Anda di halaman 1dari 14

Reza Fajri Hidayat

Kajian Hukum Islam

Minggu, 14 Juni 2015

Fiqih Jinayah : jarimah Qishash dan diyat (analisa reza f.h)

Oleh : Reza Fajri Hidayat

Pembahasan

I. Qishash

A. Pengertian Jarimah Qishash

Secara etimologis ‫ قصاص‬dari kata Qashoshon- Yaqushu- Qoshan yang berarti ‫( تتبعته‬mengikuti),
menelusuri jejak atau langkah (‫ ) تتبع األثر‬seperti ‫ قصصت األثر‬berarti: “aku mengikuti jejaknya”. Hal ini
sebagaimana firman Allah :

ِ َ‫ك َما ُكنَّا نَب ِْغ فَارْ تَ َّدا َعلَى آث‬


َ َ‫ار ِه َما ق‬
‫صصًا‬ َ ِ‫قَا َل َذل‬

Artinya : Musa berkata, “Itulah (tempat) yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka
semula. (QS. Al- Kahfi (18) : 64)

Adapun arti qishash secara terminologi yang dikemukakan oleh Al- Jurnani adalah yang mengenakan
sebuah tindakan (sanki hukum) kepada pelaku persis seperti tindakan yang dilakukan oleh pelaku
tersebut (terhadap korban).[1]

Sementara itu dalam Al- Mu’jam Al- Wasit, qishash diartikan dengan menjatuhkan sanki hukum kepada
pelaku tindak pidana sama persis dengan tindak pidana yang dilakukan, nyawa dengan nyawa dan
anggota tubuh dibalas dengan anggota tubuh.[2]

Dengan demikian, nyawa pelaku pembunuhan dapat dihilangkan karena ia pernah menghilangkan
nyawa korban atau pelaku penganiyaan boleh dianiaya karena ia pernah menganiaaya korban.

B. Dasar Hukum Qishash

ِ ‫ع بِ ْال َم ْعر‬
‫ُوف‬ ْ ‫صاصُ فِي ْالقَ ْتلَى ْالحُرُّ بِ ْالحُرِّ َو ْال َع ْب ُد بِ ْال َع ْب ِد َواأْل ُ ْنثَى بِاأْل ُ ْنثَى فَ َم ْن ُعفِ َي لَهُ ِم ْن أَ ِخي ِه ش‬
ٌ ‫َي ٌء فَاتِّبَا‬ َ ِ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ْالق‬
َ ِ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آَ َمنُوا ُكت‬
َ ٌ
َ ِ‫يف ِم ْن َربِّ ُك ْم َو َرحْ َمة فَ َم ِن ا ْعتَدَى بَ ْع َد َذل‬
‫ك فَلَهُ َع َذابٌ ألِي ٌم‬ ٌ ِ‫َوأدَا ٌء إِلَ ْي ِه بِإِحْ َسا ٍن َذلِكَ ت َْخف‬ َ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang
yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan
wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang
mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat)
kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan
dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa
yang sangat pedih”. (Q.s. Al Baqarah (2) : 178)

C. Macam-macam QishashDalam fiqih jinayah, sanksi qishash ada dua macam, yaitu sebagai berikut :

1. Qishash karena melakukan jarimah pembunuhan

2. Qishash karena melakukan jarimah penganiyaan

Maksud dari macam-macam qishash adalah jenis-jenis dari kejahatan yang dihukum dengan cara
qishash. Syaikh ‘Abdul Qadir ‘Awdah menjelaskan secara global ada 5 jenis kejahatan yang masuk di
dalam akibat hukum qishash, yaitu :

1. Pembunuhan sengaja (‫)القتل العمد‬

2. Pembunuhan seperti sengaja (‫)القتل شبه العمد‬

3. Pembunuhan tersalah ( ‫) القتل الخطأ‬

4. Pencederaan sengaja (‫)الجرح العمد‬

5. Pencederaan tersalah ( ‫) الجرح الخطأ‬.[3]

Sanksi hukum qishash yang diberlakukan terhadap pelaku pembunuhan sengaja (terencana) terdapat
dalam firman Allah berikut :

‫صاصُ فِي ْالقَ ْتلَى‬


َ ِ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ْالق‬
َ ِ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكت‬

Artinya : Wahai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang
yang dibunuh. (QS. Al- Baqarah (2): 178)

Ayat ini berisi tentang hukuman qishash bagi pembunuh yang melakukan kejahatannya secara sengaja
dan pihak keluarga korban tidak memaafkan pelaku. Kalau keluarga korban tidak memaafkan pelaku,
maka sanksi qishash tidak berlaku dan beralih menjadi hukuman diyat.[4] Dengan demikian, tidak setiap
pelaku tindak pidana pembunuhan pasti diancam sanki qishash. Segala sesuatunya harus diteliti secara
mendalam mengenai motivasi, cara, faktor pendorong, dan teknis ketika melakukan jarimah
pembunuhan ini. Ulama fiqh membedakan jarimah pembunuhan menjadi tiga katagori, yaitu sebagai
berikut:

1. Pembunuhan Sengaja

2. Pembunuhan semi sengaja


3. Pembunuhan tersalah.[5]

Ketiga macam pembunuhan di atas disepakati oleh jumhur ulama, kecuali Imam Malik. Mengenal hal ini,
Abdul Qadir Audah mengatakan, perbedaan pendapat yang mendasar bahwa Imam Malik tidak
mengenal jenis pembunuhan semi sengaja, karena menurutnya di dalam Al-quran hanya ada jenis
pembunuhan sengaja dan tersalah. Barang siapa menambah satu macam lagi, berarti ia menambah
ketentuan nash.[6] Dari tiga jenis tindak pidana pembunuhan tersebut, sanksi hukuman qishash hanya
berlaku pada pembunuhan jenis pertama, yaitu jenis pembunuhan sengaja. Nash yang mewajibkan
hukuman qishsh ini tidak hanya berdasarkan Alquran, tetapi juga hadis Nabi dan tindakan para sahabat.

Pernyataan diatas mewajibkan hukuman qishash terhadap pelaku jarimah pembunuhan secara sengaja.
Adapun dua jenis pembunuhan lainnya, sanksi hukumannya berupa diyat. Demikian juga pembunuhan
sengaja yang dimaafkan oleh pihak keluarga korban, sanksi hukumannya berupa diyat.

Adapun sebuah jarimah dikatagorikan sengaja, diantaranya dijelaskan oleh Abu Ya’la sebagai berikut.

· Jika pelaku sengaja membubuh jiwa dengan benda tajam, seperti besi, atau sesuatu yang dapat
melukai daging, seperti melukainya dengan besi atau dengan benda keras yang biasanya dapat dipakai
membunuh itu disebut sebagai pembunuhan sengaja yang pelakunya harus di qishash.[7]

Selain itu, pendapat lain yang dikemukakan oleh Abdul Qadir ‘Awdah sebagai berikut :

· Jika pelaku tidak sengaja membunuh tetapi ia sekedar bermaksud menganiaya, maka tindakannya
tidak termasuk pembunuhan sengaja, walaupun tindakannya itu mengakibatkan kematian korban.
Dalam kondisi demikian, pembunuhan itu termasuk kedalam katagori pembunuhan sengaja
sebagaimana dikemukakan oleh ulam fiqh.[8]

D. Penerapan Hukuman Qishash

a) Bagi pembunuhan sengaja (‫ )القتل العمد‬maka sanksinya ada 3 yaitu :

1. Hukuman Pokok (al-‘uqubat al-ashliyah )

2. Hukuman Pengganti (al-‘uqubat al-badaliyah)

3. Hukuman Tambahan (al-‘uqubat al-thaba’iyah)

Secara global pembunuh dengan sengaja wajib terkena 3 perkara :

1. Dosa besar.

2. Diqishash karena ada ayat qishash.

3. Terhalang menerima warisan karena ada hadis “orang yang membunuh tidak mendapat waris
apapun”.[9]
Hukuman pokok (uqubat ashliyah) untuk pembunuhan sengaja adalah Qishash. Qishash di sini adalah
hukum bunuh. Ketika mustahiq al-qishâsh memaafkan dengan tanpa meminta diyat, maka menurut
mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’I dalam sebuah pendapat ; maka tidak wajib bagi pembunuh tadi
membayar diyat secara paksa. Hanya saja baginya ia boleh memberinya sebagai gantian dari pemaafan
dari mustahiq al-qishâsh tadi. Secara hukum si mustahiq al-qishâsh berhak untuk memaafkan secara
gratis tanpa ada tuntutan diyat.[10]

Mustahiq al-qishâsh juga berhak untuk memberi kemaafan dengan tuntutan diyat, banyak dan
sedikitnya sesuai dengan kesepakatan pembunuh. Diyat di sini dianggap sebagai gantian dari Qishash.
Dalam hal ini, hakim tidak boleh menetapkan hukuman pokok dengan gantiannya secara bersamaan
bagi sebuah pekerjaan. Dalam arti, ia tidak boleh diqishash dan sekaligus membayar diyat.[11]

Sedangkan cara qishash pula terjadi khilaf. Menurut madzhab Hanafi, Qishash hanya boleh dilaksanakan
menggunakan senjata seperti pedang. Maksudnya, hukuman qishash dilaksanakan hanya dengan
senjata, tidak dengan membalas seperti cara pembunuh tersebut membunuh atau lainnya.[12] Hukum
ini juga ditetapkan menurut sebuah riwayat yang paling shahih menurut madzhab hambali.[13]

Hukuman Pengganti (al-uqubat badaliyah) adalah membayar diyat mughalladzah. Menurut Imam al-
Syafi’I sebagai qaul jadîd diyat tersebut adalah 100 unta bagi pembunuh lelaki yang merdeka. Jumlah
100 itu dibagi 3: 30 berupa unta hiqqah, 30 unta jadza’ah, dan 40 unta khalifah. Ketika tidak dapat
ditemukan maka berpindah pada harga unta-unta tersebut. Sedangkan menurut qaul qadîm jika tidak
ada maka boleh membayar 100 dinar atau 12000 dirham. [14]

Seumpama pembunuhnya perempuan merdeka maka ia adalah separuhnya diyat lelaki; yaitu 50 unta.
15 berupa unta hiqqah, 15 unta jadza’ah, dan 20 unta khalifah.[15]

Hukuman Tambahan (al-‘uqubat al-thaba’iyah) kejahatan pembunuhan adalah terhalang untuk


menerima waris dan wasiat. Dalam hal waris ulama sepakat, sedangkan untuk wasiat masih terjadi
perbedaan pendapat.[16]

b) Bagi Pembunuhan yang seperti sengaja (‫ )القتل شبه العمد‬maka sanksinya ada 3 yaitu :

1. Hukuman Pokok (al-‘uqubat ashliyah)


2. Hukuman Pengganti (al-‘uqubat badaliyah)

3. Hukuman Tambahan (al-‘uqubat al Thaba’iyah).[17]

Hukuman Pokok (uqubat ashliyah) bagi pembunuhan yang seperti sengaja adalah membayar diyat
mughalladzah. Diyat ini sama dengan membunuh dengan sengaja. Hanya saja bedanya berada pada
penangung jawab dan waktu membayarnya.[18]

Hukuman pengganti (uqubat badaliyah) bagi pembunuhan seperti sengaja ini adalah ta’zir. dan
hukuman tambahan (uqubat al-thaba’iyah) pembunuhan yang menyamai sengaja adalah terhalang
untuk menerima waris dan wasiat seperti yang telah lewat.[19]

E. Hapusnya Hukuman Qishash

Hukuman qishash dapat dihapus karena hal-hal berikut :

1. Hilangnya tempat/bagian yang diqishash.

2. Permaafan / adanya permohonan maaf.

3. Perdamaian.

4. Diwariskan hak qishash.[20]

Yang dimaksud dengan hilangnya tempat yang diqishash adalah hilangnya anggota badan atau jiwa
orang yang akan diqishash sebelum dilaksanakan hukuman qishash. Para ulama berbeda pendapat
dalam hal hilangnya tempat utnuk diqishash itu mewajibkan diyat. Imam Malik dan Imam Abu Hanifah
berpendapat bahwa hilangnya anggota badan atau jiwa yang akan diqishash itu menyebabkan hapusnya
diyat, karena bila qishash itu tidak meninggal dan tidak hilang anggota badan yang akan diqishash itu,
maka yang wajib hanya qishash bukan diyat.

Sedang menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad dalam kasus diatas qishash dan segala aspeknya
menjadi hapus, akan tetapi menjadi wajib diyat, karena qishash dan diyat itu kedua-duanya wajib, bila
salah satunya tidak dapt dilaksanakan maka diganti dengan hukuman lainnya.[21] Sehubungan dengan
dengan pemaafan para ulama sepakat tentang pemaafan qishash, bahkan lebih utama daripada
menuntunya. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT :

ْ ‫ فَ َم ْن ُعفِ َي لَهُ ِم ْن أَ ِخي ِه ش‬...


‫َي ٌء‬
Artinya : “barang siapa mendapat dari saudara-saudaranya...(QS.Al Baqarah (2) : 178)

Yang dimaksud pemaafan menurut imam syafi’i dan imam ahmad adalah memaafkan qishash atau diyat
tanpa imbalan apa-apa. Sedang menurut imam malik dan imam abu hanifah terhadap diyat itu bisa
dilaksanakan bila ada kerelaan pelaku/terhukum. Jadi menurut kedua ulama terakhir ini pemaafan
adalah pemaafan qishash tanpa imbalan apa-apa. Adapun memaafkan diyat itu, bukan pemaafan,
melainkan perdamaian. Orang yang berhak memaafkan qishash adalah orang yang berhak menuntunya.

II. Diyat

A. Pengertian Diyat

Diyat adalah sejumlah harta yang dibebankan kepada pelaku, karena terjadi tindak pidana (pembunuhan
atau penganiayaan) dan diberikan kepada korban atau walinya. Dalam definisi lain disebutkan bahwa
diat adalah denda / suatu harta yang wajib di berikan pada ahli waris dengan sebab melukai jiwa atau
anggota badan yang lain pada diri manusia.[22] Dari definisi diatas jelaslah bahwa diat merupakan
uqubah maliyah (hukuman yang bersifat harta), yang diserahkan kepada korban atau kepada wali
(keluarganya) apabila ia sudah meninggal, bukan kepada pemerintahan.

B. Macam-macam Diat

Diat terbagi kedalam dua macam, yaitu :

1. Diyat Mughaladhah.

2. Diyat Mukhafafah.

Diat Mughaladhah adalah denda disebabkan karena membunuh seorang yang merdeka islam secara
sengaja (‘amdin). dan Diat Mukhafafah yaitu denda disebabkan karena pembunuhan seseorang islam
tanpa disengaja (syibhul ‘amdin).[23]

Perbedaan mendasar antara diyat ringan dan diyat berat terletak pada jenis dan umur unta. Dari segi
jumlah unta, antara diyat ringan dan diyat berat sama-sama berjumlah 100 ekor. Akan tetapi, klo diyat
ringan hanya terdiri dari 20 ekor unta umur 0-1 tahun, 20 ekor yang lain umur 1-2 tahun, 20 ekor yang
lain 2-3 tahun, 20 ekor yang lain umur 3-4 tahun, dan 20 ekor yang lain berumur 4-5 tahun. Sedangkat
diyat berat terdiri dari tiga katagori terakhir diatas ditambah 40 ekor unta yang disebut dengan khalifah,
yaitu unta yang sedang mengandung atau bunting. Kasus aktual tentang uang diyat ini terkait kasus
Darsem (tahun 2011), seorang TKW asal Subang, Jawa Barat yang dituntut membayar diyat sebesar 4,7
miliar rupiah. Sungguh besar apabila dibandingkan dengan harga 100 ekor unta, walaupun 40 ekor di
antaranya berupa unta bunting.[24]

C. Dasar Hukum Diat

Dasar hukum atau dalil disyariatkannya diat, terdapat dalam firman Allah pada surat An Nisa ayat 92
yang berbunyi :

َّ َ‫َو َم ْن قَت ََل ُم ْؤ ِمنًا َخطَأ ً فَتَحْ ِري ُر َرقَبَ ٍة ُم ْؤ ِمنَ ٍة َو ِديَةٌ ُم َسلَّ َمةٌ ِإلَى أَ ْهلِ ِه إِال أَ ْن ي‬
‫ص َّدقُوا‬

Artinya : “Barang siapa membunuh seorang yang beriman karena tersalah (hendaklah) dia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah.

Menurut ayat ini, hukuman diat dikenakan kepada pelaku pembunuhan tersalah (qatlu al-khatha),
namun disini kedudukannya sebagai hukuman pokok (al-‘uqubat ashliyah).

Sabda Nabi SAW :

,‫يث‬ َ ‫َب إِلَى أَ ْه ِل اَ ْليَ َم ِن فَ َذ َك َر اَ ْل َح ِد‬


َ ‫ي صلى هللا عليه وسلم َكت‬ َّ ِ‫ ع َْن َج ِّد ِه رضي هللا عنه أَ َّن اَلنَّب‬,‫ ع َْن أَبِي ِه‬,‫ع َْن أَبِي بَ ْك ٍر ب ِْن ُم َح َّم ٍد ْب ِن َع ْم ِر ِو ْب ِن َح ْز ٍم‬
ُ َ
‫ب‬ َ ‫وع‬ ِ ‫ف إِ َذا أ‬ ِ ‫ َوإِ َّن فِي اَلنَّ ْف‬,‫ضى أَوْ لِيَا ُء اَ ْل َم ْقتُو ِل‬
ِ ‫ َوفِي اَأْل ْن‬,‫س اَل ِّديَةَ ِمائَةً ِم ْن اَإْل ِ بِ ِل‬ َ ْ‫ إِاَّل أَ ْن يَر‬,‫ فَإِنَّهُ قَ َو ٌد‬,‫ ( أَ َّن َم ْن اِ ْعتَبَطَ ُم ْؤ ِمنًا قَ ْتالً ع َْن بَيِّنَ ٍة‬:‫َوفِي ِه‬
‫ َوفِي اَلرِّجْ ِل‬,ُ‫ َوفِي اَ ْل َع ْينَ ْي ِن اَل ِّديَة‬,ُ‫ب اَل ِّديَة‬ِ ‫ َوفِي اَلصُّ ْل‬,ُ‫ضتَ ْي ِن اَل ِّديَة‬ َ ‫ َوفِي اَ ْلبَ ْي‬,ُ‫ َوفِي اَل ِّذ ْك ِر اَل ِّديَة‬,ُ‫ َوفِي اَل َّشفَتَي ِْن اَل ِّديَة‬,ُ‫ان اَل ِّديَة‬ِ ‫ َوفِي اَللِّ َس‬,ُ‫َج ْد ُعهُ اَل ِّديَة‬
‫صابِ ِع اَ ْليَ ِد‬
َ َ‫ َوفِي ُك ِّل إِصْ بَ ٍع ِم ْن أ‬,‫س َع ْش َرةَ ِم ْن اَإْل ِ بِ ِل‬ َ ‫ َوفِي اَ ْل ُمنَقِّلَ ِة خَ ْم‬,‫ث اَل ِّديَ ِة‬
ُ ُ‫ َوفِي اَ ْل َجائِفَ ِة ثُل‬,‫ث اَل ِّديَ ِة‬ ْ
ُ ُ‫ َوفِي ْال َمأ ُمو َم ِة ثُل‬,‫اَ ْل َوا ِح َد ِة نِصْ فُ اَل ِّديَ ِة‬
) ‫َار‬ ٍ ‫ب ألفُ ِدين‬ ْ َ َّ َ َ ْ ْ ‫إْل‬
ِ َ‫ َو َعلَى أ ْه ِل اَلذه‬,‫ َوإِ َّن اَل َّر ُج َل يُقتَ ُل بِال َمرْ أ ِة‬,‫ض َح ِة َخ ْمسٌ ِم ْن اَ ِ بِ ِل‬ ْ
ِ ‫ َوفِي اَلسِّنِّ خَ ْمسٌ ِم ْن اَ ِ بِ ِل َوفِي اَل ُمو‬,‫َوالرِّجْ ِل َع ْش ٌر ِم ْن اَإْل ِ بِ ِل‬
‫إْل‬
‫ص َّحتِ ِه‬ ِ ‫اختَلَفُوا فِي‬ ْ ‫ َو‬,ُ‫ َوأَحْ َمد‬, َ‫ َوابْنُ ِحبَّان‬,‫ َوابْنُ اَ ْل َجارُو ِد‬,َ‫ َوابْنُ ُخزَ ْي َمة‬,‫اسي ِل َوالنَّ َسائِ ُّي‬ ِ ‫أَ ْخ َر َجهُ أَبُو دَا ُو َد فِي اَ ْل َم َر‬

Artinya : “Dari Abu Bakar Ibnu Muhammad Ibnu Amar Ibnu Hazem, dari ayahnya, dari kakeknya
Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah mengirim surat kepada penduduk
Yaman -dan dalam hadits itu disebutkan- "Bahwa barangsiapa yang secara nyata membunuh seorang
mukmin dengan sengaja maka ia harus dibunuh, kecuali ahli waris yang terbunuh rela; diyat (denda)
membunuh jiwa ialah seratus unta; hidung yang dipotong habis ada diyatnya; dua buah mata ada
diyatnya; lidah ada diyatnya; dua buah bibir ada diyatnya; kemaluan ada diyatnya; dua biji penis ada
diyatnya; tulang belakang ada diyatnya; kaki sebelah diyatnya setengah; ubun-ubun diyatnya sepertiga;
luka yang mendalam diyatnya sepertiga; pukulan yang menggeser tulang diyatnya lima belas unta;
setiap jari-jari tangan dan kaki diyatnya sepuluh unta; gigi diyatnya lima unta; luka hingga tulangnya
tampak diyatnya lima unta; laki-laki yang dibunuh karena membunuh seorang perempuan, bagi orang
yang biasa menggunakan emas dapat membayar seribu dinar." Riwayat Abu Dawud dalam hadits-hadits
mursal, Nasa'i, Ibnu Khuzaimah, Ibnu al-Jarud, Ibnu Hibban, dan Ahmad. Mereka berselisih tentang
shahih tidaknya hadits tersebut.”
D. Hal-Hal Kejahatan Yang Dapat Berakibat Pada Munculnya Diyat

Hal kejahatan yang dapat dapat dikenakan sanksi diat, adalah :

1. Pembunuhan terhadap muslim

2. Penganiayaan terhadap muslim

1) Pembunuhan terhadap muslim

Pembunuhan ada tiga yaitu :

Pembunuhan yang benar-benar di sengaja. adapun diyat yang harus di tanggung bagi pelaku pidana jika
ahli waris memaafkan yaitu :100 ekor unta yang berbeda dalam masing-masing dan hal tersebut dapat
di kelompokan sebagai berikut :

ُ‫ ع َْن َج ِّد ِه َرفَ َعه‬,‫ ع َْن أَبِي ِه‬,‫ب‬ ِ ‫ ِم ْن طَ ِر‬: ُّ‫ َواَلتِّرْ ِم ِذي‬,َ‫ َوأَ ْخ َر َجهُ أَبُو دَا ُود‬:
ٍ ‫يق َع ْم ِر ِو ْب ِن ُش َع ْي‬

( ‫ َوأَرْ بَعُونَ َخلِفَةً فِي بُطُونِهَا أَوْ اَل ُدهَا‬,ً‫ َوثَاَل ثُونَ َج َذ َعة‬,ً‫( اَل ِّديَةُ ثَاَل ثُونَ ِحقَّة‬

Artinya: Abu Dawud dan Tirmidzi meriwayatkan dari jalan Amar dan Ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari
kakeknya Radliyallaahu 'anhu dalam hadits marfu': "Diriwayatkan 30 ekor hiqqah, 30 ekor jadz'ah, dan
40 ekor unta bunting yang diperutnya ada anaknya.[25]

· 30 ekor unta hiqqah(yang telah berumur 3 tahun)

· 30 ekor unta jadza’ah(yang telah berumur 4 tahun)

· 40 ekor unta khalifah(unta yang telah positif bunting) yang dinyatakan oleh ahli dan disaksikan
oleh dua orang yang adil.[26]

Pembunuhan seperti di sengaja.adapun diyat bagi si pelaku pidana yaitu sama denganpembunuhan
dengan sengaja,yaitu dangan 100 ekor unta dengan pengelompokan yang sama.

‫ قَا َل َرسُو ُل هَّللَا ِ صلى هللا عليه وسلم‬:‫َو َع ْنهُ قَا َل‬

(‫ح‬ ٍ ‫ َواَل َح ْم ِل ِساَل‬,‫ض ِغينَ ٍة‬ ِ َّ‫ فَتَ ُكونُ ِد َما ٌء بَ ْينَ اَلن‬, ُ‫ك أَ ْن يَ ْن ُز َو اَل َّش ْيطَان‬
َ ‫اس فِي َغي ِْر‬ َ ‫ َواَل يَ ْقتَ ُل‬,‫) َع ْق ُل ِش ْب ِه اَ ْل َع ْم ِد ُمغَلَّظٌ ِم ْث ُل َع ْق ِل اَ ْل َع ْم ِد‬
َ ِ‫ َو َذل‬,ُ‫صا ِحبُه‬
ُ‫ض َّعفَه‬ ْ ُ‫ارق‬
َ ‫طنِ ُّي َو‬ َ ‫أَ ْخ َر َجهُ اَل َّد‬
Artinya: Dari dia bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Diyat orang yang
membunuh seperti disengaja itu berat, seperti diyat orang yang membunuh dengan sengaja, namun
pembunuhnya tidak dibunuh. Yang demikian itu karena godaan syetan sehingga terjadi pertumpahan
darah antara orang-orang tanpa rasa dengki dan tanpa membawa senjata." riwayat Daruquthni. [27]

Dan pembunuhan yang tidak di sengaja atau kekliruan(khata’) adapun diyatnya sebagai berikut.

