Anda di halaman 1dari 12

Ruang Lingkup dan Objek Kajian Fiqih Muamalah

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu tugas


Mata kuliah “Fiqih muamalah” Prodi Hukum Tata Negara/Siyasah(HTN-2)
Pada Fakultas Syariah dan Hukum Islam
IAIN Bone

DARMAWATI ABUMAS
Nim:742352020037
DEVI HARFIANTI
Nim:742352020052
MIFTAHUL JANNAH
Nim: 742352020045
HARMANG
Nim:742352020042

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE
2022

4
Kata Pengantar
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmatnya sehingga penulis
dapat menyusun makalah tentang "pengrtian hukum syara’ dikalanagn ulama Ushul
dan ulama fiqhi beserta pendapat ualam dan para ahli" dengan sebaik-baiknya.

Saya ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu, memfasilitasi,
memberi masukan, dan mendukung penulisan makalah ini sehingga selesai tepat pada
waktunya. Semoga dibalas oleh Allah SWT dengan ganjaran yang berlimpah.

Meski penulis telah menyusun makalah ini dengan maksimal, tidak menutup
kemungkinan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan
saran yang konstruktif dari pembaca sekalian.

Akhir kata, saya berharap makalah ini dapat menambah wawasan para pembaca.

Bone, 19 April  2022

Penulis

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Muamalah adalah hubungan antar manusia, hubungan sosial, atau  hablum


minannas. Dalam syariat Islam hubungan antar manusia tidak dirinci jenisnya,
tetapi diserahkan kepada manusia mengenai bentuknya. Islam hanya membatasi
bagian-bagian yang penting dan mendasar berupa larangan Allah dalam Al-Quran
atau larangan Rasul-Nya yang didapat dalam As-Sunnah.

Dari segi bahasa, muamalah bersal dari kata ‘aamala, yu’amilu, mu’amalat yang


berarti perlakuan atau tindakan terhadap orang lain, hubungan kepentingan
(seperti jual-beli, sewa dsb). Sedangkan secara terminologis muamalah berarti
bagian hukum amaliah selain ibadah yang mengatur hubungan orang-orang
mukallaf antara yang satu dengan lainnya baik secara individu, dalam keluarga,
maupun bermasyarakat.

Berbeda dengan masalah ibadah, ketetapan-ketetapan Allah dalam masalah


muamalah terbatas pada yang pokok-pokok saja. Penjelasan Nabi, kalaupun ada,
tidak terperinci seperti halnya dalam masalah ibadah. Oleh karena itu, bidang
muamalah terbuka sifatnya untuk dikembangkan melalui ijtihad. Kalau dalam
bidang ibadah tidak mungkin dilakukan modernisasi, maka dalam bidang
muamalah sangat memungkinkan untuk dilakukan modernisasi.

Dengan pertimbangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian maju,


masalah muamalah pun dapat disesuaikan sehingga mampu mengakomodasi
kemajuan tersebut. Karena sifatnya yang terbuka tersebut, dalam bidang
muamalah  berlaku asas umum, yakni pada dasarnya semua akad dan muamalah
boleh dilakukan, kecuali ada dalil yang membatalkan dan melarangnya. Dari

iii
prinsip dasar ini dapat dipahami bahwa semua perbuatan yang termasuk dalam
kategori muamalah boleh saja dilakukan selama tidak ada ketentuan
atau nash yang melarangnya. Oleh karena itu, kaidah-kaidah dalam bidang
muamalah dapat saja berubah seiring dengan perubahan zaman, asal tidak
bertentangan dengan ruh Islam
B. .Rumusan Masalah
1. Apa saja ruang lingkup dari fiqih muamalah?
2. Apa saja objek kajian dari fiqih muamalah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja ruang lingkup dari fiqih muamalah
2. Untuk mengetahui objek kajian dari fiqih muamalah

iv
BAB II

PEMBAHASAN
A. Ruang Lingkup Fiqih Muamalah
1. Pertama, Ahkam al-Ahwal al-Syakhiyyah (Hukum Keluarga), yaitu
hukum-hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban suami, istri dan
anak. Ini dimaksudkan untuk memelihara dan membangun keluarga
sebagai unit terkecil.

2. Kedua, al-Ahkam al-Maliyah (Hukum Perdata), yaitu hukum tentang


perbuatan usaha perorangan seperti jual beli (Al-Bai’ wal Ijarah),
pegadaian (rahn), perserikatan (syirkah), utang piutang (udayanah),
perjanjian (‘uqud ). Hukum ini dimaksudkan untuk mengatur orang dalam
kaitannya dengan kekayaan dan pemeliharaan hak-haknya.

3. Ketiga, Al-Ahkam al-Jinaiyyah (Hukum Pidana), yaitu hukum yang


bertalian dengan tindak kejahatan dan sanksi-sanksinya. Adanya hukum
ini untuk memelihara ketentraman hidup manusia dan harta kekayaannya,
kehormatannnya dan hak-haknya, serta membatasi hubungan antara pelaku
tindak kejahatan dengan korban dan masyarakat.

4. Keempat, al-Ahkam al-Murafa’at (Hukum Acara), yaitu hukum yang


berhubungan dengan peradilan (al-qada), persaksian (al-syahadah) dan
sumpah (al- yamin), hukum ini dimaksudkan untuk mengatur proses
peradilan guna meralisasikan keadilan antar manusia.

5. Kelima, Al-Ahkam al-Dusturiyyah (Hukum Perundang-undangan), yaitu


hukum yang berhubungan dengan perundang-undangan untuk membatasi

v
hubungan hakim dengan terhukum serta menetapkan hak-hak perorangan
dan kelompok.

6. Kenam, al-Ahkam al-Duwaliyyah (Hukum Kenegaraan), yaitu


hukum yang berkaitan dengan hubungan kelompok masyarakat di dalam
negara dan antar negara. Maksud hukum ini adalah membatasi hubungan
antar negara dalam masa damai, dan masa perang, serta membatasi
hubungan antar umat Islam dengan yang lain di dalam negara.

7. Ketujuh, al-Ahkam al-Iqtishadiyyah wa al-Maliyyah (Hukum Ekonomi
dan Keuangan), yaitu hukum yang berhubungan dengan hak fakir miskin
di dalam harta orang kaya, mengatur sumber-sumber pendapatan dan
masalah pembelanjaan negara. Dimaksudkan untuk mengatur hubungan
ekonomi antar orang kaya (agniya),  dengan orang fakir miskin dan antara
hak-hak keuangan negara dengan perseorangan.

Itulah pembagian hukum muamalah yang meliputi tujuh bagian hukum


yang objek kajiannya berbeda-beda. Pembagian seperti itu tentunya bisa saja
berbeda antara ahli hukum yang satu dengan yang lainnya. Yang pasti hukum
Islam tidak dapat dipisahkan secara tegas antara hukum publik dan hukum privat.
Hampir semua ketentuan hukum Islam bisa terkait dengan masalah umum
(publik) dan juga terkait dengan masalah individu (privat).
B. Objek Kajian Fiqih Muamalah

Pembagian lain Fikih Muamalah dilakukan oleh Ghufron A. Mas’adi yang


membanginya menjadi:

 Hukum benda yang meliputi tiga pokok kajian utama; konsep harta (almâl),
konsep hak (al-huqûq), dan konsep kepemilikan (al-milkiyyah).
 Konsep umum akad (al-‘uqûd)

vi
 Akad-akad khusus, seperti jual beli, sewa-menyewa, penanggungan, gadai,
obligasi, ATM, dan sebagainya.

Objek kajian fikih muamalah secara garis besar meliputi pembahasan tentang
harta (al-mâl), hak-hak kebendaan (al-huqûq), dan hukum perikatan (al-aqd).

1. Hukum Benda, terdiri dari: Pertama, konsep harta (al-mâl), meliputi


pembahasan tentang pengertian harta, unsur-unsur dan pembagian
jenis-jenis harta. Kedua, konsep hak (alhuqûq), meliputi
pembahasan tentang pengertian hak, sumber hak, perlindungan dan
pembatasan hak, dan pembagian jenis-jenis hak. Ketiga, konsep
tentang hak milik (al-milkiyah), meliputi pembahasan tentang
pengertian hak milik, sumber-sumber pemilikan, dan pembagian
macammacam hak milik.
2. Konsep umum akad, membahas tentang pengertian akad dan
tasharruf, unsur-unsur akad dan syariat masing-masing unsur, dan
macam-macam akad.
3. Aneka macam akad khusus membahas tentang berbagai macam
transaksi muamalah seperti berikut:
a. jual beli (al-bai’ at tijârah)
Jual beli merupakan transaksi yang umum dilakukan masyarakat, baik
untuk memenuhi kebutuhan harian maupun untuk tujuan investasi.
Bentuk transaksinya juga beragam, mulai dari yang tradisional sampai
dengan bentuk modern melalui lembaga keuangan. Jika ditelusuri
teksteks tentang jual beli, secara etimologi, jual beli adalah
pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain). Menurut terminologi,
jual beli ialah persetujuan saling mengikat antara penjual (yakni pihak
yang menyerahkan/menjual barang) dan pembeli (sebagai pihak yang
membayar/membeli barang yang dijual).
b. gadai (rahn)

vii
Disebut dengan rahn, ia adalah menggadaikan suatu barang
sebagai jaminan atas transaksi hutang yang dilakukannya.
Karena sifatnya adalah akad tabaru’ maka tidak boleh ada
manfaat yang diambil oleh murtahin (orang yang menerima
gadai). Harta yang digadaikan sendiri adalah tetap menjadi milik
dari rahin (penggadai) sehingga tidak boleh digunakan tanpa
adanya izin dari pemiliknya. Murtahin diperbolehkan mengambil
uang pemeliharaan dari rahin jika harta gadaian tersebut
membutuhkan pemeliharaan. Inti  dari akad gadai dalam Islam
adalah saling tolong-menolong untuk meringankan beban orang
lain.
c. jaminan dan tanggungan (kafâlah dan dhamân)
menurut bahasa kafalah adalah al dhamah yang berarti jaminan,
atau hamalah yang berarti beban, dan za’amah yang berarti
tanggungan. Menurut istilah, kafalah adalah upaya menyatukan
tanggung jawab penjamin kepada orang yang dijamin dalam
suatu perjanjian untuk menunaikan hak wajib, baik diwaktu itu
atau yang akan datang. Dalam pelaksanannya, kafalah akan
melibatkan akad atau perjanjian dari pihak lain yang disepakati
bersama. Akad inilah yang menjadi pedoman bagi setiap pihak
yang terlibat dalam melaksanakan atau menunaikan hak wajib
yang dimiliknya. Selain itu, setiap pihak juga harus mengetahui
dan memenuhi rukun serta syarat yang harus dipenuhi sebelum
melaksanakan kafalah.
d. pemindahan hutang (hiwalah)
Secara etimologi kata hiwalah berasal dari kata tahwil yang
berarti intiqal, mengandung makna mengalihkan atau
memindahkan. Secara istilah, beberapa ulama berpendapat kata
ini bermakna pemindahan beban utang dari muhil (orang yang

viii
berutang) menjadi tanggungan muhal’alaih (orang yang
berkewajiban membayar utang). Jadi, pengertian hiwalah adalah
pemindahan hak menuntut atau tanggung jawab utang seseorang
untuk menuntut dari pihak pertama yang lain atas dasar
persetujuan atas dasar persetujuan dari pihak yang memberi
utang.
e. perseroan atau perkongsian(asy-syirkah)
syrkah adalah kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Adapun menurut makna syariat, syirkah adalah suatu akad antara
dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu
usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.
f. perseoran harta dan tenaga (al-mudhârabah)
bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik
modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada
pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk
ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi seratus persen
modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
g. sewa menyewa (al-ijârah)
kata iajarah berasa dari bahasa arab al-‘Ajr yang berarti
“kompensasi”,”subtitusi”,”pertimbangan”,atau “imbalan”.
Dalam syariah ijarah adalah kontrak sewa dimana suatu bank
atau lembaga keuangan menyewakan peralatan, bangunan,
barang-barang dan sebagainya kepada salah satu nasabah dengan
membebankan biaya sewa yang telah ditetapkan sebelumnya
secara pasti.
h. utang piutang (al-qardh)

ix
qardh adalah akad peminjaman dari bank (muqridh) kepada
pihak tertentu (muktaridh) yang wajib dikembalikan dengan
jumlah yang sama sesuai pinjaman. Muqridh dapat meminta
jaminan atas pinjaman kepada muqtaridh. Pengembalian
pinjaman dapat dilakukan secara angsuran ataupun sekaligus.
i. pinjam-meminjam (al-‘ariyah)
secara defenisi ariyah berasal dari bahasa arab yang artinya
ganti. Ariyah dapat melibatkan benda apapun selama tergolong
halal. Pinjam-meminjam dapat dalam bentuk uang, tanah,
kendaraan, dan benda-benda lainnya. Berdasarkan paham
tersebut, sebagian orang menyamakan perkara ariyah sebagai
aktivis berutang.
j. penitipan (al-wadî’ah)
kata wadhi’ah berasal dari kata wada asy syai-a yaitu
meninggalkan sesuatu. Sesuatu yang ditinggalkan seseorang
pada orang lain agar dijaga disebut wadi’ah, karena dia
mneinggalkannya pada orang yang sanggup menjaga. Secara
harfiah, Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titpan murni dari
satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum
yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip
menghendakinya.

BAB III

PENUTUP
A. kesimpulan
Ruang lingkup fiqih muamalah terbagi atas 7 bagian, yaitu:
Pertama, Ahkam al-Ahwal al-Syakhiyyah (Hukum Keluarga), yaitu hukum-
hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban suami, istri dan anak.

x
Kedua, al-Ahkam al-Maliyah (Hukum Perdata), yaitu hukum tentang perbuatan
usaha perorangan.
Ketiga, Al-Ahkam al-Jinaiyyah (Hukum Pidana), yaitu hukum yang bertalian
dengan tindak kejahatan dan sanksi-sanksinya.
Keempat, al-Ahkam al-Murafa’at (Hukum Acara), yaitu hukum yang
berhubungan dengan peradilan (al-qada), persaksian (al-syahadah) dan
sumpah.
Kelima, Al-Ahkam al-Dusturiyyah (Hukum Perundang-undangan).
Kenam, al-Ahkam al-Duwaliyyah (Hukum Kenegaraan).
Ketujuh, al-Ahkam al-Iqtishadiyyah wa al-Maliyyah (Hukum Ekonomi dan
Keuangan).
Objek kajian fiqih muamalah secara garis besar meliputi pembahasan tentang
harta, hak-hak kebendaan, dan hukum perikatan.
Pembagian lain Fikih Muamalah dilakukan oleh Ghufron A. Mas’adi yang
membanginya menjadi:
-Hukum benda yang meliputi tiga pokok kajian utama; konsep harta (almâl),
konsep hak (al-huqûq), dan konsep kepemilikan (al-milkiyyah).
-Konsep umum akad (al-‘uqûd)
-Akad-akad khusus, seperti jual beli, sewa-menyewa, penanggungan, gadai,
obligasi, ATM, dan sebagainya.

B. Saran

Demikian makalah ini yang dapat kami susun, apabila terdapat kesalahan baik
berupa sistematika penulisan maupun isi makalah, kami mengharapkan kritik dan
saran sebagai pembangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
umumnya dan penulis khususnya.

xi
Daftar Pustaka

Syafe’i, Rahmat, (2004). Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia

Suhendi, Hendi, (2002). Fiqh Muamalah. Jakarta; Raja Grafindo Persada.

https://pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/EKSA4305-M1.pdf

https://jurnal.staialhidayahbogor.ac.id/index.php/ad/article/view/226

xii

Anda mungkin juga menyukai