Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Penulis panjatkan puji syukur dengan berkat rahmat Allah SWT,
yang telah memudahkan Penulis dalam menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasulullah terakhir
yang diutus dengan membawa syari’ah yang mudah, penuh rahmat, dan membawa
keselamatan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Makalah berjudul “Jual Beli “ ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang ada agar
makalah ini dapat tersusun sesuai harapan. Sesuai dengan fitrahnya, manusia diciptakan
Allah sebagai makhluk yang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan, maka dalam makalah
yang Penulis susun ini belum mencapai tahap kesempurnaan.
Terakhir, Penulis mengucapkan Jazakumullah akhsanal jaza, kepada pihak-pihak
yang turut membantu dalam proses penyelesaian makalah ini, khususnya kepada Dosen yang
telah memberikan tugas dan bimbingan dalam penyusunan makalah ini. Mudah-mudahan
makalah ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Kutacane, Februari 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 1


DAFTAR ISI..................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 3
1.1. Latar Belakang ......................................................................................................... . 3
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 4
1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 5
2.1. Pengertian Jual Beli ................................................................................................... 5
2.2. Landasan Hukum Jual Beli ........................................................................................ 5
2.3. Syarat dan Rukun Jual Beli ........................................................................................ 7
2.3.1. Syarat Jual Beli ....................................................................................................... 7
2.3.2. Rukun Jual Beli ....................................................................................................... 8
2.3.3. Hukum (Ketetapan) Bai’ Beserta Pembahasan
Barang dan Harga ................................................................................................... 8
2.4. Macam-macam Jual Beli.......................................................................................... 11
2.5. Jual Beli yang Sah Hukumnya, Tetapi Dilarang Agama ......................................... 13
BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 15
3.1. Kesimpulan .............................................................................................................. 15
3.2. Saran ........................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 16

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Agama Islam mengatur setiap segi kehidupan umatnya. Mengatur hubungan seorang
hamba dengan Tuhannya yang biasa disebut dengan muamalah ma’allah dan mengatur pula
hubungan dengan sesamanya yang biasa disebut dengan muamalah ma’annas. Nah, hubungan
dengan sesama inilah yang melahirkan suatu cabang ilmu dalam Islam yang dikenal dengan
Fiqih muamalah. Aspek kajiannya adalah sesuatu yang berhubungan dengan muamalah atau
hubungan antara umat satu dengan umat yang lainnya. Mulai dari jual beli, sewa menyewa,
hutang piutang dan lain-lain.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari, setiap muslim pasti melaksanakan
suatu transaksi yang biasa disebut dengan jual beli. Si penjual menjual barangnya, dan si
pembeli membelinya dengan menukarkan barang itu dengan sejumlah uang yang telah
disepakati oleh kedua belah pihak.Jika zaman dahulu transaksi ini dilakukan secara langsung
dengan bertemunya kedua belah pihak, maka pada zaman sekarang jual beli sudah tidak
terbatas pada satu ruang saja.Dengan kemajuan teknologi, dan maraknya penggunaan
internet, kartu kredit, ATM, dan lain-lain sehingga kedua belah pihak dapat bertransaksi
dengan lancar.
Dengan cara demikian kehidupan masyarakat menjadi teratur dan subur, pertalian
yang satu dengan yang lainpun menjadi lebih teguh. Akan tetapi sifat loba dan tamak tetap
ada pada manusia, suka mementingkan diri sendiri supaya hak masing-masing jangan sampai
tersia-sia, dan juga menjaga kemaslahatan umum agar pertukaran dapat berjalan dengan
lancar dan teratur. Oleh sebab itu agama memberi peraturan yang sebaik-baiknya; karena
dengan teraturnya muamalat, maka penghidupan manusia jadi terjamin pula dengan sebaik-
baiknya sehingga pembantahan dan dendam-mendendam tidak akan terjadi.
Nasihat Luqmanul Hakim kepada anaknya, “Wahai anakku! Berusahalah untuk
menghilangkan kemiskinan dengan usaha yang halal. Sesungguhnya orang yang berusaha
dengan jalan yang halal itu tidaklah akan mendapat kemiskinan, kecuali apabila dia telah
dihinggapi oleh tiga macam penyakit: (1) tipis kepercayaan agamanya, (2) lemah akalnya, (3)
hilang kesopanannya,”

3
Sebenarnya bagaimana pengertian jual beli menurut Fiqih muamalah?Apa saja
syaratnya? Lalu apakah jual beli yang dipraktekkan pada zaman sekarang sah menurut fiqih
muamalah? Tentu ini akan menjadi pambahasan yang menarik untuk dibahas.

1.2.RumusanMasalah
Dari beberapa uraian diatas tentang Ba’i atau jual beli yang sebagian telah
dipaparkan, maka beberapa pertanyaan yang perlunya untuk di jawab agar tidak ada keraguan
lagi.
1. Apa yang Dimaksud dengan Jual Beli ?
2. Bagaimana Hukum Jual beli ?
3. Apa Saja Rukun-rukun dan Syarat-syarat Jual Beli ?
4. Sebutkan Macam-macam Jual Beli ?
5. Apa Saja Jual Beli yang Sah Hukumnya, Tetapi Dilarang Agama ?

1.3.TujuanPenulisan
Dari beberapa uraian rumusan masalah diatas, maka dapat di spesifikan beberapa tujuan
penulis menyusun makalah ini, diantaranya :
1. Mahasiswa dapat memahami ruang lingkup jual beli.
2. Untuk memperdalam materi jual beli agar bisa menerapkan keluar.
3. Memenuhi tugas mata kuliah.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Jual Beli


Arti jual beli secara bahasa adalah menukar sesuatu dengan sesuatu. Jual beli
menurut syara’ adalah akad tukar menukar harta dengan harta yang lain melalui tata cara
yang telah ditentukan oleh hukum islam. Yang dimaksud kata “harta” adalah terdiri dari dua
macam. Pertama; harta yang berupa barang, misalnya buku, rumah, mobil dll. Kedua; harta
yang berupa manfaat (jasa), misalnya pulsa telephone, pulsa listrik, dan lain-lain.
Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud jual beli adalah :
a) Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan
hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan;
b) Menurut Syekh Muhammad ibn Qasim Al-Ghazzi : Pengertian jual beli yang tepat
ialah, memiliki suatu harta (uang) dengan mengganti sesuatu atas dasar izin syara,
sekedar memiliki izin manfaatnya saja yang diperbolehkan syara untuk selamanya
yang demikian itu harus dengan melalui pembayaran yang berupa uang;
c) Menurut Imam Taqiyuddin dalam kitab Kiffayatul al-Akhyar : Pengertian jual beli
adalah, saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan ijab
qobul, dengan apa yang sesuai dengan syara;
d) Menurut Syekh Zakaria al-Anshari dalam kitabnya, Fath al-Wahab: Pengertian jual
beli adalah, Tukar menukar benda lain dengan cara yang khusus (dibolehkan);
e) Menurut Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqh Sunnah : Pengertian jual beli adalah,
penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling atau memindahkan hak milik
dengan ada penggantinya melalui jalan (cara) yang diperbolehkan;
f) Ada sebagian ulama memberikan pemaknaan tentang julan beli (ba’i) diantaranya;
Ulama Hanafiyah “Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta (benda) berdasarkan
cara khusus (yang diperbolehkan) syara’ yang disepakati”. Menurut Imam Nawawi
dalam al-majmu’ mengatakan “Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk
kepemilikan”. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan
melepaskan hak milik atas dasar saling merelakan.

2.2. Landasan Hukum Jual Beli


Dasar hukum (landasan syara’) jual beli adalah sebagai berikut :
a. Dasar Al-Qur’an

5
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamu dengan jalan yang
bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama suka diantara kamu
......... (Q.S. AN-Nisa : 29)

b. Al-Hadits :
“Dari Rifa’ah ibn Rafi’ RA. Nabi Muhammad SAW., Ditanya tentang mata pencaharian
yang paling baik, beliau menjawab, ‘Seseorang yang bekerja dengan tangannya dan setiap
jual beli yang mabrur’.” (HR. Bazzar, hakim menyahihkannya dari Rifa’ah ibn Rafi’)
Maksud Mabrur dalam hadits diatas adalah jual beli yang terhindar dari usaha tipu-menipu,
dan merugikan orang lain.
Berdasarkan dalil-dalil tersebut diatas maka hukum dari jual beli adalah halal atau boleh.

c. Ijma’
Ulama telah sepakat bahwa jual-beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan
mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan
atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya
yang sesuai.

d. Hukum-hukum yang bersangkutan paut dengan jual beli :


1. Mubah (boleh), ialah asal hukum jual beli;
2. Wajib, seperti wali menjual harta anak yatim apabila terpaksa, begitu juga qadhi menjua
harta muflis (orang yang lebih banyak utangnya daripada hartanya) sebagaimana akan datang
keterangannya tentang muflis;
3. Haram, sebagaimana yang telah lalu apa-apa jual beli yang terlarang;
4. Sunat, seperti jual beli kepada sahabat atau pamili yang dikasihi, dan kepada orang yang
sangat berhajat kepada barang itu.