ِ ‫ َو ِع ْشرُونَ بَنَا‬,ً‫ َو ِع ْشرُونَ َج َذ َعة‬,ً‫ ِع ْشرُونَ ِحقَّة‬:‫ ( ِديَةُ اَ ْل َخطَأ َ أَ ْخ َماسًا‬:‫َوع َْن اِب ِْن َم ْسعُو ٍد رضي هللا عنه ع َْن اَلنَّبِ ِّي صلى هللا عليه وسلم قَا َل‬
‫ت‬
ْ ُ‫ َو ِع ْشرُونَ بَنِي لَبُو ٍن ) أَ ْخ َر َجهُ اَل َّدا َرق‬,‫ُون‬
‫ بِلَ ْف ٍظ‬,ُ‫طنِ ُّي َوأَ ْخ َر َجهُ اَأْل َرْ بَ َعة‬ ِ ‫ َو ِع ْشرُونَ بَنَا‬,‫خَاض‬
ٍ ‫ت لَب‬ ٍ ‫ َم‬:

( ‫خَاض‬
ٍ ِ ُ‫صحُّ ِم ْن اَ ْل َمرْ ف‬
‫ ) َو ِع ْشرُونَ ِبنِي َم‬, ‫وع‬ َ َ‫ َوهُ َو أ‬,‫ُون ) َوإِ ْسنَا ُد اَأْل َو َِّل أَ ْق َوى َوأَ ْخ َر َجهُ اِبْنُ أَبِي َش ْيبَةَ ِم ْن َوجْ ٍه آ َخ َر َموْ قُوفًا‬
ٍ ‫ ( بُنِ َي لَب‬:‫بَد ََل‬

Artinya: Dari Ibnu Mas'ud bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Denda bagi yang
membunuh karena kekeliruannya seperlima-seperlima dari 20 ekor hiqqah (unta yang memasuki tahun
keempat), 20 ekor jadz'ah (unta yang memasuki tahun kelima), 20 ekor bintu labun (unta betina yang
memasuki tahun ketiga), dan 20 ekor ibnu labun (unta jantan yang memasuki tahun ketiga). Riwayat
Daruquthni. Imam Empat juga meriwayatkan hadits tersebut dengan lafadz: 20 ibnu makhodl
menggantikan lafadz labun. Sanad hadits pertama lebih kuat. Ibnu Abu Syaibah meriwayatkan dari jalan
lain secara mauquf. Ia lebih shahih daripada marfu'.

Diyat yang harus di tanggung oleh pelaku jani terhadap ahliwaris dari korban pembunuhan yang khata’
ialah,100 ekor unta yang di tentukan dalam 5 kelompok jenisnya yaitu:

· 20 ekor unta hiqqah

· 20 ekor unta jadza’ah

· 20 ekor unta makhadh

· 20 ekor unta bintu labun

· 20 ekor unta ibnu labun.[28]

Adapun diyat pembunuhan orang wanita,maka adalah separoh dari diyat pembunuhan orang laki-
laki,jika pelaku jinayat belum baligh atau dewasa maka wajib di tahan kecuali ada jaminan yang setara
dengan diyat yang di tanggung pelaku jina hal ini berlaku pada selain pembegal,jika pelaku jani tidak
dapat membayar diyat seketika maka diyat dapat di angsur selama tiga tahun dengan ansuran setiap
akhir tahun.[29]

Adapun diyat bagi orang yahudi,nasrani kafir mustakam,maka diyatnya yaitu sepertiga diyat orang
islam,baik membunuh atau melukai.[30] sedangkan untuk kafir dzimmi yaitu setengah dari diyat kaum
muslimin dan kafir mu’ahad setengah diyat orang merdeka,

‫ ( ِديَةُ اَ ْل ُم َعا ِه ِد‬:َ‫ َولَ ْفظُ أَبِي دَا ُود‬.ُ‫ال َرسُو ُل هَّللَا ِ صلى هللا عليه وسلم ( َع ْق ُل أَ ْه ِل اَل ِّذ َّم ِة نِصْ فُ َع ْق ِل اَ ْل ُم ْسلِ ِمينَ ) َر َواهُ أَحْ َم ُد َواأْل َرْ بَ َعة‬
َ َ‫ ق‬:‫َو َع ْنهُ قَا َل‬
َ‫َّحهُ ِابْنُ ُخ َز ْي َمة‬ َ ‫صح‬ َ ‫ث ِم ْن ِديَتِهَا ) َو‬ َ ُ‫ َحتَّى يَ ْبلُ َغ اَلثُّل‬,‫ ( َع ْق ُل اَ ْل َمرْ أَ ِة ِم ْث ُل َع ْق ِل اَل َّر ُج ِل‬:‫نِصْ فُ ِديَ ِة اَ ْلحُرِّ ) َولِلنِّ َسائِ ِّي‬

Artinya: Dari dia Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Diyat
kafir dzimmi (kafir yang keamanannya atas tanggung jawab pemerintah Islam) setengah diyat kaum
muslimin." Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Sedang lafadz menurut riwayat Abu Dawud: Diyat kafir
mu'ahad (yang terikat perjanjian dengan pemerintahan Islam) setengah diyat orang merdeka." Menurut
Nasa'i: "Diyat perempuan setengah diyat laki-laki hingga sepertiga diyatnya." Hadits dinilai shahih oleh
Ibnu Khuzaimah.[31]

2) Penganiayaan terhadap seorang muslim

Sedangkan diyat dalam hal penganiayaan atau mencederai jika yang di cederai adalah anggota
badan yang tunggal yang membawa banyak kemanfaatan dan kebaikan seperti lidah,maka diyatnya
sama dengan diyat dari pembunuhan secara di sengaja atau diyat mugholadloh,namun jika yang di
cederai salah satu dari anggota yang ganda seperti kedua kaki dan tangan maka maka separoh dari
diyat,namun jika keduanya berlaku hukum diyat penuh.

َ ‫ اَ ْل ُخ ْن‬:‫يَ ْعنِي‬- ‫ ( هَ ِذ ِه َوهَ ِذ ِه َس َوا ٌء‬: ‫ ع َْن اَلنَّبِ ِّي صلى هللا عليه وسلم قَا َل‬,‫ض َي هَّللَا ُ َع ْنهُ َما‬
) ‫ص َر َواإْل ِ ْبهَا َم‬ ٍ ‫َوع َْن اِ ْب ِن َعبَّا‬
ِ ‫س َر‬

) ‫ اَلثَّنِيَّةُ َوالضِّ رْ سُ َس َوا ٌء‬:ٌ‫ َواأْل َ ْسنَانُ َس َواء‬,ٌ‫صابِ ِع َس َواء‬


َ َ ‫ ( ِديَةُ اَأْل‬: ‫ي‬
َّ ‫ُخَاريُّ َوأِل َبِي دَا ُو َد َواَلتِّرْ ِم ِذ‬
ِ ‫َر َواهُ اَ ْلب‬
) ‫ َعش ََرةٌ ِم ْن اَإْل ِ بِ ِل لِ ُكلِّ إصْ بَ ٍع‬,ٌ‫صابِ ِع اَ ْليَ َد ْي ِن َوالرِّجْ لَ ْي ِن َس َواء‬
َ َ‫ ( ِديَةُ أ‬: َ‫َواِل ْب ِن ِحبَّان‬

Artinya: Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ini dan ini sama saja
-yaitu jari kelingking dan ibu jari-." Riwayat Bukhari. Menurut riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi: "Denda
jari sama-sama dan gigi-gigi juga sama; gigi depan dan geraham sama." Menurut Riwayat Ibnu Hibban:
"Denda jari-jari kedua tangan dan kaki sama, sepuluh unta untuk setiap jari."

) ‫ َخ ْمسٌ ِم ْن اَإْل ِ بِ ِل‬, ٌ‫ح َخ ْمس‬ ِ ‫ ( فِي ْال َم َوا‬:‫ي صلى هللا عليه وسلم قَا َل‬
ِ ‫ض‬ َّ ِ‫َو َع ْنهُ; أَ َّن اَلنَّب‬

‫ َوابْنُ اَ ْل َجارُو ِد‬,َ‫ص َّح َحهُ اِبْنُ ُخ َز ْي َمة‬ َ َ ‫ ( َواأْل‬:ُ‫ َو َزا َد أَحْ َمد‬.ُ‫ َواأْل َرْ بَ َعة‬.ُ‫َر َواهُ أَحْ َمد‬
َ ‫ َع ْش ٌر ِمنَ اَإْل ِ بِ ِل ) َو‬,ٌ‫ ُكلُّه َُّن َع ْشر‬,ٌ‫صابِ ُع َس َواء‬
Artinya: Dari dia bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Luka yang tulangnya tampak
dendanya lima, yaitu lima ekor unta." Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Ahmad menambahkan: "Dan
jari-jari masing-masing sepuluh unta." Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Ibnu al-Jarud[32]

Jadi diyat untuk setiap pemotongan sebuah jari itu sama,baik jari jempol,kelingking yaitu diyatnya
sepuluh ekor unta,dan setiap masing-masing sebuah gigi diyatnya adalah lima ekor unta,dan begitu juga
dengan diyat dari luka yang tulangnya nampak.[33]

E. Diyat Dilihat Dari Hukum Nasional

Dalam hukum nasional juga terdapat peraturan yang mengatur tentang berbagai kejahatan yang dimana
kejahatan-kejahatan tersebut mendatangkan diyat atau denda untuk pelaku kejahatan hal ini di bahas
dalam perundang-undangan mengenai kejahatan,khususnya pembunuhan dan penganiayaan,hal
tersebut di atur dalam undang-undang KUHP,seperti contoh undang-undang tentang penganiayaan di
bawah ini:

Pasal 351

(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ratus ribu lima ratus rupiah.

(2) Jika perbuataan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun.

(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Bab 3

Penutup

Kesimpulan
Daftar Pustaka

Abu amar,Drs.h.imron.1983.terjemahan fat-hul qarib.kudus.menara kudus

Al ashqalani, ibnu hajar al hafiz. 2011, bulughul maram min adhilathil ahkam. Surabaya. Bintang usaha
jaya

Audah, ‘Abd al-Qâdir. 1992.al-Tasyrî’ al-Janâ`î al-`Islâmî. Beirut: Mu’assasah al-Risâlah,

Abidîn, 1987, Radd al-Muhtâr ‘alâ al-Durr al-Mukhtâr. Beirut: Dâr Ihyâ` al-Turâts al-Arabî,

Al- Jurjani, Ali bin Abu Zahrah, Kitab Al- Ta’rifat, (Jakarta: Dar Al- Hikmah)

As’ad,Drs.h.ali.1979.terjemahan fathul mu’in. Yogyakarta.menara kudus

Djazuli, Prof.Drs.H.A. 1997. Fiqih Jinayah (upaya menanggulangi kejahatan dalam islam) Jakarta. PT Raja
Grafindo Persada.

Husain,rahman bin.matnu ghoyatu wataqribu.surabaya.al-miftah

Ibrahim Anis, dkk. 1972, Al- Mu’jam Al- Wasit, (Mesir: Majma’ Al- Lughah Al- Arabiyyah,), Irfan, M. Nurul,
dan Masyrofah, 2013 Fiqh Jinayah (Jakarta: Paragonatama Suhardi Maret)

Ya’la, Abu, Al- Ahkam Al- Sulthaniyah,

Zuhaylî, Wahbah2004.. al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuh. Damaskus: Dâr al-Fikr,

[1] Ali bin Abu Zahrah Al- Jurjani, Kitab Al- Ta’rifat, (Jakarta: Dar Al- Hikmah) hal, 176

[2] Ibrahim Anis, dkk., Al- Mu’jam Al- Wasit, (Mesir: Majma’ Al- Lughah Al- Arabiyyah, 1972), cet. Ke-2,
hal 740

[3] Abd al-Qâdir ‘Audah, al-Tasyrî’ al-Janâ`î al-`Islâmî (Beirut: Mu’assasah al-Risâlah, 1992), vol. 1, 663.

[4] Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag., dan Masyrofah, S,Ag., M. Si., Fiqh Jinayah (Jakarta: Paragonatama
Suhardi Maret 2013) Hal, 5
[5] Abdul Qadir Audah, Al- Tasyri’ Al- Jina’i Al- Islami, Hal. 10; Abu Ya’la, Al- Ahkam Al- Sultaniyyah,
(Beirut: Dar Al- Kutub Al- Ilmiyyah, 1983) Hal 272-275.

[6] Abdul Qadir Audah, Al- Tasyri’ Al- Jina’i Al- Islami, hlm, 30-31

[7] Abu Ya’la, Al- Ahkam Al- Sulthaniyah, hlm, 272

[8] Abdul Qadir Audah, Al- Tasyri’ Al- Jina’i Al- Islami, hlm, 10

[9] Wahbah al-Zuhaylî, al-Fiqh al-Islâmî, vol. 7, 5660.

[10] Wahbah al-Zuhaylî, al-Fiqh al-Islâmî, vol. 7, 5677

[11] ibid

[12] Ibn ‘Âbidîn, Radd al-Muhtâr ‘alâ al-Durr al-Mukhtâr (Beirut: Dâr Ihyâ` al-Turâts al-‘Arabî, 1987), hal,
346.

[13] al-Zuhaylî, al-Fiqh al-Islâmî, vol. 7, 5685; al-Bahûtî, Kasyâf al-Qinâ’, vol. 5, 538.

[14] Ibrâhîm al-Barmâwî, Hâsyiah ‘alâ Syarh al-Ghâyah `Ibn Qâsim al-Ghazî (t.t.: t.p., t.t.), 302-3.

[15] Ibrâhîm al-Barmâwî, Hâsyiah ‘alâ Syarh al-Ghâyah `Ibn Qâsim al-Ghazî (t.t.: t.p., t.t.), 304-3.

[16] Wahbah al-Zuhaylî, al-Fiqh al-Islâmî, vol. 7, 5718-20

[17] Wahbah al-Zuhaylî, al-Fiqh al-Islâmî, vol. 7, 5721

[18] ibid

[19] Ibid. Vol. 5733

[20] Prof.Drs.H.A.Djazuli, Fiqih Jinayah (upaya menanggulangi kejahatan dalam islam), Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 1997. Hal.150

[21] Ibid. Hal 151

[22] Abu amar,imron.1983.terjemahan fat-hul qarib.kudus.menara kudus.hal.120

[23] Bin Husain,rahman.terjemahan ghoyatu wa taqrib.surabaya.al-muftah.hal.52

[24] Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag., dan Masyrofah, S,Ag., M. Si., Fiqh Jinayah (Jakarta: Paragonatama
Suhardi Maret 2013) Hal,7

[25] Ibnu hajar al ashqoilani.op.cit.hal.489

[26] As’ad, aliy.1979.terjemah fathul mu,in.yogyakarta.menara kudus.hal.268


[27] Ibn hajar al,ashqailani.op.cit.hal.493

[28] Ibn hajar al,ashqailani.op.cit.hal.489.

[29] As’ad,aliy.op.cit.hal.270-274

[30] Abu amar,imron.op.cit.hal.124-125

[31] Ibnu hajar al,ashqailani.op.cit.hal.492

[32] Ibn hajar al,ashqailani.op.cit.hal.490-492

[33] As’ad,aliy.op.cit.hal.273

Unknown di 05.59

Berbagi

1 komentar:

Unknown3 September 2020 01.52

Sebutkan 1contoh diyat

Balas

Beranda

Lihat versi web

Mengenai Saya

Unknown

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai