Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Teori Jual Beli

Di Ajukan Guna Memenuhi Tugas Dalam Mata Kuliah

FIQIH MUAMALAH

Dosen Pengampu : Umi Salamah, S.H.I, M.Pd

Disusun Oleh :

Nanda Ilham Mustofa : 2112310008

Agung Hendra Saputra: 2112310015

PROGRAM STUDY MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL –MUBAROK

BANDAR MATARAM LAMPUNG TENGAH

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena telah terselesaikannya
makalah yang berjudul ”FIQIH MUAMALAH” untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengantar Studi Islam.Serta sholawat yang selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Agung
Muhammad Saw, nabi yang selalu dinantikan syafa’ah nya di yaumil kiyamah.

Penulis juga sangat berterima kasih kepada kedua orang tua yang selalu mendo’akan
dan kepada segenap Dosen yang telah membimbing penulis dalam pembuatan dalam
makalah ini. Serta kepada teman-teman satu almamater yang selalu mendukung dalam
penulisan makalah ini.

Uman Agung, 23 Mei 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii

BAB 1 ........................................................................................................................................iii

PENDAHULUAN ....................................................................................................................iiii

A. Latar Belakang ..........................................................................................................1


B. Rumusan Masalah .....................................................................................................2
C. Tujuan Masalah .........................................................................................................3

BAB 2 .........................................................................................................................................4

PEMBAHASAN ........................................................................................................................5

A. Definisi Jual Beli .............................................................................................................6


B. Landasan Syari’ah Dalam Jual Beli.................................................................................7
C. Rukun Jual Beli................................................................................................................8
D. Syarat Jual Beli : In’ iqad,Nafadz,Syarat Sah Dan luzum...............................................9

BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan.....................................................................................................................10

Daftar Pusaka............................................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang mempunyai nilai
secara sukarela diantara kedua belah pihak, Diana pihak yang satu menerima benda-benda
dari pihak lain menerima sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan
secara syara’ dan disepakati. Sesuai dengan ketetapan hukum maksudnya ialah memenuhi
persyaratan ,rukun-rukun dal hal-hal lain yang ada kaitannya dengan jual beli, sehingga bila
syarat-syarat dan rukunya tidak terpenuhi berarti tidsk sesuai dengan kehendak syara’.

Jual beli merupakan akad yang sangant umum digunakan oleh masyarakat, karena dalam
setiap pemenuhan kebutuhan-kebutuhan, masyarakat tidak bias berpaling meninggalkan akad
ini. Dari akad jual beli ini masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti
kebutuhan {primer}, kebutuhan tambahan {sekunder} dan kebutuhan {tersier}

Kehidupan bermuamalah memberikan gambaran mengenai kebijakan perekonomian.


Banyak dalam kehidupan sehari-hari masyarakat memenuhi kehidupannya dengan cara
berbisnis. Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa
kepada konsumen atau bisnis lainnya untuk mendapatkan laba.

1
B. RUMUSAN MASALAH

1. Definisi Jual Beli


2. Landasan Syari’ah Dalam Jual Beli
3. Rukun Jual Beli
4. Syarat Jual Beli : In’iqad,Nafadz,Syarat Sah Dan Luzum

C. TUJUAN

1. Untuk Mengetahui Definisi Jual Beli


2. Untuk Mengetahui Landasan Syari’ah Dalam Jual Beli
3. Untuk Mengetahiu Rukun Jual Beli
4. Untuk Mengetahui Syarat-syarat Dalam Jual Beli

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Jual Beli

Secara bahasa,Jual beli atau al-ba.iu berarti muqalabatu syai’im bil syai;in Artinya
adalah menukar dengan dengan sesuatu.Jadi jual beli adalah si penjual yang memberikan
barang yang dijualnya sedangkan si pembeli memberikan sejumlah uang yang seharga
dengan barang tersebut.

Menurut Rachmat Syafei, secara etimologi jual beli dapat diartikan sebagai pertukaran
sesuatu dengan sesuatu {yang lain}. Namun secara etimologi, para ulama berbeda pendapat
dalam mendefinisikan jual beli tersebut diantaranya :

1. Menurut ulama Hanafiyah, jual beli adalah pertukaran harta {benda}dengan harta
berdasarkan cara khusus{ yang dibolehkan}
2. Menurut Imam Nawawi, dalam al majmu yang dimaksud dengan jual beli adalah
pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan .
3. Menurut Ibnu Qudama,dalam kitab al mughni, yang di maksud dengan jual beli
adalah pertukaran harta dengan harta,umtuk saling menjadi milik.

Jadi menurut beberapa ulama di atas bahwa jual beli adalah tukar menukar barang dengan
maksud untuk saling memiliki. Jual beli adalah tukar menukar barang,hal ini di praktikan
oleh masyarakat primitive ketika uang belum di gunakan sebagai alat tukar menukar
barang,yaitu dengan system barter yang dalam terminologi fikih di sebut dengan bai’al-
muqqayyadah. Jadi jual beli adalah transaksi yang sejak lama di lakukan oleh masyarakat kita
bahkan nenek moyang kita.

Sedangkan menurut kamus bahasa arab ba’a, yabi’un,baian artinya menjual ,artinya
memperjual belikan barang. Secara bahasa,kata bai’ berarti pertukaran secara mutlak. Masing
masing dari kata bai’ digunakan untuk menunjuk sesuatu yang di tunjuk oleh yang lain. Dan,
keduanya adalah kata-kata yang memiliki dua makna atau lebih dengan makna –makna yang
Saling bertentangan.

Jual beli adalah akad mu’awadhah, yakni akad yang di lakukan oleh dua pihak,di mana
pihak pertama menyerahkan barang dan pihak kedua menyerahkan imbalan,baik berupa uang
atau barang . Syafi’iah dan Hanabillah mengemukakan bahwa objek jual beli bukan hanya
barang (Benda) tetapi juga manfaat,dengan syarat tukar-menukar berlaku selamanya,bukan
untuk sementara.

3
Jual beli ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai
secara suka rela di antara kedua belah pihak,yang satu menerima benda-benda dan pihak lain
menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah di benarkan syara’dan di
sepakati.

Dalam jual beli terdapat pertukaran benda yang satu dengan yang lain menjadi
penggantinya.Akibat hukum dari jual beli adalah terjadinya pemindahan hak milik seseorang
kepada orang lain atau dari penjual kepada pemilik. Jadi jual beli adalah memberikan barang
atau benda yang di jual kepada pihak yang membeli ,dan si pembeli memberikan berupa alat
tukar yang sepadan dengan barang atau benda tersebut.

Jual beli adalah suatu perjanjian ,dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk
menyerahkan suatu kebendaan,dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah di
janjikan. Jadi jual beli merupakan pengikatan seorang pembeli kepada penjual atau
sebaliknya,dengan sama-sama memberikan kesepakatan yang telah di sepakati.

4
B. Landasan Syariah Dalam Jual Beli

Jual beli merupakan suatu usaha yang baik dalam mencari rezeki sebagaimana yang telah
dicontohkan oleh Rasullulah SAW, jual beli artinya menjual, mengganti dan menukar sesuatu
dengan sesuatu yang lain. Beberapa pengertian jual beli baik secara bahasa adalah mengambil
sesuatu dan memberikan sesuatu , dan memberikan sesuatu, sedangkan menurut istilah
menukarkan suatu harta dengan harga benda yang lain dan keduanya menerima harta untuk
dibelanakan dengan ikrar penyerahan dan jawab penerimaan (ijab qabul) menurut cara
tertentu yang sudah diatur syara :

Ada beberapa pengertian jual beli yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Hendi
Suherdi dalam buku fiqh Muamalah menyatakan jual beli adalah suatu perjanjian tukar
menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara suka rela diantara kedua belah
pihak, yang satu menerima nya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yamg telah
dibenarkan oleh syara’ dan disepakati. Menurut Sayid Sabiq mendefinisikan bahwa jual beli
adalah pertukaran harta dengan harta atas dasar keridhaan antara keduanya atau mengalihkan
kepemilikan barang dengan kompemsasi (pertukaran) beradasarkancara yang benar syariat.

Sementara itu para ulama Hanafiyah mendefinisikan jual beli adalah menukarkan harta
dengan harta melalu tata cara tertentu atau mempertukarkan sesuatu yang dusenangi dengan
sesuatu yang lain melalui tata cara tertentu yang dapat dipahami sebagai mana jual beli.
Sedangkan Imam Nawawi mendefinisikan jual beli adalah mempertukarkan harta dengan
harta untuk tujuan pemilikan. Dan menurut Ibnu Qudamah jual beli adalah mempertukarkan
harta dengan tujuan pemilikan dan penyerahan milik.

