), pemberian (hibah), penangguhan utang (kafalah), wakaf, wasiat, kerja, gadai atau perjanjian perdamaian dan lain sebagainya.

Rukun Perjanjian Secara umum, rukun perjanjian dalam hukum Islam adalah adanya shigat aqad itu sendiri, yang terdiri dari ijab dan qabul, yaitu suatu cara bagaimana rukun-rukun akad tersebut dinyatakan dan menunjuk kepada kehendak kedua belah pihak.

Adapun syarat-syarat shigat akad ini adalah:

Harus jelas atau terang pengertiannya, dalam artian bahwa lafaz yang dipakai dalam ijab dan qabul harus jelas maksud dan tujuannya menurut kebiasaan (urf) yang berlaku. Harus ada kesesuaian (tawaffuq) antara ijab dan qabul dalam semua segi perjanjian, untuk menghindari terjadinya kesalah-pahaman di antara para pihak yang melakukan perjanjian di kemudian hari. Harus memperlihatkan kesungguhan dan keridhaan (tidak ada paksaan) dari para pihak yang terkait untuk melaksanakan isi perjanjian yang telah dibuat, sehingga mempunyai kekuatan hukum yang penuh. Sementara bentuk-bentuk shigat akad itu sendiri dapat dilakukan secara lisan (dengan kata-kata), tulisan (catatan), isyarat (khusus bagi mereka yang tidak dapat melakukannya dengan dua cara sebelumnya, seperti karena bisu dan buta huruf) ataupun dengan perbuatan (seperti dalam akad sewa-menyewa dan sebagainya).

Syarat Perjanjian Suatu akad atau perjanjian dapat dikatakan telah terjadi jika telah memenuhi rukun-rukun dan syaratsyarat yang ditentukan. Rukun-rukun akad sebagaimana disebutkan sebelumnya adalah adanya ijab

dan qabul (shighat). Sementara syarat-syaratnya, ada yang menyangkut subyek perjanjian (aqidain), obyek perjanjian (maqud alaih) dan tempat akad (mahallul aqad).

Adapun syarat-syarat terjadinya akad dapat dibedakan menjadi dua (2) macam:

Pertama, syarat-syarat yang bersifat umum, yaitu yang wajib sempurna wujudnya dalam setiap perjanjian. Kedua, syarat-syarat yang bersifat khusus, yaitu syarat yang disyaratkan wujudnya dalam sebagian akad, dan tidak pada sebagian lainnya (tambahan), seperti adanya dalam akad nikah dan sebaginya. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan di atas dan melihat kasus yang terjadi sangat jelas bahwa Pak Rahmad jelas melakukan penyimpangan akad, akad yang sebelumnya adalah pinjam meminjam kemudian menjadi sewa menyewa ditengah periode jelas bathil. Pak Burhan tidak perlu memberikan keuntungannya karena dalam perjanjian awal adalah peminjaman tanpa ada syarat apapun.

Perjanjian tersebut bias dibatalkan dikarenakan, apabila salah satu pihak telah melakukan perbuatan yang menyimpang dari ketentuan yang disepakati dalam perjanjian, maka pihak lain dapat membatalkan perjanjian tersebut. Hal ini didasarkan dalam Quran: Bagaimana bisa ada perjanjian (aman) dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin, kecuali orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidil haraam? maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (QS. At-Taubah: 7)

Dalam Hukum Islam suatu perjanjian atau akad merupkan sesuatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan ketika para pihak yang terkait. Baik, hubungannya dengan shigat yang akan dilakukan, isi perjanjian yang akan disepakati, ataupun segala sesuatu yang terkait dengan perjanjian yang akan dibuat. Dalam hal ini para pihak sudah seharusnya menaati ketentuan ketentuan yang berlaku sesuai dengan hukum perjanjian dalam agama Islam, agar perjanjian yang dibuat dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait dan tidak akan menimbulkan masalah atau sengketa yang dapat merugikan kedua belah pihak.

Anda mungkin juga menyukai