Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Tinjauan Filosofis Terhadap Hukum Muamalah I

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah filsafat hukum Islam semester
2 yang diampu oleh Dr. H. Mohammad Fateh, M.Ag

Disusun oleh:

Muhammad Niszam Maulana (1521109)

Farah Adelya Putri (1521091)

KELAS HTN C

PRODI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya kepada kita, sehingga penyusunan makalah berjudul Tinjauan Filosofis Terhadap
Hukum Muamalah ini dapat diselesaikan dengan baik tanpa kendala yang berarti. Maksud
dan tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas mata kuliah filsafat
hukum islam.

Penyusunan makalah ini didasarkan pada data yang diperoleh dari berbagai sumber
yang relevan dengan materi yang disajikan. Kami sangat menyadari bahwa penyusunan
makalah ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. H. Mohammad Fateh, M.Ag.
selaku dosen filsafat hukum Islam yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan
makalah ini. Dan tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak lain yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan.
Karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan. Untuk itu, konstruktif dari pembaca
sangat diharapkan untuk penyusunan makalah ini. Demikian kata pengantar yang penulis
buat ini semoga bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................................i

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2

C. Tujuan.............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASANBAHASAN........................................................................................3

A. Pengertian Muamalah......................................................................................................3

B. Asas-asas Transaksi Ekonomi Dalam Islam...................................................................3

C. Pengertian Jual Beli.........................................................................................................4

D. Dasar Hukum Jual Beli...................................................................................................5

E. Rukun dan Syarat Jual beli..............................................................................................6

F. Hikmah Jual Beli.............................................................................................................9

BAB III PENUTUP..................................................................................................................10

A. Kesimpulan...................................................................................................................10

B. Saran..............................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang mempunyai banyak aturan untuk mengatur kehidupan
umatnya. Terbukti bahwa islam tidak hanya mengatur ibadah ritual vertikal hanya kepada
Allah SWT, tetapi juga mengatur tentang ibadah horizontal yaitu hubungan antara manusia.
Dalam istilah lain hablum minallah wa hablum minannas. Baik buruknya hablum minallah
bergantung pada baik buruknya hablum minannas.  Oleh karena itu, hablum minannas dalam
praktik muamalah terhadap sesama manusia harus sejalan dengan tuntunan syara’.
Menurut Azhar Basyir, filsafat hukum islam adalah pemikiran secara ilmiah, sistematis,
dapat dipertanggung jawabkan dan radikal tentang hukum islam. Filsafat hukum islam
merupakan anak sulung dari filsafat islam. Dengan kata lain filsafat hukum islam adalah
pengetahuan tentang hakikat, rahasia, dan tujuan hukum islam baik yang menyangkut
materinya maupun proses penetapannya, atau filsafat yang digunakan untuk memancarkan,
menguatkan, dan memelihara hukum islam, sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan Allah
menetapkannya di muka bumi, yaitu untuk kesejahteraan umat manusia seluruhnya.
Dengan filsafat ini, hukum islam akan benar-benar cocok sepanjang masa di semesta
alam. Filsafat Hukum islam adalah kajian filosofis tentang hakikat hukum Islam, sumber
asal-muasal hukum Islam dan rinsip penerapannya serta fungsi dan manfaat hukum Islam
bagi kehidupan masyarakat yang melaksanakannya. Dalam makalah ini kami akan membahas
mengenai filsafat hukum islam dalam bidang Muamalah yang mengatur manusia dalam
kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan sosial

1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian muamalah?

2. Seperti apakah asas-asas transaksi dalam islam?


3. Bagaimanakah penerapan transaksi ekonomi dalam islam?
4. Apa saja hikmah jual beli?

C. Tujuan
1. Untuk menetahui pengertian muamalah
2. Untuk mengetahui asas-asas transaksi dalam islam
3. Untuk mengetahui penerapan transaksi ekonomi dalam islam
4. Untuk mengetahui hikmah jual beli

2
BAB II

PEMBAHASAN

BAB IIPEMBAHASANBAHASAN
A. Pengertian Muamalah
Muamalah merupakan bagian dari hukum Islam yang mengatur hubungan antara
seseorang dan orang lain. Contoh hukum Islam yang termasuk muamalah, seperti jual beli,
sewa menyewa, serta usaha perbankan dan asuransi yang islami. Secara etimologi, muamalah
adalah bentuk masdar dari kata ‘amala yang artinya saling bertindak, saling berbuat, dan
saling mengenal. Secara terminologi, pengertian muamalah dapat dibedakan menjadi dua
yaitu:
1. Pengertian muamalah dalam arti luas
 Peraturan-peraturan Allah SWT yang diikuti dan ditaati oleh mukallaf dalam hidup
bermasyarakat untuk menjaga kepentingan bersama.
 Aturan-aturan hukum Allah SWT yang ditunjukan untuk mengatur kehidupan
manusia dalam urusan keduniaan dan sosial bermasyarakat.
2. Pengertian muamalah dalam arti sempit
 Akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaat.
 Aturan Allah SWT yang mengatur hubungan manusia dalam usahanya memenuhi
kebutuhan hidup jasmani.
Muamalah adalah peraturan-peraturan Allah swt yang wajib dipatuhi oleh setiap
manusia untuk mengatur kehidupannya dalam urusan keduniaan dan sosial
bermasyarakat dalam rangka memenuhi  kebutuhan jasmaninya untuk menjaga kepentingan
bersama.
Dari pengertian muamalah tersebut ada yang berpendapat bahwa muamalah hanya
menyangkut permasalahan hak dan harta yang muncul dari transaksi ekonomi antara
seseorang dengan orang lain atau antara seseorang dan badan hukum atau antara badan
hukum yang satu dan badan hukum yang lain.

B. Asas-asas Transaksi Ekonomi Dalam Islam


Ekonomi adalah sesuatu yang berkaitan dengan cita-cita dan usaha manusia untuk
meraih kemakmuran, yaitu untuk mendapatkan kepuasan dalam memenuhi segala kebutuhan
hidupnya. Transaksi ekonomi maksudnya perjanjian atau akad dalam bidang ekonomi,
misalnya dalam jual beli, sewa-menyewa, kerjasama di bidang pertanian dan perdagangan.

3
Contohnya transaksi jual beli. Dijelaskan bahwa dalam setiap transaksi ada beberapa prinsip
dasar (asas-asas) yang diterapkan syara’, yaitu:
1. Setiap transaksi pada dasarnya mengikat orang (pihak) yang melakukan transaksi, kecuali
apabila transaksi itu menyimpang dari hukum syara’, misalnya memperdagangkan barang
haram. (Lihat Q. S. Al-Ma’idah, 5: 1) Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah
aqad-aqad itu. dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu.
(yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan
haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.
2. Syarat-syarat transaksi dirancang dan dilaksanakan secara bebas tetapi penuh tanggung
jawab, tidak menyimpang dari hukum syara’ dan adab sopan santun.
3. Setiap transaksi dilakukan secara sukarela, tanpa ada paksaan dari pihak mana pun. (Lihat
Q.S. An-Nisa’ 4: 29)
4. Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-
suka di antara kamu.
5. Islam mewajibkan agar setiap transaksi, dilandasi dengan niat yang baik dan ikhlas karena
Allah SWT, sehingga terhindar dari segala bentuk penipuan, dst. Hadis Nabi SAW
menyebutkan: ”Nabi Muhammad SAW melarang jual beli yang mengandung unsur
penipuan.” (H.R. Muslim)
6. Adat kebiasaan atau ’urf yang tidak menyimpang dari syara’, boleh digunakan untuk
menentukan batasan atau kriteria-kriteria dalam transaksi. Misalnya, dalam akad sewa-
menyewa rumah.
C. Pengertian Jual Beli
Secara etimologis, Jual beli berarti menukar harta dengan harta. Adapun secara secara
terminologis adalah transaksi penukaran selain dengan fasilitas dan kenikmatan. Menurut
syara’ jual beli adalah pertukaran harta atas dasar suka sama suka. 1 Dengan demikian
perkataan jual beli menunjukkan adanya perbuatan dalam satu kegiatan, yaitu pihak penjual
dan pembeli. Maka dalam hal ini terjadilah transaksi jualbeli yang mendatangkan akibat
hukum, Jual beli dalam Islam telah ditentukan baik berdasarkan Al-Qur’an maupun As-
Sunnah.
Secara bahasa, al ba’i ( jual beli) berarti pertukaran sesuatu dengan sesuatu. Secara
istilah, menurut madzhab Hanafiyah, jual beli adalah pertukaran harta (mal) dengan harta

