Anda di halaman 1dari 15

WAKALAH, KAFALAH DAN AS SHULHUH

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Dalam Mata Kuliah Fiqh Muamalah

Disusun Oleh Kelompok 10 :


Siti Jubaidah Manullang 2040100147
Shely Aryandini 2040100154

Dosen Pengampu : Rosnani Siregar, M. Ag.

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYEKH ALI HASAN AHMAD ADDARY
PADANGSIDIMPUAN
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dan puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Tanpa ridha dan petunjuk dari-Nya
mustahil makalah ini dapat di rampungkan.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak
selaku dosen pengasuh mata kuliah Fiqh Muamalah sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul ”Wakalah, Kafalah, dan As Shulhuh”.
Besar harapan kami bahwa makalah ini dapat bermanfaat dan dapat di
jadikan sebagai pegangan dalam mempelajari materi tentang “Wakalah, Kafalah,
dan As Shulhuh” Juga merupakan harapan kami dengan hadirnya makalah ini,
akan mempermudah semua pihak dalam proses perkuliahan pada mata kuliah Fiqh
Muamalah.
Sesuai kata pepatah “tiada gading tak retak”, kami mengharapkan saran
dan kritik, khususnya dari rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi. Kesempurnaan
hanyalah milik Allah SWT. Akhir kata, semoga segala daya dan upaya yang kami
lakukan dapat bermanfaat untuk kita semua.

Padang Sidempuan, 20 November 2023

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .....................................................................................i

Daftar Isi...............................................................................................ii

Bab I Pendahuluan

1. Latar Belakang..........................................................................1
2. Rumusan Masalah.....................................................................1
3. Tujuan Penulisan.......................................................................1

Bab II Pembahasan

A. Definisi Wakalah, Kafalah, dan As Shulhuh.............................3


B. Rukun dan Syarat Wakalah, Kafalah, dan As Shulhuh..............4
C. Macam- macam As Shulhuh dan Kafalah.................................8
D. Contoh.......................................................................................10
E. Hikmah......................................................................................10

Bab III Penutup

I. Kesimpulan................................................................................11

Daftar Pustaka.......................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wakalah, Kafalah, Hawalah/Hiwalah sering kita dengar baik dalam
ekonomi syariah maupun dalam lembaga keuangan syariah. Hal tersebut
dalam dunia perbankan terdapat dalam produk jasa. Pada umumnya
masyarakat awam tidak begitu memahami apa yang dimaksud dengan hal
tersebut. Untuk Indonesia sebagai negara muslim sudah seharusnya sistem
keuangan yang digunakan berlandaskan prinsip syariah. Namun, saat ini
prinsip syariah belum begitu terealisasi penggunaannya.
Wakalah berupa penyerahan atau pendelegasian dari satu pihak kepihak
lain dan harus dilakukan dengan yang telah disepakati oleh si pemberi mandat.
Kafalah secara bahasa berarti dhammu (gabungan), sedangkan secara syara’
kafalah bermakna penggabungan tanggungan seorang kafil dengan
tanggungan seorang ashil untuk memenuhi tuntutan dirinya, atau utang, atau
barang, atau suatu pekerjaan
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Wakalah, Kafalah, dan As Shulhuh?
2. Apa Rukun dan Syarat Wakalah, Kafalah, dan As Shulhuh?
3. Apa saja Macam- macam As Shulhuh dan Kafalah?
4. Apa saja contohnya?
5. Apa hikmahnya?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan Definisi Wakalah,
Kafalah, dan As Shulhuh.
2. Untuk dapat mengetahui apa saja Rukun dan Syarat Wakalah, Kafalah,
dan As Shulhuh.
3. Untuk dapat mengetahui apa saja Macam- macam As Shulhuh dan
Kafalah.

1
4. Untuk dapat mengetahui seperti apa contohnya.
5. Untuk dapat mengetahui apa saja hikmahnya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Wakalah, Kafalah, dan As Shulhuh


1. Pengertian Wakalah
Wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti
menyerahkan atau mewakilkan urusan sedangkan wakalah adalah
pekerjaan wakil.1 Al-Wakalah juga berarti penyerahan (al Tafwidh) dan
pemeliharaan (al-Hifdh).2 Menurut kalangan Syafi‟iyah arti wakalah
adalah ungkapan atau penyerahan kuasa (al-muwakkil) kepada orang lain
(al-wakil) supaya melaksanakan sesuatu dari jenis pekerjaan yang bisa
digantikan (an-naqbalu anniyabah) dan dapat dilakukan oleh pemberi
kuasa, dengan ketentuan pekerjaan tersebut dilaksanakan pada saat
pemberi kuasa masih hidup.3 Wakalah dalam arti harfiah adalah menjaga,
menahan atau penerapan keahlian atau perbaikan atas nama orang lain,
dari sini kata tawkeel diturunkan yang berarti menunjuk seseorang untuk
mengambil alih atas suatu hal juga untuk mendelegasikan tugas apapun ke
orang lain.4
2. Pengertian Kafalah
Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung
(kafil) kepada pihak ketiga yang memenuhi kewajiban pihak kedua atau
yang ditanggung. Dalam pengertian lain kafalah juga berarti mengalihkan
tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung
jawab orang lain sebagai penjamin.5

1
Tim Kashiko, Kamus Arab-Indonesia, Kashiko, 2000, hlm. 693.
2
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta,
2008, hlm. 120-121
3
Helmi Karim, Fiqh Muamalah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 20
4
Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2009, hlm. 529.
5
Dimyaudin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008,
hlm. 247.

3
Al-kafalah menurut bahasa berarti al-Dhaman (jaminan), hamalah
(beban), dan za’amah (tanggungan). Sedangkan menurut syariah, kafalah
adalah suatu tindak penggabungan tanggungan orang yang menanggung
dengan tanggungan penanggung utama terkait tuntutan yang berhubungan
dengan jiwa, hutang, barang, atau pekerjaan.
3. Pengertian As Shulhuh
Secara bahasa kata al-shulhu (‫لح‬HHH‫ )الص‬berarti perdamaian,6
memutuskan pertengkaran atau perselisihan (‫)النزاع قطع‬.7 definisi di atas
maka dapat disimpulkan bahwa “shulh adalah suatu usaha untuk
mendamaikan dua pihak yang berselisihan, bertengkar, saling dendam dan
bermusuhan dalam mempertahankan hak, dengan usaha tersebut dapat
diharapkan akan berakhir perselisihan”. Dengan kata lain, sebagai mana
yang di ungkapkan oleh Wahbah Zuhaily shulh adalah “akad untuk
mengakhiri semua bentuk pertengkaran atau perselisihan”
Menurut kata lain yaitu, sulh adalah suatu proses penyelesaian
sengketa di mana para pihak bersepakat untuk mengakhiri perkara mereka
secara damai. Sulh memberikan kesempatan para pihak untuk memikirkan
jalan terbaik dalam menyelesaikan sengketa antara kedua belah pihak.8
B. Rukun dan Syarat Wakalah, Kafalah, dan As Shulhuh
1. Rukun dan Syarat Wakalah
Adapun rukun dan syarat wakalah adalah sebagai sebagai berikut:
a. Rukun wakalah
1) Orang yang memberi kuasa (al-Muwakkil)
2) Orang yang diberi kuasa (al-Wakil)
3) Perkara/hal yang dikuasakan (al-Taukil)
4) Pernyataan Kesepakatan (Ijab dan Qabul).9
b. Syarat-syarat muwakkil (yang mewakilkan)

6
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir, Kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997), cet. k-2, hlm. 788.
7
Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini, Kifayah al-Akhyar, (Bandung:
PT al-Marif, 2007), cet.k-1, hlm. 271.
8
Syahrizal Abbas, op.cit., hlm. 159-160.
9
Ibid, hlm. 125

4
Muwakkil merupakan orang yang berwakil disyaratkan sah
melakukan apa yang diwakilkan, sebab milik atau di bawah
kekuasaannya orang yang berwakil disyaratkan sah melakukan apa
yang diwakilkan, sebab milik atau di bawah kekuasaannya. Syarat-
syarat muwakkil adalah: 1) Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap
sesuatu yang diwakilkan. 2) Orang mukallaf atau anak mumayyiz
dalam batas-batas tertentu, yakni dalam hal-hal yang bermanfaat
baginya seperti mewakilkan untuk menerima hibah, menerima sedekah
dan sebagainya.10
c. Syarat-syarat wakil (yang mewakili)
Syarat-syarat wakil adalah sebagai berikut: 1) Cakap hukum, cakap
bertindak hukum untuk dirinya dan orang lain, memiliki pengetahuan
yang memadai tentang masalah yang diwakilkan kepadanya, serta
amanah dan mampu mengerjakan pekerjaan yang dimandatkan
kepadanya. 2) Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya.
3) Wakil adalah orang yang diberi amanat.11
d. Perkara yang diwakilkan/obyek wakal
Sesuatu yang dapat dijadikan obyek akad atau suatu pekerjaan
yang dapat dikerjakan orang lain, perkara-perkara yang mubah dan
dibenarkan oleh syara’, memiliki identitas yang jelas, dan milik sah
dari al-Muwakkil, misalnya: jual-beli, sewa-menyewa, pemindahan
hutang, tanggungan, kerjasama usaha, penukaran mata uang,
pemberian gaji, akad bagi hasil, talak, nikah, perdamaian dan
sebagainya.
e. Pernyataan Kesepakatan (Ijab-Qabul)
Kesepakatan kedua belah pihak baik lisan maupun tulisan dengan
keikhlasan memberi dan menerima baik fisik maupun manfaat dari hal
yang ditransaksikan.12
10
Dewan Syariah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Gaung Persada,
Jakarta, 2006, hlm. 65.
11
Ibid, hlm. 66.
12
Dewan Syariah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Gaung Persada,
Jakarta, 2006, hlm. 67.

5
2. Rukun dan Syarat Kafalah
Rukun kafalah terdiri atas sighat kafalah (ijab qabul), makful bih
(objek tanggungan), kafil (penjamin), makful’anhu (tertanggung), makful
lahu (penerima hak tanggungan).
a. Sighat kafalah bisa diekspresikan dengan ungkapan yang menyatakan
adanya kesanggupan untuk menanggung sesuatu, sebuah kesanggupan
untuk menunaikan kewajiban.
b. Makful Bihi. Objek pertanggungan harus bersifat mengikat terhadap
diri tertanggung, dan tidak bias dibatalkan tanpa adanya sebab syar’i.
c. Kafil. Ulama fiqh mensyaratkan seorang kafil haruslah orang yang
berjiwa filantropi, orang yang terbiasa berbuat baik demi kemaslahatan
orang lain. Selain itu, ia juga orang yang baligh dan berakal.
d. Makful’Anhu. Syarat utama yang harus melekat pada diri tertanggung
(makful’anhu) adalah kemampuannya untuk menerima objek
pertanggungan, baik dilakukan oleh diri pribadinya atau orang lain
yang mewakilinya. Selain itu makful’anhu harus dikenal baik oleh
pihak kafil.
e. Makful lahu. Ulama mensyaratkan makful lahu harus dikenali oleh
(Antonio, 2008)kafil, guna meyakinkan pertanggungan yang menjadi
bebannya dan mudah untuk memenuhinya.
f. Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz itu berarti menjamin, tidak
digantungkan pada sesuatu yang berarti sementara.13
3. Rukun dan Syarat As Shulhuh
1) Rukun-rukun al-Shulh adalah sebagai berikut:
a) Mushalih, yaitu masing-masing pihak yang melakukan akad
perdamaian untuk menghilangkan permusuhan atau sengketa.
b) Mushalih’anhu, yaitu persoalan-persoalan yang diperselisihkan
atau disengketakan.

13
Hendi Suhendi, op.cit., hlm. 191

6
c) Mushalih’alaih, ialah hal-hal yang dilakukan oleh salah satu pihak
terhadap lawannya untuk memutuskan perselisihan. Hal ini disebut
juga dengan istilah badal al-shulh.14
d) Shigat ijab dan kabul diantara dua pihak yang melakukan akad
perdamaian.
2) Syarat-syarat ash-Shulh
Di antara syarat-syarat perdamaian ada yang berkaitan dengan
orang yang berdamai, ada yang berkaitan dengan hak yang
disengketakan, dan ada yang berkaitan dengan kompensasi
perdamaian.
a) Syarat orang yang berdamai
Orang yang berdamai disyaratkan termasuk orang yang
sedekahnya sah. Apabila orang yang berdamai termasuk orang
yang sedekahnya tidak sah, seperti orang gila, anak kecil, wali
anak yatim, atau pengawas wakaf, perdamaiannya tidak sah
sebab kompensasi perdamaiana adalah sedekah, sedangkan dia
tidak berhak melakukannya. Perdamaian anak kecil yang telah
mumayiz, wali anak yatim, dan pengawas wakaf adalah sah
apabila di dalamnya terdapat manfaat bagi si anak kecil yang
telah mumayiz, si anak yatim, atau wakaf. Misalnya, ada orang
yang berutang kepada anak yatim, tetapi tidak ada bukti-bukti
yang menunjukkan utang tersebut, lalu wali anak yatim
berdamai dengan orang yang berutang itu dengan mengambil
sebagian dari utangnya dan meninggalkan sebagian yang lain.15
b) Syarat kompensasi perdamaian
1. Kompensasi berbentuk harta yang memiliki nilai dan
diserahterimakan atau berbentuk manfaat.
2. Kompensasi diketahui dengan pengetahuan yang dapat
menghilangkan ketidaktahuan yang melampaui batas dan
14
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Bandung:PT Raja Grafindo Persada, 1997), cet.k-1,
hlm. 172.
15
Sayyid Sabbiq, op.cit., h.323.

7
dapat mengakibatkan persengketaan, apabila ia
membutuhkan penyerahterimaan.
c) Syarat Hak yang Disengketakan Pada hak yang disengketakan,
disyaratkan hal-hal berikut ini.
1. Hak yang dipersengketakan berbentuk harta yang memiliki
nilai atau berbentuk manfaat. Pengetahuan tentangnya tidak
disyaratkan karena ia tidak membutuhkan penyerah-
terimaan.
2. Hak yang dipersengketakan adalah salah satu dari hak-hak
hamba yang boleh diambil kompensasinya meskipun
bukanlah harta, seperti kisas.
C. Macam- macam As Shulhuh dan Kafalah
a. Macam-Macam Shulh
Dijelaskan dalam fiqh Syafiiyah sebagaimana dikutip oleh Idris
Ahmad bahwa shulh (perdamaian) terbagi menjadi empat:
1. Perdamaian antara muslim dan kafir yaitu membuat perjanjian
untuk meletakkan senjata dalam masa tertentu (sekarang
disebut dengan genjatan senjata) secara bebas atau dengan cara
mengganti kerugian yang diatur oleh undang-undang yang
telah disepakati bersama.
2. Perdamaian antara kepala Negara dan pemberontak.
3. Perdamaian antara suami istri yaitu membuat perjanjian dan
aturan tentang pembagian nafkah, masalah durhaka, serta
dalam masalah menyerahkan haknya kepada suaminya
manakala terjadi perselisihan.
4. Perdamaian dalam muamalah yaitu yang berkaitan dengan
masalah yang terkait dengan perselisihan yang terjadi dalam
masalah muamalah seperti utang-piutang.16
Dilihat dari cara melakukannya, shulh dibagi menjadi tiga.

16
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Mualamat (Jakarta:Kencana Prenada Media Group
2010), cet.k-2, hlm. 199