6
2.3. Syarat dan Rukun Jual Beli
2.3.1. Syarat Jual Beli
Syarat adalah hal-hal yang harus ada atau dipenuhi sebelum transaksi jual beli
1) Syarat Penjual dan Pembeli atau pihak yang bertransaksi (Aqid) adalah :
a. Berakal, agar dia tidak terkecoh, orang yang gila atau bodoh tidak sah jual belinya.
b. Dengan kehendak sendiri (bukan dipaksa), keterangannya yaitu ayat diatas tentang
suka sama suka.
c. Tidak mubazir (pemboros), sebab harta orang mubazir itu di tangan walinya,
sedangkan dalam jual beli itu harus barang milik sendiri.
d. Balig (berumur 15 tahun ke atas/dewasa), anak kecil tidak sah jual belinya, adapun
anak yang sudah mengerti tetapi belum sampai pada umur dewasa, menurut pendapat
sebagian para ulama mereka diperbolehkan berjual-beli barang yang kecil-kecil; karena kalau
tidak diperbolehkan sudah tentu menjadi kesulitan dan kesukaran, sedangkan agama islam
sekali-kali tidak akan menetapkan peraturan yang mendatangkan kesulitan kepada
pemeluknya.

2) Syarat Barang yang diperjual-belikan atau objek jual beli (Ma’qud Alaih)
a. Suci, barang najis tidak sah di jual dan tidak boleh dijadikan uang untuk dibelikan,
seperti kulit binatang atau bangkai yang belum disamak (dikuliti).
b. Ada manfaatnya, tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Dilarang
pula mengambil tukarannya karena hal itu termasuk dalam arti menyia-nyiakan
(memboroskan) harta yang terlarang.
c. Barang itu dapat diserahkan, tidak sah menjual suatu barang yang tidak dapat
diserahkan kepada yang membeli, misalnya ikan dalam laut, barang rampasan yang masih
berada di tangan yang merampasnya, barang yang sedang dijaminkan, sebab semua itu
mengandung tipu daya (kecohan).
d. Barang tersebut merupakan kepunyaan si penjual, kepunyaan yang diwakilinya, atau
yang mengusahakan.
e. Barang tersebut diketahui oleh si penjual dan si pembeli, zat, bentuk, kada (ukuran)
dan sifat-sifatnya jelas, sehingga antara keduanya tidak akan terjadi kecoh-mengecoh.

3) Syarat ucapan serah terima (Ijab dan Kabul)

7
Ijab kabul dapat dilakukan dengan kata-kata penyerahan dan penerimaan atau dapat juga
berbentuk tulisan seperti faktur, kuitansi, atau nota dan lain sebagainya.
Ijab adalah perkataan penjual, umpanya, “saya jual barang ini sekian”.
Kabul adalah ucapan si pembeli, “Saya terima (saya beli) dengan harga sekian.”
Keterangannya yaitu ayat yang mengatakan bahwa jual beli itu suka sama suka.
Sedangkan suka sama suka itu tidak dapat diketahui dengan jelas kecuali dengan perkataan,
karena perasaan suka itu bergantung pada hati masing-masing. Ini pendapat kebanyakan para
ulama. Tetapi Imam Nawawi, Mutawali, Bagawi dan beberapa ulama yang berpendapat
bahwa lafaz itu tidak menjadi rukun, hanya menurut adat kebiasaan saja. Apabila menurut
telah berlaku bahwa hal yang seperti itu sudah dipandang sebagai jual beli, maka itu saja
sudah cukup karena tidak ada suatu dalil yang jelas untuk mewajibkan lafaz.
Menurut ulama yang mewajibkan lafaz, lafaz itu diwajibkan memenuhi beberapa syarat :
a) Keadaan ijab dan kabul berhubungan. Artinya salah satu dari keduanya pantas
menjadi jawaban dari yang lain dan belum berselang lama.
b) Makna keduanya hendaklah mufakat (sama) walau lafaz keduanya berlainan.
c) Keduanya tidak disangkutkan dengan urusan yang lain, seperti katanya “Kalau saya
jadi pergi, saya jual barang ini sekian.”
d) Tidak berwaktu, sebab jual beli berwaktu seperti sebulan atau setahun, tidak sah.
2.3.2. Rukun Jual Beli
Rukun adalah hal-hal yang harus ada dan terpenuhi dalam pelaksanaan transaksi jual
beli, Rukun jual beli ada 3 :
1. Aqid (Pihak yang bertransaksi)
2. Ma’qud Alaih mencakup barang yang jual dan harganya
3. Sighat Ijab Kabul (ucapan serah terima dari penjual dan pembeli)

2.3.3. Hukum (Ketetapan) Ba’i Beserta Pembahasan Barang dan Harga


1. Hukum (Ketetapan) Akad
Hukum akad adalah tujuan dari akad. Dalam jual beli, ketetapan akad adalah menjadikan
barang sebagai milik pembeli dan menjadikan harga atau uang sebagai milik penjual.
Secara mutlak hukum akad dibagi tiga bagian :
a. Dimaksudkan sebagai taklif, yang berkaitan dengan wajib, haram, sunah, makruh, dan
mubah.

8
b. Dimaksudkan sesuai dengan sifat-sifat syara’ dan perbuatan, yaitu : sah, luzum, dan tidak
luzum, seperti pernyataan, “akad yang sesuai dengan rukun dan syaratnya disebut sahih
lazim.”
c. Dimaksudkan sebagai dampak tasharruf syara’, seperti wasiat yang memenuhi ketentuan
syara’ berdampak pada beberapa ketentuan, baik bagi orang yang diberi wasiat, maupun bagi
orang atau benda yang diwasiatkan.
Hukum atau ketetapan yang dimaksud pada pembahasan akad jual-beli ini, yakni menetapkan
barang milik pembeli dan menetapkan uang milik penjual.
Hak-hak akad (huquq al-aqd) adalah aktifitas yang harus dikerjakan sehingga menghasilkan
hukum akad, seperti menyerahkan barang yang dijual, memegang harga (uang),
mengembalikan barang yang cacat, khiyar, dan lain-lain.
Adapun hak jual-beli yang mengikuti hukum adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
barang yang dibeli, yang meliputi berbagai hak yang harus ada dari benda tersebut yang
disebut pengiring (murafiq). Kaidah umum dari masalah ini misalnya : segala sesutau yang
berkaitan dengan rumah adalah termasuk pintu, jendela, WC, dapur dan lain-lain, walaupun
tidak disebutkan ketika akad, kecuali jika ada pengecualian.

2. Tsaman (harga) dan Mabi’ (Barang Jualan)


a. Pengertian harga dan mabi’
Secara umum, mabi’ adalah “ma yata’ayyanu bitt ta’yiinn” (perkara yang menjadi tentu
dengan ditentukan”. Sedangkan pengertian harga secara umum adalah “ma laa yata’ayyanu
bitt ta’yiinn” (perkkara yang tidak tentu dengan ditentukan).
Definisi diatas sebenarnya sangat umum sebab sangat bergantung pada bentuk dan barang
yang diperjualbelikan. Adakalanya mabi’tidak memerlukan penentuan, sebaliknya harga
memerlukan penentuan, seperti penetapan uang muka.
Imam syafi’i dan jafar berpendapat bahwa harga dan mabi’ termasuk dua nama yang berbeda
bentuknya, tetapi maksudnya satu perbedaan diantara keduanya dalam hukum adalah
penggunaan huruf Ba (dengan).
b. Penentuan mabi’ (barang jualan)
Penentuan Mabi’ adalah penentuan barang yang akan dijual dari barang-barang lainnya yang
tidak akan dijual. Jika penentuan tersebut menolong atau menentukan akad, baik pada jual
beli yang barangnya ada di tempat akad atau tidak apabila mabi’ tidak ditentukan dalam akad,
penentuannya adalah dengan cara penyerahan mabi’ tersebut.

9
c. Perbedaan Harga, Nilai, dan Utang
1. Harga
Harga hanya terjadi pada akad, yakni sesuatu yang direlakan dalam akad, baik lebih sedikit,
lebih besar, atau sama dengan nilai barang. Biasanya harga dijadikan penukar barang yang
diridai oleh kedua pihak yang berakad.
2. Nilai Sesuatu
Sesuatu yang dinilai sama menurut pandangan manusia.
3. Utang
Utang adalah sesuatu yang menjadi tanggungan seseorang dalam urusan harta, yang
keberadaannya disebabkan adanya beberapa iltijam, yakni keharusan untuk mengerjakan atau
tidak untuk mengerjakan sesuatu untuk orang lain, seperti merusak harta ghasab, berutang,
dan lain lain.
d. Perbedaan Mabi’ dan Harga
Kaidah umum tentang mabi’ dan harga adalah segala sesuatu yang dijadikan mabi’ adalah
sah dijadikan harga, tetapi tidak semua harga dapat dijadikan mabi’

Diantara perbedaan antara mabi’ dan Tsaman adalah :


1. Secara umum uang adalah harga, sedangkan barang yang dijual adalah mabi’;
2. Jika tidak menggunakan uang, barang yang akan ditukarkan adalah mabi’ dan
penukarnya adalah harga.
e. Ketetapan Mabi’ dan Harga
Hukum-hukum yang berkaitan dengan mabi’ dan harga antara lain :
1. Mabi disyaratkan haruslah harta yang bermanfaat, sedangkan harga tidak disyaratkan
demikian.
2. Mabi’ disyaratkan harus ada dalam kepemilikan penjual, sedangkan harga tidak
disyaratkan demikian.
3. Tidak boleh mendahulukan harga pada jual-beli pesanan, sebaliknya mabi’ harus di
dahulukan.
4. Orang yang bertanggung jawab atas harga adalah pembeli sedangkan yang bertanggung
jawab atas mabi’ adalah penjual.

10
5. Menurut ulama Hanafiyah, akad tanpa menyebutkan harga adalah fasid dan akad tanpa
menyebutkan mabi’ adalah batal.
6. Mabi’ rusak sebelum penyerahan adalah batal, sedangkan bila harga rusak sebelum
penyerahan, tidak batal.
7. Tidak boleh tasharruf atas barang yang belum diterimanya, tetapi dibolehkan bagi
penjual untuk tasharruf sebelum menerima.
2.4. Macam-Macam Jual Beli
1. Bai’ Sohihah
Yaitu akad jual beli yang telah memenuhi syarat dan rukunnya.
2. Bai Fasidah
Yaitu akad jual yang tidak memenuhi salah satu atau seluruh syarat dan rukunnya .
a. Macam-macam Bai’ Sohihah
1. Jual beli barang yang terlihat secara jelas dan ada ditempat terjadinya transaksi.
2. Jual beli barang yang pesanan yang lazim dikenal dengan istilah dengan akad salam.
3. Jual beli mas atau perak, baik sejenis atau tidak (bai’ sharf).
4. Jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan ditambah keuntungan (bai
murabahah).
5. Jual beli barang secara kerja sama atau serikat (bai isyrak).
6. Jual beli barang dengan cara penjual memberi diskon kepada pembeli (bai muhatah).
7. Jual beli barang dengan harga pokok, tanpa ada keuntungan (bai’ tauliyah).
8. Jual beli hewan dengan hewan (bai muqabadah).
9. Jual beli barang dengan syarat khiyar, yaitu perjanjian yang telah disepakati antara
penjual dan pembeli, untuk mengembalikan barang yang diperjual belikan, jika tidak ada
kecocokan didalam masa yang telah disepakati oleh keduanya.
10. Jual beli barang dengan syarat tidak ada cacat (bai bisyarti al baro)
b. Macam-macam bai’ fasidah (terlarang)
Jual beli terlarang artinya jual beli yang tidak memenuhi rukun dan syarat jual beli, yaitu :
1. Jual Beli Sistem Ijon
Maksud dari jual beli sistem Ijon adalah jual beli hasil tanaman yang masih belum nyata
buahnya, belum ada isinya, belum ada buahnya, seperti jual beli padi masih muda, jual beli
mangga masih berwujud bunga, semua itu kemungkinan besar masih bisa rusak yang akan
dapat merugikan kedua belah pihak. Rasulullah saw bersabda : “Dari Ibnu Umar, Nabi