1
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia, (Yogyakarta Gajah Madauniversity
Press), hlm 40

4
dengan menggunakan cara tertentu. Pertukaran harta dengan harta disini, diartikan harta yang
memiliki manfaat serta terdapat kecenderungan manusia untuk menggunakannya, cara
tertentu yang dimaksud adalah sighat atau ungkapan atau ijab dan qabul. Setiap orang
mendapatkan rezeki atau kemudahan yang berbeda-beda. Dan apabila sudah menjadi milik
orang, maka itu tidak boleh direbut atau diambil kecuali dengan transaksi yang dibenarkan
syari'at. Khususnya yang terkait dengan pengelolaan dana (harta). Akad atau transaksi itu
sangat penting. Karena transaksi inilah yang mengatur hubungan antara dua belah pihak yang
melakukan transaksi sejak akad dimulai sampai masa berlakunya habis.
Dan Jual beli juga merupakan akad yang umum digunakan oleh masyarakat untuk
melakukan transaksi, karena dalam setiap pemenuhan kebutuhannya, masyarakat tidak bisa
berpaling atau meninggalkan akad, yang dimana untuk mendapatkan makanan dan minuman.
Misalnya, terkadang ia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan itu dengan sendirinya, tapi
akan membutuhkan dan berhubungan dengan orang lain, sehingga kemungkinan besar akan
terbentuk akad jual-beli. Sehingga jika ada orang yang mengikat dirinya dengan transaksi
yang harus dilaksanakan saat itu juga atau beberapa waktu berikutnya. Namun belum
diketahui secara pasti bagaimana pemikiran untuk mengadakan transaksi itu muncul dan
faktor dominan yang melatar belakangi mereka untuk melakukan transaksi yang pasti.
Dan perniagaan merupakan perantaraan ekonomi Islam yang paling menonjol karena
meliputi berbagai aktivitas bisnis lainnya, diantara perubahan atau sewa menyewa barang dan
jasa (ijarah), kerja sama usaha manusia (syarikat), dan peranata ekonomi lain yang
merupakan bentuk usaha manusia dalam mencari nafkah. Untuk menjamin keselarasan dan
keharmonisan di dunia perdagangan, dibutuhkan kaidah, patokan, atau norma yang mengatur
hubungan manusia dalam perniagaan.2

D. Dasar Hukum Jual Beli


Jual beli merupakan akad yang diperbolehkan, hal ini berlandaskan atas dalil-dalil yang
terdapat dalam Al Qur’an , Al hadits ataupun Ijma’ ulama. Di antara dalil ( landasan syariah)
yang memperbolehkan praktik akad jual beli adalah sebagai berikut: (Al Baqarah: 275)
ٰ ‫َواَ َح َّل هّٰللا ُ ۡالبَ ۡي َع َو َح َّر َم‬
‫الرِّبوا‬

Artinya “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba….”

Dasar hukum jual beli dibolehkan dalam ajaran Islam. .Hukum Islam adalah hukum
yang lengkap dan sempurna, kesempurnaan sebagai ajaran kerohanian telah dibuktikan
2
Drs. H. Moh. Fauzan Januri, M. Ag. Pengantar Hukum Islam Pranata Sosial, (CV Pustaka Setia.
Banung : 2013) hal. 299

5
dengan seperangkat aturan-aturan untuk mengatur kehidupan, termasuk didalamnya menjalin
hubungan dengan pencipta dalam bentuk ibadah dan peraturan antara sesama manusia yang
disebut muamalah.
Adapun dalil Sunnah diantaranya hadist yang diriwayatkan rasulullah

ِ ‫ُّوب َوقـُتـ َ ْيبَةُ بْنُ َس ِعي ٍد َوابْنُ حُجْ ٍر قَالُوا َح َّدثـَنَا ِإس َم ِعي ُل َوه َُو ابْنُ َج ْعفَ ٍر ع َْن ْال َعالَ ِء ع َْن َأبِي ِه ع َْن َأ‬
َ‫بي ه َُريـْ َرة‬ َ ‫َح َّدثـَنَا يحْ ي َى بْنُ َأي‬

ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل الَ يَ ُس ْم ْال ُم ْسلِ ُم َعلَى َسوْ ِم َأ‬
‫خ يه‬ َ ‫َأ َّن َرس‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬

Artinya : “Pengharaman seorang membeli atas pembelian orang lain dan menawar atas
penawarannya serta pengharaman najasy dan tashriah” Adapun mengenai hukum jual beli
sebagai berikut:
1. Mubah ( boleh ), merupakan asal hukum jual beli.
2. Wajib, umpamanya wali menjual harta anak yatim apabila terpaksa, begitu juga Qodli
menjual harta muflis (orang yang lebih banyak utangnya daripada hartanya). Sebagaimana
yang akan diterangkan nanti.
3. Haram, sebagaimana yang telah diterangkan pada rupa-rupa jual beli yang dilarang.
4. Sunah, misalnya jual beli kepada sahabat atau famili yang dikasihi, dan kepada orang yang
sangat membutuhkannya.
Jual beli yang mabrur adalah setiap jual beli yang tidak ada dusta dan khianat,
sedangkan dusta adalah penyamaran dalam barang yang dijual,dan penyamaran itu adalah
penyembunyian aib barang dari penglihatan pembeli. Adapun makna khianat itu lebih umum
dari itu, sebab selain menyamarkan bentuk barang yang dijual, sifat, atau hal-hal luar seperti dia
menyifatkan dengan sifat yang tidak benar atau memberi tahu arti yang dusta. 3

E. Rukun dan Syarat Jual beli


Akat ialah ikatan kata antara penjual dan pembeli, jual beli belum dkatakan sah
sebelum ijab dan kabul dilakukan, sebab ijab kabul menunjukkan kerelaan (keridhaan), pada
dasarnya ijab kabul dilakukan dengan lisan, tapi kalau tidak mungkin seperti bisu atau yang
lainnya, maka boleh ijab kabul surat menyurat yang mengandung arti ijab kabul. 4 Untuk
sahnya jual beli yang dilakukan beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Penjual dan Pembeli dengan syarat:
a. Berakal, bagi yang gila, bodoh dan lainya tidak sah melakukan jual beli.
b. Kehendak sendiri, bukan karena dipaksa.
3
Dr. Mardani, Fiqih ekonomi syari’ah Fiqih Muamalah,( Kencana,Jakarta : 2012), hlm 103
4
Drs. H. Hendi Suhendi, Msi. Fikih muamalah membahas ekonomi islam (Raja Grafindo Persada :
Jakarta2002), hlm. 70

6
c. Keadaanya tidak mumbazir (pemborosan), orang yang memboros hartanya dibawah
wali.
2. Uang dan benda yang diperjual belikan dengan syarat:
a. Suci, najis tidak sah dijadikan uang dan tidak sah dijual.
b. Bermanfaat, tidak boleh menjual benda yang tidak ada manfaatnya.
c. Dapat dikuasai dan dapat diserahkan, tidak menjual burung sedang terbang di udara.
d. Benda dan harganya milik penjual dan pembeli atau sebagai wakil.
e. Pembeli dan penjual mengetahui tentang zat, bentuk kadar (ukuran) dan sifat-sifat
benda tersebut.
3. Sighatul akad, yaitu cara bagaimana ijab dan qabul yang merupakan rukun akad itu
dinyatakan. Sighat akad dapat dilakukan dengan cara lisan, tulisan atau isyarat yang dapat
memberikan pengertian yang jelas tentang adanya ijab qabul, disamping itu sighat akad
juga dapat berupa perbuatan yang telah menjadi perbuatan kebiasaan dalam ijab dan qabul,
disamping itu sighat akad juga dapat berupa perbuatan yang telah menjadi perbuatan
kebiasaan dalam ijab dan qabul. Nabi SAW bersabda:

‫هللاَّ َ ِإ َذا َح َّر َم َعلَى قَوْ ٍم َأ ْك َل َش ْى ٍء َح َّر َم َعلَ ْی ِھ ْم ثَ َمنَھ‬

Artinya : “Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan
sesuatu, maka Dia pasti mengharamkan harganya”. (HR. Abu Dawud dan Baihaqi dengan
sanad shahih)

Oleh karena itu tidak halal uang hasil penjualan barang-barang haram sebagai berikut:
Minuman keras dengan berbagai macam jenisnya, bangkai, babi, anjing dan patung. Nabi
shallallahu alaihi wasallam bersabda:

‫یر َو اَألصْ نَام‬


ِ ‫ِإ َّن هللاَّ َ َو َرسُولَھُ َح َّر َم بَ ْی َع ْالخَ ْم ِر َو ْال َم ْیتَ ِة َو ْال ِخ ْن ِز‬

Artinya : “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamer, bangkai,
babi dan patung”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Ijab adalah perkataan penjual, umpamanya “ Saya jual barang ini sekian”. Sedangkan
Kabul adalah ucapan si pembeli, “ Saya terima ( saya beli) dengan harga sekian”.
Sedangkan suka sama suka itu tidak dapat diketahui dengan jelas kecuali dengan
perkataan, karena perasaan suka itu bergantung padahati masing-masing. Ini pendapat

7
kebanyakan ulama yang lain berpendapat bahwa lafadz itu tidak menjadi rukun, hanya
menurut adap kebiasaan saja. Apabila menurut adap telah berlaku bahwa hal yang seperti
itu sudah dipandang sebagai jual beli, itu saja sudah cukup karena tidak ada suatu dalil
yang jelas untuk mewajibkan lafaz. Menurut ulama’ yang mewajibkan lafaz, lafaz itu
diwajibkan memenuhi beberapa syarat:
a. Keadaan ijab dan Kabul berhubungan. Artinya salah satu dari keduanya pantas menjadi
jawaban dari yang lain dan belum berselang lama.
b. Makna keduanya hendaklah mufakat walaupun lafaz kedudukannya berlainan.
c. Keduanya tidak di sangkutkan dengan urusan yang lain, seperti katanya” Kalau saya
jadi pergi, saya jual barang ini sekian”
d. Tidak berwaktu , sebab jual beli berwaktu-seperti sebulan atau setahun tidak sah.
Jual beli dapat ditinjau dari segi hukumnya, jual beli ada dua macam jual beli sah
menurut hukum dan batal menurut hukum, dari segi objek jual beli dan segi pelaku jual
beli.
1. Ditinjau dari jual beli benda yang kelihaan adalah pada waktu melakukan akad jual
beli benda atau barang yang diperjual belikan ada didepan penjual dan pembeli. Jual
beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual beli salam (peanan)
2. Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli dilarang oleh
agama islam karena barang tidak tentu atau masih gelap sehingga dikawatirkan
barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat
menimbulkan kerugian salah satu pihak.
Ditinjau dari segi pelaku akad (subjek), jual beli terbagi tiga bagian, dengan lisan,
dengan perantaraan, dan dengan perbuatan.
a. Akad jual beli secara liasan ialah bagi orang bisu diganti dengan isyarat karena
isyarat merupakan pembawaan alami dalam menampakkan kehendak. Maksudnya
kehendak dan pengertian, bukan pula pembicaraan dan pertanyaan.
b. Akad jual beli dengan tulisan ialah jual beli ini dilakukan antara penjual dan pembeli
tidak berhadapan dalam satu majelis akad, tetapi melalui Pos dan Giro, jual beli
seperti ini dibolehkan menurut syara.
c. Jual beli degan perbuatan ialah dilakukan tanpa sighat ijab kabul antara penjual dan
pembeli.

8
F. Hikmah Jual Beli
Menurut Ghazzaly (2010: 87) manfaat dan hikmah jual beli diantaranya sebagai
berikut.
1. Jual beli dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat yang menghargai hak
milik orang lain;

2. Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya atas dasar kerelaan;


3. Masing-masing pihak merasa puas. Penjual melepas barang dagangannya dengan ikhlas
dan menerima uang, sedangkan pembeli memberikan uang dan menerima barang
dagangan dengan puas pula. Dengan demikian, jual beli juga mampu mendorong untuk
saling membantu antara keduanya dalam kebutuhan sehari-hari.
4. Dapat menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang haram atau secara
bathil;
5. Penjual dan pembeli mendapatkan rahmat Allah swt. bahkan 90% sumber rezeki berputar
dalam aktifitas perdagangan;
6. Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan. Apabila kebutuhan sehari-hari dapat
dipenuhi, maka diharapkan ketenangan dan ketentraman jiwa dapat pula tercapai.
Adapun hikmah jual beli dalam garis besarnya sebagai berikut:
Allah swt. Mensyariatkan jual beli sebagai pemberian keluangan dan keleluasaan
kepada hamba-hambaNya karena semua manusia secara pribadi mempunyai kebutuhan
berupa sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan seperti ini tidak pernah putus selama manusia
masih hidup.
Tidak seorang pun dapat memenuhi hajat hidupnya sendiri, karena itu manusia dituntut
berhubungan satu sama lainnya. Dalam hubungan ini tak ada satu hal pun yang lebih
sempurna daripada saling tukar. Seseorang akan memberikan apa yang ia miliki untuk
kemudian ia memperoleh sesuatu yang berguna dari orang lain sesuai dengan kebutuhannya
masing-masing.
Diantara hikmah yang lain yaitu melapangkan persoalan-persoalan kehidupan. Dapat
meredam terjadinya perselisihan, perampokan, pencurian, pengkhianatan, dan penipuan,
karena orang yang membutuhkan barang akan cenderung kepada barang yang ada di tangan
orang lain.

9
BAB III

PENUTUP

BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan
Muamalah adalah peraturan-peraturan Allah SWT yang wajib dipatuhi oleh setiap
manusia untuk mengatur kehidupannya dalam urusan keduniaan dan sosial
bermasyarakat dalam rangka memenuhi  kebutuhan jasmaninya untuk menjaga kepentingan
bersama. Pada dasarnya segala bentuk muamalah hukumnya mubah/boleh, kecuali yang
ditentukan lain oleh Al- Qur’an atau Al- Hadits.  Dilakukan atas dasar suka rela (‘an taradlin
minkum), tanpa ada unsur paksaan dengan pertimbangan mendatangkan maslahat/manfaat
dan menghidari madarat serta mempertimbangkan nilai keadilan, menghindari eksploitasi,
pengambilan kesempatan dalam kesempitan.

B. Saran
Dalam penulisan serta penyusunan ini tentu banyak salah dan kekurangannya, maka kami
harapkan keritikan dan saran yang membangun untuk kedepannya

10
DAFTAR PUSTAKA

Anshori, Abdul Ghofur. 2010. Hukum perjanjian Islam di Indonesia.

Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Januri, Moh. Fauzan Januri. 2013. Pengantar Hukum Islam Pranata Sosial.

Cv Pustaka Setia: Bandung.

Mardani. 2012. Fiqih Ekonom Syari’ah Fiqih Muamalah. Kencana: Jakarta.

Suhendi, Hendi Suhendi. 2002. Fikih Muamalah Membahas Ekonomi Islam.

Raja Grafindo Persada: Jakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai