Anda di halaman 1dari 39

I.

PENDAHULUAN
II. PENGERTIAN MUAMALAH
III. CAKUPAN MUAMALAH
IV. MAQASHID/TUJUAN MU’AMALAH
V. PRINSIP-PRINSIP MU’AMALAH
 Islam sebagai suatu sistem aturan kehidupan, telah
memberikan landasan filosofis dan operasional bagi
pembangunan manusia dalam seluruh aspek
kehidupan, termasuk bidang ekonomi dan
keuangan.
 Ekonomi dan keuangan dalam pandangan ajaran

Islam merupakan subsistem dari ajaran Islam secara


keseluruhan.
 Untuk memahami ekonomi dan keuangan syariah,

perlu diketahui prinsip dan karakteristik mu’amalah


dalam Islam.

3
ISLAM: a Way of Life
 Islam secara bahasa berarti selamat, damai, tunduk,

pasrah dan berserah diri.


 Objek penyerahan diri adalah Pencipta seluruh alam

semesta, yakni Allah Swt.


 Islam berarti Penyerahan diri kepada Allah Swt (QS.

3:19; 2:112).
 Islam membimbing seluruh aspek manusia, yakni

mengatur hubungan antara :


 manusia dengan Allah,
 manusia dengan sesama manusia, dan
 manusia dengan makhluk lainnya.
ISLAM: a Way of Life
 Islam terdiri dari Aqidah, Akhlak dan Syari’ah.
 Aqidah, Akhlak dan Syari’ah diturunkan untuk

mengembala manusia ke arah “falah”.


 Aqidah : tetap
 Syariah : ada yang tetap, ada yang dapat berubah.
 Akhlak : cermin diterapkannya aqidah dan

syari’ah.
 Sifat Syari’ah Islam:
 Komprehensif (ritual & sosial)
 Universal (luas dan fleksibel)
ISLAM
(AL-QURAN & AL-HADIST)

AQIDAH SYARIAH AKHLAQ

Fikih
IBADAH MUAMALAH

SOSIAL PERKAWINAN EKONOMI POLITIK

KONSUMSI PRODUKSI KEUANGAN & DISTRIBUSI


PERBANKAN
 Mu’amalat ‫امالت‬
( ‫ )مع‬adalah bentuk jamak dari
kata mu’amalah (‫)مع املة‬, bentuk masdar dari
kata ’amala, yu’amilu, mu’amalatan yang
semakna dengan mufa’alah berasal dari
kata fa’ala, yufa’ilu, mufa’alatan, yang
artinya saling berbuat, saling bertindak, dan
saling beramal atau juga berarti kegiatan
atau pekerjaan.

 Kata ini menggambarkan suatu kegiatan


atau aktivitas yang dilakukan oleh
seseorang atau lebih dari satu orang dalam
memenuhi kebutuhan masing-masing.
 Secara terminologi, para ulama memberikan definisi yang
beragam, ada yang mendefinisikan muamalah dalam arti
luas, dan sebagian lain mendefinisikan muamalah dalam
artian terbatas (khas).
 Dalam artian luas, muamalat didefinisikan antara lain sbb:
 Hukum-hukum yang berkaitan dengan tindakan
hukum manusia dalam persoalan-persoalan
keduniaan.
 Aturan-aturan Allah yang ditujukan untuk mengatur
kehidupan manusia dalam urusan keduniaan atau
urusan yang berkaitan dengan urusan duniawi dan
sosial kemasyarakatan.
 Kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hak
dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat.
 Dalam artian luas tersebut, lingkup pembahasan
hukum muamalat meliputi masalah nikah, talak, jual
beli, perjanjian, peradilan, kesaksian dan hal-hal
yang berhubungan dengan peradilan dan kesaksian,
kejahatan dan sanksinya, hibah, wakaf dan yang
semacamnya, kewarisan dan lain sebagainya.

 Dalam artian terbatas, Mazhab Syafii membatasi


muamalat hanya masalah jual beli (Kitab Buyu’). Al-
Bakri, salah seorang ahli hukum dari kalangan
mazhab Syafii, dengan jelas menyebut Kitab tentang
jual beli adalah muamalat ( Al-Bakri, I’anatu Ath-
Thalibin, Kairo : Isa Al-Halabi, I, hal. 21 dan III, hal.
2.
 Namun penulis kontemporer, seperti
Muhammad Utsman Syubair, menyatakan
bahwa muamalat tidak terbatas hanya
pada masalah jual beli tetapi mencakup
semua bidang hukum yang mengatur
hubungan antar manusia yang berkaitan
dengan harta benda (al-mal).
 Ia menegaskan, “Muamalat adalah hukum
syar’i yang mengatur hubungan hukum
manusia di bidang harta benda, seperti
jual beli, sewa menyewa, wakaf, hibah,
rahn, hiwalah (pengalihan hutang) dan
sebagainya” (Muhammad Utsman Syubair, al-Mu’amalat al-
Maliyyah al-Mu’ashirah fi al-Fiqh al-Islami, Yordan: Dar al-Nafa’is, 1996,
h. 10).
Secara garis besar sistematika hukum Islam dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
a. Hukum I’tiqadiyyah (aqidah). Hukum ini mengatur
hubungan rohaniah manusia dengan Allah dalam
masalah keimanan dan ketaqwaan.
b.Hukum khuluqiyah (akhlak). Hukum ini mengatur
hubungan manusia dengan manusia dan makhluk
lain dalam hubungan beragama, bermasyarakat, dan
bernegara, termasuk hubungan manusia dengan
dirinya sendiri.
c. Hukum ‘amaliyah (syariah). Hukum ini mengatur
hubungan hidup lahiriyah antara manusia dengan
makhluk lain, dengan Tuhan-nya selain bersifat
rohani, dan dengan alam sekitarnya.
 Dilihat dari substansinya para ulama juga
mengelompokkan hukum Islam pada dua
kategori besar, yaitu Ibadah dan Muamalah.

 Ibadah, dalam arti sempit adalah hubungan


manusia dengan Tuhannya secara langsung
seperti shalat, puasa, zakat, dan ibadah-
ibadah pokok lainnya. Ibadah dalam arti luas,
mencakup segala hubungan antar manusia
yang dilakukan dalam rangka mencari ridha
Allah Ta’ala, sebagaimana diungkapkan dalam
al-Quran dalam surat al-Zariyat ayat 56
 Muamalah didefinisikan sebagai hukum-hukum
atau ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan
tindakan manusia dalam persoalan-persoalan
keduniaan (horisontal), misalnya hukum yang
mengatur masalah ekonomi, politik, sosial,
budaya, dan lain-lain.
 Cakupan Hukum mu’amalah secara luas adalah
sbb:
1). Hukum perdata (mu’amalat).
2). Hukum perkawinan (munakahat).
3). Hukum waris (al-Mirats).
4). Hukum pidana (jinayat).
5). Hukum politik (siyasah).
Islamic
Financial
System

Surplus Islamic Deficit


Spending Financial Market Spending

Direct Islamic Indirect


Financial Money Market Financial
Market Market

Commercial
Islamic Bank
Takaful
Capital Market
Finance Unit
Islamic Islamic Companies Merchant Trusts
Bond market Equity Market Bank
M

◦ Tujuan dasar dari fikih muamalah adalah untuk


mengatur ketertiban bermuamalah, sehingga
diharapkan tujuan akhir dari segala aktifitas
termasuk ekonomi, yaitu mencapai Al-Falah.

◦ Berkaitan dengan Persoalan muamalah, Al Qur'an


dan Sunnah lebih banyak menentukan pola-pola,
prinsip-prinsip, dan kaidah-kaidah yang bersifat
umum. Pengembangan selanjutnya diserahkan
kepada para ahlinya. Akibatnya dalam aplikasi,
pengaturan bidang muamalah terjadi
keanekaragaman dalam proses untuk mencapai
kesejahteraan. Hal itu dimungkinkan apabila
memang memberikan maslahat bagi masyarakat.
IV. MAQASHID SYARIAH
 Maqashid al-syari’at berarti maksud atau tujuan
disyariatkan hukum Islam.

 Tujuan Allah SWT mensyariatkan hukumnya adalah


untuk memelihara kemaslahatan manusia, sekaligus
untuk menghindari mafsadat (‫ )جلبا لمصا لح ودرء ا لمفاسد‬baik
di dunia maupun di akhirat.

 Tujuan syariah adalah terciptanya kehidupan yang


baik (hayatan thayyibah) dan kedamaian di dunia dan
kebahagiaan di akhirat (hasanah fiddunya wal
akhirah). Tujuan tersebut merupakan manifestasi dari
sifat Maha Pengasih (rahman) dan Maha Penyayang
(rahim) Allah kepada semua makhluk-Nya.
IV. MAQASHID SYARIAH …
 Tujuan tersebut hendak dicapai melalui taklif
(pembebanan kewajiban), yang pelaksanaannya
tergantung pada pemahaman terhadap sumber
hukum yang utama, Al-Quran dan Hadis.

 Berdasarkan penelitian para ahli ushul fiqh, ada lima


unsur pokok yang harus dipelihara dan diwujudkan
terkait Maqashid Syariah ini. Kelima pokok tersebut
adalah terpeliharanya agama (Hifdz al-Din),
terpelihara jiwa (Hifdz al-Nafs), terpelihara
keturunan (Hifdz al-Nasl), terpelihara akal (Hifdz al-
Aql) dan terpelihara harta/kekayaan (Hifdz al-Maal).

 Guna kepentingan menetapkan hukum, kelima


unsur di atas dibedakan menjadi tiga peringkat,
dharuriyat, hajiyat, dan tahsiniyyat.
MAQASHID SYARIAH

 Kelompok daruriyyat adalah memelihara kebutuhan-kebutuhan


yang bersifat esensial bagi kehidupan manusia. Kebutuhan
yang esensial itu adalah memelihara agama, jiwa, akal,
keturunan dan harta, dalam batas jangan sampai eksistensi
kelima pokok itu terancam.

 Kelompok hajiyat, tidak termasuk kebutuhan yang esensial,


melainkan kebutuhan yang dapat menghindarkan manusia dari
kesulitan dalam hidupnya. Tidak terpeliharanya kelompok ini
tidak mengancam eksistensi kelima pokok di atas, tetapi hanya
akan menimbulkan kesulitan bagi mukallaf.

 Kelompok tahsiniyyat adalah kebutuhan yang menunjang


peningkatan martabat seseorang dalam masyarakat dan
dihadapan Tuhannya sesuai dengan kepatutan.
AL-DIEN AL-NAFS AL-’AQL AL-NASL AL-MAAL
(Agama) (Jiwa) (Akal) (Keturunan) (Kekayaan)
Indikator: terpenuhinya Kecedasan Ketentraman diri Air bersih, air
-kokohnya kemanan, akal, pribadi, suci
keimanan kesehatan, indikasinya kelaurga, mensucikan,
dan kehormatan lama tahun hubungan udara segar,
ketakwaan, diri dan pendidikan, Kekeluargaan, sarana
seperti harga diri, produktivits, dan keturunan, komunikasi/in
bebasnya termasuk kemampuan regenerasi formasi,
menjalankan pangan, berkreasi, sandang,pang
berbagai sandang, dan inovasi. an, kertas, dan
ibadah. papan, papan.
lapangan
pekerjaan,
pelayanan
sosial.
PRINSIP-PRINSIP DAN ASAS-ASAS
MU’AMALAH
Pertama, ‫اح ُة إِ َّالأَ ْن َي ُد َّلدَ لِي ٌْل َع َلى َت حْ ِر ْي ِم َه ا‬ ِ َ ‫اَ َألصْ ُل ِف ىا ْلم َُع ا َم‬.
َ ‫التْا ِ َبإل‬

Kedua, mu’amalat dilakukan atas dasar


pertimbangan mendatangkan manfaat dan
menghindarkan mudharat (‫جلبا لمصا لح ودرء‬
‫ )ا لمفاسد‬atau Maslahat. Segala bentuk
muamalat yang dapat merusak atau
mengganggu kehidupan masyarakat tidak
dibenarkan.
Ketiga, mu’amalat dilaksanakan dengan
memelihara nilai keseimbangan
(tawazun) dalam pembangunan.
Keempat, mu’amalat dilaksanakan dengan
memelihara nilai keadilan dan menghindari
unsur-unsur kezaliman.
.
1. Mensejahterakan
2. Membahagiakan
Mendatangkan 3. Menguntungkan
manfaat 4. Memudahkan
5. Meringankan
Indikator
Maslahat

1. Menyengsarakan
Menghindarkan 2. Menyusahkan
mudharat 3. Merugikan
4. Menyulitkan
5. Memberatkan
I. PRINSIP HUKUM MUAMALAT

1. Pada Dasarnya Segala bentuk Muamalat adalah Boleh


Kecuali yang dilarang oleh Nash.
A. Menetapkan Kebolehan Tdk Perlu Mencari Dasar
Hukum Syar’i

B. Nash Tdk Dimaksudkan Sebagai Pembatasan

C. Menciptakan Bentuk Muamalah Baru Tidak Perlu


Mencari padanannya (qiyas) Dalam Nash

D. Menetapkan Kebolehan Tdk Perlu Menganalogkan


Atau mentakhrij hasil Ijtihad Para Ulama

E. Tidak Melanggar Nash Yang mengharamkan

2. Muamalat Dilakukan Atas Pertimbangan Maslahah

3. Muamalat Dilaksanakan Untuk memelihara Nilai


Keadilan
II. PRINSIP HUKUM MUAMALAT
SECARA KHUSUS

1. Tadlis
1. HAL-HAL
YANG 2. Ihtikar
DILARANG 3. Bai’ Najasy
4. Taghrir/Gharar
5. Riba
6. Maysir
7. Risywah

2. HAL-HAL 1. Halal & Thayyib


YANG
DIPERINTAH 2. An’taradhin
KAN 3. Amanah
PENYEBAB
DILARANGNYA
TRANSAKSI

Haram zatnya Haram selain zatnya Tidak Sah Akad

1. Tadlis 1. Rukun tdk terpenuhi


2. Ihtikar 2. Syarat tdk terpenuhi
3. Bai’ Najasy 3. Terjadi Ta’alluq/
4. Taghrir/Gharar bai’ al-’inah
5. Riba 4. Terjadi “2 in 1”/
6. Risywah bai’atain/shafqatain
7. Maysir
TADLIS

Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip


arridhaiyyah. Mereka harus memiliki informasi yg sama shg
tidak ada pihak yang dicurangi/ditipu karena ada suatu yang
Unknown to one party = assymetric information.
Unknown to one party dalam fiqh disebut dengan Tadlis

Tadlis ini dapat terjadi dalam 4 hal yaitu dalam:


Kuantitas : pengurangan timbangan
Kualitas : penyembunyian kecacatan obyek
Harga : memanfaatkan ketidaktahuan harga pasar
Penyerahan: penjual tdk mengetahui scr pasti penyerahan brg
TAGHRIR/
GHARAR

 Situasi dimana terjadi incomplete information karena


adanya uncertainty to both parties.
 Kedua belah pihak sama-sama tidak memiliki kepastian
mengenai sesuatu yang ditransaksikan.
 Gharar terjadi bila sesuatu yang harusnya bersifat pasti
(certain) menjadi tidak pasti (uncertain

Gharar dapat terjadi dalam 4 hal, yakni:


Kuantitas = kasus ijon
Kualitas = menjual sapi masih dalam perut induknya
Harga = pengambilan margin 20 % untuk 1 tahun
atau 40 % untuk 2 tahun
Waktu Penyerahan = menjual barang hilang seharga Rp X
dan disetujui oleh pembelinya
IHTIKAR

Rekayasa pasar dalam supply = Produsen/penjual


mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dg cara
mengurangi supply agar harga produk yg dijual naik.

Ihtikar = entry barrier = menjadi pemain tunggal di pasar


(monopoli). Ihtikar = monopoli = penimbunan.

a.mengupayakan adanya kelangkaan barang


b.menjual lebih tinggi dibanding harga sblm kelangkaan
c.mengambil keuntungan lebih tinggi dibanding sblm a dan b
BAI’ NAJASY

Rekayasa pasar dalam demand terjadi bila seorang produsen/


pembeli menciptakan permintaan palsu, seoalah-olah banyak
permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk
itu akan naik.

Rekayasan demand ini dalam fikih disebut dg Bai al-najsy.


Pengambilan tambahan dari
RIBA harta pokok secara batil
yaitu tanpa satu transaksi
pengganti atau penyeimbang
yg dibenarkan syariah.

FADL=BUYU’ NASIAH=DUYUN JAHILIYAH

Hutang-piutang yg tdk
Pertukaran barang Hutang yang dibayar
memenuhi kriteria untung
sejenis yg tidak muncul bersama risiko melebihi dari pokok
memenuhi kriteria dan hasil usaha muncul pinjaman, karena
sama kualitas, bersama biaya. sipeminjam tidak
kuantitas, Adanya perbedaan, perubahan, mampu mengembalikan
waktu penyerahan. atau tambahan antara barang dana pinjaman pada
Sebabnya karena yg diserahkan hari ini waktu yg telah ditetapkan
dg brg yg diserahkan
ada unsur gharar
kemudian.
Unsur-unsur riba:
 Adanya tambahan pembayaran atas
modal yang dipinjamkan;
 Tambahan itu tanpa risiko kecuali sebagai
imbalan dari tenggang waktu yang
diperoleh si peminjam;
 Tambahan itu disyaratkan dalam
pemberian piutang dan tenggang waktu;
 Adanya tekanan dan kezaliman.
MAYSIR

Transaksi yang mengandung unsur perjudian, untung-untungan


atau spekulatif yang tinggi

RISYWAH

Tindakan suap dalam bentuk uang, fasilitas, atau bentuk lainnya


yang melanggar hukum sebagai upaya mendapatkan fasilitas atau
kemudahan dalam suatu transaksi.
 Manusia sebagai khalifatullah fil-ardh
 Kekhalifahan itu adalah hak, kesempatan
yang harus diraih.
 Menyertai hak itu ada kewajiban dan
tugas.
 Kewajiban dan tugas manusia adalah
menghamba kepada Allah swt.
 Tanggungjawabnya adalah menjalankan
fungsi kekhalifahan tsb.
 Wewenang: menggali ilmu pengetahuan
dan menerapkannya sebagai bentuk
penghambaan kepada Allah swt.
 Kepemilikan mutlak ada pada Allah swt.
 Status harta di tangan manusia:
◦ Sebagai Amanah: manusia hanya diberi
amanah untuk mengelola dan
memanfaatkannya sesuai dengan ketentuan
Sang Pemilik.
◦ Sebagai Perhiasan Hidup: manusia
mempunyai kecenderungan untuk memiliki,
menguasai dan menikmati harta.
◦ Sebagai Ujian Keimanan: bagaimana harta
itu diperoleh dan untuk apa penggunaannya.
◦ Sebagai Bekal Ibadah.
 Pemilikan harta harus didapatkan dengan
usaha yang halal
 Dilarang mencari harta, berusaha, dan
bekerja yang dapat melupakan kematian,
melupakan dzikrullah, melupakan shalat
dan zakat, dan memusatkan kekayaan
hanya pada sekelompok orang kaya saja.
 Dilarang menempuh usaha yang haram,
seperti kegiatan riba, perjudian, jual beli
barang haram, mencuri dan sejenisnya,
curang dalam takaran dan timbangan, dan
cara-cara yang batil dan merugikan.
 Dalam pandangan Al-Quran harta merupakan
modal/faktor produksi yang penting tapi bukan yang
terpenting. Islam menempatkan manusia sebagai unsur
terpenting, di atas modal lalu disusul dg sumber daya
alam.
 Modal tidak boleh diabaikan, namun wajib
menggunakannya dengan baik agar ia terus produktif
dan tidak habis digunakan.
 Seorang wali yang menguasai harta orang-orang yang
tidak atau belum mampu mengurusi harta diwajibkan
untuk mengembangkan harta terebut untuk memenuhi
kebutuhan pemiliknya dari keuntungan perputaran
modal, bukan dari pokok modal.
 Modal tidak boleh menghasilkan dari dirinya sendiri,
tetapi dengan usaha manusia. Itu sebabnya riba dan
perjudian dilarang oleh Al-Quran.
 Kepemilikan harta dilakukan melalui
usaha yang halal.
 Dilarang mencari harta, berusaha dan
bekerja yang dapat melupakan
kematian, melupakan dzikrullah,
melupakan shalat dan zakat, dan
memusatkan kekayaan hanya pada
sekelompok orang kaya saja.
 Dilarang menempuh usaha yang haram.
Indikator Kapitalisme Sosialisme Islam

1.Sifat Kepemilikan Kepemilikan Allah pemilik


Kepemilikan mutlak oleh mutlak oleh mutlak, manusia
manusia manusia memiliki hak
kepemilikan
terbatas
2. Hak Manusia bebas Manusia bebas Pemanfaatan
pemanfaatan memanfaatkann memanfaatkann oleh manusia
ya ya mengikuti
ketentuan Allah
3. Prioritas hak milik hak milik Hak milik
kepemilikan individu kolektif/sosial individu dan
dijunjung tinggi dijunjung tinggi kolektif diatur
oleh agama
Indikator Kapitalisme Sosialisme Islam

4. Peran individu Individu bebas Negara yang Terdapat


memanfaatkan mengatur kewajiban
dan negara sumber daya pemanfaatan individu-
sumber daya masyarakat-
negara secara
proporsional
5.Distribusi Bertumpu pada Bertumpu pada Sebagian diatur
kepemilikan mekanisme peran oleh pasar,
pasar pemerintah pemerintah, dan
langsung oleh
Al-Quran.
6.Tanggung jawab Pertanggungjaw Pertanggungjaw Pertanggungjaw
pemanfaatan aban kpd diri aban kpd publik aban kpd diri,
sendiri secara secara publik dan Allah
ekonomis-teknis ekonomis-teknis di dunia dan
belaka belaka akhirat

Anda mungkin juga menyukai