Anda di halaman 1dari 18

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................
KATA PENGANTAR........................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah........................................................................
B.     Rumusan Masalah................................................................................
C.     Tujuan Penulisan..................................................................................
D.    Manfaat Penulisan.................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A.    Muamalah..............................................................................................
B.     Asas-Asas Transaksi Ekonomi dalam Islam........................................
C.     Penerapan Transaksi Ekonomi dalam Islam.........................................
D.    Riba.......................................................................................................
E.     Hukum Islam tentang Kerja Sama Ekonomi (Syirkah)........................
F.      Mudarabah (Bagi Hasil).......................................................................
G.    Perbankan yang Sesuai dengan Prinsip Hukum Islam..........................
H.    Sistem Asuransi yang Sesuai dengan Prinsip Hukum Islam.................
I.     Sistem Lembaga Keuangan non Bang yang Sesuai dengan Prinsip
Hukum Islam.........................................................................................
J.     Perilaku yang Mencerminkan Kepatuhan terhadap Hukum Islam tentang
Kerjasama ............................................................................................

BAB III KESIMPULAN............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan makala yang berjudul “Hukum Islam
tentang Muamalah” dapat terselesaikan tepat waktu . Ucapan terimakasih tak lupa
penulis sampaikan kepada guru matapelajaran Agama Islam yang telah
membimbing dalam penulisan ini .
Makalah ini merupakan tugas individu dalam mata pelajaran AgamaIslam.
Adapun tujuan diberikannya tugas makalah ini yaitu untuk menambah
wawasan Hukum Islam tentang Muamalah dan yang berhubungan dengannya.
Walaupun dalam penyusunan dan penulisan makalah ini penulis menemukan
beberapa kesulitan, namun akhirnya penyusunan dan penulisan makalah ini dapat
terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
kekurangan, sehingga kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan
khususnya dari uru matapelajaran Agama Islam untuk dijadikan pedoman
pada penulisan berikutnya. Harapan kami semoga penulisan makalah ini bisa
bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi penulis. Amin………………..
BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah


Dalam buku Ensiklopedia Islam Jilid 3 halaman 245 dijelaskan bahwa muamalah merupakan
bagian dari hukum islam yang mengatur hubungan antar seseorang dengan orang lain, baik
seseorang itu pribadi tertentu maupun berbentuk badan hukum, sepeti peresoan, firma, yayasan,
dan negara. Contoh hukum islam yang termasuk muamalah, seperti jual beli, sewa menyewa,
perserikatan dibidang pertanian dan perdagangan, serta usaha perbankan dan asuransi islami.
Dari pengertian muamalah tersebut ada yang berpendapat bahwa muamalah hanya menyangkut
permasalahan hak dan harta yang muncul dari transaksi anatara seseorang dengan orang lain atau
anatara seseorang dan badan hukum, atau antara badan hukum yang satu dan badan hukum yang
lain.

B.     Rumusan Masalah


a.       Apakah yang dimaksud dengan Muamalah
b.      Apa saja asas-asas transaksi ekonomi dalam Islam
c.       Bagaimanakah penerapan transaksi ekonomi dalam Islam
d.      Apakah yang dimakasud dengan Riba
e.       Bagaimanakah Hukum Islam tentang Kerja sama Ekonomi (Syirkah)
f.       Apakah yang dimaksud dengan Mudarabah (bagi hasil)
g.      Bagaimana Perbankan yang Sesuai dengan Prinsip Hukum Islam
h.      Bagaimanakah Sistem Asuransi yang Sesuai dengan Prinsip Hukum Islam
i.        Bagaimanakah Sistem Lembaga Keuangan non Bank yang sesuai dengan Prinsip Hukum
Islam
j.        Bagaimanakah Perilaku yang Mencerminkan Kepatuhan Terhadap Hukum Islam tetang
Kerjasama Ekonomi

C.    Tujuan
1.      Tujuan umum
Secara umum pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami Hukum Islam
tentang Muamalah
2.      Tujuan khusus
Tujuan khusus pembuatan makalah ini yaitu untuk mengikuti prosedur pengajaran dalam mata
pelajaran Agama Islam .

D.    Manfaat
Menambah pengetahuan Hukum Islam tentang Muamalah.
BAB II

PEMBAHASAN

A.    MUAMALAH
1.      Pengertian Muamalah
Menurut fiqih, muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat
dengan cara yang ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah adalah jual beli, sewa
menyewa, upah mengupah, pinjam meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat dan lain-
lain.
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, masing-
masing berhajat kepada yang lain, bertolong-tolongan, tukar menukar keperluan dalam
urusan kepentingan hidup baik dengan cara jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam atau
suatu usaha yang lain baik bersifat pribadi maupun untuk kemaslahatan umat. Dengan
demikian akan terjadi suatu kehidupan yang teratur dan menjadi ajang silaturrahmi yang erat.
Agar hak masing-masing tidak sia-sia dan guna menjaga kemaslahatan umat, maka agar
semuanya dapat berjalan dengan lancar dan teratur, agama Islam memberikan peraturan yang
sebaik-baiknya aturan.

B.     ASAS-ASAS TRANSAKSI EKONOMI DALAM ISLAM


Ekonomi adalah sesuatu yang berkaitan dengan cita-cita dan usaha manusia untuk meraih
kemakmuran, yaitu untuk mendapatkan kepuasan dalam memenuhi segala kebutuhan
hidupnya.
Transaksi ekonomi maksudnya perjanjian atau akad dalam bidang ekonomi, misalnya dalam
jual beli, sewa-menyewa, kerjasama di bidang pertanian dan perdagangan. Contohnya
transaksi jual beli.
Dijelaskan bahwa dalam setiap transaksi ada beberapa prinsip dasar (asas-asas) yang
diterapkan syara’, yaitu:
1.      Setiap transaksi pada dasarnya mengikat orang (pihak) yang melakukan transaksi, kecuali
apabila transaksi itu menyimpang dari hukum syara’, misalnya memperdagangkan barang
haram. (Lihat Q. S. Al-Ma’idah, 5: 1)
2.      Syarat-syarat transaksi dirancang dan dilaksanakan secara bebas tetapi penuh tanggung
jawab, tidak menyimpang dari hukum syara’ dan adab sopan santun.
3.      Setiap transaksi dilakukan secara sukarela, tanpa ada paksaan dari pihak mana pun. (Lihat
Q.S. An-Nisa’ 4: 29)
4.      Islam mewajibkan agar setiap transaksi, dilandasi dengan niat yang baik dan ikhlas karena
Allah SWT, sehingga terhindar dari segala bentuk penipuan, dst. Hadis Nabi SAW
menyebutkan: ”Nabi Muhammad SAW melarang jual beli yang mengandung unsur
penipuan.” (H.R. Muslim)
5.      Adat kebiasaan atau ’urf yang tidak menyimpang dari syara’, boleh digunakan untuk
menentukan batasan atau kriteria-kriteria dalam transaksi. Misalnya, dalam akad sewa-
menyewa rumah.
Insya Allah jika asas-asas transaksi ekonomi dalam Islam dilaksanakan, maka tujuan filosofis
yang luhur dari sebuah transaksi, yakni memperoleh mardatillah (keridaan Allah SWT) akan
terwujud.

C.    PENERAPAN TRANSAKSI EKONOMI DALAM ISLAM


1.      JUAL BELI
Manusia dijadikan Allah SWT sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu
dengan yang lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus berusaha mencari
karunia Allah yang ada dimuka bumi ini sebagai sumber ekonomi. Allah SWT berfirman :
qul yaa qawmi i'maluu 'alaa makaanatikum innii 'aamilun fasawfa ta'lamuuna
Artinya : [39:39] Katakanlah: "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu,
sesungguhnya aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui, (QS Az Zumar :
39)
Jual beli dalam bahasa Arab terdiri dari dua kata yang mengandung makna berlawanan yaitu
Al Bai’ yang artinya jual dan Asy Syira’a yang artinya Beli. Menurut istilah hukum Syara,
jual beli adalah penukaran harta (dalam pengertian luas) atas dasar saling rela atau tukar
menukar suatu benda (barang) yang dilakukan antara dua pihak dengan kesepakatan (akad)
tertentu atas dasar suka sama suka (lihat QS Az Zumar : 39, At Taubah : 103, hud : 93)
a.      Hukum Jual Beli
Orang yang terjun dalam bidang usaha jual beli harus mengetahui hukum jual beli agar dalam
jual beli tersebut tidak ada yang dirugikan, baik dari pihak penjual maupun pihak pembeli.
Jual beli hukumnya mubah. Artinya, hal tersebut diperbolehkan sepanjang suka sama suka.
Allah berfirman. lihat Al-qur,an on line di gogle

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka diantara kamu.”(QS An Nisa : 29
Hadis nabi Muhammad SAW menyatakan sebagai berikut.
)‫ﺇﻨﻤﺎ ﺍﻟﺒﻴﻊ ﺗﺮﺍﺩ ( ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ‬
Artinya : “Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka suka sama suka.” (HR Bukhari)
)‫ﺃﻠﺒﻴﻌﺎﻥ ﺑﺎ ﻟﺨﻴﺎﺭ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻴﺘﻔﺮﻗﺎ ( ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ ﻭ ﻤﺴﻠﻢ‬
Artinya : “ Dua orang jual beli boleh memilih akan meneruskan jual beli mereka atau tidak,
selama keduanya belum berpisah dari tempat akad.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila seseorang melakukan jual beli dan
tawar menawar dan tidak ada kesesuaian harga antara penjual dan pembeli, si pembeli boleh
memilih akan meneruskan jual beli tersebut atau tidak. Apabila akad (kesepakatan) jual beli
telah dilaksanakan dan terjadi pembayaran, kemudian salah satu dari mereka atau keduanya
telah meninggalkan tempat akad, keduanya tidak boleh membatalkan jual beli yang telah
disepakatinya.
b.      Rukun dan syarat Jual Beli
Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi
agar jual belinya sah menurut syara’ (hukum Islam).
Dalam pelaksanaan jual beli, minimal ada tiga rukun yang perlu dipenuhi.
a. Penjual atau pembeli harus dalam keadaan sehat akalnya.
b. Syarat Ijab dan Kabul.
c. Benda yang diperjualbelikan
c.       Perilaku atau sikap yang harus dimiliki oleh penjual
a. Berlaku Benar (Lurus)
b. Menepati Amanat.
c. Jujur
Sikap jujur pedagang dapat dicontohkan seperti dengan menjelaskan cacat barang dagangan,
baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Sabda Nabi Muhammad SAW yang
artinya :
“Muslim itu adalah saudara muslim, tidak boleh seorang muslim apabila ia
berdagang dengan saudaranya dan menemukan cacat, kecuali diterangkannya.”
Lawan sifat jujur adalah menipu atau curang, seperti mengurangi takaran, timbangan,
kualitas, kuantitas, atau menonjolkan keunggulan barang tetapi menyembunyikan cacatnya.
Hadis lain meriwayatkan dari umar bin khattab r.a berkata seorang lelaki mengadu kepada
rasulullah SAW sebagai berikut “ katakanlah kepada si penjual, jangan menipu! Maka sejak
itu apabila dia melakukan jual beli, selalu diingatkannya jangan menipu.”(HR Muslim)
d. Khiar
Khiar artunya boleh memilih satu diantara dua yaitu meneruskan kesepakatan (akad) jual beli
atau mengurungkannya (menarik kembali atau tidak jadi melakukan transaksi jual beli). Ada
tiga macam khiar yaitu sebagai berikut :
1) Khiar Majelis
2) Khiar Syarat
3) Khiar Aib (cacat)
d.      Macam-macam Jual Beli
a)      Jual beli yang sahih
Adalah jual beli yang memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan.
b)     Jual beli yang batil
Adalah jual beli yang tidak terpenuhi salah satu atau seluruh rukun dan syarat yang
ditentukan
Macam-macam jual beli yang batil yaitu:
1)      Jual beli sesuatu yang tidak ada.
2)      Menjual barang yang tidak bisa diserahkan kepada pembeli
3)      Jual beli buah-buahan atau padi-padian yang belum sempurna matangnya
4)      Jual beli yang mengandung unsur penipuan
5)      Jual beli benda-benda najis
6)      Jual beli al-‘arbun (jual beli yang bentuknya melalui perjanjian, jika barang yang sudah
dibeli dikembalikan oleh pembeli, maka uang yang telah diberikan kepada penjual menjadi
hibah bagi penjual)
7. Jual beli air sungai, air danau, air laut dan air yang tidak boleh dimiliki seseorang
7)      Jual beli yang bergantung pada suatu syarat tertentu
8)      Jual beli al-majhul (benda atau barangnya secara global tidak diketahui), dengan syarat
kemajhulannya (ketidakjelasannya) itu bersifat menyeluruh
9)      Jual beli sebagian barang yang sama sekali tidak dapat dipisahkan dari satuannya
10)  Jual beli ajal (al-ajl)

2.      IJARAH
a. Pengertian
Berasal dari bahasa Arab yang artinya upah atau imbalan.
Definisi ijarah menurut ulama mazhab Syafi’i adalah transaksi tertentu terhadap suatu
manfaat yang dituju, bersifat mubah dan bisa dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
b. Dasar Hukum Ijarah
Al-Qur’an yang dijadikan dasar hukum ijarah ialah Q.S. Az-Zukhruf, 43: 32, At-Talaq, 65: 6
dan Q.S Al-Qasas, 28: 26.
c. Macam-macam ijarah
1. Ijarah yang bersifat manfaat, seperti sewa-menyewa.
2. Ijarah yang bersifat pekerjaan ialah dengan cara mempekerjakan seseorang untuk
melakukan suatu pekerjaan
Rukun ijarah ada 4, yaitu:
a. Orang yang berakad
b. Sewa/imbalan
c. Manfaat
d. Sigat/ijab kabul

D.    RIBA
Bagi manusia yang tidak memiliki iman, segala sesuatunya selalu dinilai dengan harta
(materialisme). Manusia berlomba-lomba untuk memperoleh harta kekayaan sebanyak
mungkin. Mereka tidak memperdulikan dari mana datangnya harta yang didapat, apakah dari
sumber yang halal atau haram. Salah satu contoh perolehan harta yang haram adalah sesuatu
yang berasal dari pekerjaan memungut riba. Hadis nabi Muhammad SAW menyatakan
sebagai berikut. Yang artinya : “Dari Abu Hurairah r.a ia berkata : Rasulullah SAW
bersabda : Akan tiba suatu zaman, tidak ada seorang pun, kecuali ia memakan harta riba.
Kalau ia memakannya secara langsung ia akan terkena debunya.” (HR Ibnu Majah)
Kata riba (ar riba) menurut bahasa yaitu tambahan (az ziyadah) atau kelebihan. Riba
menurut istilah syarak ialah suatu akad perjanjian yang terjadi dalam tukar menukar suatu
barang yang tidak diketahui syaraknya. Atau dalam tukar menukar itu disyaratkan menerima
salah satu dari dua barang apabila terlambat. Riba dapat terjadi pada hutang piutang,
pinjaman, gadai, atau sewa menyewa.
Allah telah melarang hamba-Nya untuk memakan riba, Allah juga menjanjikan untuk
melipatgandakan pahala bagi orang yang ikhlas mengeluarkan zakat, infak dan sedekah.
Beberapa ayat dan hadis yang telah disebutkan menunjukan bahwa Islam sangat membenci
perbuatan riba dan menganjurkan kepada umatnya agar didalam mencari rezeki hendaknya
menempuh cara yang halal.
Ulama fikih membagi riba menjadi empat bagian, yaitu sebagai berikut.
1. Riba fadal
Riba fadal yaitu tukar menukar dua buah barang yang sama jenisnya, namun tidak sama
ukurannya yang disyaratkan oleh orang yang menukarnya.
2. Riba nasiah
Riba nasiah yaitu tukar menukar barang yang sejenis maupun yang tidak sejenis atau jual beli
yang pembayarannya disyaratkan lebih oleh penjual dengan waktu yang dilambatkan.
3. Riba yad
Riba yad yaitu berpisah dari tempat akad jual beli sebelum serah terima.

E.     HUKUM ISLAM TENTANG KERJA SAMA EKONOMI (SYIRKAH).


1. Pengertian Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau amal (expertise) dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.
Landasan hukum dari musyarakah ini antara lain :
‫ﻔﻫﻢ ﺸﺮﻛﺎﺀ ﻓﻲ ﺛﻠﺙ‬
Artinya : “… maka mereka berserikat pada sepertiga …” (QS An Nisa : 12)
Bersabda Rasulullah yang artinya : “Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda :
sesungguhnya Allah azza wajalla berfirman : Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat
selama salah satunya tidak menghianati lainnya.” (HR Abu Daud)
Dalam bersyarikah ada 5 syarat yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut:
1) Benda (harta dinilai dengan uang)
2) Harta-harta itu sesuai dalam jenis dan macamnya
3) Harta-harta dicampur
4) Satu sama lain membolehkan untuk membelanjakan harta itu
5) Untung rugi diterima dengan ukuran harta masing-masing.
Ada dua jenis musyarakah yakni musyarakah pemilikan dan musyarakah akad (kontrak)
1) Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang
mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini,
kepemilikan dua orang atau lebih, berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula keuntungan
yang dihasilkan oleh aset tersebut.
2) Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa
tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah.

F.     MUDARABAH (BAGI HASIL)


Mudarabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (sahibul
mal) menyediakan seluruh (100 %) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
1.Dasar
Secara umum landasan dasar syariah mudarabah lebih mencerminkan anjuran untuk
melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat dan hadis berikut ini. Allah berfirman dalam
surat al-Muzammil yang artinya : “… dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi
mencari sebagian karunia Allah SWT…” (Al Muzammil : 20)
Adanya kata yadribun pada ayat diatas dianggap sama dengan akar kata mudarabah yang
berarti melakukan suatu perjalanan usaha. Surah tersebut mendorong kaum muslim untuk
melakukan upaya atau usaha yang telah diperintahkan Allah SWT.
1.  Jenis-jenis mudarabah
Secara umum, mudarabah terbagi menjadi dua jenis yakni mudarabah mutlaqah dan
mudarabah muqayyadah.
a. Mudarabah mutlaqah
Mudarabah mutlaqah adalah bentuk kerjasama antara pemilik modal (sahibul mal) dan
pengelola (mudarib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis
usaha, waktu, dan daerah bisnis.
b. Mudarabah Muqayyadah
Mudarabah muqayyadah adalah kebalikan dari mudarabah mutlaqah. Si Mudarib dibatasi
dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha.
Mudarobah yang berkaitan dengan dunia Pertanian ialah :
Musaqah, Muzaraah, dan Mukhabarah
a. Musaqah (paroan kebun)
Yang dimaksud musaqah adalah bentuk kerja sama dimana orang yang mempunyai kebun
memberikan kebunnya kepada orang lain (petani) agar dipelihara dan penghasilan yang
didapat dari kebun itu dibagi berdua menurut perjanjian sewaktu akad
Musaqah dibolehkan oleh agama karena banyak orang yang membutuhkannya. Ada orang
yang mempunyai kebun, tapi dia tidak dapat memeliharanya. Sebaliknya, ada orang yang
tidak mempunyai kebun, tapi terampil bekerja. Musaqah memberikan keuntungan bagi kedua
belah pihak yakni pemilik kebun dan pengelola sehingga sama-sama memperoleh hasil dari
kerja sama tersebut. Hadis menjelaskan sebagai berikut yang artinya : “Dari Ibnu Umar:
Sesungguhnya nabi Muhammad SAW telah memberikan kebun beliau kepada penduduk
khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian, mereka akan diberi sebagian dari
penghasilannya, baik dari buah-buahan atau hasil petani (palawija).” (HR Muslim)
b. Muzaraah
Muzaraah adalah kerjasama dalam pertanian berupa paroan sawah atau ladang seperdua atau
sepertiga atau lebih atau kurang, sedangkan benih(bibit tanaman)nya dari pekerja (petani).
Zakat hasil paroan ini diwajibkan atas orang yang punya benih. Oleh karena itu, pada
muzaraah zakat wajib atas petani yang bekerja karena pada hakekatnya dialah (si petani)
yang bertanam, yang mempunyai tanah seolah-olah mengambil sewa tanahnya, sedangkan
pengantar dari sewaan tidak wajib mengeluarkan zakatnya.
c. Mukhabarah
Mukhabarah kerjasama dalam pertanian berupa paroan sawah atau ladang seperdua atau
sepertiga atau lebih atau kurang, sedangkan benihnya dari pemilik sawah/ladang. Adapun
pada mukhabarah, zakat diwajibkan atas yang punya tanah karena pada hakekatnya dialah
yang bertanam, sedangkan petani hanya mengambil upah bekerja. Penghasilan yang didapat
dari upah tidak wajib dibayar zakatnya. Kalau benih dari keduanya, zakat wajib atas
keduanya yang diambil dari jumlah pendapatan sebelum dibagi. Hukum kerja sama tersebut
diatas diperbolehkan sebagian besar para sahabat, tabi’in dan para imam
D.    Kerja sama ekonomi dalam islam

1.      Syirkah
Syirkah berarti perseroan/persekutuan, yaitu persekutuan antara 2 orang/lebih yang
bersepakat untuk bekerjasama dalam suatu usaha, yang keuntungan/hasilnya untuk mereka
bersama. (Q.S. Al-Ma’idah, 5: 2)
Syirkah dapat dibagi menjadi 2:
a. Syarikat harta (syarikat ’inan)
yaitu akad dari 2 orang/lebih untuk bersyarikat/berkongsi pada harta yang ditentukan dengan
maksud untuk memperoleh keuntungan.
Ketentuan yang harus dipenuhi adalah:
         Sigat/lafal akad (ucapan perjanjian)
Dalam sistem perekonomian modern lafal itu digantikan dalam akte notaris.
         Anggota-anggota syariat
Balig, berakal sehat, merdeka, dan dengan kehendaknya sendiri.
         Pokok atau modal dan pekerjaan
Dalam kehidupan modern bentuk syarikat harta dapat dikemukakan sbb:
  Firma : persekutuan antara 2 orang/ lebih untuk mendirikan dan menjalankan suatu
perusahaan yang didirikan dan dimodali oleh 2 orang/lebih, yang bertanggung jawab bersama
terhadap perusahaan.
  CV (Commanditaire Venootschaf) : merupakan perluasan dari firma.
  PT (Perseroan Terbatas) : suatu bentuk perusahaan yang modalnya terdiri dari saham-saham.
b. Syarikat kerja
adalah gabungan 2 orang atau lebih untuk bekerjasama dalam suatu jenis pekerjaan dengan
ketentuan hasil kerja dibagi ke seluruh anggota sesuai perjanjian.
Manfaat:
a. Menjalin hubungan persaudaraan.
b. Memenuhi kebutuhandan meningkatkan kesejahteraan seluruh anggota syarikat.
c. Menyelesaikan dengan baik pekerjaan besar yang tidak dapat dikerjakan sendiri.
d. Melahirkan kemajuan iptek, eko dan kebudayaan serta hankam.

2.      Mudarabah

Mudarabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (sahibul
mal) menyediakan seluruh (100 %) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Keuntungan usaha secara mudarabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan
akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau
kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Dasar Hukum

Secara umum landasan dasar syariah mudarabah lebih mencerminkan anjuran untuk
melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat dan hadis berikut ini. Allah berfirman dalam
surat al-Muzammil yang artinya : “… dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi
mencari sebagian karunia Allah SWT…” (Al Muzammil : 20)
Adanya kata yadribun pada ayat diatas dianggap sama dengan akar kata mudarabah yang
berarti melakukan suatu perjalanan usaha. Surah tersebut mendorong kaum muslim untuk
melakukan upaya atau usaha yang telah diperintahkan Allah SWT.
Hadis nabi Muhammad yang artinya : “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Abbas bin
Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudarabah mensyaratkan
agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau
membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, maka yang bersangkutan bertanggung
jawab atas dana tersebut. Disampaikan syarat syarat tersebut kepada rasulullah SAW. Dan
rasulullah pun membolehkannya.”(HR Tabrani).

Jenis-jenis mudarabah
Secara umum, mudarabah terbagi menjadi dua jenis yakni mudarabah mutlaqah dan
mudarabah muqayyadah.
a. Mudarabah mutlaqah
Mudarabah mutlaqah adalah bentuk kerjasama antara pemilik modal (sahibul mal) dan
pengelola (mudarib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis
usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fikih ulama salafus saleh seringkali
dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukan sesukamu) dari sahibul mal ke
mudarib yang memberi kekuasaan sangat besar.
b. Mudarabah Muqayyadah
Mudarabah muqayyadah adalah kebalikan dari mudarabah mutlaqah. Si Mudarib dibatasi
dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali
mencerminkan kecenderungan umum si Sahibul Mal dalam memasuki jenis dunia usaha.
Adapun dari sisi pembiayaan, mudarabah biasanya diterapkan untuk bidang-bidang berikut.
a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa
b. Investasi khusus disebut juga mudarabah muqayyadah, yaitu sumbe investasi yang khusus
dengan penyaluran yang khusus pula dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh sahibul
mal.
Mudarabah dan kaitannya dengan dunia perbankan biasanya diterapkan pada produk-produk
pembiayaan dan pendanaan. Sisa penghimpunan dana mudarabah biasanya diterapkan pada
bidang-bidang berikut ini.
1.          Tabungan berjangka, yaitu dengan tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus,
seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan deposito berjangka.
2.         Deposito spesial (special investment), yaitu dana dititipkan kepada nasabah untuk bisnis
tertentu, misalnya murabahah atau ijarah saja.

3.      Muzara’ah, mukhabarah, dan musaqah

Musaqah, Muzaraah, dan Mukhabarah


a. Musaqah (paroan kebun)
Yang dimaksud musaqah adalah bentuk kerja sama dimana orang yang mempunyai kebun
memberikan kebunnya kepada orang lain (petani) agar dipelihara dan penghasilan yang
didapat dari kebun itu dibagi berdua menurut perjanjian sewaktu akad
Musaqah dibolehkan oleh agama karena banyak orang yang membutuhkannya. Ada orang
yang mempunyai kebun, tapi dia tidak dapat memeliharanya. Sebaliknya, ada orang yang
tidak mempunyai kebun, tapi terampil bekerja. Musaqah memberikan keuntungan bagi kedua
belah pihak yakni pemilik kebun dan pengelola sehingga sama-sama memperoleh hasil dari
kerja sama tersebut. Hadis menjelaskan sebagai berikut yang artinya : “Dari Ibnu Umar:
Sesungguhnya nabi Muhammad SAW telah memberikan kebun beliau kepada penduduk
khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian, mereka akan diberi sebagian dari
penghasilannya, baik dari buah-buahan atau hasil petani (palawija).” (HR Muslim)
b. Muzaraah
Muzaraah adalah kerjasama dalam pertanian berupa paroan sawah atau ladang seperdua atau
sepertiga atau lebih atau kurang, sedangkan benih(bibit tanaman)nya dari pekerja (petani).
Zakat hasil paroan ini diwajibkan atas orang yang punya benih. Oleh karena itu, pada
muzaraah zakat wajib atas petani yang bekerja karena pada hakekatnya dialah (si petani)
yang bertanam, yang mempunyai tanah seolah-olah mengambil sewa tanahnya, sedangkan
pengantar dari sewaan tidak wajib mengeluarkan zakatnya.
c. Mukhabarah
Mukhabarah kerjasama dalam pertanian berupa paroan sawah atau ladang seperdua atau
sepertiga atau lebih atau kurang, sedangkan benihnya dari pemilik sawah/ladang. Adapun
pada mukhabarah, zakat diwajibkan atas yang punya tanah karena pada hakekatnya dialah
yang bertanam, sedangkan petani hanya mengambil upah bekerja. Penghasilan yang didapat
dari upah tidak wajib dibayar zakatnya. Kalau benih dari keduanya, zakat wajib atas
keduanya yang diambil dari jumlah pendapatan sebelum dibagi. Hukum kerja sama tersebut
diatas diperbolehkan sebagian besar para sahabat, tabi’in dan para imam

4.      Sistem perbankan yang islami

Bank adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak dalam menghimpun dana masyarakat
dan disalurkannya kembali dengan menggunakan sistem bunga. Dengan demikian, hakikat
dan tujuan bank ialah untuk membantu masyarakat yang memerlukan, baik dalam
menyimpan maupun meminjamkan, balk berupa uang atau barang berharga lainnya dengan
imbalan bunga yang harus dibayarkan oleh masyarakat pengguna jasa bank.
Bank dilihat dari segi penerapan bunganya, dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1. Bank Konvensional, yaitu bank yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan
kepada yang memerlukan, baik perorangan maupun badan usaha, guna mengembangkan
usahanya dengan menggunakan sistem bunga.
2. Bank Islam atau Bank Syari'ah, yaitu bank yang menjalankan operasinya menurut syari'at
Islam. Istilah bunga yang ada pada bank konvensional tidak ada dalam bank Islam. Bank
syari'ah menggunakan beberapa cara yang bersih dari riba, misalnya:
a. Mudharabah, yaitu kerjasama antara pemilik modal dan pelaku usaha dengan perjanjian
bagi hasil dan sama-sama menanggung kerugian dengan prosentase sesuai perjanjian. Dalam
sistem mudhdrabah, pihak bank sama sekali tidak mengintervensi manajemen perusahaan.
b. Musyarakah, yakni kerjasama antara pihak bank dan pengusahan di mana masing- masing
sama- sama memiliki saham. Oleh karena itu, kedua belah pihak mengelola usahanya secara
bersama- sama dan menanggung untung ruginya secara bersama- sama pula.
c. Wadi’ah, yakni jasa penitipan uang, barang, deposito, maupun surat berharga. Amanah
dari pihak nasabah berupa uang atau barang titipan yang telah disebutkan di atas dipelihara
dengan baik oleh pihak bank. Pihak bank juga memiliki hak untuk menggunakan dana yang
dititipkan dan menjamin bisa mengembalikan dana tersebut sewaktu- waktu pemiliknya
memerlukan.
d. Qardhul hasan, yakni pembiayaan lunak yang diberikan kepada nasabah yang baik dalam
keadaan darurat. Nasabah hanya diwajibkan mengembalikan simpanan pokok pada saat jatuh
tempo. Biasanya layanan ini hanya diberikan untuk nasabah yang memiliki deposito di bank
tersebut, sehingga menjadi wujud penghargaan bank kepada nasabahnya.
e. Murabahah, yaitu suatu istilah dalam fikih Islam yang menggambarkan suatu jenis
penjualan di mana penjual sepakat dengan pembeli untuk menyediakan suatu produk, dengan
ditambah jumlah keuntungan tertentu di atas biaya produksi. Di sini, penjual mengungkapkan
biaya sesungguhnya yang dikeluarkan dan berapa keuntungan yang hendak diambilnya.
Pembayaran dapat dilakukan saat penyerahan barang atau ditetapkan pada tanggal tertentu
yang disepakati. Dalam hal ini, bank membelikan atau menyedia¬kan barang yang
diperlukan pengusaha untuk dijual lagi dan bank meminta tambahan harga atas harga
pembeliannya. Namun demikian, pihak bank harus secara jujur menginformasikan harga
pembelian yang sebenarnya.

Kelebihan bank syari'ah dibandingkan bank konvensional terletak pada sistem bagi hasil.
Dalam bank syari'ah, pihak pemberi modal dan peminjam menanggung bersama resiko laba
ataupun rugi. Hal ini membuat kekayaan tidak hanya beredar pada satu golongan, akan tetapi
terjadi proses penyebaran modal yang pada akhirnya terwujud pemerataan keuntungan.
Berbeda dengan bank konvensional yang hanya memprioritaskan penumpukan keuntungan
pada pemilik modal. Dengan demikian, akan tercipta kesenjangan antara si kaya dan si
miskin.
Bank Islam juga bersifat mandiri dan tidak terpengaruh secara langsung oleh gejolak
moneter, baik dalam negeri maupun internasional. Kegiatan operasional bank syari’ah tidak
menggunakan bunga. Oleh karena itu bank system ini tidak berdampak inflasi, mendorong
investasi, mendorong pembukaan lapangan kerja baru dan pemerataan pendapatan.
Persaingan diantara bank Islam pun tidak saling mematikan, tetapi saling menghidupi.
Bentuk persaingan antara bank Islam adalah lomba- lomba untuk lebih tinggi dari yang lain
dalam memberikan porsi bagi hasil kepada nasabah.

5.      Sistem Asuransi yang islami


Asuransi dalam ajaran Islam merupakan salah satu upaya seorang muslim yang didasarkan
nilai tauhid. Setiap manusia menyadari bahwa sesungguhnya setiap jiwa tidak memiliki daya
apapun ketika menerima musibah dari Allah swt, baik berupa kematian, kecelakaan, bencana
alam maupun takdir buruk yang lain. Untuk menghadapi berbagai musibah tersebut, ada
beberapa cara untuk menghadapinya. Pertama dengan menanggungnya sendiri. Kedua,
mengalihkan resiko ke pihak lain. Dan ketiga, mengelolanya bersama- sama. 

Dalam ajaran Islam, musibah bukanlah permasalahan individual, melainkan masalah


kelompok walaupun musibah ini hanya menimpa individu tertentu. Apalagi apabila musibah
itu mengenai masyarakat luas seperti gempa bumi atau banjir. Berdasarkan ajaran inilah
tujuan asuransi sangat sesuai dengan semangat ajaran tersebut.
Allah SWT swt menegaskan hal ini dalam beberapa ayat, diantaranya yang terdapat dalam
Surah al-Maidah berikut ini:

Artinya :
“Dan tolong- menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” QS. Al- Maidah/ 5: 2.
Banyak pula hadis Rasulullah saw yang memerintahkan umat Islam untuk saling melindungi
saudaranya dalam menghadapi kesusahan. Berdasarkan ayat Al- Qur'an dan riwayat hadis
dapat dipahami bahwa musibah ataupun resiko kerugian akibat musibah wajib ditanggung
bersama.
Bukan setiap individu menanggungnya sendiri¬sendiri dan tidak pula dialihkan ke pihak
lain. Prinsip menanggung musibah secara bersama-sama inilah yang sesungguhnya esensi
dari asuransi syari'ah.
Tentu saja prinsip tersebut berbeda dengan yang berlaku di sistem asuransi konvensional,
yang menggunakan prinsip transfer resiko. Seseorang membayar sejumlah premi untuk
mengalihkan risiko yang tidak mampu dia pikul kepada perusahaan asuransi. Dengan kata
lain, telah terjadi 'jual beli' atas risiko kerugian yang belum pasti terjadi. Di sinilah cacat
perjanjian asuransi konvensional. Sebab akad dalam Islam mensyaratkan adanya sesuatu
yang bersifat pasti, apakah itu berbentuk barang ataupun jasa.

Perbedaan yang lain, pada asuransi konvensional dikenal dana hangus, di mana peserta tidak
dapat melanjutkan pembayaran premi ketika ingin mengundurkan diri sebelum masa jatuh
tempo. Dalam konsep asuransi syari'ah, mekanismenya tidak mengenal dana hangus. Peserta
yang baru masuk sekalipun, lantas karena satu dan lain hal ingin mengundurkan diri, maka
dana atau premi yang sebelumnya sudah dibayarkan dapat diambil kembali, kecuali sebagian
kecil saja yang sudah diniatkan untuk dana tabarru' (sumbangan) yang tidak dapat diambil.
Setidaknya, ada manfaat yang bisa diambil kaum muslimin dengan terlibat dalam asuransi
syari'ah, di antaranya bisa menjadi alternatif perlindungan yang sesuai dengan hukum Islam.
Produk ini juga bisa menjadi pilihan bagi pemeluk agama lain yang memandang konsep
syari'ah lebih adil bagi mereka. Karena syari'ah merupakan sebuah prinsip yang bersifat
universal.

6.      Hikmah kerjasama ekonomi yang islami


Apabila kerjasama ekonomi Islami ini betul-betul diterapkan dalam kehidupan masyarakat,
ntu banyak hikmah dan manfaat yang dapat diambil. Hikmah dan manfaat tersebut antara
lain:

1.       Melalui tabungan mudarabah dan deposito mudharabah, para penabung akan memperoleh
bagi hasil dengan pihak bank Islam, sehingga pengelola modal keuntungan bagi hasil ini
sifatnya halal Karena bukan riba.
2.       Anggota masyarakat yang memenuhi persyaratan-persyaratan dapat meminjam uang dari
bank Islam untuk modal usaha. Sedangkan keuntungan dibagi untuk yang menjalankan
modal.
3.       Muslim/muslimah yang ingin menunaikan ibadah haji, bisa menabung di bank Islam,
melalui bank haji mudarabah dengan mendapatkan tambahan keuntungan dari tabungan haji
mudarabahNya.
4.       Para penderita bencana alam, bisa saja memperoleh bantuan dari bank Islam.
5.       Mengenai manfaan asuransi, antara lain mengurangi pengangguran. Sedangkan
keuntungan para peserta asuransi akan memperoleh bantuan dana, ketika mengalami
musibah.
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Muamalah adalah Hukum Islam yang berkaitan dengan hak dan harta yang muncul dari transaksi
antara seseorang dengan orang lain , atau antara seseorang dengan badan hukum , atau antara
badan hukum yang satu dengan badan hukum yang lainnya.

•    Pengertian fiqih muamalat


Fiqih muamalah : hukum-hukum yang berkaitan dengan tindakan manusia dalam persoalan
keduniaan, misalnya dalam persoalan jual beli, hutang piutang, kerja sama dagang, perserikatan,
kerja sama dalam penggarapan tanah, dan sewa menyewa.
•    Arti penting muamalat islam dalam kehidupan masyarakat
memahami muamalah maliyah ini, maka ia akan terperosok kepada sesuatu yang diharamkan
atau syubhat, tanpa ia sadari. Seorang Muslim yang bertaqwa dan takut kepada Allah swt, Harus
berupaya keras menjadikan muamalahnya sebagai amal shaleh dan ikhlas untuk Allah semata”
Memahami/mengetahui hukum muamalah maliyah wajib bagi setiap muslim, namun un-tuk
menjadi expert (ahli) dalam bidang ini hukumnya fardhu kifayah.
•    Prinsip-prinsip muamalat dalam islam
1.    Pada dasarnya segala bentuk muamalat adalah mubah, keecuali yang ditentukan oleh al-
qur’an dan sunnah rasul.
2.    Muamalat dilakukan atas dasar sukarela, tanpa mengandung unsur paksaan.
3.    Muamalat dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindari
madharat dalam hidup masyarakat.
4.    Muamalat dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, menghindari unsur-unsur
penganiayaan, unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan.
Semoga asas-asas transaksi ekonomi Islam dapat diterapkan dalam jual beli serta kerja sama
ekonomi yang Islami .
Demikianlah beberapa hal yang menyangkut Hukum Islam tentang Muamalah.
Oleh karena kurangnya literatur, dan waktu yang sangat terbatas, maka makalah yang sederhana
ini banyak kekurangannya. Oleh karena itu, saran-saran yang bersifat membangun dalam
penyempurnaan makalah ini sangat diharapkan .

B.     Penutup

Demikian makalah sederhana ini kami susun. Terima kasih atas antusias dari pembaca
yang telah sudi menelaah dan mengimplementasikan isi makalah ini, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.

Penulis banyak berharap para pembaca untuk memberikan saran dan kritik konstruktif
kepada penulis demi kesempurnaan makalah ini dan makalah di kesempatan berikutnya yang
akan membawa kepada suatu kebenaran.Semoga makalah ini berguna bagi kelompok kita pada
khususnya juga para pembaca yang dirahmati Allah Azza wa Jalla. Amiin
DAFTAR PUSTAKA

Syamsuri, 2006. Pendidikan Agama Islma untuk SMA kelas XI.


Erlangga :Jakarta
www.google.co.id , Hukum Islam tentang Muamalah
www.yahoo.co.id , Hukum Islam tentang Muamalah

Anda mungkin juga menyukai