Anda di halaman 1dari 18

KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF-EFEK BERAGUN ASET (KIK-EBA)

BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

Tugas ini Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Studi Fatwa Ekonomi Syariah

Dosen Pengampu:

Dr. Hasanuddin, M.Ag

Nisrina Mutiara Dewi, SE.Sy., M.H.

Disusun Oleh:

Kelompok 14

Ilham Feby Kurniawan 11160490000026

Kristi Asrianti 11160490000027

Komala Salsabil 11160490000028

Nadia Mawaddah 11150490000080

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-
Nya yang telah dilimpahkan kepada penyusun sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Kontrak Investasi Kolektif-Efek Beragun Aset (KIK-EBA)
Berdasarkan Prinsip Syariah” yang merupakan salah satu tugas mata kuliah Praktikum
Studi Fatwa Ekonomi Syariah.

Dalam menyelesaikan makalah ini, penyusun telah banyak mendapat bantuan dan
masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penyusun berterima kasih kepada Dr.
Hasanuddin, M.Ag dan Nisrina Mutiara Dewi, SE.Sy., M.H. selaku dosen pengampu
mata kuliah Studi Fatwa Ekonomi Syariah yang telah memberikan penyusun tugas
mengenai makalah ini sehingga pengetahuan penyusun dalam penulisan makalah
semakin bertambah dan hal itu sangat bermanfaat bagi penyusun di kemudian hari.

Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan, namun demikian telah memberikan manfaat bagi penyusun. Akhir kata
penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang
bersifat membangun akan penyusun terima dengan senang hati.

Ciputat, 20 November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i

DAFTAR ISI ...............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1

A. Latar Belakang ...................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................1

C. Tujuan Penulisan ................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 2

A. Pengertian...........................................................................................................2

B. Dasar Hukum......................................................................................................3

C. Kajian Fatwa No. 125/DSN-MUI/II/2018 ...........................................................4

D. Implementasi ......................................................................................................8

E. Review Karya Tulis .......................................................................................... 12

BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 14

A. Kesimpulan ......................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 15

ii
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sekuritisasi Aset merupakan suatu proses transformasi aset yang tidak


likuid menjadi efek yang dapat diperdagangkan sesuai dengan kebutuhan investor.
Melalui sekuritisasi aset, originator mendapatkan dana kembali tanpa harus
menunggu pelunasan pinjaman dari para debitur. Dengan demikian, dana yang
diperoleh tersebut dapat digunakan oleh kreditur awal untuk mengembangkan
kegiatan usahanya. Efek-efek dimaksud dapat berupa obligasi, surat berharga
komersial, dan dalam hal Kontrak Investasi Kolektif – Efek Beragun Aset (KIK
EBA) baik konvensional maupun yang berdasarkan prinsip Syariah.

Sekuritisasi di dunia telah berkembang pesat. Aset yang dapat


disekuritisasi tidak lagi hanya terbatas pada aset keuangan, namun telah meluas
pada aset lainnya. Di Indonesia, mekanisme yang digunakan untuk penerbitan
efek beragun aset adalah kontrak investasi kolektif beragun aset. Namun, hingga
saat ini pada pasar modal di Indonesia belum banyak pihak yang menerbitkan efek
beragun aset, meskipun telah ada peraturan dan juga fatwa yang mengatur tentang
efek beragun aset ini khususnya KIK-EBAS yang akan dijelaskan dalam makalah
yang penyusun buat ini.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Kontrak Investais Kolektif – Efek Beragun Aset (KIK-EBA)


Berdasarkan Prinsip Syariah dalam Fatwa DSN-MUI?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana ketentuan Kontrak Investais Kolektif – Efek


Beragun Aset (KIK-EBA) Berdasarkan Prinsip Syariah dalam Fatwa
DSN-MUI.

1
BAB II PEMBAHASAN

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Menurut P.OJK Nomor 65/POJK.04/2017 tentang Pedoman Penerbitan


dan Pelaporan Efek Beragun Aset Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif, yang
dimaksud dengan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset yang selanjutnya
disingkat KIK-EBA yaitu kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian
yang mengikat pemegang Efek Beragun Aset dimana Manajer Investasi diberi
wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian
diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif. 1

Menurut P.OJK Nomor 20/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan


Persyaratan Efek Beragun Aset, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset
Syariah adalah kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang
mengikat pemegang Efek Beragun Aset Syariah dimana Manajer Investasi diberi
wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian
diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif, yang pelaksanaannya
tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah di Pasar Modal.

Efek Beragun Aset Syariah yang diterbitkan Kontrak Investasi Kolektif


Efek Beragun Aset Syariah yang selanjutnya disebut Efek Beragun Aset Syariah
adalah Efek Beragun Aset yang portofolionya terdiri dari aset keuangan berupa
piutang, pembiayaan atau aset keuangan lainnya, akad, dan cara pengelolaannya
tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah di Pasar Modal. 2

Menurut Fatwa DSN-MUI Nomor 125/DSN-MUI/XI/2018 tentang


Kontrak Investasi Kolektif – Efek Beragun Aset (KIK-EBA) Berdasarkan Prinsip
Syariah, Kontrak Investais Kolektif – Efek Beragun Aset Syariah (KIK-EBAS)
yaitu kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang mengikat
pemegang Efek Beragun Aset Syariah dimana Manajer Investasi diberi wewenang

1
Peraturan OJK Nomor 65/POJK.04/2017 tentang Pedoman Penerbitan dan Pelaporan Efek
Beragun Aset Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif
2
Peraturan OJK Nomor 20/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Beragun Aset

2
untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi
wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif, yang pelaksanaannya tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah di Pasar Modal; dan menurut peraturan
perundang-undangan, KIK dalam KIK-EBAS berstatus sebagai subjek hukum (al-
syakhshiyah al-i’tibariyah). 3

B. Dasar Hukum

Terdapat beberapa regulasi yang mengatur tentang Kontrak Inventasi


Kolektif-Efek Beragun Aset (KIK-EBA) di Indonesia, yaitu:

2. Peraturan OJK Nomor 20/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan


Persyaratan Efek Beragun Aset
3. Peraturan OJK Nomor 65/POJK.04/2017 tentang Pedoman Penerbitan dan
Pelaporan Efek Beragun Aset Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif
4. Fatwa DSN-MUI Nomor 125/DSN-MUI/XI/2018 tentang Kontrak
Investais Kolektif – Efek Beragun Aset (KIK-EBA) Berdasarkan Prinsip
Syariah

Adapun Fatwa-fatwa DSN lain yang terkait dengan Kontrak Inventasi


Kolektif-Efek Beragun Aset (KIK-EBA) Berdasarkan Prinsip Syariah ini, yaitu
sebagai berikut:

1. Fatwa DSN-MUI Nomor 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hawalah


2. Fatwa DSN-MUI Nomor 58/DSN-MUI/V/2007 tentang Hawalah bil Ujrah
3. Fatwa DSN-MUI Nomor 85/DSN-MUI/XII/2012 tentang Janji (Wa’d)
dalam Transaksi Keuangan dan Bisnis Syariah
4. Fatwa DSN-MUI Nomor 90/DSN-MUI/XII/2013 tentang Pengalihan
Pembiayaan Murabahah Antar Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
5. Fatwa DSN-MUI Nomor 103/DSN-MUI/X/2016 tentang Novasi Subjektif
Berdasarkan Prinsip Syariah
6. Fatwa DSN-MUI Nomor 104/DSN-MUI/X/2016 tentang Subrogasi
Berdasarkan Prinsip Syariah

3
Fatwa DSN-MUI Nomor 125/DSN-MUI/XI/2018 tentang Kontrak Investasi Kolektif – Efek
Beragun Aset (KIK-EBA) Berdasarkan Prinsip Syariah

3
7. Fatwa DSN-MUI Nomor 113/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Wakalah
Bi Al-Ujrah
8. Fatwa DSN-MUI Nomor 120/DSN-MUI/II/2018 tentang Sekuritisasi Efek
Beragun Aset Berdasarkan Prinsip Syariah4

C. Kajian Fatwa No. 125/DSN-MUI/II/2018

Fatwa yang mengatur tentang Kontrak Inventasi Kolektif-Efek Beragun


Aset (KIK-EBA) Berdasarkan Prinsip Syariah ini yaitu Fatwa Fatwa DSN-MUI
Nomor 125/DSN-MUI/XI/2018 tentang Kontrak Investais Kolektif – Efek
Beragun Aset (KIK-EBA) Berdasarkan Prinsip Syariah. DSN-MUI menetapkan
fatwa tersebut dengan menimbang bahwa ketentuan hukum terkait sekuritisasi
syariah dalam bentuk Kontrak Inventasi Kolektif-Efek Beragun Aset Syariah
(KIK-EBAS) belum diatur dalam Fatwa DSN-MUI untuk dijadikan pedoman
dikarenakan KIK-EBAS ini merupakan sarana sumber pembiayaan dan alternatif
investasi melalui pasar modal yang diperlukan bagi pelaku industri keuangan
syariah.

DSN-MUI mengeluarkan fatwa ini dengan mengingat firman Allah SWT,


hadis, dan kaidah fiqh. Selain itu juga fatwa ini memperhatikan pendapat-
pendapat ulama bahwa boleh melakukan sekuritisasi aset baik barang, manfaat,
maupun jasa dengan cara membagi/memecah aset tersebut menjadi beberapa
bagian yang sama dan menerbitkan efek sesuai dengan nilainya. Tetapi tidak
boleh menjual piutang yang belum jatuh tempo kepada selain debitur dengan uang
yang dibayar tunai, baik mata uang sejenis atau berbeda jenis, karena
menyebabkan terjadinya riba. Tidak boleh menjual piutang dengan uang yang
dibayar tidak tunai, karena termasuk bai’ al-kali’ bi al-kali’, larangan tersebut
berlaku pada piutang yang timbul dari akad qardh atau jual beli tangguh (tidak
tunai).

4
Fatwa DSN-MUI Nomor 125/DSN-MUI/XI/2018 tentang Kontrak Investasi Kolektif – Efek
Beragun Aset (KIK-EBA) Berdasarkan Prinsip Syariah

4
Dalam fatwa tersebut dijelaskan beberapa istilah terkait Kontrak Investasi
Kolektif. Efek Beragun Aset (KIK-EBA) Berdasarkan Prinsip Syariah,
diantaranya yaitu :

1. Sekuritisasi KIK EBA adalah transformasi aset yang tidak likuid menjadi
likuid dengan cara penjualan Aset oleh Originator kepada Manajer
Investasi sebagai wakil KIK EBA melalui penerbitan Efek Beragun Aset.
2. Sekuritisasi KIK EBAS adalah sekuritisasi KIK EBA berdasarkan prinsip
syariah.
3. Aset Syariah Berbentuk Dain (ASBD) adalah aset berbentuk utangyang
timbul dari jual beli (bai'), pinjaman (qardh) dan sewa (piutang ujrah).
4. Aset Syariah Berbentuk Bukan Dain (ASBBD) adalah aset yang berbentuk
Barang (al-a’yan/tangible assets), Manfaat (al-manafi’/usurfructs)
maupun Jasa (al-khadamat/services) termasuk aset yang timbul dari
pembiayaan atau transaksi yang kedudukan kepemilikan aset masih berada
pada Originator atau pihak yang telah melakukan pembelian dari
Originator.
5. Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset Syariah (KIK-EBAS)
adalah kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang
mengikat pemegang Efek Beragun Aset Syariah dimana Manajer Investasi
diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank
Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan Penitipan Kolektil yang
pelaksanaannya tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah di Pasar
Modal; dan menurut peraturan perundang-undangan, KIK dalam KIK
EBAS berstatus sebagai subjek hukum (al-syakhshiyah al-i’tibariyah).
6. Manajer Investasi adalah pihak yang mengelola portofolio efek untuk para
nasabah dan atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk
sekelompok nasabah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
7. Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan Efek danharta
lain yang berkaitan dengan Efek atau jasa lain, termasukmenerima
dividen, imbal hasil, dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi Efek, dan
mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.

5
8. Bank Kustodian adalah bank umum yang menyelenggarakan kegiatan
usaha sebagai Kustodian sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
tentang Pasar Modal.
9. Originator adalah Pihak yang menjual Aset Syariahnya kepada Manajer
Investasi sebagai wakil KIK EBAS di mana aset tersebut diperolehnya
karena pemberian pembiayaan, penjualan, dan/atau pemberian jasa lain
yang berkaitan dengan usahanya.
10. Penyedia Jasa (Servicer) adalah Pihak yang bertanggung jawab untuk
memproses dan mengawasi pembayaran yang dilakukan pengguna jasa
(nasabah), melakukan tindakan awal berupa peringatan atau hal lain
karena pengguna jasa terlambat atau gagal memenuhi kewajibannya
melakukan negosiasi, menyelesaikan tuntutan terhadap pengguna dan jasa
lain yang ditetapkan dalam kontrak.
11. Pemodal adalah pihak (orang atau badan usaha) yang melakukan
penyertaan/membeli KIK-EBAS.
12. Penata Sekuritisasi adalah pihak yang bertangguung jawab atas
penyelenggaraan dan penatalaksanaan proses sekuritisasi sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
13. Penjamin Emisi (Dhamin al-Ishdar/Underwriter) adalah Pihak yang
membantu Manajer Investasi dalam melakukan Penawaran Umum dengan
atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa Efek yang tidak terjual.
14. Agen Pembayaran adalah pihak yang berkewajiban membantu
melaksanakan pembayaran kepada Pemodal dalam proses sekuritisasi.
15. Registrar adalah entitas yang bertanggung jawab untuk menyimpan
catatan pemegang EBAS.
16. Dukungan Kredit (Credit Enhancement/Ta'ziz al-I'timan) adalahfasilitas
yang diberikan untuk meningkatkan kualitas dan nilai Asetdan surat
berharga syariah dalam proses Sekuritisasi dalam rangka pembayaran
kepada Pemodal.
17. Barang (al-a'yan/tangible assets) adalah suatu produk fisik (berwujud,
tangible) yang memiliki nilai dan manfaat yang dapatdigunakan.

6
18. Manfaat (al-manafi'/usufructs) adalah kegunaan/faedah yang melekat pada
Barang.
19. Jasa (al-khadamat/services) adalah kegiatan yang diberikan oleh satu
pihak kepada pihak lain.
20. Wakalah adalah akad pemberian kuasa dari muwakkil kepada wakil untuk
melakukan perbuatan hukum tertentu.
21. Wakalah bi al-Uirah adalah akad wakalah yang disertai dengan imbalan
berupa ujrah (fee).
22. Kafalah adalah akad penjaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil)
kepada pihak ketiga (makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak
kedua atau yang ditanggung (makful 'anhu, ashil).
23. Kafalah bi al-Ujrah adalah penjaminan (kafalah) yang disertai dengan
imbalan berupa ujrah (fee).
24. Al-ljarah al-Maushufah fi al-Dzimmah adalah akad sewa-menyewa atas
manfaat suatu barang (manfaat al-'ain) dan/atau jasa ('amal) yang pada
saat akad hanya disebutkan sifat-sifat dan spesifikasinya (kuantitas dan
kualitas) dan menjadi tanggung jawab pemberi sewa.
25. Al-Bai' al-Haqiqi adalah jual beli secara sesungguhnya.

Dalam fatwa tersebut disebutkan bahwa Sekuritisasi Aset Syariah


berbentuk KIK-EBAS dibolehkan dengan syarat sesuai dengan prinsip syariah
sebagaimana diatur dalam fatwa ini. Sekuritisasi Aset hanya boleh dilakukan atas
ASBBD dan tidak boleh dilakukan atas ASBD, serta harus terhindar dari unsur-
unsur yang bertentangan dengan prinsip syariah.

Di dalam fatwa ini juga dijelaskan ketentuan terkait ASBBD yang


disekuritisasi berbentuk KIK-EBAS dan juga ketentuan hubungan hukum (akad)
antara para pihak dalam proses penerbitan KIK-EBAS (Tahap Pra Sekuritisasi,
Tahap Sekuritisasi, dan Tahap Pasca Sekuritisasi). Dan dalam hal ini akad yang
dapat digunakan antar pihak yaitu akad wakalah bi al-‘ujrah, al-ijarah al-
maushufah fi al-dzimmah, kafalah bi al-ujrah, maupun janji (wa’d) maka wajib
tunduk dan patuh pada dhawabith (ketentuan) dan hudud (batasan) yang terdapat
dalam fatwa masing-masing akad yang digunakan.

7
Dan apabila terjadi perselisihan di antara para pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan
syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. 5

D. Implementasi

Sekuritisasi aset di Indonesia pertama kali outstanding pada tanggal 29


Januari 2009 dan dilanjutkan penawaran umum pasar perdana pada tanggal 3
Februari 2009 sebagai residential mortgage backed securities yakni EBA
Danareksa SMF 01 KPR BTN Kelas A (DSMF 01) dengan total penerbitan Rp
100 Miliar (Kurniasih. 2012:6-7). Munculnya sekuritisasi aset konvensional di
Indonesia didukung oleh regulasi yang telah dikeluarkan sebelum muncul produk
Efek Beragun Aset di tahun 2009.

Sedangkan, penerbitan sekuritisasi aset syariah di Indonesia masih terdapat


kendala-kendala yang dihadapi untuk pelaksanaan perdagangan efek beragun aset
syariah di Indonesia, salah satunya adalah permodalan dari bank tersebut sebagai
originator. “Persyaratan sekuritisasi aset sendiri baru bisa dilakukan pada Bank
Umum Kelompok Usaha (BUKU) III-IV, dan di perbankan syariah di Indonesia
yang masuk dalam kategori BUKU III adalah Bank Syariah Mandiri dan Bank
Tabungan Negara Syariah” (Khalid Akhsan, Staf Otoritas Jasa Keuangan tanggal
7 Agustus 2017). Hal ini sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal
Inti Bank, disebutkan pengelompokan usaha bank dibagi menjadi 4 yaitu BUKU 1
sampai 4.

BUKU 1, Bank dengan minimal modal inti kurang dari Rp 1 Triliun.


BUKU 2, bank dengan modal inti Rp 1 Triliun sampai dengan kurang dari Rp 5
Triliun. BUKU 3, bank dengan modal inti Rp 5 Triliun sampai dengan kurang dari
Rp 30 Triliun, dan BUKU 4, Bank dengan modal inti di atas Rp30 Triliun. 6

5
Fatwa DSN-MUI Nomor 125/DSN-MUI/XI/2018 tentang Kontrak Investasi Kolektif – Efek
Beragun Aset (KIK-EBA) Berdasarkan Prinsip Syariah
6
Mahfud Roid Fatoni, Skripsi: “Sekuritisasi Aset Syariah sebagai Sumber Pendanaan Alternatif
Perbankan Syariah di Indonesia” (Yogyakarta: UMY, 2017)

8
Sekuritisasi aset syariah khususnya efek beragun aset syariah adalah
sekumpulan aset yang tidak likuid dari yang bersifat piutang lebih dari satu tahun
kemudian dikonversi menjadi aset yang likuid dan diperdagangkan di pasar modal
dengan tujuan salah satunya adalah pengembangan perusahaan (ekspansi). Efek
beragun aset syariah kemudian dibagi menjadi dua, yaitu Kontrak Investasi
Kolektif Efek Beragun Aset Syariah (KIK-EBAS) dan Efek Beragun Aset Syariah
Berbentuk Surat Partisipasi (EBAS-SP).

Terdapat perbedaan antara KIK-EBAS dengan EBAS-SP yaitu pada


underlying asset yang dijual. Underlying asset dari KIK-EBAS melingkupi
hampir seluruh yang dikategorikan ke dalam piutang dan berjangka panjang,
seperti Pembiayaan Perumahan, Syariah Card, Pembiayaan Kendara Bermotor
dan lainnya. Sedangkan, EBAS-SP underlying asset hanya melingkupi tagihan
Pembiayaan Perumahan.7

Terdapat mekanisme penerbitan Efek Beragun Aset (EBA) menggunakan


permintaan umum, di antaranya yaitu:

1) Dalam penyerahan aset keuangan dilakukan pelopor terhadap KIK lalu


dicantumkan kepada Bank Kustodian dengan fungsi terhadap
pemegang EBA. Kreditur memperbolehkan Aset yang berupa
portofolio KIK-EBAS melalui proses tukar menukar atau jual beli
putus/lepas. Kreditur awal dapat melakukan kegiatannya jadi penyedia
jasa. Setelah selesai proses pengalihan dan memperoleh imbalan dari
bantuan tersebut.
2) Portofolio KIK-EBAS tercatat pada aset keuangan serta telah melalui
pemilihan menurut kriteria yang berlalu di Manajer Investasi
setelahnya diberikan peringkat dari institusi dengan tugasnya dalam
pemeringkat Efek dan juga mendapatkan fasilitas meningkat angsuran
3) Manajer investasi ditolong dengan lembaga penanggung emisi efek
(underwriter) untuk melaksanakan kegiatan seperti penawaran umum

7
Mahfud Roid Fatoni, Skripsi: “Sekuritisasi Aset Syariah sebagai Sumber Pendanaan Alternatif
Perbankan Syariah di Indonesia” (Yogyakarta: UMY, 2017)

9
4) Apabila sudah memperoleh pengakuan keberhasilan serta aset
keuangan sudah beralih pada KIK dalam perihal pencatatan EBA
dilaksanakan untuk kebutuhan pemilik EBA, karena itu arus kas
transaksi dilaksanakan debitur kepada yang menyediakan Jasa akan
dikirimkan kepada rekening KIK-EBAS di mana sesudah uang itu di
proses oleh pemilik EBA dengan waktu sudah habis pada tanggal
pembayaran. Dalam periode waktu proses transaksi Manajer Investasi
bisa mengelola uang tersebut menggunakan peraturan yang telah ada
pada KIK

EBA yang dipublikasikan bersamaan dengan tanggal penutupan


berhasilnya transaksi dari kelompok tagihan dari pemilik EBA untuk kreditur
pertama serta menyerahkan gabungan tagihan dari kreditur pertama pada Bank
Kustodian di mana bertugas untuk menjadi wakil dari pemilik EBA, oleh proses
penyutujuan Akta Cessie menjadi bukti pemberian hak milik dari gaungan tagihan
berikut dengan hak-hak yang terkait. Sebagai bukti kepunyaan gabungan semua
pemilik EBA, pihak Manajer Investasi serta Bank Kustodian akan meluncurkan
sertifikat jumbo EBA yang akan dijaga di Kustodion Sentral, lalu setelahnya
Kustodian Sentral bisa mengirimkan bebrapa daftar nama pemilik EBA di waktu
terakhiran. Pempublikasian sertifikat jumbo EBA peringkat A dan pada bentuk
scriptless dan dilakukan cara OTC maupun proses pembayaran.

Mekanisme Perdagangan EBA, yaitu Investor pembeli berhubungan


dengan broker pembeli di sisi lain investor penjual berkaitan kepada broker
penjual. Kedua broker pembeli dan penjual ini menugaskan ke trader untuk
mecatat kegiatan pembayaran dengan melakukan sistem perdagangan. Setelah
sistem perdagangannya sudah selesai dilakuaknannya kegiatan penuntasan
pembayaran kepada KPEI-KSEI. Broker pembeli akan menyalurkan uang kepada
KPEI-KSEI, sedangkan surat berharga diserahkan oleh broker penjual kepada
KPEI-KSEI. Lalu setelah KPEI-KSEI menerima surat berharga KPEI-KSEI akan
menyimpan surat berharga kepada Bank Kustodian.

Alur atau Proses dalam Penerbitan Efek Beragun Aset, yaitu awal mula
publikasi EBA pertama dilakukan EPA awal yang bertujuan mengumpulkan aset-

10
aset yang akan dijual. Setelah EPA awal itu dilakukan akan di proses uji tuntas
due dilligence untuk menentukan aset-aset manakah yang layak untuk dijual
apabila ditentukan layak dilakukan structuring seperti menghitung pemberian
lebih ke analisa pemberian trance tenor, setelah di structuring pengumpulan aset
akan di daftarkan ke OJK dan Bapepam-LK untuk melakukan proses registrasi
setlah OJK menerima EBA akan ditetapkan EBA final setelah penetapan dari
EPA final akan keluar efektif OJK. Aset yang sudah dinyatakan boleh untuk
dijual itu akan dilakukan book building yaitu di mana masa penawaran rate
kepada Investor yang potensial, dan pada masa book building telah sampai
keinginan lalu dilaksanakanlah closing.

Proses EBA syariah pada umumnya sama dengan kegiatan EBA


Konvensional. Namun bukan semua macam aset yang digunakan pada
konvensional bisa diperbolehkan dengan cara syariah. Pada EBA syariah
kegiatannya wajib melihat prinsip-prinsip syariah yang sudah ada serta
dilaksanakan di pasar modal. Terdapat bebrapa macam yang lebih berhubungan
dengan aktivitas sekuritisasi syariah ialah:

1) Aset Securitization
Kegiatan yang awal dilaksanakan yaitu suatu yang menentukan. Future
Income dilakukan melalui securitisasi atas asetnya.
2) Issuance Certificate
Tahap selanjutnya yaitu menerbitkan suatu sertifikat. Sertifikat yang
sudah di publikasikan di umumkan sukses apabila hasilnya telah
disetujui (blacked) dari aset dasar, jasa maupun barang serta
kegiatannnya
3) Perdagangan (trading)
Tahap yang akhir pada sekuritasi syariah yaitu berupa sertifikat yang
berasal pada hasil perdagangan. Dalam aktivitas melindungi likuiditas,
memperjualkan sertifikat yang berada di pasar sekunder adalah
kegiatan yang sangat berarti. Sertifikat sekuritisasi bisa dijual pada
debitor (bay’ al-dayn lil mad’in), pihak lain, atau bukan debitor.

11
E. Review Karya Tulis

Judul : Perbandingan Efek Beragun Aset Syariah dengan Efek Beragun Aset
Konvensional8

1. Tujuan Penulis
Melihat perbandingan efek beragun aset syariah terhadap efek beragun
aset konvensional dalam kegiatan terhadap memperbaiki resiko likuiditas
terhadap pendanaan jangka panjang serta melihat mekanisme yang
dilaksanakan.
2. Teknik penulisan
Metode penelitian yang dilaksanakan adalah deskriptif kualitatif, dan
melihat pemikiran postpositivisme.
3. Sumber data
Primer dan dengan melakukan wawancara, pengamatan serta studi
dokumentasi, skripsi, undang-undang dan referensi lain
4. Hasil penemuan
a. Praktik Sekuritas Aset di Indoneisa
Dalam menjalankan EBA dengan menggunakan mekanisme KIK-
EBA. Setiap negara menggunakan trust atau SPV. Berdasarkan KIK di
mana manajer investasi diberikan tugas dalam menjaga sejumlah
sekuritas dengan cara gabungan serta bank kustodian diberi tugas
dengan melakukan penitipan kolektif. Saat ini konsep EBA dalam
KIK bertujuan sebagai penghubung untuk yang belum bisa
melaksanakan pada konsep SPV dengan model institusi yang ada.
b. Tipe mekanisme transaksi EBA mempunyai dua tipe, yaitu:
1) KIK – EBA Syariah dimana pengikat kepada pihak pemegang
EBA Syariah antara pihak pertama di mana memiliki kewajiban
dalam mengelola yang berkaitan pengelolaan portofolio investasi
yang berkarakter kolektif tetapi pihak kedua berkewajiban dalam
melaksanakan penitipan kolektif;

8
Metta Astria Wahyuni, Perbandingan Efek Beragun Aset Syariah dengan Efek Beragun Aset
Konvensional, Jurnal Nisbah Vol. 4 Tahun 2017

12
2) EBA Syariah berbentuk partisipasi dalam singkatannya adalah
EBAS-SP.
c. Perbandingan Efek Beragun Aset Syariah dengan Konvensional
Menurut peneliti bahwa saat ini EBA Syariah belum bisa
dibandingkan dengan Konvensional, disebabkan karena EBA Syariah
belum dapat diterbitkan pasar modal disebabkan permodalan atau
likuiditas yang dipunyai bank syariah belum begitu besar. Tetapi
terhadap aktivitasnya tidak semua aset dapat mengoperasikan menurut
konvensional dapat dijalankan secara syariah. Maka dari itu pada
aktivitas pelaksanaan prinsip syariah dilarangnya unsur pemindahan
aset, pembayaran yang mengandung sifat gharar, riba, judi atau pada
EBA Syariah kegiatannya wajib melihat prinsip syariah telah
digunakan di pasar modal
d. Kesesuaian Prinsip Syariah untuk melakukan penerbitan wajib pada
awalnya suatu kesesuaian dari DPS atau satuan kerja mengenai
kesesuaian syariah. Harus berhati-hati dan tidak memperbolehkannya
suatu aktivitas yang bersifat penyelewengan serta mengandung faktor
maisir, gharar, kezhaliman, dan riba.

13
BAB III PENUTUP

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset Syariah yang selanjutnya


disingkat KIK-EBAS memiliki pengertian yang hampir mirip dengan Kontrak
Investasi Kolektif Efek Beragun Aset yang selanjutnya disingkat KIK-EBA yang
membedakan yaitu pada pelaksanaannya yang tidak boleh bertentangan dengan
Prinsip Syariah di Pasar Modal dan menurut peraturan perundang-undangan, KIK
dalam KIK-EBAS berstatus sebagai subjek hukum (al-syakhshiyah al-i’tibariyah).

Terkait dengan Kontrak Investasi Kolektif – Efek Beragun Aset Syariah


dijelaskan secara detail dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 125/DSN-MUI/XI/2018
tentang Kontrak Investais Kolektif – Efek Beragun Aset (KIK-EBA) Berdasarkan
Prinsip Syariah yang di mana fatwa tersebut juga berhubungan dengan fatwa-
fatwa lainnya. Fatwa tersebut dibentuk agar KIK-EBAS memiliki pedoman dalam
pelaksanaannya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Fatwa DSN-MUI Nomor 125/DSN-MUI/XI/2018 tentang Kontrak Investasi


Kolektif – Efek Beragun Aset (KIK-EBA) Berdasarkan Prinsip Syariah

Mahfud Roid Fatoni. 2017. Skripsi: “Sekuritisasi Aset Syariah sebagai Sumber
Pendanaan Alternatif Perbankan Syariah di Indonesia” (Yogyakarta: UMY)

Metta Astria Wahyuni. 2017. Perbandingan Efek Beragun Aset Syariah dengan
Efek Beragun Aset Konvensional. Jurnal Nisbah Vol. 4

Peraturan OJK Nomor 65/POJK.04/2017 tentang Pedoman Penerbitan dan


Pelaporan Efek Beragun Aset Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif

Peraturan OJK Nomor 20/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek


Beragun Aset

15

Anda mungkin juga menyukai