SAW sebagai ayah begitu menginspirasi. Perilaku Nabi itu sangat kontras dengan tradisi bangsa
Arab yang kaku dan keras. Nabi Muhammad menghadirkan suasana rumah dibalut kehangatan,
pendidikan, kelembutan, dan cinta kasih. Sementara, orang Arab lebih mengedepankan karisma.
Pada masa itu, dalam masyarakat Arab tidak biasa seorang lelaki menunjukkan kasih sayang
secara terbuka kepada anak.
Pertautan Gadis kecil itu menangis terisak sambil membersihkan kotoran unta di bawah
punggung ayahnya. Dikisahkan oleh Abdullah bin Masud, ketika itu Nabi tengah shalat di dekat
Kabah. Abu Jahal dan rekan-rekannya duduk di sana.
Salah satu dari mereka berkata, Siapa di antara kalian yang mau mengambil kotoran hewan
sembelihan milik Bani Fulan untuk diletakkan di punggung Muhammad SAW saat sujud?
Uqbah bin Abu Muith, orang paling celaka di antara mereka, bangkit untuk melakukan usulan
tersebut. Ia kembali membawa kotoran hewan dan menunggu. Ketika Rasulullah sujud, dia
letakkan kotoran itu di pundak beliau. Kaum Quraisy tertawa terbahak-bahak melihatnya.
Adalah Fatimah az- Zahra, putri kecil Muhammad, yang menangis mengetahui peristiwa itu. Ia
hampiri sang ayah dan membuang kotoran dari punggung beliau. Setelah itu, barulah Rasulullah
bangun dari sujud. Kedewasaan dan rasa sayang Fatimah pada Rasulullah membuatnya dijuluki
`Ummu Abiha.
Setelah kepergian Khadijah, Fatimah juga yang membantu melakukan pekerjaan di rumah
Rasulullah, mengurus sang ayah, dan mencurahkan segenap kasih sayang pada beliau. Peristiwa
itu sekaligus menunjukkan eratnya pertautan antara seorang anak dan ayah. Ayah yang bersikap
dingin mungkin akan mendapatkan rasa segan, tapi belum tentu rasa segan itu terlahir dari kasih
sayang anak-anaknya. Sikap anak pada orang tua tak lain cerminan dari sikap kita kepada orang
tua kita selama ini. semoga menjadi pelajaran bagi kita.*