Anda di halaman 1dari 10

Makalah Fiqh Muamalah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang paling sempurna di antara ciptaan-NYA dan juga sebagai
pemimpin dimuka bumi ini. Dari pengertian ini biasanya disalah artikan oleh manusia itu sendiri,
dengan cara bertindak semaunya sendiri/seenaknya sendiri tanpa melihat apa ada yang dirugikan
disekeliling mereka. Artinya hanya peduli dengan kepentingannya sendiri tanpa peduli pada
kepentingan orang lain. Seperti contoh bermasyarakat khususnya dengan tetangga, jika kita
menyalakan radio selayaknya sesuai aturan jangan sampai mengganggu tetangga kita, yang mana
dari itu ketahuanlah bahwa kita punya rasa tenggang rasa atau tidak. Jadi secara tidak lain kita
sebagai warga Negara yang baik harus taat pada aturan tertulis maupun yang tidak tertulis seperti
aturan dalam masyarakat. Khususnya bagi umat muslim selain harus taat pada aturan-aturan
tertulis maupun yang tidak tertulis, kita juga mempunyai aturan agama yang memang wajib kita
laksanakan jika ingin benar-benar menjadi seorang muslim yang haqiqi yaitu fiqh.

Didalamnya mencakup seluruh sisi kehidupan individu dan masyarakat, baik


perekonomian, sosial kemasyarakatan, politik bernegara, serta lainnya. Para ulama mujtahid dari
kalangan para sahabat, tabi’in, dan yang setelah mereka tidak henti-hentinya mempelajari semua
yang dihadapi kehidupan manusia dari fenomena dan permasalahan tersebut di atas dasar ushul
syariat dan kaidah-kaidahnya.

Berangkat dari sini, sudah menjadi kewajiban setiap muslim dalam kehidupannya untuk
mengenal dan mengamalkan hukum-hukum syariat terkait dengan amalan tersebut. Seperti yang
akan ditulis oleh pemakalah yaitu tentang kaidah-kaidah fiqh bermuamalah yang bertujuan sebagai
acuan/sandaran kita dalam hubungan kepentingan antar sesama manusia.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang muncul adalah:
a. Pengertian fiqh muamalah ?

b. Ruang lingkup fiqh muamalah ?

c. Kaidah fiqh dalam transaksi ekonomi ( muamalah ) ?

d. Konsep aqad fiqh muamalah ?

1.3 Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah:

a. Untuk mengetahui Pengertian fiqh muamalah

b. Untuk mengetahui Ruang lingkup fiqh muamalah

c. Untuk mengetahui Kaidah fiqh dalam transaksi ekonomi ( muamalah )

d. Untuk mengetahui Konsep aqad fiqh muamalah

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian fiqh muamalah

Menurut Dr. Wahbah Zuhaili (dalam Fiqh Muamalah Perbankan syariah, Team
Counterpart Bank Muamalat Indonesia ,1999), Fiqih muamalah merupakan salah satu dari bagian
persoalan hukum Islam seperti yang lainnya yaitu tentang hukum ibadah, hukum pidana, hukum
peradilan, hukum perdata, hukum jihad, hukum perang, hukum damai, hukum politik, hukum
penggunaan harta, dan hukum pemerintahan. Semua bentuk persoalan dicantumkan dalam kitab
fiqih adalah pertanyaan yang dipertanyakan masyarakat atau persoalan yang muncul ditengah-
tengah masyarakat. Kemudian para ulama memberikan pendapatnya yang sesuai kaidah-kaidah
yang berlaku dan kemudian pendapat tersebut dibukukan berdasarkan hasil fatwa-fatwanya.
Secara bahasa ( etimologi ) Fiqih (‫ ) فقه‬berasal dari kata faqiha (‫ )فقه‬yang berarti Paham:
pemahaman seperti tercermin dalam firman Allah SWT, yang artinya: “Perhatikanlah, betapa kami
mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahaminya” (QS: Al-
An’am: 65)[1] dan muamalah berasal dari kata ’amila (‫ يعامل – عامل‬- ‫ ) معاملة‬yang berarti berbuat
atau bertindak. Muamalah adalah hubungan kepentingan antar sesama manusia ( Hablun minannas
). Muamalah tersebut meliputi transaksi-transaksi kehartabendaan seperti jual beli, perkawinan,
dan hal-hal yang berhubungan dengannya, urusan persengketaan ( gugatan, peradilan, dan
sebagainya ) dan pembagian warisan. Sedang menurut istilah muamalah dibagi menjadi dua
macam yaitu:
1. Muhammad Yusuf Musa berpendapat bahwa muamalah adalah peraturan-peraturan Allah yang
harus diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia”.
Muamalah adalah segala peraturan yang diciptakan Allah untuk mengatur hubungan manusia
dengan manusia dalam hidup dan kehidupan. Dari pengertian dalam arti luas di atas, kiranya dapat
diketahui bahwa muamalah adalah aturan-aturan hukum Allah untuk mengatur manusia dalam
kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan social.

2. Pengertian fiqh muamalah dalam arti sempit yaitu : “muamalah adalah aturan Allah yang
mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat
keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik” (Idris Ahmad) atau “muamalah adalah tukar-
menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan
2.2 Ruang lingkup fiqh muamalah

Ruang lingkup fiqih muamalah adalah seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan
hokum-hukum islam yang berupa peraturan-peraturan yang berisi perintah atau larangan seperti
wajib,sunnah,haram,makruh dan mubah.hokum-hukum fiqih terdiri dari hokum-hukum yang
menyangkut urusan ibadah dalam kaitannya dengan hubungan vertical antara manusia dengan
Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya.
Ruang lingkup fiqih muamalah mencakup segala aspek kehidupan manusia, seperti
social,ekonomi,politik hokum dan sebagainya. Aspek ekonomi dalam kajian fiqih sering disebut
dalam bahasa arab dengan istilah iqtishady, yang artinya adalah suatu cara bagaimana manusia
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan membuat pilihan di antara berbagai pemakaian atas
alat pemuas kebutuhan yang ada, sehingga kebutuhan manusia yang tidak terbatas dapat dipenuhi
oleh alat pemuas kebutuhan yang terbatas.
Ruang linkup fiqh muamalah terbagi menjadi dua. Ruang lingkup fiqh muamalah yang
bersifat adabiyah ialah ijab dan kabul, saling meridahi, tidak ada keterpaksaan dari salh satu pihak,
hak dan kawajiban, kejujuran pedagang, penipuan, pemalsuan, penimbunan, dan segala sesuatu
yang bersumber dari indra manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta dalam hidup
bermasyarakat.

Ruang lingkup pembahasan adiniyah ialah masalh jual beli ( al- bai’ al-tijarah ), gadai (
al-rahn ), jaminan dan tanggungan ( kafalan dan dlaman ), pemindahn utang ( hiwalah ), jatuh
bangkrut ( taflis ), batas tindakan ( al-harju ), perseroan dan perkongsian ( al-syirkah ), perseroan
harta dan tenaga ( al-mudharabah ), sewa menyewa ( al-ijarah ), pemberian hak guna pakai ( al-
ariyah ), barang titipan ( al-wadlit’ah ), barang temuan ( al- luqathah ), garapan tanah ( al-mujara’ah
)sewa menyewa tanah ( al-mukhabarah ), upah ( ujrat al ’amal ), gugatan ( al-syuf’ah ), syembara
( al-ji’alah ), pembagian kekayan bersama ( al-qismah ), pemberian ( al-hibbah ), pembebasan ( al-
ibra ), damai ( al-shulhu ), dan ditambah dengan beberapa masalh mu’ashirah ( muhaditsah ),
seperti masalah bungah bank, asuransi, kredit, dan masalah masalh baru lainnya.[2]

2.3 Kaidah fiqh dalam transaksi ekonomi ( muamalah )

Kegiatan ekonomi merupakan salah satu dari aspek muamalah dari sistem Islam, sehingga
kaidah fiqih yang digunakan dalam mengidentifikasi transaksi-transaksi ekonomi juga
menggunakan kaidah fiqih muamalah. Kaidah fiqih muamalah adalah “al ashlu fil mua’malati al
ibahah hatta yadullu ad daliilu ala tahrimiha” (hukum asal dalam urusan muamalah adalah boleh,
kecuali ada dalil yang mengharamkannya). Ini berarti bahwa semua hal yang berhubungan dengan
muamalah yang tidak ada ketentuan baik larangan maupun anjuran yang ada di dalam dalil Islam
(Al-Qur’an maupun Al-Hadist), maka hal tersebut adalah diperbolehkan dalam Islam.
Kaidah fiqih dalam muamalah di atas memberikan arti bahwa dalam kegiatan muamalah
yang notabene urusan ke-dunia-an, manusia diberikan kebebasan sebebas-bebasnya untuk
melakukan apa saja yang bisa memberikan manfaat kepada dirinya sendiri, sesamanya dan
lingkungannya, selama hal tersebut tidak ada ketentuan yang melarangnya. Kaidah ini didasarkan
pada Hadist Rasulullah yang berbunyi: “antum a’alamu bi ‘umurid dunyakum” (kamu lebih tahu
atas urusan duniamu). Bahwa dalam urusan kehidupan dunia yang penuh dengan perubahan atas
ruang dan waktu, Islam memberikan kebebasan mutlak kepada manusia untuk menentukan jalan
hidupnya, tanpa memberikan aturan-aturan kaku yang bersifat dogmatis. Hal ini memberikan
dampak bahwa Islam menjunjung tinggi asas kreativitas pada umatnya untuk bisa
mengembangkan potensinya dalam mengelola kehidupan ini, khususnya berkenaan dengan fungsi
manusia sebagai khalifatul-Llah fil ‘ardlh (wakil Allah di bumi).
Efek yang timbul dari kaidah fiqih muamalah di atas adalah adanya ruang lingkup yang
sangat luas dalam penetapan hukum-hukum muamalah, termasuk juga hukum ekonomi. Ini berarti
suatu transaksi baru yang muncul dalam fenomena kontemporer yang dalam sejarah Islam belum
ada/dikenal, maka transaksi tersebut “dianggap” diperbolehkan, selama transaksi tersebut tidak
melanggar prinsip-prinsip yang dilarang dalam Islam. Sedangkan transaksi-transaksi yang dilarang
dalam Islam adalah transaksi yang disebabkan oleh faktor:
1. Haram zatnya
Di dalam Fiqih Muamalah, terdapat aturan yang jelas dan tegas mengenai obyek transaksi
yang diharamkan, seperti minuman keras, daging babi, dan sebagainya. Oleh karena itu melakukan
transaksi yang berhubungan dengan obyek yang diharamkan tersebut juga diharamkan. Hal ini
sesuai dengan kaidah fiqih: “ma haruma fi’luhu haruma tholabuhu” (setiap apa yang diharamkan
atas obyeknya, maka diharamkan pula atas usaha dalam mendapatkannya). Kaidah ini juga
memberikan dampak bahwa setiap obyek haram yang didapatkan dengan cara yang baik/halal,
maka tidak akan merubah obyek haram tersebut menjadi halal.
2. Haram selain zatnya
Beberapa transaksi yang dilarang dalam Islam yang disebabkan oleh cara bertransaksi-nya
yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip muamalah, yaitu: tadlis (penipuan), ikhtikar (rekayasa
pasar dalam supply), bai’ najasy (rekayasa pasar dalam demand), taghrir (ketidakpastian), dan riba
(tambahan).
3. Tidak sah
Segala macam transaksi yang tidak sah/lengkap akadnya, maka transaksi itu dilarang dalam
Islam. Ketidaksah/lengkapan suatu transaksi bisa disebabkan oleh: rukun (terdiri dari pelaku,
objek, dan ijab kabul) dan syaratnya tidak terpenuhi, terjadi ta’alluq (dua akad yang saling
berkaitan), atau terjadi two in one (dua akad sekaligus). Ta’alluq terjadi bila kita dihadapkan pada
dua akad yang saling dikaitkan, di mana berlakunya akad pertama tergantung pada akad kedua.
Yang seperti ini, terjadi bila suatu transaksi diwadahi oleh dua akad sekaligus sehingga terjadi
ketidakpastian (grarar) akad mana yang harus digunakan.maka transaksi ini dianggap tidak sah.
2.4 Konsep aqad fiqh muamalah
Setiap kegiatan usaha yang dilakukan manusia pada hakekatnya adalah kumpulan
transaksi-transaksi ekonomi yang mengikuti suatu tatanan tertentu. Dalam Islam, transaksi utama
dalam kegiatan usaha adalah transaksi riil yang menyangkut suatu obyek tertentu, baik obyek
berupa barang ataupun jasa. kegiatan usaha jasa yang timbul karena manusia menginginkan
sesuatu yang tidak bisa atau tidak mau dilakukannya sesuai dengan fitrahnya manusia harus
berusaha mengadakan kerjasama di antara mereka. Kerjasama dalam usaha yang sesuai dengan
prinsip-prinsip Syariah pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam:
a. Bekerja sama dalam kegiatan usaha, dalam hal ini salah satu pihak dapat menjadi pemberi
pembiayaan dimana atas manfaat yang diperoleh yang timbul dari pembiayaan tersebut dapat
dilakukan bagi hasil. Kerjasama ini dapat berupa pembiayaan usaha 100% melalui akad
mudharaba maupun pembiayaan usaha bersama melalui akad musyaraka.
b. Kerjasama dalam perdagangan, di mana untuk meningkatkan perdagangan dapat diberikan
fasilitas-fasilitas tertentu dalam pembayaran maupun penyerahan obyek. Karena pihak yang
mendapat fasilitas akan memperoleh manfaat, maka pihak pemberi fasilitas berhak untuk
mendapatjan bagi hasil (keuntungan) yang dapat berbentuk harga yang berbeda dengan harga
tunai.
c. Kerja sama dalam penyewaan asset dimana obyek transaksi adalah manfaat dari penggunaan asset.
Kegiatan hubungan manusia dengan manusia (muamalah) dalam bidang ekonomi menurut
Syariah harus memenuhi rukun dan syarat tertentu. Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dan
menjadi dasar terjadinya sesuatu, yang secara bersama-sama akan mengakibatkan keabsahan.
Rukun transaksi ekonomi Syariah adalah:
1. Adanya pihak-pihak yang melakukan transaksi, misalnya penjual dan pembeli, penyewa dan
pemberi sewa, pemberi jasa dan penerima jasa.
2. Adanya barang (maal) atau jasa (amal) yang menjadi obyek transaksi.
3. Adanya kesepakatan bersama dalam bentuk kesepakatan menyerahkan (ijab) bersama dengan
kesepakatan menerima (kabul).
Disamping itu harus pula dipenuhi syarat atau segala sesuatu yang keberadaannya menjadi
pelengkap dari rukun yang bersangkutan. Contohnya syarat pihak yang melakukan transaksi
adalah cakap hukum, syarat obyek transaksi adalah spesifik atau tertentu, jelas sifat-sifatnya, jelas
ukurannya, bermanfaat dan jelas nilainya.
Obyek transaksi menurut Syariah dapat meliputi barang (maal) atau jasa, bahkan jasa dapat
juga termasuk jasa dari pemanfaatan binatang. Pada prinsipnya obyek transaksi dapat dibedakan
kedalam:
1. obyek yang sudah pasti (ayn), yaitu obyek yang sudah jelas keberadaannya atau segera dapat
diperoleh manfaatnya.
2. obyek yang masih merupakan kewajiban (dayn), yaitu obyek yang timbul akibat suatu transaksi
yang tidak tunai.
Secara garis besar aqad dalam fiqih muamalah adalah sebagai berikut :
1. aqad mudharaba
Ikatan atau aqad Mudharaba pada hakekatnya adalah ikatan penggabungan atau pencampuran
berupa hubungan kerjasama antara Pemilik Usaha dengan Pemilik Harta
2. aqad musyarakah
Ikatan atau aqad Musyaraka pada hakekatnya adalah ikatan penggabungan atau pencampuran
antara para pihak yang bersama-sama menjadi Pemilik Usaha,
3. aqad perdagangan
Aqad Fasilitas Perdagangan, perjanjian pertukaran yang bersifat keuangan atas suatu transaksi
jual-beli dimana salah satu pihak memberikan fasilitas penundaan pembayaran atau penyerahan
obyek sehingga pembayaran atau penyerahan tersebut tidak dilakukan secara tunai atau seketika
pada saat transaksi.
4. aqad ijarah
Aqad Ijara, adalah aqad pemberian hak untuk memanfaatkan Obyek melalui penguasaan
sementara atau peminjaman Obyek dgn Manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada
pemilik Obyek. Ijara mirip dengan leasing namun tidak sepenuhnya sama dengan leasing, karena
Ijara dilandasi adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan.
Dari berbagai penjelasan di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan dahwa Fiqih
Muamalah merupakan ilmu yang mempelajari segala perilaku manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh falah (kedamaian dan kesejahteraan dunia
akhirat). Perilaku manusia di sini berkaitan dengan landasan-landasan syariah sebagai rujukan
berperilaku dan kecenderungan-kecenderungan dari fitrah manusia. Kedua hal tersebut
berinteraksi dengan porsinya masing-masing sehingga terbentuk sebuah mekanisme ekonomi
(muamalah) yang khas dengan dasar-dasar nilai ilahiyah.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Fiqih muamalah merupakan salah satu dari bagian persoalan hukum Islam seperti yang
lainnya yaitu tentang hukum ibadah, hukum pidana, hukum peradilan, hukum perdata, hukum
jihad, hukum perang, hukum damai, hukum politik, hukum penggunaan harta, dan hukum
pemerintahan
.2. Ruang lingkup fiqih muamalah
Ruang lingkup fiqih muamalah adalah seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan
hokum-hukum islam yang berupa peraturan-peraturan yang berisi perintah atau larangan seperti
wajib,sunnah,haram,makruh dan mubah.hokum-hukum fiqih terdiri dari hokum-hukum yang
menyangkut urusan ibadah dalam kaitannya dengan hubungan vertikal antara manusia dengan
Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya. Ruang linkup fiqh muamalah terdiri dari
dua yaitu fiqh muamalah yang bersifat adabiyah dan adiniyah
3. Kaidah fiqh dalam transaksi ekonomi ( muamalah )
Kaidah fiqih muamalah adalah “al ashlu fil mua’malati al ibahah hatta yadullu ad daliilu
ala tahrimiha” (hukum asal dalam urusan muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang
mengharamkannya). Ini berarti bahwa semua hal yang berhubungan dengan muamalah yang tidak
ada ketentuan baik larangan maupun anjuran yang ada di dalam dalil Islam (Al-Qur’an maupun
Al-Hadist), maka hal tersebut adalah diperbolehkan dalam Islam.

4. Konsep aqad fiqh muamalah


Dalam Islam, transaksi utama dalam kegiatan usaha adalah transaksi riil yang menyangkut
suatu obyek tertentu, baik obyek berupa barang ataupun jasa. kegiatan usaha jasa yang timbul
karena manusia menginginkan sesuatu yang tidak bisa atau tidak mau dilakukannya sesuai dengan
fitrahnya manusia harus berusaha mengadakan kerjasama di antara mereka.

DAFTAR PUSTAKA
Dr. H. Hendi suhendi, M. Si, Fiqh Muamalah ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007
)
M. Yazid Afandi, M. Ag., Fiqh Muamalah Dan Implementasinya Dalam Lembaga
Keuangan Syariah ( Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009 )

[1] M. Yazid Afandi, M. Ag., Fiqh Muamalah Dan Implementasinya Dalam Lembaga Keuangan
Syariah ( Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009 )hal 2
[2] Dr.H.Hendi suhendi, M.Si, Fiqh Muamalah ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007) hal 5
Diposting oleh Hendra di 04.56

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Lama Beranda


Langganan: Posting Komentar (Atom)

Blog Archive
 ▼ 2010 (13)
o ▼ Desember (1)
 Makalah Fiqh Muamalah
o ► November (12)

About Me

Hendra
saya berusaha untuk menciptakan karya karya baru lagi
Lihat profil lengkapku

Pengikut
Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai