Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

‘Ariyah dan Hiwalah


Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Fiqih Muamalah

Dosen Pengampu : Mushofkin

Disusun Oleh:

1. Dina Rahmawati (1902056089)


2. Rifad Alfiansyah (1902056094)
3. Amir Rudianto (1902056092)

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

2020

1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad Saw. yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Fiqih Muamalahdengan
judul‘Ariyah

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Semarang, 19 Maret 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
A. Latar Belakang........................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN................................................................................................................4
BAB III................................................................................................................................4
PENUTUP...........................................................................................................................4
A. Kesimpulan..............................................................................................................5
B. Saran.........................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................5

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Harta merupakan suatu komponen pokok dalam seumur hidup manusia ,


yang mana harta menurapan unsur dharuri yang memang tidak bisa ditinggalkan
begitu aja oleh manusia , dengan harta manusia alam memenuhi kebutuhannya ,
baik kebutuhan primer ,sekunder maupun tersier .untuk menjalankan sebuah
perekonomian suatu individu maka perlu adannya kegiatan ekonomi , yang
didalammya termasuk jual beli , simpan pinjam dan lain lain .

Kegiatan ekonomi yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-


hari bahkan tanpa kita sadari, pinjam-meminjam sering kita lakukan. Bahkan
jikalau kita tidak mampu membayar hutang kita bisa mengalihkan hutang kita itu
kepada orang yang berhutang kepada kita dengan syarat dan ketentuan yang
berlaku sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Kedua contoh tadi dikenal
dalam konsep fiqh muamalah yaitu ‘ariyah dan hiwalah. Berbicara mengenai
pinjaman (‘ariyah), maka perlu kita bahas mengenai dasar hukum ariyah dan
hiwalah itu.

Apa sebenarnya ariyah itu? Bagaimana dasar hukum serta rukun dan
syarat Ariyah? Dan apakah pembayaran / pengambilan pinjaman itu telah sesuai
atau tidak? Untuk itu kita perlu mengetahui bagaimana pengembalian yang sesuai
dengan syara’. Agar kita bisa menerapkan dalam kehidupan nyata. Begitu juga
dengan hiwalah  dan penerapan hukumnya yang akan dibahas setelah bab ‘ariyah
ini.

4
Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memberi
pengetahuan kepada pembaca umumnya dan kami khususnya tentang hal-hal yang
berkaitan dengan ‘ariyah, sehingga kita dapat mengaplikasikanya dalam kegiatan
kita sehari-hari.

B. Rumusan Masalah
1.Apa yang dimaksud ariyah
2.Apa saja jenis jenis ariyah
3.Apa saja syarat dan rukun ariyah
4.Apa yang menjadi landasan hukum ariyah
C.Tujuan Penulisan
1.Untuk memahami pengertian ariyah
2.Untuk mengetaahui jenis jennis ariyah
3.Untuk mengetahui apa saja syarat dan rukun didalam ariyah
4.Untuk mengetahui apa yang menjadi landaan hukum ariyah

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ariyah

Ariyah berasal dari bahasa arab yaitu ajara (‫ – )اَ َج َر‬yu’jiru (‫ – )يُؤ ِج ُر‬ijaran (
‫ ارًا‬K‫ )إِ ْي َج‬yang berarti menyewakan ,yakni dalam tradisi pinjam meminjam demi
suatu kebaikan .Dalam Islam peminjaman atau ariyah ini sangat dianjurkan sekali
daalam kegiatan sehari-hari , mengingat firman Allah yang berbunyi “Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan ) kebaikan dan takwa, dan jangan
tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan” (al-Mai’idah [5]:2)
dalam hal ini tolong menolong bisa berbentuk suatu pinjaman , dan pinjamanpun
berhak diberikan kepada orang yang membutuhkan , mengingat manusia
merupakan makhluk sosial yang harus bergantung pada orang lain.1

Tanggung jawab dalam hal pinjam meminjam pula sangat ditegaaskan


dalam agama khususnya agama islam , Ketika seseorang telah menerima barang
pinjaman ia pula harus bertanggung jawab atas amanah yang diberikan pada
dirinya, tanggung jawab tersebut termasuk atas kondisi suatu kebendaan , ataukah
barang tersebut rusak ataupun tidak dan lalai ataupun tidak ,tanggung jawab yang
paling penting ialah mengenai kewajiban mengembalikan barang , hal ini
ditegaskan dalam firman Allah pada Qs an-Nisa [4]: 58 yang berbunyi “sunguh
Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerima “disini
sudah jelas kewajiban seseorang peminjam suatu barang ialah mengembalikan
seperti semua kembali2

Semakin berkembangnya zaman , para ulamapun banyak mengembangkan


tentang definisi ariyah ataau pinjaman tersebut , dan ini beberapa pendapat
tentang ariyah oleh ahli fiqih serta ulama

1
Sri Soedewi Masychoen Sofwan, Hukum Perdata dan kebendaan (Yogjakarta:Liberty 2004) hal
30
2
Sayyid Sabiq,Fiqih Sunnah jilid V, (Jakarta : Pustaka Abdi Bangsa , 2018) hal165

6
1.    Menurut Hanafiyah, ‘ariyah adalah:
“Memilikkan manfaat secara cuma-cuma.”

2.    Menurut Malikiyah, ‘ariyah adalah:


‫تمليك منفعة مؤ قتة ال بعو ض‬
 “Memilikkan manfaat dalam waktu tertentu dengan tanpa imbalan.”
3.    Menurut Syafi’iyah, ‘ariyah adalah:
‫ليرده على المتبرع‬ ‫عينه‬ ‫ابا حة اال نتفا ع من شخص فيه اهلية التبر ع بما يحن اال نتفا ع به مع بقاء‬

 “Kebolehan mengambil manfaat dari dari seseorang yang membebaskannya, apa


yang mungkin dimanfaatkan, serta tetap zat barangnya supaya dapat dikembalikan
kepada pemiliknya.”
4.    Menurut Hanabilah, ‘ariyah ialah:
“Kebolehan memanfaatkan suatu zat barang tanpa imbalan dan peminjam atau
yang lainnya.”
5.    Ibnu Rif’ah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ‘ariyah adalah:
“Kebolehan mengambil manfaat suatu barang dengan halal serta tetap zatnya
supaya dapat dikembalikan.”3

Dengan dikemukakannya definisi-definisi menurut para ahli fiqh diatas, kiranya


dapat dipahami bahwa meskipun menggunakan redaksi yang berbeda, namun
materi permasalahannya dari definisi tentang ‘ariyah tersebut sama. Jadi, yang
dimaksud dengan ‘ariyah adalah memberikan manfaat suatu barang dari seseorang
kepada orang lain secara cuma-cuma (gratis). Bila digantikan dengan sesuatu atau
ada imbalannya, hal itu tidak dapat disebut ‘ariyah.

B. Jenis Jenisi Ariyah


Ariyah adapat dibagi dari segi kewenngannya atau dari keseapakatan dalam
pengembalian barang , Ariyah dibagi menjadi dua macam yakni ariyah

3
Sulaiman Rashd,Fiqih Islam ,(Bandung:Sinar Baru Algesindo,1994) hal 110

7
muqayyadah dan ariyah mutlaq , berikut penjelasan dari ariyah muqyah dan
ariyah mutlaq tersebut :

1.    ‘Ariyah Muqayyadah


Yaitu bentuk pinjam meminjam barang yang bersifat terikat dengan batasan
tertentu. Misalnya peminjaman barang yang dibatasi pada tempat dan jangka
waktu tertentu. Dengan demikian, jika pemilik barang mensyaratkan pembatasan
tersebut, berarti tidak ada pilihan lain bagi pihak peminjam kecuali mentaatinya.
‘ariyah ini biasanya berlaku pada objek yang berharta, sehingga untuk
mengadakan pinjam-meminjam memerlukan adanya syarat tertentu. Pembatasan
bisa tidak berlaku apabila menyebabkan musta’ir tidak dapat mengambil manfaat
karena adanya syarat keterbatasan tersebut. Dengan demikian dibolehkan untuk
melanggar batasan tersebut apabila terdapat kesulitan untuk memanfaatkannya.
Jika ada perbedaan pendapat antara mu’ir dan musta’ir tentang lamanya waktu
meminjam, berat/nilai barang, tempat dan jenis barang maka pendapat yang harus
dimenangkan adalah pendapat mu’ir karena dialah pemberi izin untuk mengambil
manfaat barang pinjaman tersebut sesuai dengan keinginannya.

2.  Ariyah Mutlaqah


Yaitu bentuk pinjam meminjam barang yang bersifat tidak dibatasi. Melalui
akad ‘ariyah ini, peminjam diberi kebebasan untuk memanfaatkan barang
pinjaman, meskipun tanpa ada pembatasan tertentu dari pemiliknya. Biasanya
ketika ada pihak yang membutuhkan pinjaman, pemilik barang sama sekali tidak
memberikan syarat tertentu terkait obyek yang akan dipinjamkan. Contohnya
seorang meminjamkan kendaraan, namun dalam akad tidak disebutkan hal-hal
yang berkaitan dengan penggunaan kendaraan tersebut, misalnya waktu dan
tempat mengendarainya. Namun demikian harus disesuaikan dengan kebiasaan
yang berlaku di masyarakat. Tidak boleh menggunakan kendaraan tersebut siang
malam tanpa henti. Jika penggunaannya tidak sesuai dengan kebiasaan dan barang
pinjaman rusak maka mu’ir harus bertanggung jawab.

C. Syarat dan Rukun Ariyah

8
Didalam pinjam meminjam terdapat syarat dan rukun didalamnya , agar
tidak terjadinnya kesewenang wenangan maka perlu adannya syarat agar tidak
semua orang dapat meimjam dengan kepentingannya sediri, syarat dan rukun
antara lain:
1.    Muir berakal sehat

Dengan demikian, orang gila dan anak kecil yang tidak berakal tidak dapat
meminjamkan barang.

2.    Pemegang barang oleh peminjam

Ariyah adalah transaksi dalam berbuat kebaikan, yang dianggap sah


memegang barang adalah peminjam, seperti halnya dalam hibah.

3.   Barang (musta’ar)

Dapat dimanfaatkan tanpa merusak zatnya, jika musta’ar tidak dapat


dimanfaatkan, akad tidak sah.

Rukun ‘ariyah yaitu:

1.    Mu’ir

Mu’ir adalah pihak yang meminjamkan atau mengizinkan penggunaan


manfaat barang pinjaman. Syarat mu’ir yaitu:

a.    Ahli at-tabarru. Yaitu perizinan pemanfaatan barang

b.    Berstatus sebagai pemilik manfaat barang, meskipun tidak berstatus


sebagai pemilik barang. Sebab obyek akad ‘ariyah adalah manfaat, bukan
barang

c.    Mukhtar. Yakni akad ‘ariyah dilakukan atas dasar inisiatif sendiri, bukan
atas dasar tekanan atau paksaan.

2.    Musta’ir

Musta’ir adalah pihak yang meminjamkan atau mendapat izin penggunaan


manfaat barang. Syarat musta’ir yaitu:

a.    Sah menerima hak melalui akad tabarru’.

9
b.    Tertentu (mua’yan).4

3.    Musta’ar

Musta’ar adalah barang yang dipinjamkan, atau barang yang manfaatnya


diizinkan untuk dipergunakan musta’ir. Syarat musta’ar yaitu:

a.    Memiliki potensi bisa dimanfaatkan

b.    Manfaatnya merupakan milik pihak mu’ir

c.    Pemanfaatannya legal secara agama

d.    Manfaat yang memiliki nilai ekonomis (maqshudah)

e.    Pemanfaatannya tidak berkonsekuensi mengurangi fisik barang.

4.    Shighah
Shighah dalam akad ‘ariyah adalah bahasa interaksi meliputi ijab dan qabul
yang menunjukkan perizinan penggunaan manfaat barang.

D. Landasan Hukum Ariyah

Menurut Sayyid Sabiq, tolong menolong [ariyah] adalah sunnah.  Sedangkan


menurut al-Ruyani,sebagaimana dikitip oleh Taqiy al-Din, bahwa ariyah
hukumnya wajib ketika awal islam. Adapun landasan hukumnya dari nash alquran
ialah:

) ٢: ‫وتعا ونوا على الرب والتقوى وال تعا ونوا على اال مث والعدوان ( املا ئدة‬

“Dan tolong menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan dan taqwa dan
janganlah kamu tolong menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan.”  [Al-
Maidah:2]
)٥٨: ‫ان اهلل يأ مر كم ان تؤ د و ااال ما نا ت ا ىل اهلها (النساء‬
Asbabun Nuzul:
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa setelah Fathul Makkah, Rasulullah SAW
memanggil Utsman bin Talhah untuk meminta kunci ka’bah. Ketika Utsman

4
Dr.Harun, Fiqih Muamalah,(Surkarta:Muhammadiyah University Press,2017) hlm 161

10
datang menghadap Rasul untuk menyerahkan kunci itu, berdirilah Al Abbas
seraya berkata : “Ya Rasulullah, demi Allah, serahkan kunci itu kepadaku. Saya
akan merangkap jabatan itu dengan jabatan urusan pengairan”. Utsman menarik
5
kembali tangannya. Maka bersabdalah Rasulullah: “Berikanlah kunci itu
kepadaku, wahai Utsman !” Utsman berkata: “Inilah dia amanat dari Allah”. Maka
berdirilah Rasulullah membuka ka’bah dan kemudian keluar untuk thawaf di
baitullah. Lalu turunlah Jibril membawa perintah supaya kunci itu diserahkan
kepada Utsman. Rasulullah melaksanakan perintah itu sambil membaca surat An
Nisa’ ayat 58.
Sebagaimana halnya bidang-bidang lain, selain al-quran landasan hukum yang
kedua ialah Al-Hadis, dalam landasan ini, ariyah dinyatakan sebagai berikut:

) ‫اداآل ما نة اىل من ائتمنك وال ختن من خانك ( رواه أبو داود‬

“Sampaikanlah amanat orang yang memberikan amanat kepadamu dan


janganlah kamu khianat sekalipun dia khianat kepadamu” [Dikeluarkan oleh Abu
Dawud].
‫من أخذ اموا ل الناس يريد أداء ها ادى اهلل عنه ومن أخذ يريد اتال فها اتلفه اهلل‬
“Siapa yang meminjam harta manusia dengan kehendak membayarnya maka
Allah akan membayarkannya, barang siapa yang meminjam hendak
melenyapkannya, maka Allah akan melenyapkan hartanya” [Riwayat Buhari].

5
Dr.Harun, Fiqih Muamalah,(Surkarta:Muhammadiyah University Press,2017) hlm 160

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Islam merupakan agama yang mulia dengan memerintahkan untuk


menolong sesama, hal ini juga termasuk dalamhal pinjam meminjam atau yang
disebuut ariyah untuk kepentingan bersama , tanpa merugikan orang lain.
Ariyah berasal dari bahasa arab yaitu ajara (‫ – )اَ َج َر‬yu’jiru (‫ – )يُؤ ِج ُر‬ijaran (‫)إِ ْي َجارًا‬
yang berarti menyewakan ,yakni dalam tradisi pinjam meminjam demi suatu
kebaikan yang didalamnya terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi para
peminjam maupun yang memberi pinjaman . Ariyah dibagi menjadi 2 yakni
ariyah muqayyadah dan ariyah mutlaqh , ariyah muqayyada yaitu bentuk pinjam
meminjam barang yang bersifat terikat dengan batasan tertentu. Misalnya
peminjaman barang yang dibatasi pada tempat dan jangka waktu tertentu
sedangkan . ariyah mutlaqah yaitu bentuk pinjam meminjam barang yang bersifat
tidak dibatasi. Melalui akad ‘ariyah ini, peminjam diberi kebebasan untuk
memanfaatkan barang pinjaman, meskipun tanpa ada pembatasan tertentu dari
pemiliknya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Soedewi,Sri , Masychoen Sofwan, Hukum Perdata .dan kebendaan .Yogjakarta :


Liberty 2004

Sabiq, Sayyid Fiqih Sunnah jilid V . Jakarta : Pustaka Abdi Bangsa , 2018

Rashd, Sulaiman ,Fiqih Islam . Bandung :Sinar Baru Algesindo,1994

Harun, Fiqih Muamalah,Surkarta:Muhammadiyah University Press,2017

13

Anda mungkin juga menyukai