Anda di halaman 1dari 17

HUKUM JUAL BELI (AL-BA’I) DAN KHIYAR

Makalah

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fikih Muamalah

Dosen Pengampu Yusup Azazy, S.Ag, M.A.

disusun:

Anggini Agestia Ibrahim NIM 1223030011

Anissa Rizqi Syafitri NIM 1223030012

Annisa D Putri Ramansyah NIM 1223030013

Aris Abburahman Firdaus NIM 1223030014

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur ke hadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hukum
Jual Beli (Al-Ba’i) dan Khiyar”. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw. kepada keluarganya, sahabatnya, para
tabi’in tabi’at hingga kepada kita umatnya.

Atas segala bantuan dan bimbingan dari dosen pengampu Fikih Muamalah, bapak
Yusup Azazy, S.Ag, M.A penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih
Muamalah serta untuk memperbanyak dan memperluas wawasan ilmu bagi rekan-rekan
sekalian dalam pengetahuan mengenai materi ini.

Penulis menyadari bahwa apa yang telah di buat ini tidak lepas dari yang
namanya ketidak sempurnaan, masih adanya kesalahan-kesalahan. Namun, penulis
memohon saran dan kritkan yang bersifat membangun dari pihak-pihak lain untuk
meningkatkan kualitas. Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan
bisa bermanfaat untuk mengembangkan dan meingkatkan ilmu pengetahuan.

Bandung, April 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah Penulisan.....................................................................................................5
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................................5
D. Manfaat Penulisan.....................................................................................................................5
E. Metode Penulisan......................................................................................................................5
BAB II...................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
A. Pengertian Jual Beli dan Khiyar.................................................................................................6
B. Dasar Hukum Jual Beli..............................................................................................................9
C. Rukun dan Syarat Jual Beli (Al-Ba’i)......................................................................................10
D. Macam-macam Jual Beli (Al-Ba’i)..........................................................................................11
BAB III................................................................................................................................................14
PENUTUP...........................................................................................................................................14
A. Simpulan......................................................................................................................................14
B. Saran........................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................15

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Secara etimologis, jual beli berarti menukar harta dengan harta. Adapun
secara secara terminologis adalah transaksi penukaran selain dengan fasilitas dan
kenikmatan. Menurut syara’ jual beli adalah pertukaran harta atas dasar suka sama
suka.1 Dengan demikian perkataan jual beli menunjukkan adanya perbuatan dalam
satu kegiatan, yaitu pihak penjual dan pembeli. Maka dalam hal ini terjadilah
transaksi jualbeli yang mendatangkan akibat hukum, Jual beli dalam Islam telah
ditentukan baik berdasarkan
Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Landasan al-Qur’an dalam firman Allah
surat alBaqaroh ayat 275. Secara bahasa, al ba’i ( jual beli) berarti pertukaran
sesuatu dengan sesuatu. Secara istilah, menurut madzhab Hanafiyah, jual beli
adalah pertukaran harta (mal) dengan harta dengan menggunakan cara tertentu.
Pertukaran harta dengan harta disini, diartikan harta yang memiliki manfaat serta
terdapat kecenderungan manusia untuk menggunakannya, cara tertentu yang
dimaksud adalah sighat atau ungkapan atau ijab dan qabul. Setiap orang
mendapatkan rezeki atau kemudahan yang berbeda-beda. Dan apabila sudah
menjadi milik orang, maka itu tidak boleh direbut atau diambil kecuali dengan
transaksi yang dibenarkan syari'at. Khususnya yang terkait dengan pengelolaan
dana (harta).
Akad atau transaksi itu sangat penting. Karena transaksi inilah yang
mengatur hubungan antara dua belah pihak yang melakukan transaksi sejak akad
dimulai sampai masa berlakunya habis. Dan Jual beli juga merupakan akad yang
umum digunakan oleh masyarakat untuk melakukan transaksi, karena dalam setiap
pemenuhan kebutuhannya, masyarakat tidak bisa berpaling atau meninggalkan
akad, yang dimana untuk mendapatkan makanan dan minuman. Misalnya,
terkadang ia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan itu dengan sendirinya, tapi
akan membutuhkan dan berhubungan dengan orang lain, sehingga kemungkinan
besar akan terbentuk akad jual-beli.

