Anda di halaman 1dari 14

1

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih dan maha penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yangtelah melimpahkan rahmat,
hidayah,dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang wakalah ini .

Terlepas dari semua itu , kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya . oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang wakalah ini manfaatnya untuk kita
semua dan dapat mengamalkannya dalam kehidupan kita dan menjadi inspirasi untuk lebih
yakin dalam memilih bank syariah bagi pemakalah dan pembaca.
2

Daftar Isi

Kata Pengantar....................................................................................................... 1
Daftar Isi................................................................................................................ 2
BAB I Pendahuluan .............................................................................................. 3
A. Latar Belakang........................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 3
C. Tujuan Pembuatan Makalah...................................................................... 3
BAB II Pembahasan.............................................................................................. 4
A. Pengertian Wakalah................................................................................... 4
B. Dasar Hukum Wakalah.............................................................................. 5
C. Rukun Dan Syarat Dalam Wakalah........................................................... 7
D. Fatwa Mui Wakalah................................................................................... 8
E. Aplikasi Wakalah Dalam Lembaga Keuangan Syariah............................. 9
F. Berakhirnya Wakalah................................................................................ 12
BAB III Penutup.................................................................................................... 13
Kesimpulan ........................................................................................................... 13
Daftar Pustaka....................................................................................................... 14
3

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Melihat kehidupan sekarang perlu kiranya kita mengetahui akad dalam muamalah
yang sekarang ini kita akan bahas adalah wakalah (perwakilan). Yang semuanya
sudah diatur dalam Al-quran dan hadits maupun kitab-kitab klasik yang telah di buat
oleh ulama terdahulu. Untuk mengetahui tentang hukum wakalah, sumber-sumber
hukum wakalah, dan bagaimana seharusnya wakalah diaplikasikan dalam kehidupan
kita. Wakalah sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena wakalah
dapat membantu seseorang yang tidak dapat melakukan pekerjaan tersebut. Hukum
wakalah adalah boleh, karena wakalah dianggap sebagai sikap tolong menolong antar
sesama , selama wakalah tersebut bertujuan kepada kebaikan.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat kita rumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian wakalah dan dasar hukumnya?
2. Apa pendapat MUI tentang wakalah ?
3. Bagaimana pengaplikasian wakalah dalam lembaga keuangan syariah?
4. Dan apa saja penyebab berakhirnya wakalah ?

C. Tujuan Pembuatan Makalah


a. Untuk memahami pengertian, dasar hukum wakalah
b. Untuk mengetahui rukun dan syarat-syarat wakalah
c. Untuk mengetahui dan memahami fatwa MUI tentang wakalah
d. Untuk mengaplikasikan wakalah dalam lembaga keuangan syaraiah
e. Untuk memahami apa penyebab berakhirnya wakalah
4

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN WAKALAH

Dari sekian banyak akad-akad yang dapat diterapkan dalam kehidupan manusia.
Wakalah termasuk salah satu akad yang menurut kaidah Fiqh Muamalah, akad Wakalah
dapat diterima. Wakalah itu berarti perlindungan (al-hifzh), pencukupan (al-kifayah),
tanggungan (al-dhamah), atau pendelegasian (al-tafwidh), yang diartikan juga dengan
memberikan kuasa atau mewakilkan.
Secara istilah , wakalah berarti tindakan seseorang menyerahkan urusannya kepada
orang lain pada urusan yang dapat diwakilkan , agar orang lain itu mengerjakan urusan
tersebut pada saat hidupnya orang yang mewakilkan.1 Adapula pengertian-pengertian lain
dari Wakalah yaitu:

a. Wakalah atau wikalah yang berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian


mandat.
b. Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama
kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang diwakilkan (dalam hal
ini pihak kedua) hanya melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang
diberikan oleh pihak pertama, namun apabila kuasa itu telah dilaksanakan sesuai
yang disyaratkan, maka semua resiko dan tanggung jawab atas dilaksanakan
perintah tersebut sepenuhnya menjadi pihak pertama atau pemberi kuasa.

Wakalah memiliki beberapa makna yang cukup berbeda menurut beberapa ulama. Berikut
adalah pandangan dari para ulama:

a. Al-Hanabillah berpendapat bahwa al-wakalah ialah permintaan”ganti seseorang


yang membolehkan tasharruf yang seimbang pada pihak yang lain, yang di
dalamnya terdapat penggantian dari hak-hak Alah dan hak-hak Manusia.2
b. Menurut Hashbi Ash Shiddieqy, Wakalah adalah akad penyerahan kekuasaan, yang
pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai penggantinya dalam
bertindak (bertasharruf).
c. Menurut Sayyid Sabiq, Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang
kepada orang lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.
d. Ulama Malikiyah, Wakalah adalah tindakan seseorang mewakilkan dirinya kepada
orang lain untuk melakukan tindakan-tindakan yang merupakan haknya yang
tindakan itu tidak dikaitkan dengan pemberian kuasa setelah mati, sebab jika
dikaitkan dengan tindakan setelah mati berarti sudah berbentuk wasiat.
e. Menurut Ulama Syafi’iah mengatakan bahwa Wakalah adalah suatu ungkapan
yang mengandung suatu pendelegasian sesuatu oleh seseorang kepada orang lain

1
DR.Yadi janwari, Lembaga keuangan syariah, ha.112.
2
Prof. Dr.H. Hendi Suhendi ,M.Si, Fiqh Muamalah( Jakarta:PT RajaGrafindo Persada),hlm.232
5

supaya orang lain itu melaksanakan apa yang boleh dikuasakan atas nama pemberi
kuasa.

 
B. DASAR HUKUM WAKALAH
Menurut agama Islam, seseorang boleh mendelegasikan suatu tindakan tertentu
kepada orang lain dimana orang lain itu bertindak atas nama pemberi kuasa atau yang
mewakilkan sepanjang hal-hal yang dikuasakan itu boleh didelegasikan oleh agama. Dalil
yang dipakai untuk menunjukkan kebolehan itu, antara lain :

a. Al-Qur’an:

QS Al-Kahfi (18:19).

‫ْض يَوْ ٍم ۚ قَالُوا َربُّ ُك ْم َأ ْعلَ ُم‬


َ ‫ك بَ َع ْثنَاهُ ْم لِيَتَ َسا َءلُوا بَ ْينَهُ ْم ۚ قَا َل قَاِئ ٌل ِم ْنهُ ْم َك ْم لَبِ ْثتُ ْم ۖ قَالُوا لَبِ ْثنَا يَوْ ًما َأوْ بَع‬ َ ِ‫َو َك ٰ َذل‬
‫ف َواَل‬ ٍ ‫م بِ ِر ْز‬lْ ‫ر َأيُّهَا َأ ْز َك ٰى طَ َعا ًما فَ ْليَْأتِ ُك‬lْ ُ‫م ٰهَ ِذ ِه ِإلَى ْال َم ِدينَ ِة فَ ْليَ ْنظ‬lْ ‫ َأ َح َد ُك ْم بِ َو ِرقِ ُك‬l‫بِ َما لَبِ ْثتُ ْم فَا ْب َعثُوا‬
lْ َّ‫ق ِم ْنهُ َو ْليَتَلَط‬
‫يُ ْش ِع َر َّن بِ ُك ْم َأ َحدًا‬

Artinya: “ dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di
antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah
kamu berada (disini?)”. mereka menjawab: “Kita berada (disini) sehari atau setengah
hari”. berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu
berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan
membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik,
Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-
lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.” 

QS Al-Baqarah (2:283).

ُ‫ض ُك ْم بَ ْعضًا فَ ْليَُؤ ِّد الَّ ِذي اْؤ تُ ِمنَ َأ َمانَتَه‬


ُ ‫ضةٌ ۖ فَِإ ْن َأ ِمنَ بَ ْع‬ َ ‫َان َم ْقبُو‬ ٌ ‫َوِإ ْن ُك ْنتُ ْم َعلَ ٰى َسفَ ٍر َولَ ْم تَ ِجدُوا َكاتِبًا فَ ِره‬
‫ق هَّللا َ َربَّهُ ۗ َواَل تَ ْكتُ ُموا ال َّشهَا َدةَ ۚ َو َم ْن يَ ْكتُ ْمهَا فَِإنَّهُ آثِ ٌم قَ ْلبُهُ ۗ َوهَّللا ُ بِ َما تَ ْع َملُونَ َعلِي ٌم‬
ِ َّ‫َو ْليَت‬

Artinya: “jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang[1] (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian
yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka
Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan”.
6

QS An-Nisaa (4:35).

ِ ِّ‫ق بَ ْينِ ِه َما فَا ْب َعثُوا َح َك ًما ِم ْن َأ ْهلِ ِه َو َح َك ًما ِم ْن َأ ْهلِهَا ِإ ْن ي ُِريدَا ِإصْ اَل حًا ي َُوف‬
َ ‫ق هَّللا ُ بَ ْينَهُ َما ۗ ِإ َّن هَّللا‬ َ ‫ْن ِخ ْفتُ ْم ِشقَا‬
‫َكانَ َعلِي ًما خَ بِيرًا‬

Artinya: “dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah
seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika
kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik
kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”  

b. Al-Hadits:

Banyak hadits yang dapat dijadikan landasan keabsahan Wakalah, diantaranya:

1. “Bahwasanya Rasulullah mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk
mewakilkannya mengawini Maimunah binti Al Harits”. HR. Malik dalam al-
Muwaththa’)
2. “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin
terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang
halal atau menghalalkan yang haram.” (HR Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf)
 
Dalam kehidupan sehari-hari, Rosulullah telah mewakilkan kepada orang lain
untuk berbagai urusan. Diantaranya adalah membayar hutang, mewakilkan penetapan had
dan membayarnya, mewakilkan pengurusan unta, membagi kandang hewan, dan lain-lain.
 

c. Ijma’

Para ulama pun bersepakat dengan ijma’ atas diperbolehkannya Wakalah. Menurut Ibn
Qudamah, akad wakalah itu boleh dilakukan , baik dengan imbalan maupun tanpa imbalan.
Hal itu karena Nabi Muhammad SAW. Pernah mewakilkan kepada Unays untuk
melaksanakan hukuman, kepada urwah untuk membeli kambing, dan kepada Abu Rafi’
untuk melakukan qabul nikah, (semuanya) tanpa memberikan imbalan. Nabi pernah juga
mengutus para pegawainya untuk memungut sedekah (zakat) dan beliau memberikan
imbalan kepada mereka. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunahkannya dengan
alasan bahwa hal tersebut termasuk jenis ta’awun atau tolong-menolong atas dasar
kebaikan dan taqwa. Tolong-menolong diserukan oleh Al-Qur’an dan disunahkan oleh
Rasulullah.
Allah berfirman:
 
7

QS Al-Maaidah (5:2).

ِ ‫ى ۖ َواَل تَ َعا َونُوا َعلَى اِإْل ْث ِم َو ْال ُع ْد َوا ِن ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ ۖ ِإ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال ِعقَا‬lٰ ‫ َعلَى ْالبِ ِّر َوالتَّ ْق َو‬l‫َوتَ َعا َونُوا‬
‫ب‬

Artinya : “dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. 
 
C. RUKUN DAN SYARAT-SYARAT DALAM WAKALAH
Menurut kelompok Hanafiah, rukun Wakalah itu hanya ijab qabul. Ijab merupakan
pernyataan mewakilkan sesuatu dari pihak yang memberi kuasa dan qabul adalah
penerimaan pendelegasian itu dari pihak yang diberi kuasa tanpa harus terkait dengan
menggunakan sesuatu lafaz tertentu. Akan tetapi, jumhur ulama tidak sependirian dengan
pandangan tersebut. Mereka berpendirian bahwa rukun dan syarat Wakalah itu adalah
sebagai berikut:

a. Orang yang mewakilkan (Al-Muwakkil)

a. Seseoarang yang mewakilkan, pemberi kuasa, disyaratkan memiliki hak untuk


bertasharruf pada bidang-bidang yang didelegasikannya. Karena itu seseorang tidak
akan sah jika mewakilkan sesuatu yang bukan haknya.
b. Pemberi kuasa mempunyai hak atas sesuatu yang dikuasakannya, disisi lain juga
dituntut supaya pemberi kuasa itu sudah cakap bertindak atau mukallaf. Tidak
boleh seorang pemberi kuasa itu masih belum dewasa yang cukup akal serta pula
tidak boleh seorang yang gila. Menurut pandangan Imam Syafi’I anak-anak yang
sudah mumayyiz tidak berhak memberikan kuasa atau mewakilkan sesuatu kepada
orang lain secara mutlak. Namun madzhab Hambali membolehkan pemberian
kuasa dari seorang anak yang sudah mumayyiz pada bidang-bidang yang akan
dapat mendatangkan manfaat baginya.
 

b. Orang yang diwakilkan. (Al-Wakil)

a. Penerima kuasa pun perlu memiliki kecakapan akan suatu aturan-aturan yang
mengatur proses akad wakalah ini. Sehingga cakap hukum menjadi salah satu
syarat bagi pihak yang diwakilkan.
b. Seseorang yang menerima kuasa ini, perlu memiliki kemampuan untuk
menjalankan amanahnya yang diberikan oleh pemberi kuasa. ini berarti bahwa ia
tidak diwajibkan menjamin sesuatu yang diluar batas, kecuali atas kesengajaanya,

 
8

c. Obyek yang diwakilkan.

a. Obyek mestilah sesuatu yang bisa diwakilkan kepada orang lain, seperti jual beli,
pemberian upah, dan sejenisnya yang memang berada dalam kekuasaan pihak yang
memberikan kuasa.
b. Para ulama berpendapat bahwa tidak boleh menguasakan sesuatu yang bersifat
ibadah badaniyah, seperti shalat, dan boleh menguasakan sesuatu yang bersifat
ibadah maliyah seperti membayar zakat, sedekah, dan sejenisnya. Selain itu hal-hal
yang diwakilkan itu tidak ada campur tangan pihak yang diwakilkan.
c. Tidak semua hal dapat diwakilkan kepada orang lain. Sehingga obyek yang akan
diwakilkan pun tidak diperbolehkan bila melanggar Syari’ah Islam.

d. Shighat Yaitu Lafaz mewakilkan, Shighat diucapkan dari yang berwakil sebagai simbol
keridhaannya untuk mewakilkan, dan wakil menerimanya.3
a. Dirumuskannya suatu perjanjian antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa.
Dari mulai aturan memulai akad wakalah ini, proses akad, serta aturan yang
mengatur berakhirnya akad wakalah ini.
b. Isi dari perjanjian ini berupa pendelegasian dari pemberi kuasa kepada penerima
kuasa
c. Tugas penerima kuasa oleh pemberi kuasa perlu dijelaskan untuk dan atas pemberi
kuasa melakukan sesuatu tindakan tertentu. 
 
D. FATWA MUI WAKALAH
            Seiring dengan berkembangnya institusi keuangan Islam di Indonesia, maka suatu
aturan hukum turut pula dikembangkan untuk melegalisasi serta melindungi akad-akad
yang sesuai Syari’ah Islam diterapkan dalam Sistem Keuangan Islam di Indonesia. Maka
dari itu, Dewan Syari’ah Nasional – Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa
NO: 10/DSN-MUI/IV/2000.
            Fatwa ini ditetapkan pada saat Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional (8 Muharram
1421 H./13 April 2000) yang menetapkan:

a. Ketentuan Wakalah.
b. Rukun dan Syarat Wakalah
c. Aturan terjadinya perselisihan

Sedangkan dalam fatwa DSN-MUI Nomor 52/DSN-MUI/111/2006 akad wakalah


bilujrah pada asuaransi syariah dan reasuransi syariah dikemukan 6 ketentuan
utamaKetentuan umum terkait dengan asuransi syariah

a. Ketentuan umum terkait dengan asuransi syariah


b. Ketentuan hukum terkait dengan akad wakalah bilujrah pada asurans isyarah dan
reasuransi syariah

3
Prof. Dr.H. Hendi Suhendi ,M.Si, Fiqh Muamalah( Jakarta:PT RajaGrafindo Persada),hlm.235
9

c. Ketentuan yang terkait dengan akad yang digunakan dalam asuransi syariah dan
reasuransi syariah
d. Ketentuan dengan kedudukan dan para pihak dalam akad wakalah bilujrah
e. Ketentuan investasi yang menetapkan bahwa perusahaan asuransi selaku pemegang
amanah wajib menginvestasikan dana yang terkumpul dan investasi wajib
dilakukan sesuai dengan syariah dalam pengelolaan dana investasi , baik tabarru’
maupun saving.4

Adapun UU pertama yang menyebutkan istilah ijarah adalah UU No 21 tahun2008


tentang perbankan syariah. Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa salah satu
kegiatan usaha bank umum syariah adalah melakukan fungsi sebagai wali amanat
berdasarkan akad wakalah. 

 
E. APLIKASI WAKALAH DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Akad Wakalah dapat diaplikasikan ke dalam berbagai bidang, termasuk dalam
bidang ekonomi, terutama dalam institusi keuangan:

a. Transfer uang

Proses transfer uang ini adalah proses yang menggunakan konsep akad Wakalah,
dimana prosesnya diawali dengan adanya permintaan nasabah sebagai Al-Muwakkil
terhadap bank sebagai Al-Wakil untuk melakukan perintah/permintaan kepada bank untuk
mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain, kemudian bank mendebet rekening
nasabah (Jika transfer dari rekening ke rekening), dan proses yang terakhir yaitu dimana
bank mengkreditkan sejumlah dana kepada kepada rekening tujuan. Berikut adalah
beberapa contoh proses dalam transfer uang ini
1) Wesel Pos
Pada proses wesel pos, uang tunai diberikan secara langsung dari Al-Muwakkil
kepada Al-Wakil, dan Al-Wakil memberikan uangnya secara langsung kepada nasabah
yang dituju. Berikut adalah proses pentransferan uang dalam Wesel Pos.
 
2) Transfer uang melalui cabang suatu bank
Dalam proses ini, Al-Muwakkil memberikan uangnya secara tunai kepada bank
yang merupakan Al-Wakil, namun bank tidak memberikannya secara langsung kepada
nasabah yang dikirim. Tetapi bank mengirimkannya kepada rekening nasabah yang dituju
tersebut. Berikut adalah proses pentrasferan uang melalui cabang sebuah bank.

3) Transfer melalui ATM


Kemudian ada juga proses transfer uang dimana pendelegasian untuk mengirimkan
uang, tidak secara langsung uangnya diberikan dari Al-Muwakkil kepada bank sebagai Al-
Wakil. Dalam model ini, Nasabah Al-Muwakkil meminta bank untuk mendebet rekening

4
DR.Yadi janwari, Lembaga keuangan syariah, hlm.117-118
10

tabungannya, dan kemudian meminta bank untuk menambahkan di rekening nasabah yang
dituju sebesar pengurangan pada rekeningnya sendiri. Yang sangat sering terjadi saat ini
adalah proses yang ketiga ini, dimana nasabah bisa melakukan transfer sendiri melalui
mesin ATM. Berikut adalah proses pentransferan uang untuk model ini: 

a. Letter Of Credit Import Syariah

Akad untuk transaksi Letter of Credit Import Syariah ini menggunakan akad
Wakalah Bil Ujrah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor:
34/DSN-MUI/IX/2002. Akad Wakalah bil Ujrah ini memiliki definisi dimana nasabah
memberikan kuasa kepada bank dengan imbalan pemberian ujrah atau fee. Namun ada
beberapa modifikasi dalam akad ini sesuai dengan sutuasi yang terjadi.
1) Akad Wakalah bil Ujrah dengan ketentuan:
a. Importir harus memiliki dana pada bank sebesar harga pembayaran barang yang
diimpor.
b. Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk pengurusan
dokumen-dokumen transaksi impor.
c. Besar ujrah harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal,
bukan dalam bentuk prosentase.
2) Akad Wakalah bil Ujrah dan Qardh dengan ketentuan:
a. Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang
yang diimpor.
b. Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk pengurusan
dokumen-dokumen transaksi impor.
c. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal,
bukan dalam bentuk prosentase.
d. Bank memberikan dana talangan (qardh) kepada importir untuk pelunasan
pembayaran barang impor.
 
3) Akad Wakalah bil Ujrah dan Mudharabah, dengan ketentuan:
a. Nasabah melakukan akad wakalah bil ujrah kepada bank untuk melakukan
pengurusan dokumen dan pembayaran.
b. Bank dan importir melakukan akad Mudharabah, dimana bank bertindak selaku
shahibul mal menyerahkan modal kepada importir sebesar harga barang yang
diimpor.
 
4) Akad Wakalah bil Ujrah dan Hiwalah, dengan ketentuan:
a. Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang
yang diimpor.
b. Importir dan Bank melakukan akad Wakalah untuk pengurusan dokumen-
dokumen transaksi impor.
c. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal,
bukan dalam bentuk presentase.
d. Hutang kepada eksportir dialihkan oleh importir menjadi hutang kepada Bank
dengan meminta bank membayar kepada eksportir senilai barang yang diimpor.
 

b. Letter Of Credit Eksport Syariah


11

Akad untuk transaksi Letter of Credit Eksport Syariah ini menggunakan akad
Wakalah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor:
35/DSN-MUI/IX/2002. Akad Wakalah ini memiliki definisi dimana bank menerbitkan
surat pernyataan akan membayar kepada eksportir untuk memfasilitasi perdagangan
eksport. Namun ada beberapa modifikasi dalam akad ini sesuai dengan sutuasi yang
terjadi.

1) Akad Wakalah bil Ujrah dengan ketentuan:


a. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
b. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing
bank), selanjutnya dibayarkan kepada eksportir setelah dikurangi ujrah.
c. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal,
bukan dalam presentase.
 
2) Akad Wakalah bil Ujrah dan Qardh dengan ketentuan:
a. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
b. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing
bank).
c. Bank memberikan dana talangan (Qardh) kepada nasabah eksportir sebesar
harga barang ekspor.
d. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal,
bukan dalam bentuk presentase.
e. Pembayaran ujrah dapat diambil dari dana talangan sesuai kesepakatan dalam
akad.
f. Antara akad Wakalah bil Ujrah dan akad Qardh, tidak dibolehkan adanya
keterkaitan (ta’alluq).
 
 
3) Akad Wakalah bil Ujrah dan Mudharabah dengan ketentuan:
a. Bank memberikan kepada eksportir seluruh dana yang dibutuhkan dalam proses
produksi barang ekspor yang dipesan oleh importir.
b. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
c. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing
bank).
d. Pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada saat dokumen
diterima (at sight) atau pada saat jatuh tempo (usance).
e. Pembayaran dari bank penerbit L/C (issuing bank) dapat digunakan untuk
Pembayaran ujrah, pengembalian dana mudharabah, dan pembayaran bagi
hasil.
f. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal,
bukan dalam bentuk presentase.

 
12

c. Investasi Reksadana Syariah

Akad untuk transaksi Investasi Reksadana Syariah ini menggunakan akad Wakalah
dan Mudharabah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 20/DSN-
MUI/IV/2001. Akad Wakalah ini memiliki definisi dimana pemilik modal memberikan
kuasa kepada manajer investasi agar memiliki kewenangan untuk menginvestasikan dana
dari pemilik modal.  

d. Pembiayaan Rekening Koran Syariah

Akad untuk transaksi pembiayaan rekening koran syariah ini menggunakan akad
Wakalah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 30/DSN/VI/2002.
Akad Wakalah ini memiliki definisi dimana bank memberikan kuasa kepada nasabah
untuk melakukan transaksi yang diperlukan. 

e. Asuransi Syariah

Akad untuk Asuransi syariah ini menggunakan akad Wakalah bil Ujrah. Hal ini
sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 52/DSN-MUI/III/2006. Akad
Wakalah bil Ujrah ini memiliki definisi dimana pemegang polis memberikan kuasa kepada
pihak asuransi untuk menyimpannya ke dalam tabungan maupun ke dalam non-tabungan.
Dalam model ini, pihak asuransi berperan sebagai Al-Wakil dan pemegang polis
sebagai Al-Muwakil.
 
 
F. BERAKHIRNYA WAKALAH
Akad Al-Wakalah akan berakhir bila ada hal-hal sebagai berikut:5

a. Matinya salah seorang dari yang berakad karena salah satu syarat sah akad adalah
orang yang berakad masih hidup
b. Bila salah satu pihak yang berakad itu gila, karena syarat sah akad salah satunya
orang yang berakad mempunyai akal.
c. Diberhentikannya pekerjaan yang dimaksud,karena jika telah berhenti, dalam
keadaaan seperti ini Al-Wakalah tidak berfungsi lagi.
d. Pemutusan oleh orang yang mewakilkan terhadap wakil meskipun wakil belum
mengetahui (pendapat Syafi’i dan Hambali). Menurut Mazhab Hanafi wakil wajib
mengetahui putusan yang mewakilkan. Sebelum ia mengetahui hal itu, tindakannya
tak ubah seperti sebelum diputuskan, untuk segala hukumnya.
e. Wakil memutuskan sendiri, menurut Mazhab Hanafi tidak perlu orang yang
mewakilkan mengetahui pemutusannya dirinya atau tidak perlu kehadirannya, agar
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
f. Keluarnya orang yang mewakilkan dari status pemilikan.

5
Prof. Dr.H. Hendi Suhendi ,M.Si, Fiqh Muamalah( Jakarta:PT RajaGrafindo Persada),hlm.237
13

BAB III
PENUTUP

I. KESIMPULAN
Dari sekian banyak akad-akad yang dapat diterapkan dalam kehidupan manusia.
Wakalah termasuk salah satu akad yang menurut kaidah Fiqh Muamalah, akad Wakalah
dapat diterima. Pengertian Wakalah adalah:

a. Perlindungan (al-hifzh)
b. Pencukupan (al-kifayah)
c. Tanggungan (al-dhamah)
d. Pendelegasian (al-tafwidh)

Dalam akad Wakalah beberapa rukun dan syarat harus dipenuhi agar akad ini
menjadi sah:
a. Orang yang mewakilkan (Al-Muwakkil)
 Pemberi kuasa memiliki hak untuk bertasharruf pada bidang-bidang yang
didelegasikannya.
 Pemberi kuasa itu sudah cakap bertindak atau mukallaf.

b. Orang yang diwakilkan. (Al-Wakil)


 Penerima kuasa perlu cakap hukum.
 Penerima kuasa mampu menjalankan amanah 

c. Obyek yang diwakilkan.


 Boleh menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah maliyah seperti membayar
zakat, sedekah, dan sejenisnya.
 Obyek yang akan diwakilkan tidak boleh melanggar Syari’ah Islam. 

d. Shighat
 Perjanjian antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa.
 Isi berupa pendelegasian dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa
 Tugas penerima kuasa oleh pemberi kuasa perlu dijelaskan untuk dan atas
pemberi kuasa melakukan sesuatu tindakan tertentu.
 
Akad Wakalah telah dapat diterapkan dalam Institusi Keuangan Islam di Indonesia.
Fatwa untuk akad ini telah dikeluarkan oleh Dewan Syari’ah Nasional – Majelis Ulama
Indonesia NO: 10/DSN-MUI/IV/2000. Hal ini akan mendukung perkembangan produk-
produk keuangan Islam dengan akad Wakalah, yang mana akan mendukung pula
perkembangan perbankan dan investasi Syariah di Indonesia.
 
14

Daftar Pustaka

Janwari yadi, Lembaga keuangan syariah (Bandung: PT remaja rosdakarya 2015)


cetakan pertama

Suhendi Hendi, Fiqh Muamalah ( Jakarta:PT RajaGrafindo Persada 2016), cet.10

Dewan Syariah Nasional, Fatwa tentang Hawalah, No.12 /DSN-MUI/IV/2000,


Majelis Ulama Indonesia
 
Dewan Syariah Nasional, Fatwa tentang Letter of Credit (L/C) Impor Syariah,
No.34 /DSN-MUI/IX/2002, Majelis Ulama Indonesia
 
Dewan Syariah Nasional, Fatwa tentang Letter of Credit (L/C) Impor Syariah,
No.35 /DSN-MUI/IX/2002, Majelis Ulama Indonesia
 
Dewan Syariah Nasional, Fatwa tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk
Reksadana Syariah No.20/DSN-MUI/IV/2001, Majelis Ulama Indonesia
 
Dewan Syariah Nasional, Fatwa tentang Pembiayaan Rekening Koran Syariah
No.30 /DSN/VI/2002, Majelis Ulama Indonesia
 
Dewan Syariah Nasional, Fatwa tentang Wakalah No.10/DSN-MUI/IV/2000,
Majelis Ulama Indonesia
 
Dewan Syariah Nasional, Fatwa tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi
Syariah  No.52/DSN-MUI/III/2006, Majelis Ulama Indonesia
 
https://viewislam.wordpress.com/2009/04/16/konsep-akad-wakalah-dalam-fiqh-
muamalah/

Anda mungkin juga menyukai