HALAMAN JUDUL...........................................................................................
KATA PENGANTAR........................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................................
B. Rumusan Masalah................................................................................
C. Tujuan Penulisan..................................................................................
D. Manfaat Penulisan.................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Muamalah..............................................................................................
B. Asas-Asas Transaksi Ekonomi dalam Islam........................................
C. Penerapan Transaksi Ekonomi dalam Islam.........................................
D. Riba.......................................................................................................
E. Hukum Islam tentang Kerja Sama Ekonomi (Syirkah)........................
F. Mudarabah (Bagi Hasil).......................................................................
G. Perbankan yang Sesuai dengan Prinsip Hukum Islam..........................
H. Sistem Asuransi yang Sesuai dengan Prinsip Hukum Islam.................
I. Sistem Lembaga Keuangan non Bang yang Sesuai dengan Prinsip
Hukum Islam.........................................................................................
J. Perilaku yang Mencerminkan Kepatuhan terhadap Hukum Islam tentang
Kerjasama ............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan makala yang berjudul “Hukum Islam
tentang Muamalah” dapat terselesaikan tepat waktu . Ucapan terimakasih tak lupa
penulis sampaikan kepada guru matapelajaran Agama Islam yang telah
membimbing dalam penulisan ini .
Makalah ini merupakan tugas individu dalam mata pelajaran AgamaIslam.
Adapun tujuan diberikannya tugas makalah ini yaitu untuk menambah
wawasan Hukum Islam tentang Muamalah dan yang berhubungan dengannya.
Walaupun dalam penyusunan dan penulisan makalah ini penulis menemukan
beberapa kesulitan, namun akhirnya penyusunan dan penulisan makalah ini dapat
terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
kekurangan, sehingga kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan
khususnya dari uru matapelajaran Agama Islam untuk dijadikan pedoman
pada penulisan berikutnya. Harapan kami semoga penulisan makalah ini bisa
bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi penulis. Amin………………..
BAB I
PENDAHULUAN
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Secara umum pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami Hukum Islam
tentang Muamalah
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus pembuatan makalah ini yaitu untuk mengikuti prosedur pengajaran dalam mata
pelajaran Agama Islam .
D. Manfaat
Menambah pengetahuan Hukum Islam tentang Muamalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. MUAMALAH
1. Pengertian Muamalah
Menurut fiqih, muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat
dengan cara yang ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah adalah jual beli, sewa
menyewa, upah mengupah, pinjam meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat dan lain-
lain.
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, masing-
masing berhajat kepada yang lain, bertolong-tolongan, tukar menukar keperluan dalam
urusan kepentingan hidup baik dengan cara jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam atau
suatu usaha yang lain baik bersifat pribadi maupun untuk kemaslahatan umat. Dengan
demikian akan terjadi suatu kehidupan yang teratur dan menjadi ajang silaturrahmi yang erat.
Agar hak masing-masing tidak sia-sia dan guna menjaga kemaslahatan umat, maka agar
semuanya dapat berjalan dengan lancar dan teratur, agama Islam memberikan peraturan yang
sebaik-baiknya aturan.
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka diantara kamu.”(QS An Nisa : 29
Hadis nabi Muhammad SAW menyatakan sebagai berikut.
)ﺇﻨﻤﺎ ﺍﻟﺒﻴﻊ ﺗﺮﺍﺩ ( ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ
Artinya : “Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka suka sama suka.” (HR Bukhari)
)ﺃﻠﺒﻴﻌﺎﻥ ﺑﺎ ﻟﺨﻴﺎﺭ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻴﺘﻔﺮﻗﺎ ( ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ ﻭ ﻤﺴﻠﻢ
Artinya : “ Dua orang jual beli boleh memilih akan meneruskan jual beli mereka atau tidak,
selama keduanya belum berpisah dari tempat akad.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila seseorang melakukan jual beli dan
tawar menawar dan tidak ada kesesuaian harga antara penjual dan pembeli, si pembeli boleh
memilih akan meneruskan jual beli tersebut atau tidak. Apabila akad (kesepakatan) jual beli
telah dilaksanakan dan terjadi pembayaran, kemudian salah satu dari mereka atau keduanya
telah meninggalkan tempat akad, keduanya tidak boleh membatalkan jual beli yang telah
disepakatinya.
b. Rukun dan syarat Jual Beli
Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi
agar jual belinya sah menurut syara’ (hukum Islam).
Dalam pelaksanaan jual beli, minimal ada tiga rukun yang perlu dipenuhi.
a. Penjual atau pembeli harus dalam keadaan sehat akalnya.
b. Syarat Ijab dan Kabul.
c. Benda yang diperjualbelikan
c. Perilaku atau sikap yang harus dimiliki oleh penjual
a. Berlaku Benar (Lurus)
b. Menepati Amanat.
c. Jujur
Sikap jujur pedagang dapat dicontohkan seperti dengan menjelaskan cacat barang dagangan,
baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Sabda Nabi Muhammad SAW yang
artinya :
“Muslim itu adalah saudara muslim, tidak boleh seorang muslim apabila ia
berdagang dengan saudaranya dan menemukan cacat, kecuali diterangkannya.”
Lawan sifat jujur adalah menipu atau curang, seperti mengurangi takaran, timbangan,
kualitas, kuantitas, atau menonjolkan keunggulan barang tetapi menyembunyikan cacatnya.
Hadis lain meriwayatkan dari umar bin khattab r.a berkata seorang lelaki mengadu kepada
rasulullah SAW sebagai berikut “ katakanlah kepada si penjual, jangan menipu! Maka sejak
itu apabila dia melakukan jual beli, selalu diingatkannya jangan menipu.”(HR Muslim)
d. Khiar
Khiar artunya boleh memilih satu diantara dua yaitu meneruskan kesepakatan (akad) jual beli
atau mengurungkannya (menarik kembali atau tidak jadi melakukan transaksi jual beli). Ada
tiga macam khiar yaitu sebagai berikut :
1) Khiar Majelis
2) Khiar Syarat
3) Khiar Aib (cacat)
d. Macam-macam Jual Beli
a) Jual beli yang sahih
Adalah jual beli yang memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan.
b) Jual beli yang batil
Adalah jual beli yang tidak terpenuhi salah satu atau seluruh rukun dan syarat yang
ditentukan
Macam-macam jual beli yang batil yaitu:
1) Jual beli sesuatu yang tidak ada.
2) Menjual barang yang tidak bisa diserahkan kepada pembeli
3) Jual beli buah-buahan atau padi-padian yang belum sempurna matangnya
4) Jual beli yang mengandung unsur penipuan
5) Jual beli benda-benda najis
6) Jual beli al-‘arbun (jual beli yang bentuknya melalui perjanjian, jika barang yang sudah
dibeli dikembalikan oleh pembeli, maka uang yang telah diberikan kepada penjual menjadi
hibah bagi penjual)
7. Jual beli air sungai, air danau, air laut dan air yang tidak boleh dimiliki seseorang
7) Jual beli yang bergantung pada suatu syarat tertentu
8) Jual beli al-majhul (benda atau barangnya secara global tidak diketahui), dengan syarat
kemajhulannya (ketidakjelasannya) itu bersifat menyeluruh
9) Jual beli sebagian barang yang sama sekali tidak dapat dipisahkan dari satuannya
10) Jual beli ajal (al-ajl)
2. IJARAH
a. Pengertian
Berasal dari bahasa Arab yang artinya upah atau imbalan.
Definisi ijarah menurut ulama mazhab Syafi’i adalah transaksi tertentu terhadap suatu
manfaat yang dituju, bersifat mubah dan bisa dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
b. Dasar Hukum Ijarah
Al-Qur’an yang dijadikan dasar hukum ijarah ialah Q.S. Az-Zukhruf, 43: 32, At-Talaq, 65: 6
dan Q.S Al-Qasas, 28: 26.
c. Macam-macam ijarah
1. Ijarah yang bersifat manfaat, seperti sewa-menyewa.
2. Ijarah yang bersifat pekerjaan ialah dengan cara mempekerjakan seseorang untuk
melakukan suatu pekerjaan
Rukun ijarah ada 4, yaitu:
a. Orang yang berakad
b. Sewa/imbalan
c. Manfaat
d. Sigat/ijab kabul
D. RIBA
Bagi manusia yang tidak memiliki iman, segala sesuatunya selalu dinilai dengan harta
(materialisme). Manusia berlomba-lomba untuk memperoleh harta kekayaan sebanyak
mungkin. Mereka tidak memperdulikan dari mana datangnya harta yang didapat, apakah dari
sumber yang halal atau haram. Salah satu contoh perolehan harta yang haram adalah sesuatu
yang berasal dari pekerjaan memungut riba. Hadis nabi Muhammad SAW menyatakan
sebagai berikut. Yang artinya : “Dari Abu Hurairah r.a ia berkata : Rasulullah SAW
bersabda : Akan tiba suatu zaman, tidak ada seorang pun, kecuali ia memakan harta riba.
Kalau ia memakannya secara langsung ia akan terkena debunya.” (HR Ibnu Majah)
Kata riba (ar riba) menurut bahasa yaitu tambahan (az ziyadah) atau kelebihan. Riba
menurut istilah syarak ialah suatu akad perjanjian yang terjadi dalam tukar menukar suatu
barang yang tidak diketahui syaraknya. Atau dalam tukar menukar itu disyaratkan menerima
salah satu dari dua barang apabila terlambat. Riba dapat terjadi pada hutang piutang,
pinjaman, gadai, atau sewa menyewa.
Allah telah melarang hamba-Nya untuk memakan riba, Allah juga menjanjikan untuk
melipatgandakan pahala bagi orang yang ikhlas mengeluarkan zakat, infak dan sedekah.
Beberapa ayat dan hadis yang telah disebutkan menunjukan bahwa Islam sangat membenci
perbuatan riba dan menganjurkan kepada umatnya agar didalam mencari rezeki hendaknya
menempuh cara yang halal.
Ulama fikih membagi riba menjadi empat bagian, yaitu sebagai berikut.
1. Riba fadal
Riba fadal yaitu tukar menukar dua buah barang yang sama jenisnya, namun tidak sama
ukurannya yang disyaratkan oleh orang yang menukarnya.
2. Riba nasiah
Riba nasiah yaitu tukar menukar barang yang sejenis maupun yang tidak sejenis atau jual beli
yang pembayarannya disyaratkan lebih oleh penjual dengan waktu yang dilambatkan.
3. Riba yad
Riba yad yaitu berpisah dari tempat akad jual beli sebelum serah terima.
1. Syirkah
Syirkah berarti perseroan/persekutuan, yaitu persekutuan antara 2 orang/lebih yang
bersepakat untuk bekerjasama dalam suatu usaha, yang keuntungan/hasilnya untuk mereka
bersama. (Q.S. Al-Ma’idah, 5: 2)
Syirkah dapat dibagi menjadi 2:
a. Syarikat harta (syarikat ’inan)
yaitu akad dari 2 orang/lebih untuk bersyarikat/berkongsi pada harta yang ditentukan dengan
maksud untuk memperoleh keuntungan.
Ketentuan yang harus dipenuhi adalah:
Sigat/lafal akad (ucapan perjanjian)
Dalam sistem perekonomian modern lafal itu digantikan dalam akte notaris.
Anggota-anggota syariat
Balig, berakal sehat, merdeka, dan dengan kehendaknya sendiri.
Pokok atau modal dan pekerjaan
Dalam kehidupan modern bentuk syarikat harta dapat dikemukakan sbb:
Firma : persekutuan antara 2 orang/ lebih untuk mendirikan dan menjalankan suatu
perusahaan yang didirikan dan dimodali oleh 2 orang/lebih, yang bertanggung jawab bersama
terhadap perusahaan.
CV (Commanditaire Venootschaf) : merupakan perluasan dari firma.
PT (Perseroan Terbatas) : suatu bentuk perusahaan yang modalnya terdiri dari saham-saham.
b. Syarikat kerja
adalah gabungan 2 orang atau lebih untuk bekerjasama dalam suatu jenis pekerjaan dengan
ketentuan hasil kerja dibagi ke seluruh anggota sesuai perjanjian.
Manfaat:
a. Menjalin hubungan persaudaraan.
b. Memenuhi kebutuhandan meningkatkan kesejahteraan seluruh anggota syarikat.
c. Menyelesaikan dengan baik pekerjaan besar yang tidak dapat dikerjakan sendiri.
d. Melahirkan kemajuan iptek, eko dan kebudayaan serta hankam.
2. Mudarabah
Mudarabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (sahibul
mal) menyediakan seluruh (100 %) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Keuntungan usaha secara mudarabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan
akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau
kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Dasar Hukum
Secara umum landasan dasar syariah mudarabah lebih mencerminkan anjuran untuk
melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat dan hadis berikut ini. Allah berfirman dalam
surat al-Muzammil yang artinya : “… dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi
mencari sebagian karunia Allah SWT…” (Al Muzammil : 20)
Adanya kata yadribun pada ayat diatas dianggap sama dengan akar kata mudarabah yang
berarti melakukan suatu perjalanan usaha. Surah tersebut mendorong kaum muslim untuk
melakukan upaya atau usaha yang telah diperintahkan Allah SWT.
Hadis nabi Muhammad yang artinya : “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Abbas bin
Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudarabah mensyaratkan
agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau
membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, maka yang bersangkutan bertanggung
jawab atas dana tersebut. Disampaikan syarat syarat tersebut kepada rasulullah SAW. Dan
rasulullah pun membolehkannya.”(HR Tabrani).
Jenis-jenis mudarabah
Secara umum, mudarabah terbagi menjadi dua jenis yakni mudarabah mutlaqah dan
mudarabah muqayyadah.
a. Mudarabah mutlaqah
Mudarabah mutlaqah adalah bentuk kerjasama antara pemilik modal (sahibul mal) dan
pengelola (mudarib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis
usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fikih ulama salafus saleh seringkali
dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukan sesukamu) dari sahibul mal ke
mudarib yang memberi kekuasaan sangat besar.
b. Mudarabah Muqayyadah
Mudarabah muqayyadah adalah kebalikan dari mudarabah mutlaqah. Si Mudarib dibatasi
dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali
mencerminkan kecenderungan umum si Sahibul Mal dalam memasuki jenis dunia usaha.
Adapun dari sisi pembiayaan, mudarabah biasanya diterapkan untuk bidang-bidang berikut.
a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa
b. Investasi khusus disebut juga mudarabah muqayyadah, yaitu sumbe investasi yang khusus
dengan penyaluran yang khusus pula dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh sahibul
mal.
Mudarabah dan kaitannya dengan dunia perbankan biasanya diterapkan pada produk-produk
pembiayaan dan pendanaan. Sisa penghimpunan dana mudarabah biasanya diterapkan pada
bidang-bidang berikut ini.
1. Tabungan berjangka, yaitu dengan tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus,
seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan deposito berjangka.
2. Deposito spesial (special investment), yaitu dana dititipkan kepada nasabah untuk bisnis
tertentu, misalnya murabahah atau ijarah saja.
Bank adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak dalam menghimpun dana masyarakat
dan disalurkannya kembali dengan menggunakan sistem bunga. Dengan demikian, hakikat
dan tujuan bank ialah untuk membantu masyarakat yang memerlukan, baik dalam
menyimpan maupun meminjamkan, balk berupa uang atau barang berharga lainnya dengan
imbalan bunga yang harus dibayarkan oleh masyarakat pengguna jasa bank.
Bank dilihat dari segi penerapan bunganya, dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1. Bank Konvensional, yaitu bank yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan
kepada yang memerlukan, baik perorangan maupun badan usaha, guna mengembangkan
usahanya dengan menggunakan sistem bunga.
2. Bank Islam atau Bank Syari'ah, yaitu bank yang menjalankan operasinya menurut syari'at
Islam. Istilah bunga yang ada pada bank konvensional tidak ada dalam bank Islam. Bank
syari'ah menggunakan beberapa cara yang bersih dari riba, misalnya:
a. Mudharabah, yaitu kerjasama antara pemilik modal dan pelaku usaha dengan perjanjian
bagi hasil dan sama-sama menanggung kerugian dengan prosentase sesuai perjanjian. Dalam
sistem mudhdrabah, pihak bank sama sekali tidak mengintervensi manajemen perusahaan.
b. Musyarakah, yakni kerjasama antara pihak bank dan pengusahan di mana masing- masing
sama- sama memiliki saham. Oleh karena itu, kedua belah pihak mengelola usahanya secara
bersama- sama dan menanggung untung ruginya secara bersama- sama pula.
c. Wadi’ah, yakni jasa penitipan uang, barang, deposito, maupun surat berharga. Amanah
dari pihak nasabah berupa uang atau barang titipan yang telah disebutkan di atas dipelihara
dengan baik oleh pihak bank. Pihak bank juga memiliki hak untuk menggunakan dana yang
dititipkan dan menjamin bisa mengembalikan dana tersebut sewaktu- waktu pemiliknya
memerlukan.
d. Qardhul hasan, yakni pembiayaan lunak yang diberikan kepada nasabah yang baik dalam
keadaan darurat. Nasabah hanya diwajibkan mengembalikan simpanan pokok pada saat jatuh
tempo. Biasanya layanan ini hanya diberikan untuk nasabah yang memiliki deposito di bank
tersebut, sehingga menjadi wujud penghargaan bank kepada nasabahnya.
e. Murabahah, yaitu suatu istilah dalam fikih Islam yang menggambarkan suatu jenis
penjualan di mana penjual sepakat dengan pembeli untuk menyediakan suatu produk, dengan
ditambah jumlah keuntungan tertentu di atas biaya produksi. Di sini, penjual mengungkapkan
biaya sesungguhnya yang dikeluarkan dan berapa keuntungan yang hendak diambilnya.
Pembayaran dapat dilakukan saat penyerahan barang atau ditetapkan pada tanggal tertentu
yang disepakati. Dalam hal ini, bank membelikan atau menyedia¬kan barang yang
diperlukan pengusaha untuk dijual lagi dan bank meminta tambahan harga atas harga
pembeliannya. Namun demikian, pihak bank harus secara jujur menginformasikan harga
pembelian yang sebenarnya.
Kelebihan bank syari'ah dibandingkan bank konvensional terletak pada sistem bagi hasil.
Dalam bank syari'ah, pihak pemberi modal dan peminjam menanggung bersama resiko laba
ataupun rugi. Hal ini membuat kekayaan tidak hanya beredar pada satu golongan, akan tetapi
terjadi proses penyebaran modal yang pada akhirnya terwujud pemerataan keuntungan.
Berbeda dengan bank konvensional yang hanya memprioritaskan penumpukan keuntungan
pada pemilik modal. Dengan demikian, akan tercipta kesenjangan antara si kaya dan si
miskin.
Bank Islam juga bersifat mandiri dan tidak terpengaruh secara langsung oleh gejolak
moneter, baik dalam negeri maupun internasional. Kegiatan operasional bank syari’ah tidak
menggunakan bunga. Oleh karena itu bank system ini tidak berdampak inflasi, mendorong
investasi, mendorong pembukaan lapangan kerja baru dan pemerataan pendapatan.
Persaingan diantara bank Islam pun tidak saling mematikan, tetapi saling menghidupi.
Bentuk persaingan antara bank Islam adalah lomba- lomba untuk lebih tinggi dari yang lain
dalam memberikan porsi bagi hasil kepada nasabah.
Artinya :
“Dan tolong- menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” QS. Al- Maidah/ 5: 2.
Banyak pula hadis Rasulullah saw yang memerintahkan umat Islam untuk saling melindungi
saudaranya dalam menghadapi kesusahan. Berdasarkan ayat Al- Qur'an dan riwayat hadis
dapat dipahami bahwa musibah ataupun resiko kerugian akibat musibah wajib ditanggung
bersama.
Bukan setiap individu menanggungnya sendiri¬sendiri dan tidak pula dialihkan ke pihak
lain. Prinsip menanggung musibah secara bersama-sama inilah yang sesungguhnya esensi
dari asuransi syari'ah.
Tentu saja prinsip tersebut berbeda dengan yang berlaku di sistem asuransi konvensional,
yang menggunakan prinsip transfer resiko. Seseorang membayar sejumlah premi untuk
mengalihkan risiko yang tidak mampu dia pikul kepada perusahaan asuransi. Dengan kata
lain, telah terjadi 'jual beli' atas risiko kerugian yang belum pasti terjadi. Di sinilah cacat
perjanjian asuransi konvensional. Sebab akad dalam Islam mensyaratkan adanya sesuatu
yang bersifat pasti, apakah itu berbentuk barang ataupun jasa.
Perbedaan yang lain, pada asuransi konvensional dikenal dana hangus, di mana peserta tidak
dapat melanjutkan pembayaran premi ketika ingin mengundurkan diri sebelum masa jatuh
tempo. Dalam konsep asuransi syari'ah, mekanismenya tidak mengenal dana hangus. Peserta
yang baru masuk sekalipun, lantas karena satu dan lain hal ingin mengundurkan diri, maka
dana atau premi yang sebelumnya sudah dibayarkan dapat diambil kembali, kecuali sebagian
kecil saja yang sudah diniatkan untuk dana tabarru' (sumbangan) yang tidak dapat diambil.
Setidaknya, ada manfaat yang bisa diambil kaum muslimin dengan terlibat dalam asuransi
syari'ah, di antaranya bisa menjadi alternatif perlindungan yang sesuai dengan hukum Islam.
Produk ini juga bisa menjadi pilihan bagi pemeluk agama lain yang memandang konsep
syari'ah lebih adil bagi mereka. Karena syari'ah merupakan sebuah prinsip yang bersifat
universal.
1. Melalui tabungan mudarabah dan deposito mudharabah, para penabung akan memperoleh
bagi hasil dengan pihak bank Islam, sehingga pengelola modal keuntungan bagi hasil ini
sifatnya halal Karena bukan riba.
2. Anggota masyarakat yang memenuhi persyaratan-persyaratan dapat meminjam uang dari
bank Islam untuk modal usaha. Sedangkan keuntungan dibagi untuk yang menjalankan
modal.
3. Muslim/muslimah yang ingin menunaikan ibadah haji, bisa menabung di bank Islam,
melalui bank haji mudarabah dengan mendapatkan tambahan keuntungan dari tabungan haji
mudarabahNya.
4. Para penderita bencana alam, bisa saja memperoleh bantuan dari bank Islam.
5. Mengenai manfaan asuransi, antara lain mengurangi pengangguran. Sedangkan
keuntungan para peserta asuransi akan memperoleh bantuan dana, ketika mengalami
musibah.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Muamalah adalah Hukum Islam yang berkaitan dengan hak dan harta yang muncul dari transaksi
antara seseorang dengan orang lain , atau antara seseorang dengan badan hukum , atau antara
badan hukum yang satu dengan badan hukum yang lainnya.
B. Penutup
Demikian makalah sederhana ini kami susun. Terima kasih atas antusias dari pembaca
yang telah sudi menelaah dan mengimplementasikan isi makalah ini, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca untuk memberikan saran dan kritik konstruktif
kepada penulis demi kesempurnaan makalah ini dan makalah di kesempatan berikutnya yang
akan membawa kepada suatu kebenaran.Semoga makalah ini berguna bagi kelompok kita pada
khususnya juga para pembaca yang dirahmati Allah Azza wa Jalla. Amiin
DAFTAR PUSTAKA