Dari definisi-definisi yang disebutkan diatas, dipahami bahwa jual beli merupakan suatu
perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai suka rela diantara kedua
belah pihak sesuai dengam perjanjian atau ketentuan yang telah disepakati bersama dan
dibenarkan dalam perdagangan.

1. Landasan Al-Quran

Ulama fiqih berpendapat bahwa yang menjadi dasar diperbolehkan jual beli adalah
sebagaimana disebutkan dalam ayat Al-Quran (Q.sAl-Baqarah, 2, 275).

Artinya : Menjelaskan bahwa Allah SWT menghalalkan keuntungan melauli perniagaan


yakni jual beli dan mengharamkan riba. Riba merupakan bagian yang merupakan yang
diambil oleh pemilik hutang, karena orang yang berhutang menunda tempo dan
menangguhkan pembayaran hutang. Dijelaskan bahwa kedua jenis keuntungan itu tidaklah
sama, yakni penambahan harta pada suatu sisi berasal dari jual beli dalam jangka waktu
tertentu pada sisi lain kentungan melaui penundaan pembayaran yang telah jatuh tempo.
Kentungan yang berasal dari jual beli tidaklah sama dengan keuntungan dari hasil bunga riba
karena Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

5
C. Rukun Jual Beli

1. Penjual dan pembeli. Para ulama sepakat menetapkan bahwa syarat yang paling utama
adalah harus ada penjual dan pembeli yang telah memenuhi ahliyah untuk boleh
melakukan tramsaksi muamalah
2. Ijab Qabul. Rukun jual beli yang kedua adalah ijab qabul
3. Barang atau jasa

D. Syarat-Syarat Jual Beli

Secara global syarat dilihat dari sumbernya terbagi kepada dua bagian :

1. Syarat syar’I yaitu suatu syarat yang ditetapkan oleh syara’ yang harus untuk bias
terwujud suatu akad. Seperti syarat ahliyah (kemampuan) pada si’aqid untuk
keapsahan akad.
2. Syariat ja’li, yaitu syarat yang ditetapkan oleh orang yang berakad sesuai dengan
kehendaknya, untuk mewujudkan suatu maksud tertentu dari suatu akad. Syarat
tersebut bias bebarengan dengan akad, atau digantungkan (dikaitkan) dengan akad,
seperti mengaitkan kafalah dengan talak.

Syarat-syarat akad yang akan dibicarakan dalam topik ini ada empat macam, yaitu :

a. Syarat in’iqad (terjadinya akad)


b. Syarat sah
c. Syarat nafadz
d. Syarat luzum

6
1

1. Syarat in’ iqad

a. Syarat umum, yaitu syarat yang harus dipenuhi dalam setiap akad. Syarat ini meliputi
syarat dalam sighot, aqid, objek akad, an ini sudah dibicarakan dalam uraian terdahulu
b. Syarat khusus, yaitu syarat yang dipenuhi dalam sebagian akda, bukan dalam akad
lainya. Contohnya seperti syarat saksi dalam akad nikah, syarat penyerahan barang
dalam akad-akad kebedaan (hibah,gadai dan lain-lain).

2. Syarat Nafadz (Kelangsungan Akad)

Untuk kelangsungan akad diperlukan dua syarat :

a. Adanya kepemilikan atau kekuasaan. Artinya orang yang melakukan akad harus
pemilik barang yang menjadi objek akad, atau mempunyai kekuasaan
(perwakilan).Apabila tidak ada kepemilikan dan tidak ada kekuasaan (perwakilan),
maka akad tidak bisa dilangsungkan, melaikan mauquf (ditangguhkan), bahkan
menurut Asy-Syafi’I dan Ahmad, akadnya batal.
b. Didalam objek akad tidak ada hak orang lain, Apabila didalam barang yang menjadi
objek akad terdapat hak orang lain, maka akadnya mauquf,tidak nafidz. Hak orang
lain tersebut ada tiga macam,yaitu sebagai berikut.

