Anda di halaman 1dari 8

Muamalah Dalam Islam (Materi PAI Kelas XI)

Sebagai makhluk social, manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan


dengan orang lain dalam kerangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga terkadang secara pribadi ia
tidak mampu untuk memenuhinya, dan harus berhubungan dengan orang
lain. Hubungan antara satu manusia dengan manusia lain dalam memenuhi
kebutuhan, harus terdapat aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban
keduanya berdasarkan kesepakatan. Proses untuk membuat kesepakatan
dalam kerangka memenuhi kebutuhan keduanya, lazim disebut dengan.
Proses untuk berakad atau melakukan kontrak. Hubungan ini merupakah
fitrah yang sudah ditakdirkan oleh Allah. karena itu ia merupakan kebutuhan
sosial sejak manusia mulai mengenal arti hak milik. Islam sebagai agama
yang komprehensif dan universal memberikan aturan yang cukup jelas
dalam akad untuk dapat diimplementasikan dalam setiap masa.
Dalam pembahasan fiqih, akad atau kontrak yang dapat digunakan
bertransaksi sangat beragam, sesuai dengan karakteristik dan spesifikasi
kebutuhan yang ada. Sebelum membahas lebih lanjut tentang pembagian
atau macam-macam akad secara spesifik, akan dijelaskan teori akad secara
umum yang nantinya akan dijadikan sebagai dasar untuk melakukan akadakad lainnya secara khusus . Maka dari itu, dalam makalah ini saya akan
mencoba untuk menguraikan mengenai berbagai hal yang terkait dengan
akad dalam pelaksanaan muamalah di dalam kehidupan kita sehari-hari.[1]
Pengertian
Pengertian muamalah pada mulanya memiliki cakupan yang luas, sebagaimana dirumuskan oleh Muhammad Yusuf Musa , yaitu Peraturanperaturan Allah yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat
untuk menjaga kepentingan manusia. Namun belakangan ini pengertian
muamalah lebih banyak dipahami sebagai aturan-aturan Allah yang
mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam memperoleh dan
mengembangkan harta benda atau lebih tepatnya dapa dikaakan sebagai
aturan Islam tentang kegiatan ekonomi yang dilakukan manusia.[2]
Fiqih Muamalah adalah pengetahuan tentang kegiatan atau transaksi yang
berdasarkan hukum-hukum syariat, mengenai perilaku manusia dalam
kehidupannya yang diperoleh dari dalil-dalil islam secara rinci. Ruang lingkup
fiqih muamalah adalh seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan
hokum-hukum islam yang berupa peraturan-peraturan yang berisi perintah
atau larangan seperti wajib,sunnah,haram,makruh dan mubah.hokum-hukum
fiqih terdiri dari hokum-hukum yang menyangkut urusan ibadah dalam
kaitannya dengan hubungan vertical antara manusia dengan Allah dan
hubungan manusia dengan manusia lainnya.[3]

Ruang Lingkup
Ruang lingkup fiqih muamalah mencakup segala aspek kehidupan manusia,
seperti social, ekonomi, politik hukum dan sebagainya. Aspek ekonomi dalam
kajian fiqih sering disebut dalam bahasa arab dengan istilah iqtishady, yang
artinya adalah suatu cara bagaimana manusia dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan membuat pilihan di antara berbagai pemakaian atas alat
pemuas kebutuhan yang ada, sehingga kebutuhan manusia yang tidak
terbatas dapat dipenuhi oleh alat pemuas kebutuhan yang terbatas.
Dalam kajian fiqih ruang lingkup muamalah yakni; Harta, Hak Milik, Fungsi
Uang, Buyu (tentang jual beli), Ar-Rahn (tentang pegadaian), Hiwalah
(pengalihan hutang), Ash-Shulhu (perdamaian bisnis), Adh-Dhaman (jaminan,
asuransi), Syirkah (tentang perkongsian), Wakalah (tentang per-wakilan),
Wadiah (tentang penitipan), Ariyah (tentang peminjaman), Mudharabah
(syirkah modal dan tenaga), Musaqat (syirkah dalam pengairan kebun),
Muzaraah (kerjasama per-tanian), Kafalah (pen-jaminan), Taflis (jatuh
bangkrut), Al-Hajru (batasan ber-tindak), Jialah (sayembara, pemberian fee),
Qaradh (pejaman), transaksi valas, Urbun (panjar/DP), Ijarah (sewamenyewa), Riba, konsep uang dan kebi-jakan moneter, Shukuk (surat utang
atau obligasi), Faraidh (warisan), Luqthah (barang tercecer), Waqaf, Hibah,
Washiat, Iqrar, Qismul fai wal ghanimah (pem-bagian fai dan ghanimah),
Qism ash-Shadaqat (tentang pembagian zakat), Ibrak (pembebasan hutang),
Muqasah (Discount), Kharaj, Jizyah, Dharibah,Ushur, Baitul Mal dan Jihbiz,
Kebijakan fiskal Islam, Keadilan Distribusi, Perburuhan (hubungan buruh dan
ma-jikan, upah buruh), monopoli, Pasar modal Islami dan Reksadana,
Asuransi Islam, Bank Islam, Pegadaian, MLM, dan lain-lain.[4]
Sumber-sumber
Sumber-sumber fiqih secara umum berasal dari dua sumber utama, yaitu
dalil naqly yang berupa Al-Quran dan Al-Hadits, dan dalil Aqly yang berupa
akal (ijtihad). Penerapan sumber fiqih islam ke dalam tiga sumber, yaitu AlQuran, Al-Hadits,dan ijtihad.
Al-Quran
Al-Quran adalah kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW
dengan bahasa arab yang memiliki tujuan kebaikan dan perbaikan manusia,
yang berlaku di dunia dan akhirat. Al-Quran merupakan referensi utama
umat
islam,
termasuk
di
dalamnya
masalah
hokum
dan
perundangundangan.

sebagai sumber hukum yang utama,Al-Quran dijadikan patokan pertama


oleh umat islam dalam menemukan dan menarik hukum suatu perkara
dalam kehidupan.
Al-Hadits
Al-Hadits adalah segala yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, baik
berupa perkataan,perbuatan,maupun ketetapan. Al-Hadits merupakan
sumber fiqih kedua setelah Al-Quran yang berlaku dan mengikat bagi umat
islam.
Prinsip Dasar Fiqih Muamalah
Sebagai sistem kehidupan, Islam memberikan warna dalam setiap dimensi
kehidupan manusia, tak terkecuali dunia ekonomi. Sistem Islam ini berusaha
mendialektikkan nilai-nilai ekonomi dengan nilai akidah atau pun etika.
Artinya, kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia dibangun dengan
dialektika nilai materialisme dan spiritualisme. Kegiatan ekonomi yang
dilakukan tidak hanya berbasis nilai materi, akan tetapi terdapat sandaran
transendental di dalamnya, sehingga akan bernilai ibadah. Selain itu, konsep
dasar Islam dalam kegiatan muamalah (ekonomi) juga sangat konsen
terhadap nilai-nilai humanisme. Di antara kaidah dasar fiqh muamalah
adalah sebagai berikut :

Hukum asal dalam muamalat adalah mubah

Konsentrasi Fiqih Muamalah untuk mewujudkan kemaslahatan

Menetapkan harga yang kompetitif

Meninggalkan intervensi yang dilarang

Menghindari eksploitasi

Memberikan toleransi

Tabligh, siddhiq, fathonah amanah sesuai sifat Rasulullah


Sedangkan menurut Dr. Muhammad 'Utsman Syabir dalam al-Mu'amalah alMaliyah al-Mu'ashirah fil Fiqhil Islamiy menyebutkan prinsip-prinsip itu, yaitu:
1. Fiqh mu'amalat dibangun di atas dasar-dasar umum yang dikandung oleh
beberapa nash berikut:
a. Firman Allah,
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian makan harta di antara
kalian dengan cara yang batil; kecuali dengan cara perdagangan atas dasar
kerelaan di antara kalian." (QS. An-Nisa`: 29)
"Janganlah kalian makan harta di antara kalian dengan cara yang batil dan
janganlah kalian menyuap dengan harta itu, dengan maksud agar kamu
dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal
kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 188)

b. Firman Allah,
"Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah:
275)
c. Ibnu 'Umar ra menyatakan bahwa Rasulullah saw. melarang jual beli
gharar (mengandung ketidakjelasan). (HR. Muslim, 10/157 dan al-Baihaqiy di
dalam as-Sunanul Kubra, 5/338)
2. Pada asalnya, hukum segala jenis muamalah adalah boleh. Tidak ada satu
model/jenis muamalah pun yang tidak diperbolehkan, kecuali jika didapati
adanya nash shahih yang melarangnya, atau model/jenis muamalah itu
bertentangan dengan prinsip muamalah Islam. Dasarnya adalah firman
Allah, "Katakanlah, 'Terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan
Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya
halal.' Katakanlah, 'Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang
ini), ataukah kamu mengada-ada atas nama Allah.'." (QS. Yunus: 59).
3. Fiqh mu'amalah mengompromikan karakter tsabat dan murunah. Tsubut
artinya tetap, konsisten, dan tidak berubah-ubah. Maknanya, prinsip-prinsip
Islam baik dalam hal akidah, ibadah, maupun muamalah, bersifat tetap,
konsisten, dan tidak berubah-ubah sampai kapan pun.
Namun demikian, dalam tataran praktis, Islamkhususnya dalam muamalah
bersifat murunah. Murunah artinya lentur, menerima perubahan dan
adaptasi sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi,
selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip yang tsubut.
4. Fiqh muamalah dibangun di atas prinsip menjaga kemaslahatan dan 'illah
(alasan disyariatkannya suatu hukum). Tujuan dari disyariatkannya
muamalah adalah menjaga dharuriyat, hajiyat, dan tahsiniyat. Prinsip-prinsip
muamalah kembali kepada hifzhulmaal (penjagaan terhadap harta), dan itu
salah satu dharuriyatul khamsah (dharurat yang lima). Sedangkan berbagai
akadseperti jual beli, sewa menyewa, dlsb.disyariatkan untuk memenuhi
kebutuhan manusia dan menyingkirkan kesulitan dari mereka.
Bertolak dari sini, banyak hukum muamalah yang berjalan seiring dengan
maslahat yang dikehendaki Syari' ada padanya. Maknanya, jika maslahatnya
berubah, atau maslahatnya hilang, maka hukum muamalah itu pun berubah.
Al-'Izz bin 'Abdussalam menyatakan, "Setiap aktivitas
yang tujuan disyariatkannya tidak terwujud, aktivitas itu hukumnya batal."
Dengan bahasa yang berbeda, asy-Syathibiy sependapat dengan al-'Izz..
Asy-Syathibiy berkata, "Memperhatikan hasil akhir dari berbagai perbuatan
adalah sesuatu yang mu'tabar (diakui) menurut syariat."[6]

Konsep Aqad Fiqih Ekonomi (Muamalah)


Setiap kegiatan usaha yang dilakukan manusia pada hakekatnya adalah
kumpulan transaksi-transaksi ekonomi yang mengikuti suatu tatanan
tertentu.
Dalam Islam, transaksi utama dalam kegiatan usaha adalah transaksi riil
yang menyangkut suatu obyek tertentu, baik obyek berupa barang ataupun
jasa. kegiatan usaha jasa yang timbul karena manusia menginginkan sesuatu
yang tidak bisa atau tidak mau dilakukannya sesuai dengan fitrahnya
manusia harus berusaha mengadakan kerjasama di antara mereka.
Kerjasama dalam usaha yang sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah pada
dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam:
Bekerja sama dalam kegiatan usaha, dalam hal ini salah satu pihak dapat
menjadi pemberi pembiayaan dimana atas manfaat yang diperoleh yang
timbul dari pembiayaan tersebut dapat dilakukan bagi hasil. Kerjasama ini
dapat berupa pembiayaan usaha 100% melalui akad mudharaba maupun
pembiayaan usaha bersama melalui akad musyaraka. Kerjasama dalam
perdagangan, di mana untuk meningkatkan perdagangan dapat diberikan
fasilitas-fasilitas tertentu dalam pembayaran maupun penyerahan obyek.
Karena pihak yang mendapat fasilitas akan memperoleh manfaat, maka
pihak pemberi fasilitas berhak untuk mendapatjan bagi hasil (keuntungan)
yang dapat berbentuk harga yang berbeda dengan harga tunai.
Kerja sama dalam penyewaan asset dimana obyek transaksi adalah manfaat
dari penggunaan asset. Kegiatan hubungan manusia dengan manusia
(muamalah) dalam bidang ekonomi menurut Syariah harus memenuhi rukun
dan syarat tertentu. Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dan menjadi dasar
terjadinya sesuatu, yang secara bersama-sama akan mengakibatkan
keabsahan. Rukun transaksi ekonomi Syariah adalah:
1. Adanya pihak-pihak yang melakukan transaksi, misalnya penjual dan
pembeli, penyewa dan pemberi sewa, pemberi jasa dan penerima jasa.
2. Adanya barang (maal) atau jasa (amal) yang menjadi obyek transaksi.
3. Adanya kesepakatan bersama dalam bentuk kesepakatan menyerahkan
(ijab) bersama dengan kesepakatan menerima (kabul).
Disamping itu harus pula dipenuhi syarat atau segala sesuatu yang
keberadaannya menjadi pelengkap dari rukun yang bersangkutan.
Contohnya syarat pihak yang melakukan transaksi adalah cakap hukum,
syarat obyek transaksi adalah spesifik atau tertentu, jelas sifat-sifatnya, jelas
ukurannya, bermanfaat dan jelas nilainya.

Obyek transaksi menurut Syariah dapat meliputi barang (maal) atau jasa,
bahkan jasa dapat juga termasuk jasa dari pemanfaatan binatang. Pada
prinsipnya obyek transaksi dapat dibedakan kedalam:
1. obyek yang sudah pasti (ayn), yaitu obyek yang
keberadaannya atau segera dapat diperoleh manfaatnya.

sudah

jelas

2. obyek yang masih merupakan kewajiban (dayn), yaitu obyek yang timbul
akibat suatu transaksi yang tidak tunai.
Secara garis besar aqad dalam fiqih muamalah adalah sebagai berikut :
1. Aqad mudharaba
Ikatan atau aqad Mudharaba pada hakekatnya adalah ikatan penggabungan
atau pencampuran berupa hubungan kerjasama antara Pemilik Usaha
dengan Pemilik Harta.
2. Aqad musyarakah
Ikatan atau aqad Musyaraka pada hakekatnya adalah ikatan penggabungan
atau pencampuran antara para pihak yang bersama-sama menjadi Pemilik
Usaha.
3. Aqad perdagangan
Aqad Fasilitas Perdagangan, perjanjian pertukaran yang bersifat keuangan
atas suatu transaksi jual-beli dimana salah satu pihak memberikan fasilitas
penundaan pembayaran atau penyerahan obyek sehingga pembayaran atau
penyerahan tersebut tidak dilakukan secara tunai atau seketika pada saat
transaksi.
4. Aqad ijarah
Aqad Ijara, adalah aqad pemberian hak untuk memanfaatkan Obyek melalui
penguasaan sementara atau peminjaman Obyek dgn Manfaat tertentu
dengan membayar imbalan kepada pemilik Obyek. Ijara mirip dengan
leasing namun tidak sepenuhnya sama dengan leasing, karena Ijarah
dilandasi adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan
kepemilikan.[7]
Transformasi Fikih Muamalah Ke dalam Sistem Hukum Nasional
Dari perspektif sistem hukum nasional, bentuk negara kesatuan RI bukan
sekedar fenomena yuridis-konstitusional, tetapi merupakan suatu yang oleh
Friedman disebut sebagai people attitudes yang mengandung hal-hal
seperti di atas yakni: beliefs, values, ideas, expectations. Paham negara
kesatuan bagi bangsa Indonesia adalah suatu keyakinan, suatu nilai, suatu
cita dan harapan-harapan. Dengan unsur-unsur tersebut, paham negara
kesatuan bagi rakyat Indonesia mempunyai makna ideologis bahkan filosofis,
bukan sekedar yuridis-formal. Dengan perkataan lain, sistem hukum nasional

merupakan pengejawantahan unsur budaya.3 Oleh karenanya, menurut Solly


Lubis,4 dalam praktek kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat
secara mendasar (grounded, dogmatie) dimensi kultur seyogyanya
mendahului dimensi politik dan hukum.
Berkaitan dengan subtansi hukum, meskipun Pengadilan Agama telah lama
diakaui eksistensinya, namun masih belum mempunyai buku hukum yang
dijadikan standarisasi bagi hakim dalam memutus perkara layaknya KUHP di
Pengadilan Negeri. Hukum materiil yang digunakan di Pengadilan Agama
selama ini -khususnya dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariahbukan merupakan hukum tertulis (hukum positif), masih tersebar dalam
beberapa kitab fikih.5 Suatu hal yang perlu dicatat adalah sejauhmana
kesungguhan lembaga eksekutif maupun legislatif untuk merumuskan
pedoman bagi para hakim Pengadilan Agama dalam menjalankan tugasnya.
Padahal justru melalui program legislasi nasional itu, hukum Islam tidak
hanya mejadi hukum positif, namun kadar hukum itu akan menjadi bagian
terbesar dari pelaksanaan hukum termasuk diantaranya hukum Islam yang
mengatur masalah ekonomi syariah.
Pendekatan yang dapat digunakan sebagai upaya mentransformasikan fikih
muamalah ke dalam hukum nasional adalah meminjam teori hukumnya Hans
Kelsen (Stufenbau des rechts).6 Menurut teori ini berlakunya sutu hukum
harus dapat dikembalikan kepada hukum yang lebih tinggi kedudukannya
yakni:7
1) Ada cita-cita hukum (rechtsidee) yang merupakan norma abstrak.
2) Ada norma antara (tussen norm, generelle norm, law in books) yang
dipakai sebagai perantara untuk mencapai cita-cita. [8]
3) Ada norma konkrit (concrete norm), sebagai hasil penerapan norma
antara atau penegakannya di Pengadilan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari berbagai penjelasan di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan
dahwa Fiqih Muamalah merupakan ilmu yang mempelajari segala perilaku
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh
falah (kedamaian dan kesejahteraan dunia akhirat). Perilaku manusia di sini
berkaitan dengan landasan-landasan syariah sebagai rujukan berperilaku
dan kecenderungan-kecenderungan dari fitrah manusia. Kedua hal tersebut
berinteraksi dengan porsinya masing-masing sehingga terbentuk sebuah
mekanisme ekonomi (muamalah) yang khas dengan dasar-dasar nilai
ilahiyah.
DAFTAR PUSTAKA
Masadi, Ghufron. 2002. Fikih Muamalah Kontekstual. Pt. Raja Grafindo
Persada : Jakarta
http://hadypradipta.blog.ekonomisyariah.net/2009/01/06/fiqih-muamalah/8

http://an-nuur.org/index.php?
option=com_content&task=blogcategory&id=14&Itemid=30
H.Hendi Suhendi,Msi. Fiqh Muamalah, Raja grafindo persada.Jakarta2007
Lihat:Masadi, Ghufron. 2002. Fikih Muamalah Kontekstual. Pt. Raja Grafindo
Persada : Jakarta, hal 12
Drs. M. Yatimin Abdullah, MA, Studi Islam Kontemporer, Cet I, Amzah, Jakarta,
Hal. 157
[1] Lihat:Masadi, Ghufron. 2002. Fikih Muamalah Kontekstual. Pt. Raja
Grafindo Persada : Jakarta, hal 12
[2] Drs. M. Yatimin Abdullah, MA, Studi Islam Kontemporer, Cet I, Amzah,
Jakarta, Hal. 157
[3] Drs. M. Yatimin Abdullah, op.cit, hal. 160
[4] http://hitsuke.blogspot.com/2009/11/akad-fiqih-muamalah.html
[5] .H.Hendi Suhendi,Msi. Fiqh Muamalah, Raja grafindo persada.Jakarta2007,
hal 59
[6]
http://an-nuur.org/index.php?
option=com_content&task=blogcategory&id=14&Itemid=30
[7] H.Hendi Suhendi,Msi, op.cit hal 89

Anda mungkin juga menyukai