8
1. Shulh dengan ikrar yaitu shulh yang dicapai melalui ikrar.
2. Shulh dengan ingkar yaitu perdamaian yang dicapai melalui cara
menolak.
3. Shulh dengan sukut (diam) yaitu perdamaian yang dicapai dengan cara
diam.
Para ulama membolehkan dilakukannya shulh dengan cara
mengingkari dan berdiam. Adapun dilihat dari keabsahannya dapat dibagi
menjadi dua:
1. Shulh ibra yaitu melepaskan sebagian dari apa yang menjadi
haknya. Shulh ibra ini tidak terikat oleh syarat.
2. Shulh muawadah yaitu berpalingnya seseorang dari haknya kepada
orang lain. Hukum yang berlaku pada shulh ini adalah hukum jual
beli.
b. Macam-macan Kafalah
1. Kafalah jiwa
Kafalah jiwa atau juga dikenal dengan kafalah wajah adalah
komitmen penanggung untuk menghadirkan sosok pihak tertanggung
kepada orang yang ditanggung haknya.
2. Kafalah Harta
Kafalah atau penanggungan terhadap harta adalah kafalah yang
mengharuskan penanggung untuk menunaikan tanggungan yang
berkaitan dengan harta. Kafalah harta terdiri dari tiga macam yaitu:
1) Kafalah hutang.
2) Kafalah terhadap barang atau kafalah penyerahan.
3) Kafalah terhadap sesuatu yang terkait dan muncul kemudian.
Adapun jenis-jenis Kafalah :
1. Kafalah bi an-Nafs
2. Kafalah bi al-Mal
3. Kafalah bit Taslim
4. Kafalah al-Mujazah
5. Kafalah al-Mualah

9
D. Contohnya
1. Wakalah
Pada proses wesel pos, uang tunai diberikan secara langsung
dari Al-Muwakkil kepada Al-Wakil, kemudian Al-Wakil memberikan
uangnya secara langsung kepada nasabah yang dituju.
E. Hikmah As Shulhuh
Shulh merupakan cara yang terpuji untuk menyelesaikan permasalahan.
Allah dan Rasulnya memerintahkan untuk berdamai jika terjadi perselisihan,
pertengkaran, dendam, dan peperangan. Melalui perdamaian semua pihak
akan merasakan puas. Segala macam kekesalan, dendam, dan sikap egois dan
merasa benar akan hilang seketika. Dalam perdamaian tidak ada istilah yang
kalah dan menang. Semuanya menjadi pihak yang berpegang 40 kepada
kebenaran yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya swt. Bayangkan
seandainya manusia tidak mau berdamai ketika berselisih atau bertengkar
maka yang terjadi permusuhan yang abadi, saling menyalahkan, dan saling
marah-marahan bahkan tidak mustahil akan terjadi peperangan dan
pertumpahan darah yang sangat merugikan. Wahbah Zuhaily menambahkan,
dengan shulh akan terjaga rasa kasih-sayang, menjauhkan perpecahan, dan
menyambung sebab-sebab yang menimbulkan perpecahan. Rasulullah
bersabda “janganlah kamu saling membenci, saling hasud, saling memutuskan
jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. Bahkan dalam hadits lain tidak
ada istilah pendusta bagi orang yang melakukan islah (perdamaian).17

17
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Mualamat (Jakarta:Kencana Prenada Media Group
2010), cet.k-2, hlm. 200

10
BAB III
PENUTUP

I. Kesimpulan
Wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti
menyerahkan atau mewakilkan urusan sedangkan wakalah adalah pekerjaan
wakil. Al-Wakalah juga berarti penyerahan (al Tafwidh) dan pemeliharaan (al-
Hifdh).
Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil)
kepada pihak ketiga yang memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung.
Secara bahasa kata al-shulhu (‫لح‬HH‫ )الص‬berarti perdamaian, memutuskan
pertengkaran atau perselisihan (‫ع‬HH‫نزاع قط‬HH‫)ال‬. definisi di atas maka dapat
disimpulkan bahwa “shulh adalah suatu usaha untuk mendamaikan dua pihak
yang berselisihan, bertengkar, saling dendam dan bermusuhan dalam
mempertahankan hak, dengan usaha tersebut dapat diharapkan akan berakhir
perselisihan”.

11
DAFTAR PUSTAKA

Antonio, M. S. (2008). Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
Ayub, M. (2009). Understanding Islamic Finance. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Djuwaini, D. (2008). Pengantar Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ghazaly, A. R. (2010). Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Karim, H. (2009). Fiqh Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Suhendi, H. (1997). Fiqh Muamalah. Bandung: Raja Grafindo Persada.

12

Anda mungkin juga menyukai