Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Fiqh Muamalah

Dosen Pengampu: Susmita,M.E

Disusun Oleh :

Sinta Dwi Wulandari (2031012)

Adnin Qolbi (2131106)

Suryati (2131094)

PRODI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

IAIN SAS BABEL

TAHUN AJARAN 2022


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas dari hubungan dengan orang
lain dalam kerangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia sangat
beragam, sehingga terkadang secara pribadi dia tidak mamapu untuk memenuhinya,
dan harus berhubungan dengan orang lain. Hubungan anatara satu manusia dengan
manusia lain dalam memenuhi kebutuhan lain, harus terdapat aturan yang menjelaskan
hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan.Proses untuk membuat kesepakatan
dalam kerangka memenuhi kebutuhan keduanya, lazim disebut dengan proses untuk
berakad atau melakukan kontrak. Hubungan ini merupakan fitrah yang sudah ditakdirkan
oleh Allah. Islam sebagai agama komprehensif dan universal memberikan aturan yang
cukup jelas dalam akad untuk dapat diimplementas ikan dalam setiap masa.
Secara terminologi muamalah adalah segala aturan agama yang mengatur hubungan
antara sesama manusia dan alam sekitarnya, tanpa memandang agama atau asal usul
kehidupan. Aturan agama yang mengatur hubungan antara manusia dan lingkungannya
dapat kita temukan antara lain dalam hukum Islam tentang makanan, minuman, mata
pencarian, dan cara memperoleh rezeki dengan cara yang dihalalkan atau yang
diharamkan.secara keseluruhan bisa disimpulkan bahwa Fiqh Muamalah adalah pengetahuan
tentang kegiatan atau transaksi yang berdasarkan hukum hukum syariat mengenai
perilaku manusia dalam kehidupannya yang diperoleh dari dalil dalil Islam secara rinci.
Secara ekplisit, tidak ada peraturan perundang-udangan yang memasukkan fikih muamalah
secara utuh ke dalam bagiannya. Undang-undang hanya mengatur hal yang berkaitan dengan
perbankan syariah yang memang dirasa sangat penting oleh masyarakat. Hubungan yang
bersifat akomodatif antara masyarakat muslim dengan Pemerintah yang berkuasa telah
menghasilkan keputusan dan langkah-langkah yang mengakomodasikan kepentingan bersama.
Salah satu kepentingan masyarakat adalah dapat melaksanakan kegiatan ekonomi yang tidak
didasarkan pada bunga. Masyarakat berkepentingan akan munculnya lembaga yang dapat
melayani transaksi kegiatan yang tidak berbasis bunga.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Fiqh Muamalah


Fiqh Muamalah terdiri dari atas dua kata, yaitu fiqh dan muamalah. Menurut etimologi
fiqh adalah “paham”. Secara terminologi, fiqh pada mulanya berarti pengetahuan keagamaan
yang mencangkup seluruh ajaran agama, baik berupa aqidah, akhlak maupun ibadah
sama dengan arti syari’ah Islamiyah. Jadi fiqh yaitu pengetahuan tentang hukum syari’ah
Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal
sehat.Secara etimologi, kata muamalah adalah bentuk masdar dari kata ‘amala yang artinya
saling bertindak, saling berbuat dan saling mengenal. Secara terminologi muamalah
adalah segala aturan agama yang mengatur hubungan antara sesama manusia dan alam
sekitarnya, tanpa memandang agama atau asal usul kehidupan. Aturan agama yang mengatur
hubungan antara manusia dan lingkungannya dapat kita temukan antara lain dalam
hukum Islam tentang makanan, minuman, mata pencarian, dan cara memperoleh rezeki
dengan cara yang dihalalkan atau yang diharamkan.secara keseluruhan bisa disimpulkan
bahwa Fiqh Muamalah adalah pengetahuan tentang kegiatan atau transaksi yang
berdasarkan hukum hukum syariat mengenai perilaku manusia dalam kehidupannya yang
diperoleh dari dalil dalil Islam secara rinci.Jadi Pengertian fiqih muamalah menurut
terminologi dapat dibagi menjadi dua.
1.Pengertian fiqih muamalah dalam arti luas.
Dari pengertian dalam arti luas di atas dapat diketahui bahwa fiqih muamalah
adalaAturan aturan (hukum) Allah SWT., yang ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia
dalam urusan keduniaan atau urusan yang berkaitan dengan urusan duniawi dan sosial
masyarakat.
2. Pengertian fiqih muamalah dalam arti sempit.
fiqih muamalah dalam arti sempit menekankan keharusan untuk menaati aturan aturan
Allah yang telah ditetapkan untuk mengatur hubungan antara manusia dengan cara
memperolaeh, mengatur, mengelola, dan mengembangkan mal (harta benda).1

B. Ruang Lingkup Fiqh Muamalah


Al.Muamalah Al-Madiyah
adalah muamalah yang mengakaji segi objeknya, yakni benda. Sebagian ulama
berpendapat bahwa Al Muamalah Al Madiyah bersifat kebendaan, yakni benda yang halal,
haram, dan syubhat untuk dimiliki, diperjual belikan, atau diusahakan, benda yang

1
Rachmat Syafe‟i, Fikih Muamalah Maliyah (Bandung, Pustaka Setia, 2001), Hlm 15.
2
menimbulkan kemadharatan dan mendatangkan kemaslahatan bagi manusia, dll. Semua
aktivitas yang berkaitan dengan benda, seperti al-bai’ (jual beli) tidak hanya ditujukan untuk
memperoleh keuntungan semata, tetapi jauh lebih dari itu, yakni untuk memperoloh ridha Allah
SWT. Jadi kita harus menuruti tata cara jual beli yang telahditentukan oleh syara’.Al-
Muamalah Al-Adabiyah Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah muamalah ditinjau dari segi
cara tukar menukar benda, yang sumbernya dari pancaindra manusia, sedangkan unsur-
unsur penegaknya adalah hak dan kewajiban, seperti jujur, hasut, iri, dendam, dll.
Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah aturan-aturan Allah yang ditinjau dari segi subjeknya
(pelakunya) yang berkisar pada keridhaan kedua pihak yang melangsungkan akad, ijab
kabul,dusta, dll.Secara garis besar ruang lingkup fiqih muamalah adalah seluruh kegiatan
muamalah manusia berdasarkan hukum-hukum islam yang berupa peraturan peraturan
yang berisi perintah atau larangan seperti wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.Dalam
ruang lingkupnya Fiqih Muamalah menurut (Fikri, 1946) dibagi menjadi 2,Yaitu Al-Muamalah
Al-Adabiyah dan Al-Muamalah Al-Madiniyah. 3
Muamalah yang ditinjau dari cara tukar menukar benda dengan menggunakan sumber panca
indera manusia, yang hak dan kewajiban adalah tiang nya bernama Al-Muamalah Al Adabiyah.
Ruang lingkup Fiqih Muamalah yang bersifat Adabiyah yang mencangkup beberapa hal
berikut ini:
a.Ijab Qabul
b.Saling meridhai
c.Tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak
d.Hak dan kewajiban
e.Kejujuran pedagang
f.Penipuan
g.Pemalsuan
h. Penimbunan
Segala sesuatu yang bersumber dari indera manusia yang ada kaitannya Dengan peredaran
harta dalam hidup bermasyarakat.Muamalah yang bersifat kepemilikan benda karena objek
fiqih adalah padaBenda halal, haram maupun syubhat untuk diperjual belikan adalah Al-
Muamalah Al-Madiyah. Ulama berpendapat bahwa muamalah ini mengkaji objek nya seperti
benda yang bisa menimbulkan mudharat,bisa mendatangkan maslahat, dan lain lain nya.
Menurut Sadeq (1990) terdapat beberapa hal yang termasuk ke dalam ruang lingkup muamalah
yang bersifat Madiyah adalah sebagai berikut:

2
Rachmat Syafe‟i, Fikih Muamalah Maliyah (Bandung, Pustaka Setia, 2001), Hlm 15.

3
Muhammad Ustman Syabir, Al-Muamalah Al-Maliyah Al-Mu’asirah, (Oman. Darul Nafais,
2007), Cet. 6. Hlm. 12.
a). Jual beli (al-Bai’ al-Tijarah) merupakan tindakan atau transaksi yang telah disyari’atkan
dalam arti telah ada hukumnya yang jelas dalam islam.
b).Gadai (al-Rahn) yaitu menjadikan suatu benda yang mempunyai nilai harta dalam
pandangan syara’ untuk kepercayaan suatu utang, sehingga memungkinkan mengambil seluruh
atau sebagaian utang dari benda itu.
c). Jaminan dan tanggungan (Kafalan dan Dhaman) diartikan menanggung atau penanggungan
terhadap sesuatu, yaitu akad yang mengandung perjanjian dari seseorang di mana padanya ada
hak yang wajib dipenuhi terhadap orang lain, dan berserikat bersama orang lain itu dalam hal
tanggung jawab terhadap hak tersebut dalam menghadapi penagih (utang). Sedangkan dhaman
berarti menanggung hutang orang yang berhutang.
d) Pemindahan hutang (Hiwalah) berarti pengalihan, pemindahan.Pemindahan hak atau
kewajiban yang dilakukan seseorang (pihak Pertama) kepada pihak kedua untuk menuntut
pembayaran hutang dari atau membayar hutang kepada pihak ketiga. Karena pihak ketiga
berhutang kepada pihak pertama. Baik pemindahan (pengalihan) itu dimaksudkan sebagai
ganti pembayaran maupun tidak.
e). Jatuh bangkrut (Taflis) adalah seseorang yang mempunyai hutang,seluruh kekayaannya
habis.
f). Perseroan atau perkongsian (al-Syirkah) dibangun atas prinsip perwakilan dan kepercayaan,
karena masing-masing pihak yang telah menanamkan modalnya dalam bentuk saham kepada
perseroan, berarti telah memberikan kepercayaan kepada perseroan untuk mengelola saham
tersebut.
g). Masalah-masalah seperti bunga bank, asuransi, kredit, dan masalah-masalah baru
lainnya. 4

C. Prinsip-prinsip Muamalah
Muamalah adalah keniscayaan. Hanya saja, Islam mengatur bahwa muamalah harus
didasarkan pada prinsip-prinsip kebaikan dan jauh dari berbagai keburukan. Diantara prinsip-
prinsip muamalah dalam Islam adalah sebaga berikut.
1) segala sesuatu di alam semesta, bahkan diri kita, pada dasarnya adalah milikAllah.
Dialah Pemilik yang sebenarnya dari segala sesuatu. Allah memberikan harta kepada
manusia dan melebihkan harta sebagian orang diatas sebagian yang lainnya dalam
rangka untuk menguji atas apa yang Allah telah berikan. Allah hendak menguji
apakah harta yang diberikan akan digunakan untuk taat kepada-Nya ataukah justru
untuk maksiat kepada-Nya. Allah hendak menguji apakah seseorang hendak
berbagi dengan sesamanya ataukah menahan hak mereka yang membutuhkan.
2) asas kebolehan. Hukum asal muamalah adalah boleh, sampai ada larangan.

4
Ibnu Abidin, Radd Al-Muhtar, Jilid 1, Hlm. 79.
3) asas kehalalan usaha dan transaksi. Harta harus dicari dengan cara yang halal kemudian
dibelanjakan dan ditransaksikan dengan cara yang halal pula. 5
4) asas kehalalan harta. Jangan memperjualbelikan harta yang haram, misalnya khamr,
daging babi, transaksi zina, dan sebagainya.
5) asas kebebasan. Seseorang pada dasarnya bebas untuk memilih dengan cara apa ia
mencari harta sepanjang dengan cara yang halal, dan bebas pula bagaimana ia
men-tasharruf-kan/membelanjakan hartanya sepanjang itu transaksi yang halal.
6) asas kerelaan/sukarela. Transaksi muamalah mesti didasarkan pada kerelaan kedua
belah pihak, tanpa ada paksaan.
7) asas kejujuran. Seseorang harus jujur dalam melakukan muamalah. Tidak
menyembunyikanaib atau cacat pada barang yang ditransaksikan.
8) asas keadilan. Sesama manusia harus diperlakukan dengan adil, terlepas dari jenis
kelamin, ras, warna kulit, dan sebagainya. Namun, adil tidak selalu bermakna sama
rata. Misalnya, kewajiban laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga tidak sama
persis, menyesuaikan dengan kodrat masing-masing.
9) asas tidak menzhalimi. Tidak menyakiti orang lain. Tidak mengambil atau
mengurangi hak orang lain. Tidak merampas hak orang lain. Tidak mengurangi
timbangan.Tidak menipu orang lain. Tidak mengakibatkan kerugian bagi orang lain.
Dan sebagainya.
10) asas tidak mengundi nasib (perjudian). Perjudian diharamkan dalam Islam. Perjudian
disebut maysir, berakar dari kata yusr yang artinya mudah, karena dengan
perjudian orang berharap mendapatkan harta yang banyak dengan cara mudah, tanpa
perlu bersusah payah. Islam mengajarkan agar kita bekerja dan berusaha untuk
mendapatkan harta kekayaan.
11) asas tidak adanya gharar. Gharar artinya ketidakjelasan. Karenanya kita dilarang
melakukan praktek jual beli ijon atau memperjualbelikan barang yang masih tidak jelas
spesifikasinya.
12) asas tidak adanya riba. Riba pada dasarnya adalah kezhaliman, dengan cara mencekik
orang yang berhutang karena tanggungan pinjamannyabertambah dari apa yang
sebenarnya ia pinjam. Riba juga pada dasarnya adalah ketidakadilan dan
menyebabkan kerugian pada orang lain, karena memperjualbelikan barang yang
sama (barang-barang ribawi) dengan adanya selisih (jumlah yang berbeda) ataupun
dengan tempo.
13) asas tolong menolong (ta'awun). Karena itulah Islam menganjurkan hutang-piutang
tanpa riba dengan semangat menolong yang membutuhkan. Demikian pula
Islam menganjurkan kafalah, hibah, infaq, dan sedekah, dalam rangka untuk
menolong yang membutuhkan.

5
Jundiandi, Pengaturan Hukum Perbankan Syariah di Indonesia (Malang, UIN Malang Press,
2017), Cet 2, Hlm. 26
D. Jenis-Jenis Muamalah
Secara umum, Muamalah dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu diantaranya adalah :
1. Syirkah
Istilah Syirkah menurut bahasa diartikan sebagai kongsi, kerjasama ataupun ber-
syarikat.Dalam praktik pada kegiatan ekonomi, Syirkah adalah upaya yang bertujuan
untuk menggabungkan sumber daya dari dua orang atau lebih guna mewujudkan tujuan
bersama.Secara umum, sumber daya yang dimaksud disini bisa berupa keahlian, modal uang,
bahan baku,jaringan kerja dan masih banyak lagi. dalam ekonomi konvensional, Syirkah
ini sering juga disebut sebagai usaha patungan atau kongsi.Tidak ada perbedaan yang
signifikan dari Muamalah jenis ini, kecuali dalam ekonomi Islam, bahwa bisnis tidak
boleh melanggar hukum Syariah seperti kerjasama dalam kemitraan kartel Alkohol,
Narkoba serta kegiatan jual beli barang yang dilarang oleh agama.
2. Mudharabah
Mudharabah merupakan sebuah akad yang digunakan untuk mengikat hubungan
kerjasama yang melibatkan dua pihak atau lebih yaitu pemodal (sahib al-mal) serta orang
yang melaksanakan usaha (mudharib)
3. Wakalah
Wakalah adalah kegiatan untuk memindahkan kekuasaan yang dilakukan oleh satu orang ke
orang lain yang bertindak sebagai pihak kedua untuk bertindak sesuai dengan transaksi yang
dimaksud.Misalnya seperti, kegiatan transaksi jual beli dari surat berharga yang dilaksanakan
oleh manajer investasi kepada pihak bank kustodian.Hal ini tentunya perlu untuk digaris
bawahi bahwa Wakalah tidak sama dengan wasiat. Apabila wasiat hanya berlaku untuk
orang sudah meninggal, sedangkan Wakalah berlaku untuk orang masih hidup.
4. Wadiah
Wadi’ah adalah sebuah titipan yang diberikan oleh nasabah (penitip) yang harus dijaga dan
juga dikembalikan apabila nasabah tersebut sudah menginginkan untuk pengembalian.Di
dalam akad Wadiah ini, para nasabah harus membayarkan biaya yang sudah ditentukan
bersama sebelumnya, atas jasa penitipan tersebut. Ketika menggunakan ekonomi
konvensional dalam kehidupan sehari-hari, Anda sering menemukan semacam kontrak
wadiah, misalnya seperti loker.6

E. Fiqh Muamalah Dalam Undang-undang


Secara ekplisit, tidak ada peraturan perundang-udangan yang memasukkan fikih muamalah
secara utuh ke dalam bagiannya. Undang-undang hanya mengatur hal yang berkaitan dengan
perbankan syariah yang memang dirasa sangat penting oleh masyarakat. Hubungan yang
bersifat akomodatif antara masyarakat muslim dengan Pemerintah yang berkuasa telah
menghasilkan keputusan dan langkah-langkah yang mengakomodasikan kepentingan

6
Sapiuddin Siddiq, Fiqh Muamalah (Jakarta: Prenada Media Grub, 2010
bersama. 7 Salah satu kepentingan masyarakat adalah dapat melaksanakan kegiatan ekonomi
yang tidak didasarkan pada bunga. Masyarakat berkepentingan akan munculnya lembaga yang
dapat melayani transaksi kegiatan yang tidak berbasis bunga.
Terwujudnya Undang-undang yang mengatur perbankan syariah melewati jalan panjang yang
tidak mudah. Di era tahun 1970-an, masyarakat muslim Indonesia diliputi pengharapan untuk
dapat melakukan transaksi yang berbasis syariah. Hal ini tidak lepas dari pengaruh munculnya
Mit Ghamr Bank yang ada di Mesir pada dekade 1960-an dan Islamic Development Bank pada
20 Oktober 1975.
Pada 1990, MUI mengadakan lokakarya pendirian bank syariah. Pada tahun 1992
dikeluarkanlah Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang mengatur bunga
dan bagi hasil (dual banking system). Ketentuan bagi hasil sebagai salah satu landasan prinsip
transaksi syariah yang terdapat dalam Undang-undang tersebut menjadi dasar hukum
beroperasinya bank syariah di Indonesia.
Keberhasilan perbankan syariah dalam menghadapi krisis moneter, Pemerintah mengokohkan
kehadirannya dengan memberikan landasan hukum yang lebih kuar melalui Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan. Pada tahun 1999 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang salah
satu pasalnya mengatur kebijakan moneter yang didasarkan prinsip syariah.
Undang-Undang yang paling penting dalam perjalanan perbankan syariah adalah Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dalam UndangUndang ini, prinsip
kerja perbankan syariah diatur dan kemudian dilindungi oleh Negara. landasan prinsip
transaksi syariah yang terdapat dalam Undang-undang tersebut menjadi dasar hukum
beroperasinya bank syariah di Indonesia. Keberhasilan perbankan syariah dalam menghadapi
krisis moneter, Pemerintah mengokohkan kehadirannya dengan memberikan landasan hukum
yang lebih kuar melalui Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pada tahun 1999 dikeluarkan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang salah satu pasalnya mengatur kebijakan moneter
yang didasarkan prinsip syariah.Undang-Undang yang paling penting dalam perjalanan
perbankan syariah adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Dalam UndangUndang ini, prinsip kerja perbankan syariah diatur dan kemudian dilindungi
oleh Negara.

F. Tinjauan Islam Terhadap Muamalah


Muamalah atau interaksi keuangan merupakan salah satu perkara penting dalam Islam. Islam
sebagai pedoman hidup mengatur semua aspek kehidupan manusia, tak terkecuali interaksi
keuangan antar manusia. Untuk mengakomodasi itu, ulama menjabarkan ayat-ayat Al-Quran

7
Ibnu Abidin, Radd Al-Muhtar, Jilid 1, Hlm. 79.
dan hadis Rasulullah dalam disiplin ilmu fikih muamalah. Terkait muamalah, ada beberapa hal
terkait pandangan Islam terhadap muamalah secara umum, 8 diantaranya:
1. Islam tidak menciptakan muamalah dalam masyarakat.
Islam tidak menciptakan praktek-praktek transaksi keuangan pada masyarakat. Ketika Islam
datang melalui Rasulullah maka telah ditemukan praktek-praktek ekonomi pada masa itu. Pada
masa itu, segala kegiatan ekonomi seperti jual beli, sewa-menyewa, pengadaian, penanaman
modal dan lain sebagainya berjalan sesuai keinginan mereka dan berdasarkan kebiasaan yang
berlaku. Oleh karena itu, istilah-istilah kegiatan dan praktek keuangan seperti bai‟, syirkah,
mudharabah, qard dan istilah lainya telah dikenal luas pada masa itu.
Terkait praktik ekonomi masa itu, Islam datang dengan fungsi untuk memperbaiki,
membersihkan dan menolong praktik ekonomi. Beberapa praktik yang dianggap merugikan
satu pihak, bersifat tidak jelas, adanya unsur paksaan, bersifat berbahaya dan lain sebagainya
dibersihkan oleh syariat Islam. Maka ketika ada alur sebuah praktik sesuai dengan maslahat
tetap dipertahankan dan ketika ada unsur yang membahayakan dan menyalahi kebaikan maka
dihindari bahkan diharamkan.9
2. Islam mengatur muamalah dengan kaidah-kaidah umum.
Syariat Islam datang dengan aturan-aturan umum yang mengatur muamalah dan jarang yang
dijelaskan secara detail dan rinci. Beberapa di antara kaidah itu adalah:

a) Ridha dan kerelaan diri,Ridha dalam muamalah menjadi salah satu unsur yang
penting,Ibnu Arabi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini merupakan salah
satu ayat yang mencakup aturan-aturan muamalah dan akad mu‟awadhah dibangun
di atas ayat ini.[1] Ayat ini menjadi landasan dilarangnya akad yang mengandung
tipu muslihat, perjudian, dan hal-hal yang mengandung pengambilan hak orang lain
secara batil.
b) Muamalah dibangun atas dasar sebab dan kemaslahatan
Pada dasarnya, sebahagian besar ibadah dalam Islam adalah ghair ma‟qulah ma‟na
atau sesuatu yang tidak dapat dilogikakan sebab pensyariatannya. Kenapa shalat
harus lima kali sehari semalam, puasa wajib dilaksanakan di bulan Ramadhan dan
bukan Muharram atau kenapa gerakan shalat harus seperti yang kita ketahui saat ini
termasuk dalam ruang lingkup ibadah mahdah atau ibadah yang pensyariatannya
murni karena adanya perintah dari Allah dan bukan karena sebab atau alasan yang
berasal dari akal manusia.
Kaidah ini mengambarkan bahwa dalam bermuamalah, kemaslahatan harus
diperhatikan. Suatu akad diharamkan berlandaskan nash-nash yang ada tetapi
karena adanya kemaslahatan maka suatu akad dapat diperbolehkan dengan tetap
memperhatikan dalil-dalil yang ada. Jual beli dirham dengan dirham tidak tunai atau

8
Ali Bin Muhammad Al-Jarzani, kitab Al-Ta’rifat (Beirut: Dar Al-Kutub Al-
;Ilmiyah,1983),Cet.1,Hllm 168
9
Rachmat Syafe‟i, Fikih Muamalah Maliyah (Bandung, Pustaka Setia, 2001), Hlm 15.
dengan tempo diharamkan berdasarkan hadis Rasulullah Saw.10 Hal berbeda kita
dapati ketika akadnya berubah menjadi akad qardh (pinjaman) dirham dengan
dirham. Pembolehan ini didasarkan pada kemaslahatan yang ada pada qardh bagi
yang meminjam dirham tersebut. Selain itu, asas dalam jual beli adalah
mendapatkan keuntungan berbeda dengan qardh yang asasnya adalah sosial
sehingga dilarang pengambilan manfaat dari pinjaman.
c) Praktik Muamalah pada umumnya bersandar pada kebiasaan masyarakat. Praktik
muamalah yang berlaku pada masyarakat pada umumnya adalah sesuatu yang
disepakati oleh masyarakat pada umumnya baik secara lisan maupun non lisan.
Pelabelan transaksi, nilai kebendaan, penetapan harta, cara pembelian, pelayanan
dan lain sebagainya tidak di atur secara detail oleh syariat. Syariat hanya
memberikan aturan-aturan umum yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
kecurangan, perselisihan, penipuan dan hal-hal negatif lainnya. Sedangkan hal-hal
teknis diserahkan kepada kebiasaan dan kesepakatan masyarakat.
d) Muamalah menyatukan antara syariat dan hukum manusia
Salah satu kelebihan muamalah adalah sifatnya yang affordable (penerimaan)
terhadap syariah dan hukum buatan manusia. Hal ini didasarkan pada hukum asal
muamalah yaitu kebolehan. Syariah tidak merincikan tata cara suatu akad serta
alurnya. Alur suatu akad kembali kepada kemaslahatan yang ada. Di sinilah hukum
atau pemerintah mempunyai legalitas yang dibenarkan syariah untuk membuat
aturan yang bertujuan untuk kemaslahatan semua pihak yang bertransaksi.
Peraturan pemerintah dalam syariah yang tidak bertentangan dengan syariat harus
dipatuhi oleh masyarakat. Tidak mematuhi pemimpin yang adil termasuk perbuatan
yang dilarang oleh syariat.

G. Konsep Dasar Fiqh Muamalah Kontemporer


Fiqh Muamalat Kontemporer adalah aturan-aturan Allah SWT yang wajib ditaati
yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan ke harta
bendaan dalam bentuk transaksi-transaksi yang modern.
Contoh dari hukum Islam yang berhubungan dengan muamalah disini adalah jual
beli, sewa menyewa, perserikatan, usaha perbankan, asuransi yang islami dan lain lain.
Di awali, muncul bidang bahasan fiqh oleh para fukaha atau ahli fiqih dibagi dalam
tiga bagian besar: yaitu akidah, ibadah dan muamalah. Akidah mengandung kepercayaan
kepada Allah SWT, Malaikat, Rasul, Kitab, hari kiamat, qada dan qadar dan lainnya yang
dalam bidang ibadah mengandung masalah yang menyangkut hubungan manusia dengan
Alah SWT, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Sedangkan dalam bidang muamalah
yaitu yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan sesamanya dalam kehidupan
bermasyarakat.
Awalnya, Dalam bidang muamalah ini juga tercakup masalah keluarga, seperti perkawinan
dan perceraian. Tetapi, setelah terjadinya disintegrasi di dunia Islam, khususnya di zaman
Turki ustmani, maka terjadilah perkembangan pembagian fiqih baru.
Setelah itu bidang muamalah dipersempit, sehingga masalah-masalah yang berhubungan
dengan hukum keluarga tidak masuk dalam pengertian muamalah.

10
Sapiuddin Siddiq, Fiqh Muamalah (Jakarta: Prenada Media Grub, 2010.
Muamalah tinggal mengatur permasalahan yang menyangkut hubungan seseorang dengan
seseorang lainnya dalam bidang ekonomi. Seperti jual beli, sewa menyewa dan pinjam
meminjam, gadai, perkongsian, hibah, upah dan perseroan.
dalam fiqh muamalah, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan.
misalnya, dalam melaksanakan suatu hak atau tindakan, tindakan tersebut tidak boleh
menimbulkan kerugian terhadap orang lain. Karena setiap orang yang melakukan
tindakan yang merugikan orang lain, sengaja atau tidak sengaja , maka akan dimintai
pertanggung jawaban.11
dalam muamalah adanya istilah transaksi. Pada setiap transaksi, terdapat beberapa
prinsip dasar yang telah ditetapkan oleh syara'. Pertama, setiap transaksi mengikat orang
atau pihak yang bertransaksi, kecuali transaksi yang jelas-jelas melanggar aturan syariat.
Kedua, syarat-syarat transaksi itu dirancang dan dilaksanakan secara bebas namun
bertanggung jawab. Ketiga, setiap transaksi dilakukan secara sukarela, tanpa ada unsur
paksaan dari pihak manapun. Dan keempat, syari' (pembuat hukum) mewajibkan agar
setiap perencanaan transaksi dan pelaksanaannya didasarkan atas niat baik, agar dapat
terhindar dari segala bentuk penipuan dan kecurangan. 12

11
Muhammad Ustman Syabir,Al-Madkhal,Hlm 11.

12
Ali Bin Muhammad Al-Jarzani, kitab Al-Ta’rifat (Beirut: Dar Al-Kutub Al-
;Ilmiyah,1983),Cet.1,Hllm 168.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Fiqh Muamalah terdiri dari atas dua kata, yaitu fiqh dan muamalah. Menurut
etimologi fiqh adalah “paham”. Secara terminologi, fiqh pada mulanya berarti
pengetahuan keagamaan yang mencangkup seluruh ajaran agama, baik berupa
aqidah, akhlak maupun ibadah sama dengan arti syari’ah Islamiyah. Jadi fiqh yaitu
pengetahuan tentang hukum syari’ah Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan
manusia yang telah dewasa dan berakal sehat.Secara etimologi, kata muamalah adalah
bentuk masdar dari kata ‘amala yang artinya saling bertindak, saling berbuat dan
saling mengenal. Secara terminologi muamalah adalah segala aturan agama yang
mengatur hubungan antara sesama manusia dan alam sekitarnya, tanpa
memandang agama atau asal usul kehidupan.
Segala sesuatu yang bersumber dari indera manusia yang ada kaitannya Dengan
peredaran harta dalam hidup bermasyarakat.Muamalah yang bersifat kepemilikan
benda karena objek fiqih adalah padaBenda halal, haram maupun syubhat untuk
diperjual belikan adalah Al-Muamalah Al-Madiyah. Ulama berpendapat bahwa
muamalah ini mengkaji objek nya seperti benda yang bisa menimbulkan
mudharat,bisa mendatangkan maslahat, dan lain lain nya.
Contoh dari hukum Islam yang berhubungan dengan muamalah disini adalah
jual beli, sewa menyewa, perserikatan, usaha perbankan, asuransi yang islami dan lain
lain.Di awali, muncul bidang bahasan fiqh oleh para fukaha atau ahli fiqih dibagi
dalam tiga bagian besar: yaitu akidah, ibadah dan muamalah. Akidah
mengandung kepercayaan kepada Allah SWT, Malaikat, Rasul, Kitab, hari kiamat,
qada dan qadar dan lainnya yang dalam bidang ibadah mengandung masalah yang
menyangkut hubungan manusia dengan Alah SWT, seperti shalat, puasa, zakat,
dan haji. Sedangkan dalam bidang muamalah yaitu yang berkaitan dengan
hubungan manusia dengan sesamanya dalam kehidupan bermasyarakat.
Daftar Pustaka
Rachmat Syafe‟i, Fikih Muamalah Maliyah (Bandung, Pustaka Setia, 2001), Hlm 15.
Muhammad Ustman Syabir, Al-Madkhal. Hlm. 17-19.
Muhammad Ustman Syabir, Al-Muamalah Al-Maliyah Al-Mu’asirah, (Oman. Darul Nafais,
2007), Cet. 6. Hlm. 12.
Ibnu Abidin, Radd Al-Muhtar, Jilid 1, Hlm. 79.
Jundiandi, Pengaturan Hukum Perbankan Syariah di Indonesia (Malang, UIN Malang Press,
2017), Cet 2, Hlm. 26
Sapiuddin Siddiq, Fiqh Muamalah (Jakarta: Prenada Media Grub, 2010.
Ali Bin Muhammad Al-Jarzani, kitab Al-Ta’rifat (Beirut: Dar Al-Kutub Al-
;Ilmiyah,1983),Cet.1,Hllm 168.
Muhammad Ustman Syabir,Al-Madkhal,Hlm 11.

Anda mungkin juga menyukai