4
Sehingga jika ada orang yang mengikat dirinya dengan transaksi yang
harus dilaksanakan saat itu juga atau beberapa waktu berikutnya. Namun belum
diketahui secara pasti bagaimana pemikiran untuk mengadakan transaksi itu
muncul dan faktor dominan yang melatar belakangi mereka untuk melakukan
transaksi yang pasti.
B. Rumusan Masalah Penulisan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan jual beli dan khiyar?
2. Apa dasar hukum jual beli (Al-Ba’i)?
3. Apa saja rukun dan syarat jual beli (Al-Ba’i)?
4. Apa saja macam-macam jual beli (Al-Ba’i)?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian jual beli dan khiyar
2. Untuk mengetahui dasar hukum jual beli (Al-Ba’i)
3. Untuk mengetahui rukun dan syarat jual beli (Al-Bai’i)
4. Untuk mengetahui macam-macam jual beli (Al-Ba’i)
D. Manfaat Penulisan
Penelitian ini memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Penulis
Makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan yang dimiliki khususnya mengenai “Hukum Jual Beli (Al-Ba’i)
dan Khiyar)”.
2. Bagi Pembaca
Makalah ini dapat dijadikan sarana untuk menambah pengetahuan dan
sebagai referensi selanjutnya pembuat makalah.
E. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini menggunakan metode kualitatif dengan
teknik penyusunan penelusuran pustaka, pencarian sumber-sumber yang faktual,
dan pencarian data melalui internet.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Jual Beli dan Khiyar


a. Jual Beli (Al-Ba’i)
Lafazh al-bai’u dalam bahasa Arab menunjukkan makna jual dan beli. Ibnu
Manzur berkata: lafazh al-ba’i yang berarti jual kebalikan dari lafazh asyarraa-u,
yang berarti beli. Dilihat dari segi bahasa, lafazh al-bai’u merupakan bentuk
mashdar; baa’a-yabii’u-bai’an-mabii’aa, yang mengandung tiga makna sebagai
berikut: Tukar-menukar harta dengan harta, Tukar-menukar sesuatu dengan
sesuatu, Menyerahkan pengganti dan megambil sesuatu yang dijadikan alat
pengganti tersebut.1
Adapun definisi al-bai' secara terminology (istilah) diungkapkan oleh para
ulama sebagaimana berikut:
1. Hanafiyah: Saling tukar menukar sesuatu yang disenangi dengan semisalnya
atau kepemilikan harta dengan cara tukar-menukar dengan harta lainnya pada jalan
yang telah ditentukan.2
2. Malikiyah: Akad saling tukar-mneukar terhadap selain manfaat atau Akad saling
tukar-menukar terhadap bukan manfaat, bukan termasuk senangsenang, adanya saling
tawar-menawar, salah satu yang dipertukarkan itu bukan termasuk emas dan perak,
bendanya tertentu dan bukan dalam bentuk zat benda.3
3. Syafi’iyah: Akad saling tukar-menukar yang bertujuan memindahkan
kepemilikan barang atau menfaatnya yang bersifat abadi atau Akad yang mengandung
saling tukar-menukar harta dengan harta lainnya dengan syaratsyaratnya tujuannya
untuk memiliki benda atau manfaat yang bersifat abadi.4
4. Hanabilah: Saling tukar-menukar harta dengan harta dengan tujuan
memindahkan kepemilikan atau Saling tukar-menukar harta walaupun dalam

1
Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015), Cet. I, h. 9.
2
Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015), Cet. I, h. 11.
3
Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015), Cet. I, h. 11.
4
Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015), Cet. I, h. 11-12.

6
tanggungan atau manfaat yang diperbolehkan syara’, bersifat abadi bukan termasuk
riba dan pinjaman.5

b. Khiyar
Dalam segi bahasa khiyar bisa diartikan suatu pilihan. Jika terdapat
masalah yang berhubungan dengan transaksi hukum perdata, yaitu lebih tepatnya
bidang ekonomi para ulama sudah biasa mengenal definisi khiyar. Konsep khiyar
memperbolehkan ruang hak bagi seluruh orang dalam mendapati masalah pada
transaksi yang dilaksanakan. Sedangkan dalam segi istilah, beberapa ulama
menjelaskan makna khiyar yaitu khiyar adalah salah satu perjuangan pencarian
kemaslahatan untuk menyelesaikan dua masalah, yakni melanjutkan transaksi atau
membatalkan transaksi menurut Sayyid Sabiq.6
Wahbah Az-Zuhaili berpendapat khiyar ialah menentukan salah satu
pilihan dari kedua belah pihak yang melaksanakan akad antara melanjutkan atau
membatalkan transaksi yang disetujui berdasarkan keadaan kedua belah pihak yang
melangsungkan akad.7
Sedangkan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah mengatakan hak
menentukan pilihan dari penjual maupun pembeli untuk melangsungkan atau
membatalkan akad jual-beli yang diadakan disebut khiyar. Dasar persoalan
mu'amalah khususnya pada bidang Khiyar adalah merupakan satu hal yang
dapat membantu manusia disaat hendak melakukan transaksi jual beli dengan
pertimbangkan menghindari adanya pembelian abarang yang terdapat cacat di
dalamnya atau barang-barang yang tidak akan segera dimanfaatkan atau
belum dibutuhkan penggunaan-nya sehingga mengarah pada tindakan mubazir
atau mungkin juga adanya perasaan khawatir akan penggunaan barang-barang
yang akan dibeli, maka pada saat yang demikian penerapan khiyar dalam jual
beli sangat dibutuh-kan, bagi barang-barang yang padanya boleh ada hak khiyar
antara penjual dan pembeli.

5
Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015), Cet. I, h. 12.
6
Sayyid Sabiq, Terj Fikih Sunnah jilid 5 ,Tahkik & Takhrij: Muhammad Nasiruddin Al Albani, (Cakrawala
Publishing 2008.)209.
7
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu As-Syafi‟i Al-Muyassar, Terj. Muhammad Afifi, Abdul Hafiz, “ Fiqih Imam
Syafi‟i,( Jakarta: Almahira, 2010) 670.

7
Dengan demikian diantara kedua belah pihak tidak akan terjadi
penyelesaian dikemudian hari atau terhindar dari rasa paksaan, penipuan
ataupun kesalahan. Karena sesungguhnya Islam mcnghendaki agar jual beli
dilaksanakan alas keridhaan sematadan bukan untuk mencari kcuntungan
disebelah pihak saja.
Dari begitu banyak jenis khiyar, peneliti hanya akan membahas 4 macam
khiyar yang penting dan harus diketahui yaitu diantaranya adalah :
1. Khiyar Majlis
Khiyar majelis merupakan khiyar yang ditentukan oleh syara’ untuk para
orang yang melangsungkan transaksi, pada saat semua pihak berada dilokasi
transaksi. Khiyar majelis diterapkan dalam berbagai aneka ragam jual beli,
misalnya jual beli makanan dengan makanan, akad pemesanan barang (salam),
syirkah.
2. Khiyar Syarat
Khiyar syarat adalah salah satu bentuk khiyar yang mana orang yang
melaksanakan proses jual beli memberikan beberapa syarat dengan jangka waktu,
selama waktu tertentu kedua pihak maupun satu pihak dapat memilih untuk
melanjutkan jual beli serta membatalkannya.
3. Khiyar Aib
Khiyar aib adalah kesempatan pembatalan jual beli serta pengembalian
barang karena terdapat kekurangan atau cacat disuatu barang yang tidak didapati,
baik aib itu terdapat pada waktu transaksi maupun baru terlihat sesudah transaksi
selesai diakadkan pada awal serah terima barang. Menyebabkan munculnya khiyar
ini adalah aib yang menyebabkan berkurangnya harga serta nilai bagi para
pedagang maupun para pihak yang ahli dalam bidangnya.
4. Khiyar Ru’yah
Khiyar Ru’yah adalah khiyar atau pilihan untuk meneruskan akad atau
membatalkannya, setelah barang yang menjadi objek akad dilihat oleh pembeli.
Hal ini terjadi dalam kondisi dimana barang yang menjadi objek akad tidak ada di
majelis akad.

