Anda di halaman 1dari 17

JUAL BELI

(Pengertian, Macam-macam dan prinsip-prinsipnya)

Dosen pengampu: Hj. Andi Darna, S.HI., M.H

Makalah Ini Diajukan untuk memenuhi salah-satu tugas dari mata kuliah
Fikih Muamalah, program studi Hukum Tata Negara (HTN) kelompok 1
Fakultas Syariah dan Hukum Islam semester 4

Oleh:

Fatwa
NIM : 742352021022

Rian Anugrah
NIM : 742352021011

INSTITUT AGAMA ISMA NEGERI (IAIN) BONE

2022-2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis senantiasa tercurah atas kehadirat Allah Subhana Wa
Ta ’ala sehingga makalah ini dapat terselesaikan sebagaimana waktu yang telah di
tetapkan. Sholawat dan salam juga kepada Nabiullah Muhammad Shallallahu Alaihi
Wasallam, sebagai revolusioner sejati yang mengajarkan ilmu serta menebarkan kasih
sayang di muka bumi ini hingga akhir zaman.

Makalah ini disusun guna memenuhi salah-satu tugas kelompok pada mata
kuliah Fikih Muamalah. Ucapan terima kasih kepada dosen pengajar, Ibu Hj. Andi
Darna, S. HI., M. H. atas penjabaran materi dalam perkuliahan ini. Sebagaimana
kebenaran datangnya dari Allah dan kesalahan datang dari diri pribadi penulis, oleh
karena kritik maupun saran dari pembaca yang budiman merupakan solusi yang
dibutuhkan penulis untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Bone, 10 April 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan masalah ............................................................................. 2
C. Tujuan............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3
A. Pengertian jual beli........................................................................... 3
B. Macam-macam jual beli ................................................................... 4
C. Prinsip-prinsip jual beli .................................................................... 8
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 12
A. Kesimpulan ...................................................................................... 12
B. Saran ................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang
mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, dimana pihak yang
satu menerima benda-benda dan pihak lain menerima sesuai dengan perjanjian
atau ketentuan yang telah dibenarkan secara syara’ dan disepakati. Sesuai dengan
ketetapan hukum maksudnya ialah memenuhi persyaratan, rukun-rukun dan hal-
hal lain yang ada kaitannya dengan jual beli, sehingga bila syarat-syarat dan
rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara’.

Kehidupan bermuamalah memberikan gambaran mengenai kebijakan


perekonomian. Banyak dalam kehidupan sehari-hari masyarakat memenuhi
kehidupannya dengan cara berbisnis. Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu
organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya
untuk mendapatkan laba.

Suatu akad jual beli di katakan sebagai jual beli yang sah apabila jual beli
Itu disyariatkan, memenuhi rukun dan syarat sah yang di tentukan, bukan milik
Orang lain, tidak tergantung pada hak khiyar. Sebaliknya jual beli di katakan
batal apabila salah satu rukun atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual
beli itu pada dasarnya tidak disyariatkan, seperti jual beli yang di lakukan anak
kecil, orang gila, atau barang yang di jual itu barang-barang yang di haramkan
oleh syara’, seperti bangkai, darah, babi, dan khamar.4 Akan tetapi, dewasa ini,
masyarakat melakukan transaksi jual beli dengan menghalalkan segala cara
hanya untuk meraup keuntungan yang besar tanpa memperhatikan apakah

1
transaksi jual beli yang diakukannya sudah sesuai apa yang telah disyariatkan
atau tidak.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian jual beli?
2. Apa macam-macam jual beli?
3. Bagaimana prinsip-prinsip jual beli?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian jual beli.
2. Mengetahui macam-macam jual beli.
3. Mengetahui bagaimana prinsip-prinsip jual beli.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian jual beli
Secara etimologis, Jual beli berarti menukar harta dengan harta. Adapun
secara terminologi adalah transaksi penukaran selain dengan fasilitas dan
kenikmatan. Menurut syara' jual beli adalah pertukaran harta atas dasar suka
sama suka. Dengan demikian perkataan jual beli menunjukkan adanya perbuatan
dalam satu kegiatan, yaitu pihak penjual dan pembeli. Maka dalam hal ini
terjadilah transaksi jualbeli yang mendatangkan akibat hukum, Jual beli dalam
Islam telah ditentukan baik berdasarkan Al-Qur'an maupun As-Sunnah.

Landasan al-Qur'an dalam firman Allah surat al-Baqarah ayat 275:

Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri


melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang- orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya. Orang yang
mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya.”

Secara bahasa, al ba'i (jual beli) berarti pertukaran sesuatu dengan


sesuatu. Secara istilah, menurut madzhab Hanafiyah, jual beli pertukaran harta
(mal) dengan harta dengan menggunakan cara tertentu. Pertukaran harta dengan
harta disini, diartikan harta yang memiliki manfaat serta terdapat kecenderungan
manusia untuk menggunakannya, cara tertentu yang dimaksud adalah sighat atau
ungkapan atau ijab dan qabul. Setiap orang mendapatkan rezeki atau kemudahan

3
yang berbeda-beda. Dan apabila sudah menjadi milik orang, maka itu tidak boleh
direbut atau diambil kecuali dengan transaksi yang dibenarkan syari'at.
Khususnya yang terkait dengan pengelolaan dana (harta). Akad atau transaksi itu
sangat penting. Karena transaksi inilah yang mengatur hubungan antara dua
belah pihak yang melakukan transaksi sejak akad dimulai sampai masa
berlakunya habis.

Dan Jual beli juga merupakan akad yang umum digunakan oleh
masyarakat untuk melakukan transaksi, karena dalam setiap pemenuhan
kebutuhannya, masyarakat tidak bisa berpaling atau meninggalkan akad, yang
dimana untuk mendapatkan makanan dan minuman. Misalnya, terkadang ia tidak
mampu untuk memenuhi kebutuhan itu dengan sendirinya, tapi akan
membutuhkan dan berhubungan dengan orang lain, sehingga kemungkinan besar
akan terbentuk akad jual-beli. Sehingga jika ada orang yang mengikat dirinya
dengan transaksi yang harus dilaksanakan saat itu juga atau beberapa waktu
berikutnya. Namun belum diketahui secara pasti bagaimana pemikiran untuk
mengadakan transaksi itu muncul dan faktor dominan yang melatar belakangi
mereka untuk melakukan transaksi yang pasti.

Dan perniagaan merupakan perantaraan ekonomi Islam yang paling


menonjol karena meliputi berbagai aktivitas bisnis lainnya, diantara perubahan
atau sewa menyewa barang dan jasa (ijarah), kerja sama manusia (syarikat), dan
penata ekonomi lain yang merupakan bentuk usaha manusia dalam mencari
nafkah. Untuk menjamin keselarasan dan keharmonisan di dunia perdagangan,
dibutuhkan kaidah, patokan, atau norma yang mengatur hubungan manusia dalam
perniagaan.

B. Macam-macam jual beli


Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau dari segi hukumnya, jual
beli ada dua macam, jual beli yang sah menurut hukum dan jual beli yang batal

4
menurut hukum, dari segi objek jual beli dan segi pelaku jual beli Ditinjau dari segi
benda yang dijadikan objek jual beli dapat diketahui:

1. Jual beli benda yang kelihatan.

Pada waktu melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjual
belikan ada didepan penjual dan pembeli. Hal ini lazim dilakukan masyarakat
banyak dan boleh dilakukan, seperti membeli beras dipasar.

2. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji.

Adalah jual beli salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang,


salam adalah untuk jual beli yang tidak tunai (kontan), salam pada awalnya
meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu,
maksudnya adalah perjanjian yang penyerahan barang- barangnya ditangguhkan
hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad.

Dalam salam berlaku semua syarat jual beli dan syarat-syarat


tambahannya seperti berikut ini:

a) Ketika melakukan akad salam, disebutkan sifat-sifatnya yang mungkin


dijangkau oleh pembeli, baik berupa barang yang dapat ditakar ditimbang,
maupun diukur.
b) Dalam akad harus disebutkan segala sesuatu yang bisa mempertinggi dan
memperendah harga barang itu, umpamanya benda tersebut berupa kapas,
sebutkan jenis kapas nomor satu, nomor dua, dan seterusnya. Kalau kain
sebutkan jenis kainnya. Pada intinya sebutkan semua identitas yang
dikenal oleh orang-orang yang ahli di bidang ini yang menyangkut
kualitas barang tertentu.
c) Barang yang akan diserahkan hendaknya barang yang bisa didapatkan
dipasar.
d) Harga hendaknya harus dipegang ditempat akad berlangsung.

5
3. Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat.

Adalah jual beli yang dilarang oleh agama Islam karena barangnya tidak
tentu atau masih gelap sehingga di khawatirkan barang tersebut diperoleh dari
curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah satu
pihak.

Ditinjau dari segi pelaku akad (subjek), jual beli terbagi menjadi tiga
bagian, dengan lisan, dengan perantara, dan dengan perbuatan.

Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad yang dilakukan
kebanyakan orang. Sedangkan bagi orang bisu digantikan dengan isyarat karena
isyarat merupakan pembawaan alami dalam menampakkan kehendak. Hal yang
dipandang dalam akad adalah maksud atau kehendak dan pengertian, bukan
pembicaraan dan pernyataan.

Jual beli dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal dengan


istilah mu’athah yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab dan qabul,
seperti seseorang yang mengambil rokok yang sudah bertuliskan label harganya,
dibandrol oleh penjual dan kemudian diberikan uang pembayaran kepada penjual.
Jual beli dengan demikian dilakukan tanpa sighat ijab qabul antara penjual dan
pembeli, menurut sebagian syafi’iyah lainnya, seperti Imam Nawawi
membolehkan jual beli barang kebutuhan sehari-hari dengan cara yang demikian,
yakni tanpa ijab kabul terlebih dahulu.

Selain pembelian di atas, jual beli ada yang dibolehkan dan ada yang
dilarang, jual beli yang dilarang juga ada yang batal ada pula yang terlarang tetapi
sah.

Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagai berikut:

6
1. Barang yang dihukumkan najis oleh agama, seperti anjing, babi, berhala,
bangkai, dan khamar.
2. Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan
dan betina agar dapat memperoleh keturunan.
3. Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya. Jual beli
seperti ini dilarang karena, barangnya belum ada dan tidak tampak
4. Jual beli dengan mukhadarak, yaitu menjual buah-buahan yang belum
pantas untuk dipanen, seperti menjual buah rambutan yang masih hijau,
mangga yang masih kecil dan yang lainnya. Hal ini dilarang karena masih
samar, dalam artian mungkin saja buah itu jatuh tertiup angin kencang
atau yang lainnya sebelum diambil oleh pembeli.
5. Jual beli dengan muhagallah, berarti tanah, sawah, dan kebun. Maksud
muhaqallah disini adalah menjual tanaman-tanaman yang masih diladang
atau disawah. Hal ini dilarang agama sebab ada persangkaan riba
didalamnya.
6. Jual beli dengan muammasah, yaitu jual beli secara sentuh menyentuh
7. Jual beli dengan munabazah, yaitu jual beli secara lempar melempar.
Seperti orang berkata” lemparkan kepadaku apa yang ada padamu, nanti.
kulempar pula apa yang ada padaku”.

Ada beberapa jual beli yang dilarang oleh agama, tetapi sah hukumnya,
tetapi orang yang melakukannya itu mendapat dosa. Jual beli tersebut antara lain:

a. Menemui orang desa sebelum mereka masuk ke pasar untuk membeli


benda-bendanya sebelum dengan harga semurah-murahnya, sebelum
mereka tau harga pasaran, kemudian ia jual dengan harga setinggi-
tingginya.
b. Menawar barang yang sedang ditawar oleh orang lain.

7
c. Jual beli dengan najasyi, seorang menambah atau melebihi harga
temannya dengan maksud memancing-mancing agar orang itu mau
membeli barang kawannya.

C. Prinsip-prinsip jual beli


1. Prinsip keadilan

Menurut Islam adil merupakan norma paling utama dalam seluruh aspek
perekonomian. Kebalikan sikap adil adalah Zalim, yaitu sifat yang dilarang Allah
pada dirinya. Allah menyukai orang yang bersikap adil dan sangat memusuhi
kezaliman, bahkan melaknatnya “Ingatlah kutukan Allah (ditimpakan) atas
orang-orang yang zalim (QS. Al-hadid: 18).

Salah satu ciri keadilan adalah tidak memaksa manusia membeli barang
dengan harga tertentu, tidak boleh ada monopoli, tidak boleh ada permainan
harga, serta tidak boleh ada cengkeraman orang yang bermodal kuat terhadap
orang kecil yang lemah.

Secara umum ketentuan Al-quran yang ada keterkaitannya dengan jual


beli yang adil, tidak adanya penindasan dan dilarangnya kebencian terhadap suatu
etnis membuat seseorang tidak adil. Karena prinsip jual beli yang adil ini
merupakan ciri-ciri organisasi yang bertakwa.

Sesuai dengan firman Allah SWT:

Artinya: hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-


orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan
adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong
kamu untuk tidak berlaku adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan (Al- Maidah[5]:8).

8
2. Suka sama suka

Prinsip ini merupakan kelanjutan dari asas pemerataan, asas ini


menyatakan bahwa setiap bentuk muamalah antar individu atau antar pihak harus
berdasarkan kerelaan masing-masing, kerelaan disini dapat berarti kerelaan
melakukan suatu bentuk muamalat, maupun kerelaan dalam menerima atau
menyerahkan harta yang dijadikan objek dalam bentuk muamalat lainnya.

“Jual beli itu sah hanya dengan suka sama suka” (HR. Ibnu majah).

3. Bersikap benar, amanah, dan jujur.


a. Benar

Benar adalah merupakan ciri utama orang mukmin, bahkan ciri pada
Nabi. Tanpa kebenaran, agama tidak akan tegak dan tidak akan stabil.
Bencana terbesar di dalam pasar saat ini adalah meluasnya tindakan dusta dan
bathil, misalnya berbohong dalam mempromosikan barang dan menetapkan
harga, oleh sebab itu salah satu karakter pedagang yang penting dan diridhai
oleh Allah ialah kebenaran. Karena kebenaran mendatangkan berkah bagi
penjual maupun pembeli, jika keduanya bersikap benar dan mau menjelaskan
kekurangan barang yang diperdagangkan maka keduanya mendapatkan
berkah dari jual belinya. Namun jika keduanya saling menutupi aib barang
dagangan itu dan berbohong, maka jika mereka mendapat laba, hilanglah
berkah jual beli itu.

b. Amanah

Maksud amanat adalah mengembalikan hak apa saja kepada


pemiliknya, tidak mengambil sesuatu melebihi haknya dan tidak mengurangi
hak orang lain, baik berupa harga atau upah.

Dalam berdagang dikenal dengan istilah” menjual dengan amanat”


seperti menjual Murabbahah “maksudnya, penjual menjelaskan ciri-ciri,

9
kualitas dan harga barang dagangan kepada pembeli tanpa melebih-
lebihkannya.

Di dalam hadis Qudsi, Allah berfirman: “ Aku adalah yang ketiga dari
dua orang berserikat, selama salah satu dari keduanya tidak menghianati
temannya. Apabila salah satu dari keduanya berkhianat, aku keluar dari
mereka.

c. Jujur (setia)

Selain benar dan amanat, seorang pedagang harus berlaku jujur,


dilandasi agar orang lain mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan
sebagaimana ia menginginkannya dengan menjelaskan cacar dagangnya yang
dia ketahui dan yang tidak terlihat oleh pembeli. Salah-satu sifat curang
adalah melipatkan gandakan harga terhadap orang yang tidak mengetahui
harga pasaran. Pedagang mengelabui pembeli dengan menetapkan harga
diatas harga pasaran.

d. Tidak mubazir (boros)

Islam mewajibkan setiap orang membelanjakan harta miliknya untuk


memenuhi kebutuhan diri pribadinya dan keluarganya serta menafkahkannya
dijalan Allah dengan kata lain, Islam adalah agama yang memerangi kekikiran
dan kebatilan. Islam melarang tindakan mubazir karena Islam mengajarkan
agar konsumen bersikap sederhana.

Harta yang mereka gunakan akan dipertanggung jawabkan di hari


perhitungan, seperti dikatakan oleh Nabi saw," Tidak beranjak kaki seorang
pada hari kiamat, kecuali setelah ditanya empat hal, tentang hartanya, dari
mana diperolehnya, dan kemana di belanjakannya?

Seorang muslim dilarang memperoleh harta dijalan haram, ia juga


dilarang membelanjakan hartanya dalam hal-hal yang diharamkan. Ia juga

10
tidak dibenarkan membelanjakan uangnya dijalan yang halal dengan melebihi
batas kewajaran. Islam membenarkan pengikutnya menikmati kebaikan dunia,
dan memperhatikan prinsip" merenggangkan ikat pinggang." dan
mengutamakan kesederhanaan, tidak melewati batas kewajaran. Hal ini telah
dijelaskan dalam Q.S Al-Maidah ayat 87.

e. Prinsip kasih sayang

Kasih sayang dijadikan lambang dari risalah. Saw, dan Nabi sendiri
menyikapi dirinya dengan kasih sayang beliau berkata “Saya adalah seorang
yang pengasih dan mendapat petunjuk”. Islam mewajibkan mengasih sayangi
manusia dan seorang pedagang jangan hendaknya perhatian umatnya dan
tujuan usahanya untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.

11
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Secara bahasa, al ba'i (jual beli) berarti pertukaran sesuatu dengan


sesuatu. Secara istilah, menurut madzhab Hanafiyah, jual beli pertukaran harta
(mal) dengan harta dengan menggunakan cara tertentu. Pertukaran harta dengan
harta disini, diartikan harta yang memiliki manfaat serta terdapat kecenderungan
manusia untuk menggunakannya, cara tertentu yang dimaksud adalah sighat atau
ungkapan atau ijab dan qabul. Setiap orang mendapatkan rezeki atau kemudahan
yang berbeda-beda. Dan apabila sudah menjadi milik orang, maka itu tidak boleh
direbut atau diambil kecuali dengan transaksi yang dibenarkan syari'at.
Khususnya yang terkait dengan pengelolaan dana (harta). Akad atau transaksi itu
sangat penting. Karena transaksi inilah yang mengatur hubungan antara dua
belah pihak yang melakukan transaksi sejak akad dimulai sampai masa
berlakunya habis.

Macam-macam jual beli juga dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau
dari segi hukumnya, jual beli ada dua macam, jual beli yang sah menurut hukum
dan jual beli yang batal menurut hukum, dari segi objek jual beli dan segi pelaku
jual beli Ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek jual beli dapat diketahui:

1. Jual beli benda yang dapat dilihat.


2. Jual beli yang disebutkan sifatnya dalam sebuah janji.
3. Jual beli barang yang tidak dapat dilihat.

Jual beli juga memiliki beberapa prinsip diantaranya:

1. Prinsip keadilan
2. Suka sama suka
3. Bersikap benar dan jujur.

12
B. Saran
Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini, masih
terdapat begitu banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran dari pembaca
sangat diharapkan guna memperbaiki cara pembuatan makalah dimasa yang akan
datang.

13
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.uin- suska.ac.id/7021/4/BAB 111.pdf.

Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002), h. 69.

M Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo,
2004) edisi 1, cet ke 2, h. 118
https://pengusahamuslim.com/1061-prinsip-jual-beli-dalam-ajaran-islam.html.

14

Anda mungkin juga menyukai