1. Hak orang lain tersebut berkaitam dengan jenis barang yag menjadi objek akad,
seperti menjual barang milik orang lain.
2. Hak tersebut berkaitan dengan nilai dari harta yang menjadi objek akad, seperti
tasamuf orang yang pelit ygang belum dinyatakn mahjur ‘alaih terhadap hartanya
yang mengakibatkan kerugian kepada para kreditor.
3. Hak tersebut berkaitan dengan kemaslahatan si aqid, bukan dengan barang yang
menjadi objek akad.2

1
M. Ali Hasan, Berbagai Transaksi Dalam Islam ( Fiqh Muamalah ) (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,2003),
hlm, 113
2
Wahbah Az-Zuahaili,Fiqh islam Wa Adilatuhu, Jilid, V (Jakarta :Gema Insani, 2011),hlm 25.

7
3. Syarat Sah

Syarat sah adalah syarat yang ditetapkan oleh syara’ untuk tibulnya akibat-akibat hukum
dari sesuatu akad. Apabila syarat tersebut tidak ada syarat tersebut tidak ada maka akadnya
menjadi fasid. Tetapi tetap sah dan eksis. Contohnya seperti dalam jual beli disyaratkan oleh
Hanfiyah, terbebas dari salah satu aib (cacat) yang enam yaitu (1) jahalah (ketidak jelasan),
(2) ikrah (paksaan) (3) tauqit ( pembatasan waktu) (4) gharar (tipuan/ketidakpastian), (5)
dharar, (6) syarat yang fasid.3

4. Syarat Luzum

Pada dasarnya setiap akal itu sifatnya mengikuti (lazim). Untuk mengikatny
(lazimnya)suatu akad,seperti jual beli dan ijarah, disyaratkan tidak adanya kesempatan khiyar
(pilihan), yang memungkinkan di fasakhnya akad oleh salah satu pihak. Apabila akad
tersebut terdapat khiyar, seperti khiyar syarat, khiyar aib, atau khiyar ru’yat, maka akad
tersebut tidak mengikat (lazim) bagi orang yang memiliki hak khiyar tersebut. Dalam kondisi
seperti itu ia boleh membatalkan akad atau menerimanya.

Setiap pembentuk aqad atau akad mempunyai syarat yang ditentukan syara’ yang wajib
disempurnakan, syarat-syarat terjadinya aka dada dua macam yaitu :

a. Syarat-Syarat yang bersifat umum, yaitu syarat yang wajib sempurna wujudnya dalam
berbagai akad.
b. Syarat-Syarat yang bersifat khusus, yaitu syarat-syarat yang wujudnya wajib, ada
dalam sebagian akad. Syarat khusus ini bisa juga disebut syarat idhafi (tambahan)
yang harus ada disamping syarat-syarat yang umum,seperti syarat adanya saksi dalam
pernikahan.4

3
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2014),
4
M. Ali Hasan, Berbagai macam transaksi dalam islam (Fiqh Muamalah) (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada,2003),hlm.11

8
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam pelaksanaan transaksi yang terjadi dilapangan adalah anatara syarat dan rukun jual
beli sudah terpenuhi, yaitu terdapatnya mutaqidain ( penjual dan pembeli ).barang yang
diperjual belikan adalah barang yang suci dan bermafaat yaitu, padi kering hasil panen,dan
perjanjian yang dilakuan tertulis dalam kwitansi permbayan yang ditanda tangani kedua belah
pihak dengan bermaterai. Lafadz yang diucapkan pada suatu akad juga jelas dan disepakati
diawal dengan kesepekatan yang jelas, walaupun ada tambahan harga dalam perbayaran
karena adanya tempo waktu, hal ini tidak menyebabkan suatu indikasi gharar dan riba karena
kesepakatan itu sudah jelas awal akad dan didasari atas ridha antara kedua belah pihak.

9
DAFTAR PUSAKA

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah,(Jakarta : Rajawali Pers, 2002,) hlm,68-69

Wahbah Az-Zuahaili,Fiqh islam Wa Adilatuhu, Jilid, V (Jakarta :Gema Insani, 2011),hlm 25.

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2014),

M. Ali Hasan, Berbagai macam transaksi dalam islam (Fiqh Muamalah) (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada,2003),hlm.113

10

Anda mungkin juga menyukai