8
B. Dasar Hukum Jual Beli
Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 282:
Artinya: Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan
saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka
sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Hadis Rasul yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang artinya “ dari Rafi’
Ibn Khudaij ia berkata; Rasulullah Saw ditanya oleh seseorang; apakah usaha yang
paling baik wahai Rasulullah. Beliau menjawab seseorang yang bekerja dengan
usahanya sendiri dan jual beli yang baik (dibenarkan oleh syariat Islam). Hadis
riwayat Ahmad.
Hadis riwayat Ibn Majah yang artinya “dari Sa’id al-Khudhari ia berkata;
Rasulullah Saw bersabda; sesungguhnya jual beli itu harus didasarkan atas suka
sama suka.Hadis riwayat Ibn Hibban.
Jual beli yang merupakan kegiatan tolong menolong antara sesama manusia
mempunyai landasan yang amat kuat dalam Islam, baik dari Al-Qur’an, sunnah,
ijma’. Allah Swt. berfirman:
‫َو َأَح َّل ٱُهَّلل ٱْلَبْيَع َو َح َّر ٱلِّر َبٰو ۟ا‬
‫َم‬
Artinya: dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (Al-
Baqarah (2): 275)
‫لَۡي َس َع َلۡي ُک ۡم ُجَناٌح َاۡن َتۡب َتُغ ۡو ا َفۡض اًل ِّم ۡن َّرِّبُک ؕۡم‬
Artinya: Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari Tuhanmu. (Al-Baqarah
(2): 198)
Penghalalan jual beli oleh Allah itu mengandung dua kemungkian makna,
yaitu:

9
Pertama, Allah menghalalkan setiap jual beli yang biasa diteransaksikan
manusia dengan sikap saling rela dengan keduanya. Ini adalah maknanya yang
paling kuat.
Kedua, Allah menghalalkan jual beli apa bila tidak dilarang oleh
Rasulullah saw. sebagai penerang dari Allah tentang makna yang dia kehendaki.
Dengan demikian, jual beli itu termasuk hukum mujmal yang telah ditetapkan
hukumnya oleh Allah dalam kitabnya dan dijelaskan tata caranya melalui
lisan Nabinya atau termasuk hukum umum yang dimaksudkan berlaku khusus,
lalu Rasulullah saw. menjelaskan apa yang dimaksud dengan kehalalannya serta
apa yang diharamkam darinya; atau dia masuk ke katagori keduanya; atau
termasuk hukum umum yang dibolehkan Allah kecuali yang diharamkannya
melalui lisan nabinya dan sumber hukum yang semakna. Oleh karena
Rasulullah melarang beberapa jenis jual beli meskipun penjual dan
pembelisaling rela, maka kami menjadikannya dalil bahwa jual beli halal
yang dimaksut Allah adalah yang tidak ditunjukkan keharamannya melalui
lisan Nabinya, bukan diharamkan Allah secara langsung.
C. Rukun dan Syarat Jual Beli (Al-Ba’i)
Pengertian rukun adalah sesuatu yang merupakan unsur pokok pada
sesuatu, dan tidak terwujud jika ia tidak ada. Misalnya, penjual dan pembeli
merupakan unsur yang harus ada dalam jual beli. Jika penjual dan pembeli tidak
ada atau hanya salah satu pihak yang ada, jual beli tidak mungkin terwujud.
Adapun rukun-rukun jual beli adalah sebagai berikut:
a. Ada Penjual;
b. Ada Pembeli;
c. Ada uang;
d. Ada barang;
e. Ijab kabul (serah terima) antara penjual dan pembeli.
Pengertian syarat adalah sesuatu yang bukan merupakan usnur pokok tetapi
adalah unsur yang harus ada di dalamnya. Jika ia tidak ada, maka perbuatan
tersebut dipandang tidak sah. Misalnya; suka sama suka merupakan salah satu
syarat sahnya jual beli. Jika unsur suka sama suka tidak ada, jual beli tidak sah
menurut hukum.
Syarat-syarat sahnya jual beli adalah sebagai berikut :

10
 Penjual dan pembeli adalah orang yang sudah baligh dan berakal. Minimal
sudah mumayyiz (dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk). Kira-
kira usianya 7 (tujuh) tahun. Anak-anak yang sudah mumayyiz boleh
melakukan jual beli. Misalnya, jual beli kue-kue, buku tulis, pensil, sabun, dan
lain-lain. Namun demikian, sesuatu yang harganya mahal,anak-anak tidak sah
jual belinya kecuali atas izin orang tua atau pengampunya. Misalnya, jual beli
rumah, mobil, tanah pekarangan dan lain-lain.
 Atas kehendak sendiri, bukan karena paksanaan orang lain. Jika dipaksa
olehorang lain , jual belinya tidak sah. Jika seorang penjual memaksa orang
lain untuk membeli barang dagangannya dengan ancaman senjata tajam atau
lainnya, tidak sah jual belinya. Ketentuan ini, sesuai dengan hadis Rasul yang
mengatakan bahwa jual beli itu harus dilaksanakan atas dasar suka sama suka.
 Penjual dan pembeli haruslah minimal 2 (dua) orang, dan tidak sah jual beli
sendirian.
 Barang yang dijual haruslah milik sempurna ( milik sendiri). Tidak sah jual beli
jika barang yang dijualnya, bukan miliknya sendiri tetapi milik orang lain
kecuali ada pendelegasian hak dengan memberikan kuasa kepadanya.
 Barang yang dijual harus jelas wujudnya dan dapat diserahkan. Jika seseorang
menjual kepada orang lain ikan yang dalam kolamnya atau ikan yang ada
dalam sungai,hukumnya tidak sah.
 Barang yang dijual harus suci zatnya menurut syara’.Tidak sah jual beli sesuatu
yang haram zatnya. Misalnya, jual beli babi, bangkai, minuman keras, ganja
dan lain-lain. Jika sesuatu itu bermanfaat, boleh diprjual belikan.Misalnya, jual
beli kotoran binatang untuk pupuk tanaman, bangkai hewan (hewan yang mati
tidak disembelih) untuk praktek kedokteran dan lain-lain.
 Barang yang diperjualbelikan haus diperoleh dengan cara yang halal. Tidak sah
jual beli barang hasil rampokan, pencurian, korupsi dan lain-lain. Ketentuan ini
didasarkan kepada hadis Nabi yang menyatakan bahwa sesuatu yang tumbuh
atau dibesarkan dengan cara yang haram, maka nerakalah tempatnya yang
paling cocok. Hadis riwayat Ahmad.

11
D. Macam-macam Jual Beli (Al-Ba’i)
Jual beli adalah kontrak, dan dalam dasar hukum jual beli menurut Islam di
bagi menjadi dua yaitu jual beli yang diperbolehkan dan jual beli yang dilarang
oleh Allah. Berikut ini jual beli yang diperbolehkan oleh Allah yaitu:8
a. Muqa‟izah adalah jual beli barang dengan barang.
b. Sharf adalah jual beli tunai dengan tunai, seperti emas dengan perak.
c. Salam adalah jual beli dengan penyerahan barang di belakang, seperti
pembelian gandum yang masih di ladangnya.
d. Mutlak adalah jual beli bebas, seperti barang dengan uang.

Memerhatikan jenis-jenis kontrak, ada beberapa jenis jual beli yang


terlarang dan dinyatakan haram oleh Nabi Muhammad karena mengandung
unsurunsur riba, eksploitasi, penipuan, penggelapan, kecurangan, keterangan dusta,
ketidakadilan, judi, kebetulan, ataupun ketidak jujuran9. Merupakan jenis-jenis jual
beli yang dilarang oleh Allah:
a. Muzabanah adalah jual beli sesuatu yang diketahui jumlahnya dengan
sesuatu yang tidak diketahui jumlah atau harganya. Ini biasanya berlaku
bagi buah yang masih dipohon yang ditukarkan dengan buah kering
misalnya.
b. Munabadzah adalah jual beli tanpa kesepakatan antara penjual dan/atau
pembeli.
c. Habal al Habalah adalah jual beli janin di dalam perut. Misalnya
seseorang membeli seekor unta betina dengan janji ia akan membayar
harganya jika ternyata unta itu melahirkan seekor unta betina.
d. Mulamasah adalah jual beli dengan sentuhan.seperti seseorang membeli
baju hanya dengan menyentuhnya tanpa membuka, melihat ataupun
memeriksanya.

Jumhur fuqaha’ membagi jual beli menjadi jual beli yang shahih dan bathil,
adapun sebagai berikut:10

8
Chaudhry, M. S. Sistem Ekonomi Islam.., hal. 125.
9
Ika Y.F dan Abdul Kadir R., Prinsip Dasar Ekonomi Islam: Perspektif Maqashid al-Syari‟ah, (Jakarta:
Prenada Media Grup, 2014), hal. 246-253.
10
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), hal. 284.

12
a. Jual beli shahih, yaitu jual beli yang disyariatkan menurut asal dan
sifatsifatnya terpenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya tidak terkait
dengan hak orang dan tidak ada hak khiyar didalamnya. Jual beli shahih
menimbulkan implikasi hukum, yaitu berpindahnya kepemilikan, yaitu
barang berpindah miliknya menjadi milik pembeli dan harga berpindah
miliknya menjadi milik penjual.
b. Jual beli ghairu shahih, yaitu jual beli yang tidak terpenuhi rukun dan
syaratnya dan tidak mempunyai implikasi hukum terhadap obyek akad,
yang masuk dalam kategori ini adalah jual beli bathil dan jual beli fasid11
1) Jual beli bathil, yaitu jual beli yang tidak disyariatkan menurut
asal dan sifatnya kurang salah satu rukun dan syaratnya. Misalnya
jual beli yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap hukum seperti
gila atau jual beli terhadap mal ghairu mutaqawwin (benda yang
tidak dibenarkan memanfaatkannya secara syar’i), seperti bangkai
dan narkoba. Akad jual beli ini tidak mempunyai implikasi hukum
berupa perpindahan milik karena ia dipandang tidak pernah ada.
2) Jual beli fasid, yaitu jual beli yang disyariatkan menurut asalnya.
Namun, sifatnya tidak, misalnya jual beli itu dilakukan oleh orang
yang pantas (ahliyah) atau jual beli benda yang dibolehkan
memanfaatkannya, namun terdapat hal atau sifat yang tidak
disyariatkan pada jual beli tersebut yang mengakibatkan jual beli itu
menjadi rusak.
3) Gharar yasir adalah gharar yang kepastiannya sedikit. Pengikut
Madzhab Malikiyah dan Hanabilah membolehkannya. Yaitu gharar
yasir yang berhubungan dengan hal yang sangat primer. Contoh
gharar yasir menurut Malikiyah yaitu jual beli kacang yang masih
ada kulitnya. Jika jual beli dilakukan dengan membuka kulitnya,
maka akan menyusahkan pihak penjual dan pembeli. Dalam
terminologi para ahli hukum, Gharar adalah penjualan atas barang
yang tidak ada di tangan atau yang konsekuensinya tidak diketahui
atau penjualan yang melibatkan bahaya yang mana seseorang tidak

11
Rozalinda. Fikih Ekonomi Syariah Prinsip.., hal. 71.

13
mengetahui hingga bahaya itu terjadi atau tidak terjadi, seperti
penjualan ikan di laut atau burung di udara.12

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Hukum jual beli adalah peraturan hukum yang mengatur transaksi jual beli
antara pembeli dan penjual. Ada beberapa prinsip utama dalam hukum jual beli,
seperti prinsip kebebasan berkontrak, prinsip kepastian hukum, dan prinsip
keadilan. Prinsip kebebasan berkontrak berarti bahwa pembeli dan penjual dapat
sepakat mengenai harga, barang, dan ketentuan lainnya tanpa adanya paksaan atau
intimidasi dari pihak manapun. Prinsip kepastian hukum berarti bahwa setiap
transaksi jual beli harus didasarkan pada ketentuan yang jelas dan pasti, sehingga
tidak ada kebingungan atau keraguan mengenai hak dan kewajiban masing-masing
pihak. Prinsip keadilan berarti bahwa setiap transaksi jual beli harus adil bagi
semua pihak yang terlibat. Ini berarti bahwa harga dan kualitas barang harus wajar
dan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Dalam hukum jual beli, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan
seperti persyaratan sahnya suatu kontrak jual beli, hak dan kewajiban pembeli dan
penjual, risiko kepemilikan dan kerugian atas barang, serta penyelesaian sengketa
yang timbul dalam transaksi jual beli. Dalam kesimpulan, hukum jual beli
merupakan aturan yang sangat penting dalam kegiatan bisnis dan ekonomi, dan

12
Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance: A-Z Keuangan Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2007), hal. 225.

14
prinsip-prinsipnya harus dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat dalam transaksi
jual beli.

B. Saran
Setelah memaparkan materi di atas, penulis menyarankan pembaca untuk
lebih mengetahui mengenai pengertian jual beli dan khiyar, Dasar Hukum Jual Beli
(Al-Ba’i), Rukun dan Syarat Jual Beli (Al-Ba’i), Macam-Macam Jual Beli (Al-
Bai’i). Selain itu penulis menyadari bahwa dari berbagai referensi yang ada masih
banyak kesalahan dan kekurangan dalam segi penulisan, sehingga terjadi
kesalahpahaman dalam konsep jual beli dan khiyar. Dan penulis berharap dari
refisian makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan barokah. Aamiin.

DAFTAR PUSTAKA

Chaudhry, M. S. Sistem Ekonomi Islam.., hal. 125.

Etika Jual Beli Dalam Islam, 11, 374–375.

Hidayat, E. (2015). Fikih Jual Beli (1st ed.). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Ika Y.F dan Abdul Kadir R., Prinsip Dasar Ekonomi Islam: Perspektif Maqashid al-
Syari‟ah, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2014), hal. 246-253.

Indriati, D. S. (2004). Penerapan Khiyar Dalam Jual Beli, 2.

Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance: A-Z Keuangan Syariah, (Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama, 2007), hal. 225.

Mujiatun, S. (2013). JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF ISLAM : SALAM DAN ISTISNA,’
13.

Rozalinda. Fikih Ekonomi Syariah Prinsip.., hal. 71.

Sabiq, S. (2008). Tahkik & Takhrij. Cakrawala Publishing 2.

15
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), hal. 284.

Zuhaili, W. (2010). Fikih Imam Syafi'i. Jakarta: Almahira.

16

Anda mungkin juga menyukai