Anda di halaman 1dari 12

JUAL BELI MENURUT FIQIH MU'AMALAH

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Fiqih Mu'amalah

Dosen Pengampu : Wahyudi S.HI

Disusun Oleh :

GARNIS NURSEHA PAI2131572021004

SILVI PAI2131572021008

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-MAS’UDIYAH (STAIMAS)

SUKABUMI

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur hanya milik Allah SWT., yang telah melimpahkan Rahmat dan
Hidayah-Nya, sholawat dan salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW., dan semoga tersampaikan kepada keluarga juga para
sahabatnya. Alhamdulillah Berkat Rahmat dan Hidayah Allah SWT., kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “JUAL BELI MENURUT FIQIH
MU'AMALAH”.

Dengan dibuatnya makalah ini, kami berharap dapat lebih memahami secara
mendalam tentang materi FIQIH MU'AMALAH. Kami menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ataupun
penyusunan makalah selanjutnya.
Akhir kata, kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing dan
teman-teman, semoga Allah SWT selalu mencurahkan keberkahan kepada kita
semua.

Sukabumi, 27 September 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang .............................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3

A. Pengertian Jual Beli ...................................................................... 3


B. Dasar Hukum Jual Beli .................................................................. 4
C. Rukun dan Syarat Jual Beli …………………………….………..4
D. Bentuk Jual Beli………………………………………………….5
E. Jual Beli melalui Media internet………………………………....7

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 8

A. Simpulan ........................................................................................ 8

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 9


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang
mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, dimana pihak yang
satu menerima benda-benda dan pihak lain menerima sesuai dengan perjanjian
atau ketentuan yang telah dibenarkan secara syara’ dan disepakati. Sesuai
dengan ketetapan hukum maksudnya ialah memenuhi persyaratan, rukun-rukun
dan hal-hal lain yang ada kaitanya dengan jual beli, sehingga bila syarat-syarat
dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara’.

Jual beli merupakan akad yang sangat umum digunakan oleh masyarakat,
karena dalam setiap pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya, masyarakat tidak bisa
berpaling untuk meninggalkan akad ini. Dari akad jual beli ini masyarakat dapat
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti kebutuhan pokok (primer),
kebutuhan tambahan (sekunder) dan kebutuhan tersier. Kehidupan bermuamalah
memberikan gambaran mengenai kebijakan perekonomian. Banyak dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat memenuhi kehidupannya dengan cara
berbisnis.

Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang
atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya untuk mendapatkan laba. Suatu
akad jual beli di katakan sebagai jual beli yang sah apabila jual beli itu
disyariatkan, memenuhi rukun dan syarat sah yang di tentukan, bukan milik
orang lain, tidak tergantung pada hak khiyar.

Sebaliknya jual beli di katakan batal apabila salah satu rukun atau seluruh
rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli itu pada dasarnya tidak disyariatkan,
seperti jual beli yang di lakukan anak kecil, orang gila, atau barang yang di jual
itu barang-barang yang di haramkan oleh syara’, seperti bangkai, darah, babi,
dan khamar. Akan tetapi, dewasa ini, masyarakat melakukan transaksi jual beli
dengan menghalalkan segala cara hanya untuk meraup keuntungan yang besar
tanpa memperhatikan apakah transaksi jual beli yang diakukannya sudah sesuai
apa yang telah disyariatkan atau tidak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Jual Beli menurut Fiqih Mu'amalah?
2. Apa Dasar Hukum dari Jual Beli?
3. Apa saja Rukun dan Syarat Jual Beli ?
4. Apa saja Bentuk Jual Beli?
5. Bagaimana Jual Beli melalui Media Internet?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui maksud dari Jual Beli.
2. Untuk mengetahui Dasar Hukum Jual Beli.
3. Untuk mengetahui Rukun dan Syarat Jual Beli.
4. Untuk mengetahui Bentuk Jual Beli.
5. Untuk mengetahui Hukum Jual Beli melalui media Internet.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Jual Beli

Ba'i atau jual beli menurut Syaid Sabiq secara bahasa adalah al-muadalah,
yaitu saling bertukar. Sedangkan secara istilah, adalah saling bertukar harta
dengan harta lain dengan jalan saling ridha atau berpindahnya kepemilikan
dengan cara saling tukar dengan jalan saling mengizinkan. Jual beli juga adalah
proses pemindahan hak milik barang atau harta kepada pihak lain dengan
menggunakan uang sebagai alat tukarnya. Para ulama berbeda pendapat dalam
mendeskrifsikannya, antara lain:

Menurut madzhab hanafiyah jual beli adalah penukaran harta dengan harta
dengan menggunakan cara tertentu, penukaran harta dengan harta disini
diartikan harta yang memiliki manfaat serta terdapat kecendrungan manusia
untuk menggunakannya, cara tertentu yang dimaksud adalah shigat atau
ungkapan ijab dan qobul.

Menurut Imam Nawawi dalam Al-majmu, jual beli adalah penukaran harta
dengan harta untuk kepemilikan.

Inti dari beberapa pengertian tersebut dapat di simpulkan bahwa jual beli
dilakukan oleh dua orang yang saling melakukan tukar menukar dan tukar
menukar tersebut atas suatu barang atau sesuatu yang dihukumi seperti barang,
yakni kemanfaatan dari kedua belah pihak. Sesuatu yang tidak berupa barang
atau harta sepertinya tidak sah untuk diperjualbelikan. Tukar menukar tersebut
hukumnya tetap berlaku selama kedua belah pihak mengadakan ketetapan jual
beli dengan kepemilikan abadi.
B. Dasar Hukum Jual Beli

Jual beli merupakan akad yang diperbolehkan, hal ini berlandaskan atas
dalil-dalil yang terdapat dalam Al Qur’an , Al-hadits ataupun Ijma’ ulama. Di
antara dalil ( landasan syariah) yang memperbolehkan praktik akad jual beli
adalah sebagai berikut:

‫َواَ َح َّل هللاُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم الربَوا‬

“......dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba....”


(Q.S Wl-Baqarah : 275)

Hukum jual beli ada 4 macam :

1. Mubah (boleh), merupakan hukum asal jual beli.


2. Wajib, apabila jual beli merupakan keharusan. Misalnya menjual barang
untuk bayar hutang.
3. Sunnah, misalnya menjual barang kepada sahabat atau orang yang sangat
memerlukan barang yang dijual.
4. Haram, misalnya menjual barang yang dilarang untuk diperjualbelikan.

C. Rukun dan Syarat Jual Beli

Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual
beli itu dapat dikatakan sah menurut syara’.

1. Rukun jual beli


a. Adanya ‘aqid yaitu penjual dan pembeli.
b. Adanya ma’qud ‘alaih yaitu adanya harta (uang) dan barang yang
dijual.
c. Adanya shiqat yaitu adanya ijab dan qobul.
d. Ada nilai tukar pengganti barang.
2. Syarat-syarat jual beli
a. Syarat orang yang berakad
• Berakal.
• Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda, tidak
sekaligus menjadi penjual atau pembeli.
b. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ijab dan Kabul
• Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal.
• Kabul sesuai dengan ijab.
• Ijab dan Kabul dilakukan dalam satu majelis.
c. Syarat barang yang diperjualbelikan
• Barang yang dijual ada atau tidak ada ditempat.
• Barang yang dijual memiliki manfaat.
• Barang yang dijual adalah milik penjual atau milik orang lain yang
dipercayakan kepadanya untuk dijual.
• Barang yang dijual dapat diserahterimakan sehingga tidak terjadi
penipuan dalam jual beli.
• Barang yang dijual dapat diketahui dengan jelas baik ukuran,
bentuk, sifat dan bentuknya oleh penjual dan pembeli.
d. Syarat sah nilai tukar (harga barang)
• Kabul harus sesuai dengan ijab.
• Ada kesepakatan antara ijab dengan kabul pada barang yang
ditentukan mengenai ukuran dan harganya.
• Akad tidak dikaitkan dengan sesuatu yang tidak ada hubungannya
dengan akad.
• Akad tidak boleh berselang lama.
D. Bentuk Jual Beli

Ada dua bentuk jual beli dalam islam, yaitu jual beli yang shahih dan yang
terlarang :

1. Jual beli yang shahih (sah)

Dikatakan sahih apabila jual beli ini disyariatkan, memenuhi rukun dan
syarat yang ditentukan, bukan milik oranglain ,tidak tergantung pada hak
khiyar lagi. Jual beli yang diperbolehkan dalam Islam adalah:
a. Telah memenuhi rukun dan syarat dalam jual beli.
b. Jenis barang yang dijual halal.
c. Jenis barangnya suci.
d. Barang yang dijual memiliki manfaat.
e. Atas dasar suka sama suka bukan karena paksaan.
f. Saling menguntungkan.
2. Jual beli yang terlarang
a. Jual beli gharar, adalah jual beli yang mengandung unsur penipuan,
dan penghianatan.
b. Jual beli mulaqih, adalah jual beli dimana barang yang dijual berupa
hewan yang masih dalam bibit jantan sebelum bersetubuh dengan
betina.
c. Jual beli mudhamin, adalah jual beli hewan yang masih dalam perut
induknya.
d. Jual beli muhaqolah, adalah jual belibuah-buahan yang masih ada
ditangkainya dan belum layak untuk dia makan.
e. Jual beli munabadzah ,adalah tukar menukar kurma basah dengan
kurma kering dan tukar menukar anggur basah dan anggur kering
dengan menggunakan alat tukar takaran.
f. Jual beli mukhabarah, adalah muamalah dengan penggunaan tanah
dengan imbalan bagian dari apa yang dihasilkan oleh tanah tersebut.
g. Jual beli shubrah, adalah jual beli barang yang ditumpuk yang mana
bagian luar terlihat lebih baik dari bagian dalam.
h. Jual beli orang kota dan desa, adalah orang kota yang sudah tahu
harga pasaran menjual barangnya pada orang desa yang baru datang
dan belum mengetahui harga pasaran.

E. Jual Beli melalui Media Internet

Transaksi pada umumnya dilakukan dengan hadirnya dua orang penjual


dan pembeli, dan adanya kerelaan kedua belah pihak yang dibuktikan dengan
ijab dari penjual dan kabul dari pembeli. Seiring perkembangan teknologi,
terdapat beberapa alat yang bisa digunakan dari jarak jauh seperti jual beli
melalui internet.

Transaksi ini diperbolehkan asalkan syarat-syaratnya terpenuhi, Adapun


syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :

1. Adanya kejelasan kejelasan tentang siapa-siapa pihak yang


mengadakan transaksi supaya tidak ada salah sangka, dari salah satu
pihak.
2. Bisa dipastikan bahwa alat-alat yang digunakan memang sedang
dipakai oleh orang yang dimaksudkan.
3. Pihak yang mengeluarkan ijab (pihak pertama, pihak penjual) tidak
membatalkan transaksi sebelum sampainya kabul dari pihak kedua.

BAB III

PENUTUP
A. Simpulan

Jual beli adalah saling bertukar harta dengan harta lain dengan jalan saling
ridha atau berpindahnya kepemilikan dengan cara saling tukar dengan jalan
saling mengizinkan. Jual beli juga adalah proses pemindahan hak milik barang
atau harta kepada pihak lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya.

Dasar hukum jual beli terdapat dalam Al-qur’an, Al-hadits dan ijma ulama.
Salah satunya dalam Q.S Al-baqarah ayat 275. Sedangkanhukum jual beli
terbagi menjadi empat, diantaranya mubah, wajib, sunnah dan haram.

Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual
beli itu dapat dikatakan sah menurut syara’. Rukun jual beli yaitu adanya ‘aqid,
adanya ma’qud ‘alaih, adanya shiqat dan ada nilai tukar pengganti barang.
Sedangkan syarat-syarat jual beli yaitu berakal dan yang melakukan akad itu
adalah orang yang berbeda, tidak sekaligus menjadi penjual atau pembeli.

Bentuk jual beli terbagi menjadi dua, yaitu jual beli yang shahih (sah) dan
jual beli yang terlarang. Adapun jual beli melalui media internet diperbolehkan
selama memenuhi syarat sebagai berikut, adanya kejelasan kejelasan tentang
siapa-siapa pihak yang mengadakan transaksi supaya tidak ada salah sangka,
dari salah satu pihak dan bisa dipastikan bahwa alat-alat yang digunakan
memang sedang dipakai oleh orang yang dimaksudkan juga pihak yang
mengeluarkan ijab (pihak pertama, pihak penjual) tidak membatalkan transaksi
sebelum sampainya kabul dari pihak kedua.

DAFTAR PUSTAKA

Imran,Ali.2011.Fikih,Taharah,Ibadah,Muamalah.Bandung:CV.Media Perintis
https://id.wikipedia.org/wiki/Gharar

wardimuslich,Drs.HAhmag,2010,fiqihmuamalah,Jakarta:AMZA

http://errozzelharb.wordpress.com/2010/01/23/jual-beli-dalam-perspektif-
islam/

Anda mungkin juga menyukai