Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

AYAT & HADITS TENTANG ETIKA JUAL BELI DAN SYARAT-SYARATNYA


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu
Tugas Mata Kuliah Tafsir Ayat Ekonomi

Dosen Pengampu : Meri Lustianah, M. E.

Disusun Oleh :
Nella Yuliantina (13321003)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR BANTEN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Tafsir Ayat Ekonomi dengan judul “Ayat dan Hadits Tentang Etika Jual Beli dan
Syarat-Syaratnya”
Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikareakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang saya miliki. Oleh karena itu, saya
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Saya berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia
pendidikan.

Pandeglang, 4 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PEMBAHASAN..................................................................................................... 1
A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 2
A. Pengertian Jual Beli dan Dasar Hukum Jual Beli.................................................... 2
B. Rukun dan Syarat Jual Beli..................................................................................... 7
C. Etika Jual Beli.......................................................................................................... 11
BAB III PENUTUP........................................................................................................... 13
A. Kesimpulan.............................................................................................................. 13
B. Saran........................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jual beli merupakan suatu sarana umat manusia untuk saling memenuhi kebutuhan masing-
masing, di satu sisi penjual dapat menjadi pembeli, sementara disisi lainnya pembeli dapat
menjadi penjual, hingga bertemu dengan pembeli yang terakhir yang bertindak sebagai
konsumen. Dengan demikian, jual beli dapat sangat rentan terjadi manipulasi kepada sesuatu
yang diinginkan oleh satu pihak agar dia mendapatkan keuntungan yang bahkan di luar
hitungan rasional. Oleh karena itu, jual beli dalam Islam tidak dapat terlepas dari etika yang
mesti dipegang oleh semua pihak demi menjaga kemaslahatan bagi semua kalangan, yang pada
akhirnya terbentuk sistem pasar yang aman, damai serta jujur dan tentunya akan terhindar dari
sistem aniaya yang akan merugikan semua pihak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Jual Beli?
2. Apa Rukun dan Syarat Jual Beli?
3. Apa Etika Jual Beli?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui dan memahami apa itu jual beli
2. Untuk mengetahui apa itu rukun dan syarat jual beli
3. Untuk mengetahui apa itu etika jual beli

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jual Beli dan Dasar Hukum Jual Beli


1. Pengertian Jual Beli
Jual beli adalah saling tukar menukar antara benda dengan harta benda atau harta
benda dengan uang ataupun saling memberikan sesuatu kepada pihak lain, dengan
menerima imbalan terhadap benda tersebut dengan menggunakan transaksi yang
didasari saling ridha yang dilakukan secara umum. Jual beli menurut istilah atau
etimologi adalah :

Tukar menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.

Sedangkan jual beli menurut bahasa adalah tukar menukar secara mutlak.
Berdasarkan pengertian tersebut maka jual beli adalah tukar menukar apa saja,
baik antara barang dengan barang, barang dengan uang atau uang dengan uang.
a. Menurut Hanafiah sebagaimana dikemukakan oleh Ali Fikri, menyatakan bahwa
jual beli memiliki dua arti yaitu arti khusus dan arti umum.
1) Arti khusus yaitu :

Artinya : “Jual beli adalah menukar benda dengan dua mata uang (emas atau
perak) dan semacamnya, atau tukar-menukar barang dengan uang atau
semacamnya menurut cara yang khusus”.

2) Arti Umum yaitu :

2
Artinya : “ Jual beli adalah tukar menukar harta dengan harta menurut cara
yang khusus, harta mencakup zat (barang) atau uang.”
Dapat disimpulkan akad yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu penjual dan
pembeli yang objeknya bukan manfaat yakni benda, dan bukan untuk kenikmatan
seksual.Menurut syafi’iyah memberikan definisi jual beli sebagai berikut :

Artinya : “Jual beli menurut syara’ adalah suatu aqad yang mengandung tukar
menukar harta dengan harta dengan syarat yang akan diuraikan nanti untuk
memperoleh kepemilikan atas benda atau manfaat untuk waktu selamanya.”
b. Menurut Hanabilah memberikan definisi jual beli sebagai berikut.

Artinya : “Pengertian jual beli menurut syara’ adalah tukar-menukar harta


dengan harta tukar menukar manfaat yang mubah dengan manfaat yang mubah
untuk waktu selamanya, bukan riba dan bukan hutan”.
c. Menurut Hasbi ash-shiddiqie adalah :

Artinya : “Akad yang tegak atas dasar pertukaran harta dengan harta, maka
jadilah harta penukaran milik secara tetap”.
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa inti jual beli adalah suatu
perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai, secara sukarela
diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain
menerima sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan
syara’.

3
2. Dasar Hukum Jual Beli
Berdasarkan permasalahan yang dikaji menyangkut masalah hidup dan
kehidupan ini, tentunya tidak terlepas dari dasar hukum yang akan kita jadikan
sebagai rujukan dalam menyelesaikan permasahan yang akan dihadapi. Jual beli
sudah dikenal masyarakat sejak dahulu yaitu sejak zaman para Nabi. Sejak zaman itu
jual beli dijadikan kebiasaan atau tradisi oleh masyarakat hingga saat ini. Adapun
dasar hukum yang disyari’atkannya jual beli dalam Islam yaitu:
a. Al-Qur’an
Manusia hidup di dunia secara individu mempunyai kebutuhan-kebutuhan
yang harus dipenuhi, baik itu berupa sandang, pangan papan dan lain
sebagainya.kebutuhan seperti itu tidak pernah terputus dan tidak pernah terhenti
selama manusia itu hidup. Oleh karena itu, tidak ada satu hal pun yang lebih
sempurna dalam memenuhi kebutuhan itu selain dengan cara pertukaran, yaitu
dimana seorang memberikan apa yang ia miliki untuk kemudian ia memperoleh
sesuatu yang berguna dari orang lain sesuai kebutuhan.
Jual beli ini adalah suatu perkara yang telah dikenal masyarakat sejak zaman
dahulu yaitu sejak zaman para Nabi hingga saat ini, dan Allah mensyariatkan jual
beli ini sebagai pemberian keluangan dan keleluasaan dari-Nya untuk hamba-
hamba-Nya itu. Dalam surat tentang diperbolehkan jual beli ini didasarkan pada
Firman Allah yang berbunyi : Q.S. al-Baqarah ayat : 275.
ۗ ‫َواَ َح َّل هّٰللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّر ٰب‬
‫وا‬
Artinya : “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Kemudian di dalam surat An-Nisa ayat 29 Allah SWT berfirman :

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku
dengan suka sama-suka diantara kamu.”

4
Terdapat ayat lain dalam Qur’an Surat Al-Jumuah ayat 10 :

Artinya : “Apabila telah ditunaikan shalat, Makabertebaranlah kamu di muka


bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung”.
Maksud dari potongan ayat ini, Inilah keseimbangan yang menjadi ciri khas
dari manhaj Islami. Yaitu keseimbangan antara tuntutan kehidupan dunia yang
terdiri dari pekerjaan, kelelahan, aktivitas dan usaha dengan proses ruh dengan
berserah diri dalam beribadah dan meninggalkan sejenak suasana yang
menyibukkan dan melalaikan itu disertai dengan konsentrasi hati dan
kemurniannya dalam berzikir. Ia sangat penting bagi kehidupan, hati, dimana
tanpa hati tidak mungkin memiliki hubungan, menerima, dan menunaikan beban-
beban amanat yang besar itu, yaitu berzikir kepada Allah SWT di sela-sela
aktivitas.
b. Hadits
Hadis yang menerangkan tentang jual beli yaitu.

5
Artinya : dari Jabir bin Abdullah r.a bahwasanya ia mendengar Rasulullah
bersabda pada tahun kemenangan di Mekah: Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya
mengharamkan menjual minuman yang memabukkan (Khamr), bangkai, babi dan
berhala. Lalu ada orang bertanya, “Ya, Rasulullah, bagaimanakah tentang lemak
bangkai, karena dipergunakan mengecat perahu-perahu supaya tahan air, dan
meminyaki kulit-kulit, dan orang-orang mempergunakannya, untuk penerangan
lampu ? beliau menjawab, “tidak boleh, itu haram” kemudian diwaktu itu Rasulullah
saw., bersabda : Allah melaknat orang-orang Yahudi, sesungguhnya Allah tatkala
mengharamkan lemaknya bagi mereka, mereka cairkan lemak itu kemudian dijualnya
kemudian mereka makan harganya (HR Bukhari).
c. Dasar Hukum Ijma’
Para ulama fiqih dari dahulu sampai dengan sekarang telah sepakat bahwa :

Artinya : “Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada
dalil yang mengharamkannya”.
Kaidah yang telah diuraikan di atas dapat dijadikan dasar atau hujjah dalam
menetapkan hukum berbagai masalah berkenaan dengan keuangan syariah. Dari dasar
hukum sebagaimana tersebut di atas bahwa jual beli itu adalah hukumnya mubah.
Artinya jual beli itu diperbolehkan asal saja di dalam jual beli tersebut memenuhi
ketentuan yang telah ditentukan di dalam jual beli dengan syarat-syarat yang
sesuaikan dengan hukum Islam.
Kebutuhan manusia untuk mengadakan transaksi jual beli sangat urgen, dengan
transaksi jual beli seseorang mampu untuk memiliki barang orang lain yang
diinginkan tanpa melanggar batasan syari’at. Oleh karena itu, praktek jual beli yang
dilakukan manusia semenjak masa Rasulullah SAW, hingga saat ini menunjukan
bahwa umat telah sepakat akan disyariatkannya jual beli.
Agama Islam melindungi hak manusia dalam pemilikan harta yang dimilikinya
dan memeberi jalan keluar untuk masing-masing manusia untuk memiliki harta orang
lain dengan jalan yang telah ditentukan, sehingga dalam Islam prinsip perdagangan

6
yang diatur adalah kesepakatan kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli.
Sebagaimana yang telah digariskan oleh prinsip muamalah adalah sebagai berikut.
1. Prinsip Kerelaan.
2. Prinsip bermanfaat.
3. Prinsip tolong menolong.
4. Prinsip tidak terlarang.

B. Rukun Dan Syarat Jual Beli


Sebagai salah satu dasar jual beli, rukun dan syarat merupakan hal yang terangat
penting, sebab tanpa rukun dan syarat maka jual beli tersebut tidak sah hukumnya. Oleh
karena itu Islam telah mengatur tentang rukun dan syarat jual beli itu, antara lain.
1. Rukun Jual Beli
Jual beli dianggap sah apabila sudah terpenuhi rukun dan syaratnya. Maksudnya
adalah, apabila seseorang akan melakukan jual beli harus memenuhi syarat-syarat
tertentu. Unsur-unsur yang menyebabkan sahnya jual beli terpenuhi. Adapun rukun
yang dimaksud dapat dilihat dari pendapat ulama di bawah ini adalah :
a. Adanya penjual dan pembeli
b. Adanya barang yang diperjualbelikan
c. Sighat (kalimat ijab qabul)
Jadi sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa jika suatu pekerjaan tidak
terpenuhi rukun-rukunnya maka pekerjaan itu akan batal karena tidak sesuai dengan
syara’ begitu juga dalam hal jual beli harus memenuhi ketiga rukun-rukun tersebut.
2. Syarat Jual Beli
Dari ketiga rukun jual beli masing- masing mempunyai persyaratan sebagai berikut.
a. Al-Muta’aqidain (penjual dan pembeli)
Para ulama sepakat bahwa orang yang melakukan aqad jual beli (penjual dan
pembeli) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
1) Baligh
Baligh berarti sampai atau jelas, yakni anak-anak yang sudah sampai pada
usia tertentu yang menjadi jelas baginya segala urusan atau persoalan yang
dihadapi. Pikirannya telah mampu mempertimbangkan atau memperjelas mana

