Disusun Oleh:
Puji syukur marilah kita panjatkan akan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan anugerah dan karunia-Nya kepada kita, sehingga masih diberikan
kesehatan, kekuatan, dan kemampuan untuk terus bersemangat dalam menuntut
ilmu yang insya Allah dapat bermanfaat bagi kita di hari kelak.
Penulis menyadari karya tulis ini masih belum dapat disebut sempurna.
Oleh karena itu, penulis sangat berbesar hati untuk menerima segala saran dan
kritik dari pembaca sebagai dorongan demi perbaikan makalah ini. Semoga
makalah sederhana ini dapat memberikan manfaat yang luar biasa bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca sekalian pada umumnya. Aamiin yaa
robbal’aalamiin. Wallahul muwafieq ilaa aqwamith tharieq...
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
D. Metode Penulisan..........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ariyah..........................................................................................3
E. Pengertian Qarad...........................................................................................9
A. Kesimpulan.................................................................................................17
B. Saran............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Metode Penulisan
A. Pengertian Ariyah
1
Rachmat Syafei, FIQIH Muamalah (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2001), 139.
Sebagai salah satu bentuk akad atau transaksi ariyah dapat berlaku
pada seluruh jenis tingkat masyarakat. Ia dapat berlaku pada masyarakat
tradisional maupun masyarakat modern, dan oleh sebab itu dapat
diperkirakan bahwa jenis akad atau transaksi ini sudah sangat tua, yaitu
sejak manusia yang satu berhubungan dengan yang lainnya.
Menurut Wahbah al-Juhaili tolong menolong dalam arti ariyah atau
pinjam meninjamkan sesuatu hukumnya sunah, sedangkan menurut Amir
Syarifuddin, transaksi dalam bentuk ini hukumnya boleh atau mubah
sepanjang dilakukan sesuai dengan ketentuan syara.2
1. Al-Qur’an
اونُ ْوا َعلَى ْالبِرِّ َوالتَّ ْق ٰو ۖى َواَل تَ َعا َونُ ْوا َعلَى ااْل ِ ْث ِم َو ْال ُع ْد َوا ِن
َ َوتَ َع
Dan tolong menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan dan
takwa, dan janganlah kamu tolong menolong untuk berbuat dosa dan
permusuhan. (QS. Al-Maidah: 2)
2. Al-Hadits
2
Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan, and Sapiudin Shidiq, FIQH MUAMALAT,
Pertama (Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2010), 247–48.
“Sampaikanlah amanat orang yang memberikan amanat kepadamu,
dan janganlah kamu khianat sekalipun dia khianat kepadamu” (HR.
Abu Dawud)
ِ اَ ْل َع
)اريَّةُ ُمَؤ َذاةٌ (رواه ابو داود
“Barang pinjaman ialah barang yang wajib dikembalikan” (HR. Abu
Dawud)
اس ي ُِر ْي ُد اَ َدا َءهَا اَ َّدى هّٰللا ُ َع ْنهُ َو َم ْن اَ َخ َذ ي ُِر ْي ُد َ َم ْن َأ َخ َذ اَ ْم َو
ِ َّال الن
)ِإ ْتاَل فَهَا اَ ْتلَفَهُ هّٰللا ُ (رواه البخاري
“Siapa yang meminjam harta seseorang dengan kemauan
membayarnya, maka Allah akan membayarnya, dan barang siapa yang
meminjam dengan kemauan melenyapkannya maka Allah akan
melenyapkan harta”. (HR. Al-Bukhari)
1. Rukun Ariyah
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun ariyah hanyalah
ijab dari yang meminjamkan barang, sedangkan qabul bukan
merupakan rukun ariyah.
Menurut ulama Syafi’iyah, dalam ariyah diisyaratkan adanya
lafadz shighat akad, yakni ucapan ijab dan qabul dari peminjam dan
yang meminjamkan barang pada waktu transaksi sebab memanfaatkan
milik barang bergantung pada adanya izin.
3
Ghazaly, Ihsan, and Shidiq, 248–49.
Secara umum, jumhur ulama fiqih menyatakan bahwa rukun
ariyah ada empat, yaitu:
1. Mu’ir (peminjam)
2. Musta’ir (yang meminjamkan)
3. Mu’ar (barang yang dipinjam)
4. Shighat, yakni sesuatu yang menunjukan kebolehan untuk
mengambil manfaat, baik dengan ucapan maupun perbuatan.
2. Syarat Ariyah
Ulama fiqih mensyaratkan dalam akad ariyah sebagai berikut:
a. Mu’ir berakal sehat
Dengan demikian, orang gila dan anak kecil yang tidak berakal
tidak dapat meminjamkan berang. Ulama Hanafiyah tidak
menyaratkan sudah baligh, sedangkan ulama lainnya
menambahkan bahwa yang berhak meminjamkan adalah orang
yang dapat berbuat kebaikan sekehendaknya, tanpa dipaksa,
bukan anak kecil, bukan orang bodoh, dan bukan orang yang
sedang pailit (bangkrut).
b. Pemegangan barang oleh peminjam
Ariyah adalah transaksi dalam berbuat kebaikan, yang dianggap
sah memegang barang adalah peminjam, seperti halnya dalam
hibah.
c. Barang (Musta’ar) dapat dimanfaatkan tanpa merusak zatnya,
jika musta’ar tidak dapat dimanfaatkan, akad tidak sah.
Para ulama telah menetapkan bahwa ariyah di bolehkan terhadap
setiap barang yang dapat diambil manfaatnya dan tanpa merusak
zatnya, seperti meminjamkan tanah, pakaian, binatang, dan lain-
lain.
Diharamkan meminjamkan senjata dan kuda kepada musuh,
juga diharamkan meminjamkan Al-Qur’an atau yang berkaitan dengan
Al-Qur’an kepada orang kafir. Juga dilarang meminjamkan alat
berburu kepada orang yang sedang ihram.4
4
Syafei, FIQIH Muamalah, 141–42.
b. Apabila barang itu tidak dipelihara sama sekali.
c. Apabila pemanfaatan barang pinjaman tidak sesuai dengan adat yang
berlaku.
d. Apabila pihak peminjam melakukan sesuatu yang berbeda dengan
syarat yang ditentukan sejak semula dalam akad.
E. Pengertian Qarad
Dilihat dari maknanya, qarad identik dengan akad jual beli. Karena,
akad qarad mengandung makna pemindahan kepimilikan barang kepada
pihak lain.
Al-Qardh (utang) berasal dari kata qarada – yaqridhu – qardhan.6
a. Al-Qur'an
Qarad sebagai suatu akad yang dibolehkan, merupakan sesuatu
yang harus diyakini dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,
khususnya dalam hal muamalah, sebagaimana yang dijelaskan Allah
agar meminjamkan sesuatu bagi agama Allah. Selaras dengan
meminjamkan kepada Allah, kita juga diseru untuk meminjamkan
kepada manusia sebagi bagian dari hidup bermasyarakat (civil
society).
ُض ِعفَهٗ لَ ٗ ٓه اَضْ َعافًاٰ َم ْن َذا الَّ ِذيْ يُ ْق ِرضُ هّٰللا َ قَرْ ضًا َح َسنًا فَي
ۖ
ُۣ َكثِ ْي َرةً ۗ َوهّٰللا ُ يَ ْقبِضُ َويَب
ْصطُ َواِلَ ْي ِه تُرْ َجع ُْو َن
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang
baik, maka Allah akan melipatgandakan pinjaman itu untuknya,
8
Ii, “Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah Di Indonesia (Yogyakarta: Fajar Media
Press, 2014), 177. 9.”
9
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar FIQH MUAMALAH, ed. Saifuddin zuhri Qudsy
(Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2008), 254.
dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak.” (QS. Al-
)Baqarah:245
2) Surah Al-Baqarah 280
لِ ِمª ا ِم ْن ُم ْسªª َم:الªª قªلمªªعن أبي مسعود ان النبي صلى هّٰللا عليه وس
ًيُ ْق ِرضُ ُم ْسلِ ًم قَرْ ضًا َم َّر تَ ْي ِن اِالَّ اَ ْن َأصْ َد قَ ْتهَا َم َّرة
“Bukan seorang muslim (mereka) yang meminjamkan muslim
(lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah.”
(HR. Ibnu Majah)10
10
Ii, “Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah Di Indonesia (Yogyakarta: Fajar Media
Press, 2014), 177. 9.”
G. Syarat-syarat dan Rukun Qarad
Ada beberapa rukun yang harus dipenuhi dalam akad qardh ini.
Apabila rukun tersebut tidak terpenuhi, maka akad qardh akan batal.
Rukun qardh tersebut adalah:
a. Pihak peminjam (muqtaridh)
Pihak peminjam yaitu orang yang meminjam dana atau uang kepada
pihak pemberi pinjaman.
b. Pihak pemberi pinjaman (muqridh)
Pihak pemberi pinjaman yaitu orang atau badan yang memberikan
pinjaman dana atau uang kepada pihak peminjam.
c. Dana (qardh) atau barang yang dipinjam (muqtaradh)
Dana atau barang disini yang dimaksud adalah sejumlah uang atau
barang yang dipinjamkan kepada pihak peminjam.
d. Ijab qabul (sighat)
Karena utang piutang sesungguhnya merupakan sebuah transaksi
(akad), maka harus dilaksanakan melalui ijab dan kabul yang jelas,
sebagaimana jual beli dengan menggunakan lafadz qarad.11
11
Indra Krisna Kusuma, “DEFINISI, DASAR HUKUM, SYARAT DAN RUKUN
QARDH,” Acedemia.Edu, 2016,
https://www.academia.edu/30512598/DEFINISI_DASAR_HUKUM_SYARAT_DAN_RUKUN_
QARDH.
12
Syafei, FIQIH Muamalah, 154–55.
I. Berakhirnya Akad Qarad
13
Anna Zahnira, “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK HUTANG
PIUTANG ( QARDH ) DENGAN SISTEM PEMBAYARAN BARANG ( Wilayah Hukum Di
Gampong Jangka Alue . U , Kecamatan Jangka ,” 2022.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA