Anda di halaman 1dari 15

AKAD WAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Fiqh Muamalah Kontemporer

Dosen Pengampu :

Dr. Jamaludin Achmad Kholik, Lc,MA

Disusun Oleh :

Aprianda Krisna P.W. (21404042)

Qomaruddin (21404059)

Alwi Bayu Pamungkas (21404062)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARI’AH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Makalah yang berjudul “Akad
Wakalah”.

Terimakasih saya ucapkan kepada Bapak Dr. Jamaludin Achmad Kholik, Lc,MA yang
telah membantu kami baik secara moral maupun materi. Terimakasih juga saya sampaikan
kepada teman-teman seperjuangan yang telah mendukung kami sehingga kami bisa
menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu.

Kami menyadari, bahwa laporan Makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi
acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Semoga laporan Makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Kediri, 4 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... iv
A. Latar Belakang Makalah............................................................................ iv
B. Rumusan Masalah...................................................................................... iv
C. Tujuan Makalah......................................................................................... v
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 1
A. Pengertian................................................................................................. 1
B. Dasar Hukum............................................................................................ 3
C. Rukun Wakalah........................................................................................ 5
D. Syarat Wakalah......................................................................................... 6
BAB III PENUTUP......................................................................................... 9
A. Kesimpulan............................................................................................... 9
B. Saran......................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 10

E.

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Makalah


Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat berdiri sendiri, tetapi selalu
mebutuhkan bantuan orang lain, baik untuk memenuhi kepentingannya sendiri maupun
untuk kepentingan orang lain.
Setiap manusia pada dasarnya saling membutuhkan bantuan dari sesamanya dalam
berbagai pekerjaan yang dapat mendatangkan manfaat bagi kehidupannya, dalam arti
manusia akan selalu membutuhkan pertolongan dari orang lain. Dalam agama Islam pada
hal tolong-menolong sudah ada aturannya yaitu tolong-menolong dalam hal kebaikan.
Islam merupakan agama yang lengkap dengan segala perbuatannya, baik yang
berhubungan dengan sesama manusia maupun yang berhubungan dengan Sang pencipta-
Nya yaitu Allah SWT. sejalan dengan itu, hukum Islam disyariatkan untuk mengatur
segala perbuatan dan tingkah laku manusia di muka bumi dalam rangka mencari ridha
Allah SWT, sehingga semua urusan manusia diatur dengan ketentuan hukum yang jelas
dan pasti. Ketentuan syara’ yang berkenaan dengan hak-hak adami manusia itu harus
dilaksanakan dengan baik dan bertanggungjawab.
Berdasarkan penjelasan singkat di atas, yang menjadi fokus pembahasan penulis
dalam makalah ini adalah mengenai wakalah. Dengan demikian kami menulis makalah
tentang “Wakalah” ini selain kami berikan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Fiqh Muamalah Kontemporer, kami berikan juga kepada seluruh umat muslim yang
membaca makalah ini. Karena isi dan makna dari makalah “Wakalah” ini sangatlah
penting untuk kehidupan khususnya untuk permasalahan yang berkaitan dengan
Muamalah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Wakalah ?
2. Apa Dasar Hukum Wakalah ?
3. Apa saja Rukun Wakalah ?
4. Apa saja Syarat Wakalah ?
5. Apa saja Objek-objek yang di Wakafkan ?
6. Apa Macam-macam Wakalah ?
7. Apa saja yang Menyebabkan Berakhirnya Wakalah ?

iv
8. Apa Hikmah Wakalah ?

C. Tujuan Makalah
1. Dapat Mengetahui Pengertian Wakalah.
2. Dapat Mengetahui Dasar Hukum Wakalah.
3. Dapat Mengetahui Rukun Wakalah.
4. Dapat Mengetahui Syarat Wakalah.
5. Dapat Mengetahui Objek Wakalah.
6. Dapat Mengetahui Macam-macam Wakalah.
7. Dapat Mengetahui Penyebab Berakhirnya Wakalah.
8. Dapat Mengetahui Hikmah Wakalah.

v
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Dari sekian banyak akad-akad yang dapat diterapkan dalam kehidupan manusia
Wakalah termasuk salah satu akad yang menurut kaidah yang dapat di terima Fiqh
Muamalah. Pengertian al-wakalat secara bahasa adalah al-tafwidh (pendelegasian), al
hifzh (memelihara), al-kifaat (penggantian), dan al–dhaman (tanggung jawab). Diartikan
demikian karena dalam akad ini terdapat pendegelasian dari pihak pertama kepada
pihak kedua untuk melakukan sesuatu yang didelegasikan kepadanya. Pihak
yang menerima pelimpahan wewenang berkedudukan sebagai wakil, pemelihara
(al-hafizh), penanggung jawab (al-dhamin), dan pengganti (al-kafi).1

Secara istilah Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak
pertama kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang diwakilkan (dalam hal
ini pihak kedua) hanya melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang
diberikan oleh pihak pertama, namun apabila kuasa itu telah dilaksanakan sesuai yang
disyaratkan, maka semua resiko dan tanggung jawab atas dilaksanakan perintah tersebut
sepenuhnya menjadi pihak pertama atau pemberi kuasa.

Wakalah menurut pandangan para ulama :

1. Menurut Hashbi Ash Shiddieqy, Wakalah adalah akad penyerahan kekuasaan, yang
pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai penggantinya dalam bertindak
(bertasharruf).
2. Menurut Sayyid Sabiq, Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada
orang lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.
3. Ulama Malikiyah, Wakalah adalah tindakan seseorang mewakilkan dirinya kepada
orang lain untuk melakukan tindakan-tindakan yang merupakan haknya yang tindakan
itu tidak dikaitkan dengan pemberian kuasa setelah mati, sebab jika dikaitkan dengan
tindakan setelah mati berarti sudah berbentuk wasiat.

1
Atang Abd. Hakim,Fiqih Perbankan Syariah Transformasi Fiqih Muamalah ke dalam Peraturan Perundang-
undangan,(Bandung:PT Refika Aditama,2011),cet.1,h.271

1
4. Menurut Ulama Syafi’iah mengatakan bahwa Wakalah adalah suatu ungkapan yang
mengandung suatu pendelegasian sesuatu oleh seseorang kepada orang lain supaya
orang lain itu melaksanakan apa yang boleh dikuasakan atas nama pemberi kuasa.
5. Ulama Hanafiah mengtakan Wakalah adalah seseorang mempercayakan orang lain
menjadi ganti dirinya untuk bertasysrruf dalam bidang-bidang tertentu yang boleh
diwakilkan.

Dengan pendapat para ulama tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengertian
wakalah terdiri dari :

1. Adanya perjanjian antara seseorang dengan orang lain.


2. Isi perjanjian berupa pendelegasian.
3. Tugas yang diberikan oleh pemberi kuasa terhadap penerima kuasa untuk melakukan
suatu tindakan tertentu.
4. Objek yang dikuasakan merupakan sesuatu yang boleh dikuasakan atau diwakilkan.
Wakalah atau wikalah berarti penyerahan, pendegelasian, atau pemberian
mandat. Dalam bahasa arab, hal ini dapat dipahami sebagai al-tafwidh, contoh
kalimat “aku serahkan urusanku kepada Allah”. 2 Artinya, Anda menyerahkannya kepada
Allah.3

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 20 ayat 19 mendefinisikan


wakalah sebagai “Pemberian kuasa kepada pihak lain untuk mengerjakan sesuatu.”
Kuasa dalam konteks ini kuasa untuk menjalankan kewajiban dan juga kuasa untuk
menerima hak. Kuasa untuk menjalankan kewajiban misalnya seseorang mewakilkan
kepada orang lain untuk membayar utang. Sementara kuasa untuk menerima hak
seperti mewakilkan untuk menerima pembayaran utang. Seorang wakil sepenuhnya
menjalankan dan kewenangan dan tanggung jawab orang yang diwakilkannya.4

Secara linguistik, wakalah bermakna menjaga atau juga bermakna


mendelegasikanmandat, menyerahkan sesuatu, seperti halnya firman Allah dalam QS.
Yusuf:55.5

2
Muhammad Syafi’i Antonio,Islamic Banking Bank Syari’ah: Dari Teori Ke Praktik,(Jakarta:Gema Insani
Press,2001),cet.1,h.120
3
Saleh Al-Fauzan,Fiqih Sehari-hari,(Jakarta:Gema Insani Press,2005),cet.1,h.428
4
Abu Bakar Muhammad bin Abi Sahl al-Sarakhsi sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa,Fiqih Muamalah
Kontemporer,(Metro:STAIN Jurai Siwo Metro Lampung,2014),h.206.
5
Dimyauddin Djuwaini,Pengantar Fiqh Muamalah,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2008), h.239

2
Wakalah atau biasa disebut perwakilan adalah pelimpahan kekuasaan oleh
satu pihak (muwakil) kepada pihak lain (wakil) dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.
Atas jasanya, maka penerima kekuasaan dapat meminta imbalan tertentu dari pemberi
amanah.6

B. Dasar Hukum

Masyarakat membutuhkan akad wakalah untuk menyelesaikan segala persoalan


hidup mereka. Hal ini terjadi karena unsur keterbatasan yang senantiasa melingkupi
kehidupan manusia. Untuk itu syari’ah memberikan legalitas atas keabsahan akad
tersebut.7

1. Al-Qur’an.
Salah satu dasar dibolehkannya al-wakalah adalah sebagaimana dalam firman Allah
SWT berikut:
ِ ‫اج َع ْلنِي َعلَ ٰى َخ َزاِئ ِن اَأْل ْر‬
‫ض ۖ ِإنِّي َحفِيظٌ َعلِي ٌم‬ ْ ‫قَا َل‬
Artinya : "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah
orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".
Penjelasan dari Tafsir Qurais Syihab : Dari sikap dan perilaku Yûsuf, raja tahu
bahwa Yûsuf seorang yang cakap dalam mengatur dan terampil dalam setiap apa yang
dikerjakannya. Yûsuf pun merasakan hal itu. Yûsuf meminta kepada Raja agar diangkat
sebagai salah satu pejabatnya seraya berkata, "Jadikanlah aku sebagai penjaga gudang
tempat kau menyimpan kekayaan dan hasil bumi milikmu. Karena, seperti telah paduka
buktikan sendiri, aku dapat memegang dan memelihara urusan kerajaan dengan baik,
dapat menjaga dan memberdayakan harta- hartamu untuk sasaran yang tepat.
Dalam surat al-Kahfi juga menjadi dasar al-wakalah yang artinya berikut: “Dan
demikianlah Kami bangkitkan mereka agar saling bertanya di antara mereka sendiri.
Berkata salah seorang diantara mereka agar saling bertanya “Sudah berapa lamakah kamu
berdiri di sini?’ Mereka menjawab, “Kita sudah berada di sini satu atau setengah hari”.
Berkata yang lain, “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada di sini.
Maka, suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang
perakmu ini dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik dan hendaklah ia

6
Ascarya,Akad dan Produk Bank Syariah,(Jakarta:Rajawali Pers,2011),h.104.
7
Dimyauddim Djuwaini,Pengantar Fiqih Muamalah....,h. 239-240

3
membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah
sekali-kali menceritakan halmu kepada seorang pun.” (al-Kahfi:19). 8
Ayat di atas menggambarkan perginya salah seorang ash-habul kahfi yang bertindak
untuk dan atas nama rekan-rekannya sebagai wakil mereka dalam memilih dan membeli
makanan.
2. Hadis
Banyak hadits yang dapat dijadikan landasan keabsahan wakalah, diantaranya :

‫ث‬ َ ‫ بَ َع َث َأبَا َرافِ ٍع َو َر ُجالً ِمنَ ْاَأل ْن‬.‫س ْو َل هللاِ صلعم‬


َ ‫صا ِر فَ َز َّو َجاهُ َم ْي ُم ْونَةَ بِ ْنتَ ْا‬
ِ ‫لحا ِر‬ ُ ‫َأنَّ َر‬

Artinya : “Bahwasannya Rasulullah Saw., mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan


seorang anshar untuk mewakilkannya mengawini Maimunah binti Harits”.9

Dalam kehidupan sehari hari, Rasulullah telah mewakilkan kepada orang lain untuk
berbagai urusan. Diantaranya adalah membayar utang, mewakilkan penetapan had
dan membayarnya, mewakilkan pengurusan unta, membagi kandang hewan, dan lain-
lainya.10

3. Ijma’
Para ulama pun bersepakat dengan ijma atas dibolehkannya wakalah. Mereka
bahkan ada yangcenderung mensunnahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut
termasuk jenis ta’awun atau tolong menolong atas dasar kebaikan dan takwa. Tolong
menolong diserukan oleh Al-Qur’an dan disunnahkan oleh Rasulullah saw.
Allah berfirman dalam surah Al-Maidah : 2 ;
‫ب‬ َ َ ‫اونُوا َعلَى ا ْلبِ ِّر َوالتَّ ْق َو ٰى ۖ َواَل تَ َعا َونُوا َعلَى اِإْل ْث ِم َوا ْل ُع ْد َوا ِن ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ ۖ ِإنَّ هَّللا‬
ِ ‫ش ِدي ُد ا ْل ِعقَا‬ َ ‫ َوتَ َع‬..........
Artinya “....Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (al-
Maa’idah:2).11
Penjelasan dari Tafsir Jalalain : (Bertolong-tolonglah kamu dalam kebaikan) dalam
mengerjakan yang dititahkan (dan ketakwaan) dengan meninggalkan apa-apa yang
dilarang (dan janganlah kamu bertolong-tolongan) pada ta`aawanu dibuang salah satu di
antara dua ta pada asalnya (dalam berbuat dosa) atau maksiat (dan pelanggaran) artinya

8
Muhammad Syafi’i Antonio,Islamic Banking Bank Syari’ah:Dari Teori Ke Praktik..,h. 121
9
Malik. kitab al-Muwaththa’, bab Haji no. 678
10
Muhammad Syafi’i Antonio,Islamic Banking Bank Syari’ah: Dari Teori Ke Praktik...., h.122
11
Ibid,..

4
melampaui batas-batas ajaran Allah. (Dan bertakwalah kamu kepada Allah) takutlah kamu
kepada azab siksa-Nya dengan menaati-Nya (sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya)
bagi orang yang menentang-Nya.

C. Rukun Wakalah

Rukun wakalah ada tiga yaitu :

1. Muwakil, orang yang berwakil disyaratkan sah melakukan apa yang diwakilkan, sebab
milik atau dibawah kekuasaannya, disyaratkan:
a. Harus seorang pemilik sah yang dapat bertindak sesuai yang ia wakilkan.
b. Orang mukallaf atau anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni dalam hal-hal
yang bermafaat baginya seperti mewakilkan untuk menerima hibah, menerima
sedekah dan sebagainya.
2. Wakil, disyaratkan bahwa wakil sah melakukan apa yang diwakilkan kepadanya, tak
ubahnya orang yang berwakil pula, disyaratkan:
a. Cakap hukum.
b. Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya.
c. Wakil adalah orang yang diberi amanat.
3. Shighat (Ijab Kabul), berati lafadz wakil yaitu ucapan dari orang yang berwakil yang
menyatakan bahwa ia rela berwakil. Ijab kabul harus sesuai dengan kesepakatan kedua
belah pihak baik lisan maupun tulisan dengan keikhlasan memberi dan menerima
baik fisik maupun manfaat dari hal yang ditransaksikan
4. Muwakal fih (sesuatu yang diwakilkan)12 disayaratkan:
a. Menerima penggantian, artinya boleh diwakilkan kepada orang lain untuk
mengerjakannya.
b. Dimiliki oleh orang yang berwakil ketika ia berwakil itu.
c. Diketahui dengan jelas.

Menurut kalangan Hanafiyah, rukun wakalah adalah ijab dan kabul. Ijab
berarti ucapan atau tindakan dari orang yang akan mewakilkan, seperti ucapan
atau tindakan dari orang yang akan mewakilkan, seperti ucapan “Aku wakilkan
kepadamu untuk melakukan hal ini.” Sementara kabul berarti ucapan dari orang yang
menerima wakil, seperti ucapan “Aku terima”. Ijab ini adakalanya bersyarat atau
bergantung pada sesuatu dan ada kalanya berlaku mutlak. Apabila berlaku mutlak,
12
Mardani,Fiqh Ekonomi Syariah:Fiqh Muamalah,(Jakarta:Kencana,2012),h.300

5
maka wakil bertanggung jawab dan berwenang untuk melakukan sesuatu terkait
dengan hal yang diwakilkan.13

D. Syarat Wakalah
Berikut adalah Syarat-syarat akad Wakalah :
1. Seorang muwakkil, disyaratkan harus memiliki otoritas penuh atas suatu pekerjaan
yang akan didelegasikan kepada orang lain. Dengan alasan, orang yang tidak memiliki
otoritas sebuah transaksi, tidak bisa memindahkan otoritas tersebut kepada orang lain.
Akad wakalah tidak bisa dijalankan oleh orang yang tidak memiliki ahliyyah, seperti
orang gila, anak kecil yang belum tamyiz. Ulama fiqh selain Madzhab
Hanafiyyah menyatakan, akad wakalah tidak bisa dilaksanakan oleh anak kecil
secara mutlak.
2. Seorang wakil, disyaratkan haruslah orang yang berakal dan tamyiz. Anak kecil,
orang gila, anak belum tamyiz, tidak boleh menjadi wakil, ini menurut
Hanafiyyah. Ulama selain Hanafiyyah juga menyatakan hal yang sama. Anak
kecil tidak boleh menjadi wakil, karena mereka belum bisa terbebani dengan
hukum hukum syar’i. Segala tindakan yang dilakukan, belum bisa diakui.
3. Objek yang diwakilkan, harus memenuhi beberapa syarat. Objek tersebut harus
diketahui oleh wakil, wakil mengetahui secara jelas apa yang harus dikerjakan
dengan spesifikasi yang diinginkan. Sesuatu yang diwakilkan itu, harus
diperbolehkan secara syar’i. Tidak diperbolehkan mewakilkan sesuatu yang
diharamkan syara’, seperti mencuri, merampok dan lain lain. Objek tersebut
memang bisa diwakilkan dan didelegasikan (diwakilkan) kepada orang lain,
seperti akad jual beli, ijarah dan lain –lain. (Zuhaili,1898,IV, hal. 153-154).14

E. Objek yang Boleh di Wakalahkan


Hal-hal yang boleh diwakilkan antara lain:
1. Obyek mestilah sesuatu yang bisa diwakilkan kepada orang lain, seperti jual beli,
pemberian upah, dan sejenisnya yang memang berada dalam kekuasaan pihak yang
memberikan kuasa.

13
Alaudin Abu Bakar Mas’ud al-Kasani sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih Muamalah
Kontemporer,(Metro:STAIN Jurai Siwo Metro Lampung,2014),h. 210.
14
Dimyauddin Djuwaini,Pengantar Fiqh Muamalah...., h.242

6
2. Para ulama berpendapat bahwa tidak boleh menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah
badaniyah seperti shalat, dan boleh menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah maliyah
seperti membayar zakat, sedekah, dan sejenisnya. Selain itu hal-hal yang diwakilkan itu
tidak ada campur tangan pihak yang diwakilkan. Berkaitan dengan hal-hal yang boleh
diwakilkan, menurut analisa penulis, tidak semua wakalah dibolehkan dalam hukum
Islam, meski dalam bentuknya boleh, seperti, jual beli, pemberian upah dan sebagainya.
Jika dalam wakalah tersebut terdapat hukum lain yangmelarangnya, seperti wakalah
jual beli barang yang diharamkan, atau pemberian upah yang pekerjaannya dilarang
oleh Islam, sebagai contohh memberikan upah untuk membunuh (yang bukan hak),
berjudi dan lain sebagainya. Artinya bukan wakalah jualbelinya atau pemberian
upahnya yang dilarang akan tetapi dalam jualbeli dan pemberian upahnya terdapat
larangan, dengan demikian wakalah tersebut bisa menyebabkan batal.

F. Macam-macam Wakalah
a. Al-wakalah al-Mutlaqah, yakni mewakilkan secara mutlak, tanpa batas waktu dan
untuk segala urusan. Dalam hukum positif, sering dikenal dengan istilah kuasa luas,
yang biasanya digunakan untuk mewakili segala kebutuhan pemberi kuasa dan
biasanya hanya untuk perbuatan pengurusan (beheren).
b. Al-Wakalah al-Muqayyadah, yakni penunjukan wakil untuk bertindak atas nama dalam
urusan-urusan tertentu. Dalam hukum positif, hal ini dikenal sebagai kuasa khusus dan
biasanya hanya untuk satu perbuatan hukum. Kuasa khusus ini biasanya diperuntukan
bagi perbuatan hukum tertentu yang berkaitan dengan kepemilikan atas suatu barang,
membuat perdamaian, atau perbuatan lain yang hanya bisa dilaksankan oleh pemilik
barang.
c. Al-Wakalah al- Amamah, yakni perwakilan yang lebih lua dari al- muqayyadah tetapi
lebih sederhana daripada al-mutlaqah. Biasanya kuasa ini untuk perbuatan pengurus
sehari-hari. Dalam praktek perbankan syariah, wakalah ini sering sekali digunakan
sebagai pelengkap transaksi suatu akad atau sebagai jembatan atas keterbatasan ataupun
hambatan dari pelaksanaan suatu akad.

G. Berakhirnya Akad Wakalah


Akad wakalah akan berakhir apabila terdapat hal-hal berikut :
a. Salah seorang yang berakad hilang akalnya.
b. Dihentikannya pekerjaan yang dimaksud.
7
c. Salah seorang dari yang berakad meninggal.
d. Pemutusan oleh orang yang mewakilkan terhadap wakil.
e. Keluarnya orang yang mewakilkan dari status pemilikan.

H. Hikmah Wakalah
Hikmah yang diperoleh dari wakalah adalah sebagai berikut :
a. Mengajarkan prinsip tolong-menolong antara satu dengan yang lainnya untuk tujuan
kebaikan.
b. Mengajarkan kepada manusia untuk merenungi bahwa hidup ini tidak sempurna.
c. Memberikan kesempatan kepada orang lain untuk melakukan sesuatu sehingga
mengurangi pengangguran.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengertian al-wakalat secara bahasa adalah al-tafwidh (pendelegasian), al
hifzh (memelihara), al-kifaat (penggantian), dan al–dhaman (tanggung jawab).
Diartikan demikian karena dalam akad ini terdapat pendegelasian dari pihak pertama
kepada pihak keduauntuk melakukan sesuatu yang didelegasikan kepadanya.
Pihak yang menerima pelimpahan wewenang berkedudukan sebagai wakil,
pemelihara (al-hafizh), penanggung jawab (al-dhamin), dan pengganti (al-kafi).
Secara istilah Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak
pertama kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang diwakilkan (dalam hal
ini pihak kedua) hanya melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang
diberikan oleh pihak pertama, namun apabila kuasa itu telah dilaksanakan sesuai yang
disyaratkan, maka semua resiko dan tanggung jawab atas dilaksanakan perintah tersebut
sepenuhnya menjadi pihak pertama atau pemberi kuasa.
Kesimpulan pengertian wakalah menurut pendapat para ulama’ terdiri dari :
1. Adanya perjanjian antara seseorang dengan orang lain.
2. Isi perjanjian berupa pendelegasian.
3. Tugas yang diberikan oleh pemberi kuasa terhadap penerima kuasa untuk melakukan
suatu tindakan tertentu.
4. Objek yang dikuasakan merupakan sesuatu yang boleh dikuasakan atau diwakilkan.
Wakalah atau wikalah berarti penyerahan, pendegelasian, atau pemberian mandat.

B. Saran
Dengan selesainya makalah ini, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang turut andil dalam penulisan makalah ini, semoga makalah ini dapat
bermanfaat. Dan taklupa kami menyadari bahwa dari penulisan makalah ini jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu saran dan kritik yang membangun selalu kami tunggu dan
perhatikan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ghazaly, Abdur Rahman, dkk, Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana, 2010.

Qosim, M. Rizal, Pengamalan Fikih, Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008.

Ali., H. Zainuddin, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006

Dr. Hj. Isnawati Rais, MA dan Dr. Hj. Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya Pada
Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2011.

Lubis, abdul fatah dan abu ahmadi, Fikih Islam Lengkap, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2004

Lathif, M.Ag., AH. Azharuddin, Fiqh Muamalat, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005.

Suhendi, Hendi (2005) Fiqih Muamalah, Jakarta : RajaGrapindo Persada.

10

Anda mungkin juga menyukai