7
yang baik dan mana yang buruk.
Jual beli yang dilakukan anak kecil yang belum berakal dan orang gila
hukumnya tidak sah. Adapun anak kecil yang mumayyiz, menurut ulama
Hanafiah, jika akad yang dilakukan membawa keuntungan bagi dirinya, maka
akadnya sah. Jumhur ulama berpendapat bahwa orang yang melakukan akad
jual beli harus baligh dan berakal, bila orang yang berakad itu belum baligh,
maka jual belinya tidak sah, sekalipun mendapat izin dari walinya.
Bahwa jual beli diperintahkan dalam Islam, namun bukan berarti jual beli
boleh dilakukan siapa saja, melainkan mempunyai syarat-syarat tertentu,
seperti dijelaskan dalam hadis : orang yang tidur hingga ia bangun, anak kecil
hingga ia dewasa, dan orang gila hingga ia berakal (sembuh dari gilanya).
Maksud tiga perkara ini adalah sahnya dalam jual beli, apabila penjual dan
pembeli dalam keadaan sadar, tidak tidur, anak yang sudah cukup umur, karena
apabila diperbolehkannya anak kecil melakukan jual beli, dia akan membuat
kerusakan, seperti menjual barang cacat, karena anak kecil tidak mengerti
aturan dalam Islam. Begitu juga sebaliknya orang gila yang tidak berakal
dilarang melakukan jual beli. Dapat disimpulkan jual beli boleh dilakukan oleh
orang-orang dalam keadaan sadar.
2) Tidak pemboros
Dalam hal ini dinyatakan oleh Allah SWT dalam Firman-Nya dalam surat
Al-Isra’ ayat 27.

Artinya : “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara- saudara


syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.
3) Dengan kehendak sendiri (bukan paksaan)
Artinya yaitu, prinsip jual beli adalah suka sama suka antara penjual dan
pembeli, bila prinsip ini tidak tercapai jual beli itu tidak sah. Sebagaimana
firman Allah Surat Q.S. An-Nisa ayat 29 :

8
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
hartasesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu”.
Perkataan suka sama suka dalam ayat di atas menjadi dasar bahwa jual beli
harus merupakan kehendak sendiri tanpa tipu daya dan paksaan.
a. Syarat untuk barang yang diperjual belikan
Untuk barang yang diperjual belikan hendaklah barang tersebut bersih
barangnya, dapat dimanfaatkan, milik orang yang melakukan akad, antara
lain, mampu menyerahkan mengetahui dan barang yang diakadkan ada di
tangan.
b. Shighat atau lafaz ijab qabul.
Ijab adalah perkataan penjual seperti saya jual barang ini harga sekian.
Qabul adalah perkataan pembeli, seperti saya beli dengan harga sekian.
Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun akad terdiri atas empat macam.
Pertama, pernyataan untuk mengikat diri (pernyataan akad). Kedua, pihak-
pihak yang berakad. Ketiga, obyek akad. Empat, tujuan akad.
Adapun syarat-syarat umum suatu aqad adalah sebagai berikut.
1) Pihak-pihak yang melakukan akad telah cukup bertindak hukum.
2) Objek akad diakui oleh syara’
3) Akad itu tidak dilarang syara’
4) Akad itu bermanfaat
5) Pernyataan ijab tetap utuh dan shahih sampai terjadinya qabul
6) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majlis, yaitu suatu keadaan yang
menggambarkan proses suatu transaksi.
7) Tujuan aqad jelas diakui syara’ dalam jual beli tujuannya memindahkan
hakmilik penjual ke pembeli.
8) Tujuan aqad tidak bertentangan dengan syara’.

9
Berdasarkan syarat umum di atas, jual beli dianggap sah jika terpenuhi
syarat-syarat khusus yang disebut dengan syarat Ijab dan Qabul sebagai
berikut.
1) Orang yang mengucapkan telah baligh dan berakal
2) Qabul sesuai dengan ijab
3) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majlis.
Pada zaman modern, perwujudan ijab dan kabul tidak lagi diucapkan tetapi
dilakukan dengan sikap mengambil barang membayar uang dari pembeli, serta menerima
uang dan menyerahkan barang tanpa ucapan apapun. Contohnya jual beli yang berlangsung
di pasar swalayan. Dalam fiqih muamalah jual beli semacam ini disebut dengan bai’al-
muathah, namun jumhur ulama berpendapat bahwa jual beli seperti ini hukumnya boleh
jika hal itu sudah menjadi kebiasaan masyarakat.
1. Ada barang yang diperjual belikan.
a. Barang yang ada di dalam kekuasaan penjual (milik sendiri).
Barang atau benda yang akan diperjual belikan adalah milik seseorang atau milik
sendiri bukan milik orang lain, barang yang sifatnya belum dimiliki oleh seseorang
tidak boleh diperjualbelikan. Memperjual belikan ikan yang masih di dalam laut
atau burung yang masih di alam bebas, karena ikan atau burung itu belum dimiliki
oleh penjual, tentang larangan menjual sesuatu yang bukan miliknya, tanpa seizin
pemilik barang tersebut jual beli yang demikian adalah haram.
b. Barang yang jelas zatnya, ukuran dan sifatnya (dapat diketahui) hendaklah yang
menjual dan membeli mengetahui jenis barang dan mengetahui harganya. Hal ini
untuk menghindari kesamaran baik wujud sifat dan kadarnya. Jual beli yang
mengandung kesamaran adalah salah satu jual beli yang diharamkan oleh Islam.
Boleh menjual barang yang tidak ada di tempat akad dengan ketentuan dijelaskan
sifatnya yang mengakibatkan ciri-ciri dari barang tersebut dapat diketahui, jika
ternyata barang tersebut sesuai dengan barang yang disepakati, maka wajib
membelinya, tapi jika tidak sesuai dengan yang disifatkan maka dia mempunyai hak
memilih untuk dilansungkan akad atau tidak.
c. Barang yang dapat diserahkan
Barang atau benda diserahkan pada saat aKad berlangsung atau pada waktu yang

10
telah disepakati bersama ketika transaksi berlangsung.
d. Suci Bendanya
Diantara benda yang tergolong najis adalah bangkai, darah, daging babi. Para
ulama sepakat tentang keharamannya dengan berdalil pada firman Allah dalam
surat Al-Baqarah ayat 173 :

Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging


babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi
barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
e. Barang yang bermanfaat menurut syara’
Pengertian barang yang dapat dimanfaatkan tentu sangat relatif, sebab pada
hakikatnya seluruh barang yang dijadikan sebagai objek jual beli merupakan barang
yang dapat dimanfaatkan, seperti untuk dikonsumsi (beras, sayur-mayur dan lain-
lain) di nikmati keindahannya seperti (bunga, hiasan, rumah), dinikmati suaranya
(Radio, TV, dll) serta digunakan untuk keperluan yang bermanfaat seperti
seseorang membeli bahan bakar minyak untuk kendaraan supaya lebih cepat dalam
menempuh perjalanannya, yang dimaksud dengan barang yang dapat dimanfaatkan
adalah kemanfaatan barang tersebut sesuai dengan ketentuan hukum Agama
(Syari’at Islam). Maksud pemanfaatan barang tersebut tidak bertentangan dengan
norma-norma Agama.

C. Etika Jual Beli


Islam dengan segala kelebihannya yang dimilikinya selain karena ia adalah sebuah
agama spiritual, Islam juga adalah konsep agama sosial yang diterapkan dalam segala sendi
kehidupan manusia. Konsep sosial Islam sangat jelas memberikan batasan dan kemampuan
manusia untuk berekspresi dan berinovasi yang tidak keluar dari norma etika moral yang

11
dikenal dengan istilah akhlak karimah yang juga didalamnya berhubungan dengan
bagaimana umat manusia itu menjalankan sistem kemasyarakatannya yang disebut dengan
bermuamalah. Dalam bermuamalah ini kemudian secara mikro mengatur tentang
perpindahan kepemilikan yang disebut dengan jual beli. Seorang pengusaha muslim tidak
akan mencekik konsumen dengan mengambil laba sebanayak-banyaknya. Demikian pula
semestinya seorang yang memiliki kemampuan untuk membeli suatu barang tentu tidak
harus menawarnya sampai hilang batas rasionalitas akan keuntungan yang dapat diraup
oleh pedagang. Oleh karena itu, keseimbangan sangat diperlukan oleh masing-masing
orang yang berperan hingga terjadinya proses jual beli tersebut.
Etika dalam berbisnis seperti yang telah diteladani Rasulullah di mana sewaktu
muda ia berbisnis dengan memperhatikan kejujuran, kepercayaan, dan ketulusan serta
keramah-tamahan. Kemudian mengikutinya dengan penerapan prinsip bisnis dengan nilai
shidiq, amanah, tabligh, dan fatanah, serta nilai moral dan keadilan. Adapun sifat dan
perilaku Rasulullah dalam kode etik bagi umat Islam dan diterapkan dalam hal jual beli
diantaranya :
a) Kejujuran
b) Tidak bersumpah palsu
c) Amanah
d) Takaran yang benar
e) Gharar
f) Tidak melakukan judi dalam jual beli
g) Tidak melakukan penipuan
h) Menjauhi Ikhtikar (Penimbunan barang)
i) Saling menguntungkan.
j) Menjual barang yang haram
k) Mengambil Riba
l) Larangan menawar barang yang sedang ditawar oleh orang lain
m) Larangan berjualan ketika dikumandangkan adzan Jum’at
Dapat dilihat bahwa Islam begitu lengkap mengatur sistem etik yang akan menjaga
hak dan kewajiban dari penjual dan pembeli, bahkan baru sebagian kecil yang dapat
diungkapkan dari sekian banyak sistem etika yang diberlakukan oleh Islam untuk

12
mengatur agar terlindunginya hak dan kewajiban atas dasar kesepakatan melakukan jual
beli antara satu dengan yang lainnya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Jual beli atau bisnis menurut bahasa berasal dari kata ( ‫ ) البَيع‬bentuk jamaknya ( ‫) علببو ا‬
dan konjungsinya adalah “‫ عبا‬- ‫ يبيع‬- ‫ ”بيعا‬yang artinya menjual. Menurut bahasa, jual beli
berarti menukarkan sesuatu dengan sesuatu. Sedangkan menurut istilah yang dimaksud
jual beli atau bisnis adalah menukar barang dengan barang atau barang dengan uang
dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling
merelakan.
2. Adapun rukun jual beli menurut para ulama yaitu :
a) Adanya penjual dan pembeli
b) Adanya barang yang diperjualbelikan
c) Sighat (kalimat ijab qabul)
Syarat jual beli :
a) Adanya penjual
b) Adanya pembeli
c) Adanya barang
d) Adanya shigat atau ijab qabul
3. Islam menekankan adanya moralitas seperti kejujuran, amanah, keadilan, nasihat-
menasihati, tidak ada unsur penipuan dan barang yang dijual harus halal dalm hal zat
dan cara memperolehnya merupakan tanggung jawab bagi setiap pelaku pasar.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini sangatlah jauh dari kesempurnaan. Maka dari
itu saya sebagai penulis memohon maaf jika terdapat banyak kesalahan dan kekurangan baik

13
dalam penulisan maupun percetakan, untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat konstruktif demi untuk menyempurnakan makalah ini dan berikutnya. Semoga
makalah ini bermanfaat dan kita bisa mengambil hikmah yang terkandung di dalamya.

DAFTAR PUSTAKA

Al Mushlih, Abdullah dan Shalah Ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Kontemporer, Jakarta:
Darul Haq, 2004
Ash-Shiddiqiey, Hasbi, Pengantar Fikih Muamalat, Cet. Ke-3; Jakarta;Bulan Bintang, 1989.
Az-Zuhaili, Wahbah, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh, Jilid IV, Beirut: Dar al-Fikr, 1989.
Qordhawi, Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Isla, Jakarta ; Gema Insani, 1997

14

Anda mungkin juga menyukai