11
Muhammad SAW, telah melarang jual beli buah-buahan sehingga nyata baiknya buah itu
(pantas untuk diambil dan dipetik buahnya)” HR. Bukhori dan Muslim.
2. Jual beli barang haram
Jual beli barang yang diharamkan hukumnya tidak sah atau dilarang serta karena haram
hukumnya. Seperti jual beli minuman keras (khamr), bangkai, darah, daging babi, patung
berhala dan sebagainya.
3. Jual beli sperma hewan
Jual beli sperma hewan tidak sah, karena sperma tidak dapat diketahui kadarnya dan tidak
dapat diterima wujudnya, rasulullah saw, bersabda : “rasulullah saw, telah melarang jual
beli kelebihan air (sperma)” (H.R Muslim)
4. Jual beli anak binatang yang masih ada dalam kandungan induknya
Hal ini dilarang karena belum jelas kemungkinannya ketika lahir hidup atau mati. Rasulullah
saw, bersabda : “sesungguhnya rasulullah saw, melarang jual beli anak binatang yang masih
dalam kandungan induknya” (H.R Bukhori dan Muslim)
5. Jual beli barang yang belum dimiliki
Maksudnya adalah jual beli yang barangnya belum diterima dan masih berada di tangan
penjual pertama. Rasulullah saw, bersabda : “nabi Muhammad saw, telah bersabda
janganlah engkau menjual sesuatu yang baru saja engkau beli, sehingga engkau menerima
(memegang) barang itu” (HR. Ahmad dan Baihaqi)
6. Jual beli barang yang belum jelas
Menjual buah-buahan yang belum nyata buahnya, sabda nabi Muhammad saw, dari Ibnu
Umar Ra : “Nabi Muhammad saw, telah melarang menjual buah-buahan yang tidak tampak
manfaatnya” (HR. Muttafaq Alaih)

3. Jual beli berdasarkan pertukarannya secara umum dibagi empat macam :


a. Jual beli saham (pesanan)
Jual beli saham adalah jual-beli melalui pesanan, yakni jual beli dengan cara menyerahkan
terlebih dahulu uang muka kemudian barangnya diantar belakangan.
b. Jual-beli muqayadhah (barter)
Jual beli muqayadhah adalah jual beli dengan cara menukar barang dengan barang, seperti
menukar baju dengan sepatu.
c. Jual beli muthlaq

12
Jual beli muthlaq adalah jual beli barang dengan sesuatu yang telah disepakati sebagai alat
pertukaran, seperti uang.
d. Jual beli alat penukar dengan alat penukar
Jual beli alat penukar dengan alat penukar adalah jual beli barang yang biasa dipakai sebagai
alat penukar dengan alat penukar lainnya, seperti uang perak dengan uang emas.

4. Berdasarkan segi harga, jual beli dibagi pula menjadi empat bagian :
1. Jual beli yang menguntungkan (al-murabbahah),
2. Jual beli yang tidak menguntungkan, yaitu menjual dengan harga aslinya (at-tauliyah),
3. Jual beli rugi (al-khasarah)
4. Jual beli al-musawah, yaitu penjual menyembunyikan harga aslinya, tetapi kedua orang
yang akad saling meridai, jual beli seperti inilah yang berkembang sekarang.
2.5. Jual Beli Yang Sah Hukumnya, Tetapi Dilarang Agama
Jual beli ini hukumnya sah, tetapi dilarang oleh agama karena adanya suatu sebab atau
akibat dari perbuatan tersebut, yaitu :
a. Jual beli pada saat Khutbah dan shalat jum’at
Larangan melakukan kegiatan jual beli pada saat khutbah dan shalat jum’at ini tentu bagi
laki-laki muslim, karena pada waktu itu setiap muslim laki-laki wajib melaksanakan shalat
jum’at, Allah swt, berfirman :

“hai orang-orang yang beriman, apabila diserukan untuk menunaikan shalat, maka
bersegeralah kamu untuk mengingat Allah, dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (Q.S Al-Jum’ah : 9)

b. Jual beli dengan cara menghadang di jalan sebelum sampai ke pasar


Jual beli seperti ini, penjual tidak mengetahui harga pasar yang sebenarnya, dengan tujuan
barang akan dibeli dengan harga yang serendah-rendahnya, selanjutnya akan dijual di pasar
dengan harga setinggi-tingginya. Rasulullah saw, bersabda : “janganlah kamu menghambat
orang-orang yang akan pasar” (H.R Bukhori dan Muslim).
c. Jual beli dengan niat menimbun barang

13
Jual beli ini tidak terpuji, oleh karena itu dilarang, karena pada saat orang banyak
membutuhkan justru ia menimbun dan akan dijual dengan harga setinggi-tingginya pada saat
barang-barang yang ia timbun langka.
d. Jual beli dengan cara mengurangi ukuran dan timbangan
Contoh jual beli mengurangi ukuran dan timbangan adalah apabila ia bermaksud menipu, ia
menjual minyak tanah dengan mengatakan satu liter ternyata tidak ada satu liter, menjual
beras 1 kg, ternyata setelah ditimbang hanya 8 ons dan sebagainya.
e. Jual beli dengan cara mengecoh
Jual beli ini termasuk menipu sehingga dilarang, misalnya penjual mangga meletakkan
mangga yang bagus-bagus diatas onggokan, sedangkan yang jelek-jelek ditempatkan dibawah
onggokan.
f. Jual beli barang yang masih di tawar orang lain
Apabila masih terjadi tawar menawar antara penjual dan pembeli hendaknya penjual tidak
menjual tidak menjual barang tersebut kepada orang lain sebaliknya apabila seseorang akan
membeli suatu barang maka hendaknya tidak ikut membeli suatu barang yang sedang ditawar
oleh orang lain, kecuali sudah tidak ada kepastian dari orang tersebut atau sudah
membatalkan jual belinya.

14
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jual beli itu diperbolehkan
dalam Islam.Hal ini dikarenakan jual beli adalah sarana manusia dalam mencukupi kebutuhan
mereka, dan menjalin silaturahmi antara mereka.Namun demikian, tidak semua jual beli
diperbolehkan.Ada juga jual beli yang dilarang karena tidak memenuhi rukun atau syarat jual
beli yang sudah disyariatkan. Rukun jual beli adalah adanya akad (ijab kabul), subjek akad
dan objek akad yang kesemuanya mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi, dan itu
semua telah dijelaskan di atas.Walaupun banyak perbedaan pendapat dari kalangan ulama
dalam menentukan rukun dan syarat jual beli, namun pada intinya terdapat kesamaan, yang
berbeda hanyalah perumusannya saja, tetapi inti dari rukun dan syaratnya hampir sama.
Bagi umat Islam yang melakukan bisnis dan selalu berpegang teguh pada norma-norma
hukum islam, akan mendapat berbagai hikmah diantaranya; (a) bahwa jual beli (bisnis) dalam
islam dapat bernilai sosial atau tolong menolong terhadap sesama, akan menumbuhkan
berbagai pahala, (b) bisnis dalam islam merupakan salah satu cara untuk menjaga kebersihan
dan halalnya harta yang dimakan untuk dirinya dan keluarganya, (c) bisnis dalam islam
merupakan cara untuk memberantas kemalasan, pengangguran dan pemerasan kepada orang
lain, (d) berbisnis dengan jujur, sabar, ramah, memberikan pelayanan yang memuaskan
sebagaimana yang diajarkan dalam islam akan selalu menjalin persahabatan kepada sesama
manusia.

3.2. Saran
Jual beli merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh setiap manusia, namun pada
zaman sekarang manusia tidak menghiraukan hukum islam. Oleh karena itu, sering terjadi
penipuan dimana-mana. Untuk menjaga perdamaian dan ketertiban sebaiknya kita berhati-
hati dalam bertransaksi dan alangkah baiknya menerapkan hukum islam dalam interaksinya.
Allah SWT telah berfirman bahwasannya Allah memperbolehkan jual beli dan
mengharamkan riba.Maka dari itu, jauhilah riba dan jangan sampai kita melakukun riba.
Karena sesungguhnya riba dapat merugikan orang lain.

15
DAFTAR PUSTAKA

Syafe'i, Rachmat. 2006. Fiqih Muamalah. Bandung : Cv. Pustaka setia.


Rasjid, Sulaiman. 1994. Fiqh Islam, Bandung : PT. Sinar Baru Algensindo.
Syafe’i, Nurdin. 2016. Buku Siswa Fiqih Madrasah Tsanawiyah Kelas IX.
Jakarta : Kementerian Agama Republik Indonesia.
Zuhdi, Masjfuk. 1997. Masail Fiqhiyah, Jakarta : PT. Toko Gunung Agung.
S Shobirin. (2016). “Jual Beli dalam Pandangan Islam”. [online]. Tersedia :
journal.stainkudus.ac.id/index.php/Bisnis/article/download/1494/1372.

16

Anda mungkin juga menyukai