Tentang
OBLIGASI SYARIAH
Disusun oleh:
Kelompok 6 MBS-5C
Dosen Pengampu :
1444 H / 2023M
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadiran Allah SWt yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniya-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Obligasi Syariah” tepat pada
waktunya. Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan semoga tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW.
Penulis
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ............................................................................................... 19
B. Saran .......................................................................................................... 19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obligasi syariah merupakan salah satu instrument pasar modal syariah, di
samping saham syariah dan reksadana syariah. Pada awalnya banyak
kalangan yang meragukan keabsahan dari obligasi syariah. Mengingat
obligasi merupakan surat bukti kepemilikan hutang, yang dalam islam sendiri
hal tersebut tidak di akui. Salah satu bentuk instrument keuangan syariah
yang telah banyak diterbitkan baik oleh korporasi maupun negara adalah
obligasi syariah atau sukuk.
Obligasi syariah atau sukuk pada dasarnya adalah efek syariah berupa
sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian
yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas; aset berwujud
tertentu, manfaat atas aset berwujud tertentu baik yang sudah ada maupun
yang akan ada, jasa yang sudah ada maupun yang akan ada, aset proyek
tertentu atau kegiatan investasi yang telah ditentukan).
Dibeberapa negara, sukuk telah menjadi instrument pembiayaan Negara
yang penting. Dasar munculnya sukuk adalah karena ketidaksesuaian obligasi
konvensional yang didefenisikan sebagai surat hutang dan memberikan kupon
bunga dari pokok obligasi yang dilarang dalam syariah islam (Dahlifah,2014)
Kemunculan sukuk pada saat ini dilatar belakangi oleh upaya untuk
menghindari praktik riba yang terjadi pada obligasi konvensional dan mencari
alternatif instrumen pembiayaan bagi pengusaha atau negara yang sesuai
dengan syariah.
Sukuk semakin disukai karena upaya para investor, terutama di wilayah
Timur Tengah, untuk menarik modal dari lembaga perbankan Barat kembali
ke lembaga keuangan Islam. Dukungan solidaritas bagi kegiatan pasar modal
syariah dilandasi oleh kesamaan ideologi dan semangat negara-negara yang
tergabung dalam OKI. Pasar modal Islam diterima secara luas karena investor
non-Muslim memasuki pasar sukuk. Sukuk dipandang sebagai target baru
yang lebih menguntungkan
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah
makalah ini antara lain:
1. Apa yang dimaksud konsep obligasi syariah?
2. Apa saja perbedaan obligasi syariah dan konvensional?
3. Bagaimana bentuk obligasi syariah dalam perspektif hukum islam?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian makalah ini
antara lain:
1. Untuk mengetahui apa konsep obligasi syariah
2. Untuk mengetahui perbedaan obligasi syariah dan konvensional
3. Untuk memahami obligasi syariah dalam perspektif hukum islam
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Muhammad Syafi’I Antonio, Adakah Obligasi Syariah ?, (Jakarta : REPUBLIKA,
2002 ), Hal. 17.
3
Obligasi syariah bukan merupakan utang berbunga tetap, Tetapi
lebih merupakan penyertaan dana yang didasarkan pada Prinsip bagi
hasil. Landasan transaksinya bukan akad utang Piutang melainkan
penyertaan. Obligasi sejenis ini lazim Dinamakan muqaradhah bond.
Muqaradhah merupakan nama Lain dari Mudharabah, ahli Irak sering
menggunakan istilah Mudharabah, sementara ulama Hijaz menggunakan
Istilah Muqaradhah atau qiradh yang berarti qath’ (potongan), diartikan
Demikian karena pemilik modal “memotong” sebagian hartanya Untuk
diberikan kepada orang lain sebagai modal usaha yang Memberikannya
“potongan” dari keuntungan hasil usaha Tersebut.2
Menurut Syafi’I Antonio, istilah yang tepat untuk obligasi
Syariah adalah syahadatu istitsmar (Investment certificate) atau
Mudharabah bond. Dengan menamai sertifikat investasi maka Kita akan
mengesampingkan asosiasi bunga tetap yang melekat Pada obligasi biasa.
Istilah syahadatu istitsmar telah diterapkan Di beberapa negara Arab
seperti, Bahrain, Kuwait, Sudan dan Mesir, sementara Malaysia
menamainya dengan Mudharabah Bond. Khusus untuk negeri kita
sementara ini menggunakan Nama “obligasi syariah” dengan catatan
beberapa karakteristik Yang tidak sesuai dengan syariah dari obligasi
dapat ditanggalkan.(1)
Menurut Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan
Lembaga Keuangan No. KEP-130/BL/2006 Tanggal 3 November 2006
tentang penerbitan efek syariah menyatakan Bahwa sukuk adalah Efek
Syariah berupa sertifikat atau bukti Kepemilikan yang bernilai sama dan
mewakili bagian penyertaan Yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi
atas (2) :3
a. Kepemilikan aset berwujud tertentu
b. Nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau Aktivitas
investasi tertentu;
2
Sunariyah, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, (Yogyakarta : LPP STIM YKPN,
2011), Hal 112.
3
Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang tentang Surat-Surat Berharga, (Bandung :
Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 264.
4
c. Kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas Investasi
tertentu.
5
bentuk terobosan baru dalam dunia keuangan Islam, meskipun istilah
tersebut adalah istilah yang memiliki akar Sejarah yang panjang. Inilah
salah satu bentuk produk yang paling Inovatif dalam pengembangan
sistem keuangan syariah Kontemporer.
4
Huda, Nurul dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah.
(Jakarta: Kencana, 2008) Hal 4
6
4. Macam- macam Obligasi
Berikut macam- macam obligasi antara lain:
1) Sukuk Ijarah
Diterbitkan dengan dasar akad ijarah. Sukuk ijarah memiliki
sertifikat atas nama investor atau pemilik, serta melambangkan
kepemilikannya terhadap sebuah aset yang ditujukan untuk
disewakan.
2) Sukuk Musyarakah
Diterbitkan dengan dasar akad musyarakah, serta dikeluarkan
dengan dasar kontrak atau perjanjian antara 2 pihak atau lebih. Cara
kerja dari sukuk musyarakah adalah menggabungkan modal untuk
kebutuhan sebuah usaha, baik yang baru akan dibangun atau yang
telah berjalan. Jika bisnis mengalami keuntungan atau kerugian,
semuanya akan ditanggung secara bersama sesuai persentase modal
yang telah disetujui di awal.
3) Sukuk Istishna
Diterbitkan dengan dasar akad atau perjanjian istishna. Pada sukuk
jenis ini, para pihak akan menyepakati jual-beli atau transaksi sebagai
rangka pembiayaan sebuah barang atau proyek. Terkait harga,
spesifikasi barang atau proyek, dan waktu penyerahan semuanya
ditentukan berdasarkan kesepakatan di awal.
4) Sukuk Mudharabah
Diterbitkan dengan dasar akad mudharabah. Berdasarkan akad
tersebut, salah satu pihak akan menyediakan modal, sedangkan pihak
lainnya akan mengelolanya di sebuah usaha. Terkait keuntungannya
akan dibagi sesuai dengan perbandingan yang sudah disetujui
sebelumnya, sementara kerugian akan menjadi tanggungan dari pihak
penyedia modal sepenuhnya.
5) Sukuk Wakalah
Pemilik sukuk akan memberikan kuasa terhadap penerima kuasa
guna melakukan perbuatan atau tindakan tertentu untuk mengelola
usahanya.
7
6) Sukuk Muzara’ah
Tujuan diterbitkannya sukuk muzara’ah ini adalah mendapatkan
modal untuk pembiayaan kegiatan pertanian sesuai dengan kontrak
atau perjanjian. Dalam sukuk ini, pihak pemilik sukuk mempunyai
hak atas sebagian hasil panen yang telah disesuaikan dengan
perjanjian.
7) Surat Berharga Syariah Negara atau SBSN
SBSN atau bisa juga disebut sukuk negara adalah investasi dengan
bentuk utang-piutang yang penerbitannya didasarkan pada prinsip
syariah, serta jauh dari riba. Jenis obligasi syariah ini digunakan
sebagai bukti terhadap pembagian aset dengan kurs Rupiah ataupun
kurs asing.
Selain itu, dalam SBSN, negara mewajibkan emitennya untuk
membayarkan pendapatannya kepada pemilik obligasi syariah dalam
bentuk bagi hasil.
5
Sapto Rahardjo, Panduan Investasi Obligasi, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2003) hlm. 144-145
8
d. Pembagian pendapatan dapat dilakukan secara periodik atau sesuai
ketentuan bersama, dan pada saat jatuh tempo hal itu diperhitungkan
secara keseluruhan.
e. Mekanisme obligasi syariah diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah
atau oleh Tim Ahli Syariah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah
Nasional MUI sejak dari penerbitan obligasi hingga akhir dari masa
penerbitan obligasi tersebut. Dengan adanya sistem ini maka prinsip
kehati-hatian dan perlindungan kepada investor diharapkan bisa lebih
terjamin.
f. Apabila emiten melakukan kelalaian atau melanggar syarat perjanjian,
maka wajib dilakukan pengembalian dana investor, atau pihak
investor dapat menarik dananya.
g. Hak kepemilikan obligsi syariah mudharabah dapat dipindah tangan
kepada pihak lain sesuai dengan kesepakatan akad perjanjian.
6
Sofiniyah Ghufron (ed.), Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah: Konsep Dasar
Obligasi Syariah,32-34.
9
Dengan akad tersebut, obligasi syariah akan memberikan fired
return(pendapatan tetap). Berdasarkan kedua prinsip di atas, untuk
saat ini di Indonesia mengenal adanya dua jenis obligasi, yaitu
obligasi mudharabah dan obligasi ijarah.
a. Obligasi Mudharabah
Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang
tidak menggunakan akad mudharabah. Akad mudharabah adalah
akad kerjasama antara pemilik modal dan pengelola.Ikatan atau
akad mudharabah pada hakikatnya adalah ikatan penggabungan
atau pencampuran berupa hubungan kerjasama antara pemilik
usaha dengan pemilik harta, di mana pemilik harta hanya
menyediakan dana secara penuh (100%) dalam suatu kegiatan
usaha dan tidak boleh secara aktif dalam pengelolaan usaha.
Scdangkan pemilik usaha memberikan jasa, yaitu mengelola harta
secara penuh dan mandiri (directionery) dalam bentuk asset pada
kegiatan usaha tersebut.
Ada beberapa alasan yang mendasari pcmilihan struktur
obligasi mudharabah, diantaranya
1) Obligasi syariah mudharabah merupakan bentuk pendanaan
yang paling sesuai untuk investasi dalam jumlah besar dan
jangka waktunya relative panjang.
2) Obligasi syariah mudharabah dapat digunakan untuk
pendanaan umum (general financing), seperti pendanaan
modal kerja ataupun capital expenditure .
3) Mudharabah merupakan pencampuran kerjasama antara
modal dan jasa (kegiatan usaha), sehingga membuat
strukturnya memungkinkan untuk tidak memerlukan
jaminan (collateral) atas asset yang spesifik. Hal ini
berbeda dengan struktur yang menggunakan dasar akad jual
beli yang mensyaratkan jaminan atas asset yang didanai.
4) Kecenderungan regional dan global, dari penggunaan
struktur mudharabah dan ba’i bi’thamam ajil menjadi
10
mudharabah dan ijarah. Adapun ketentuan atau mekanisme
obligasi syariah mudharabah adalah :
a. Kontrak atau akad mudharabah dituangkan dalam
perjanjian perwaliamanatan.
b. Rasio atau persentase bagi hasil (nisbah) dapat
ditetapkan berdasarkan komponen pendapatan (revenue
sharing) atau keuntungan (profit sharing). Namun
berdasarkan fatwa No. 15/DSN-MUI/IX/2000 bahwa
yang lebih maslahat adalah penggunaan revenue sharing.
c. Nisbah bagihasil dapat ditetapkan secara konstan,
meningkat ataupun menurun dengan
mempertimbangkan proyeksi pendapatan emiten, tetapi
sudah ditetapkan di awal kontrak.
d. Pendapatan bagi hasil merupakan jumlah pendapatan
yang dibagihasilkan yang menjadi hak dan oleh
karenanya hams dibayarkan oleh emiten kepada
pemegang obligasi syariah. Bagi hasil yang dihitung
berdasarkan perkalian antara nisbah pemegang obligasi
syariah dengan pendapat ini keuntungan yang
dibagihasilkan yang jumlahnya tercantum dalam
laporan keuangan konsoligasi emiten.
e. Pembagian hasil pendapatan atau keuntungan dapat
dilakukan secara periodik.
f. Karena besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan
oleh kinerja actual emiten, maka obligasi syariah
memberikan indicative return tertentu. Produk obligasi
mudharabah dapat juga dikonversi menjadi saham
setelah jangka waktu tertentu dengan persetujuan
pemiliknya. Sehingga pemilik surat ini berubah menjadi
musyarrik muaqqat (mitra kerja sama kontemporer)
bagi perusahaan. Dalam keuntungan investasinya
menjadi pemilik saham atau mitra kerja sama
11
selamanya. Pada prinsipnya, obligasi mudharabah yang
dikonversi menjadi saham same dengan obligasi
mudharabah baik yang muthlaqah maupun muqayyadah.
Persamaan adalah sama-sama menggunakan prinsip
musyarakah dan al-ghurmu bil ghurm dalam hal
kauttungan, sehingga dalam hal inl sesuai dengan
kaidah-kaidah Islam dalam distribusi keuntungan
investasi.
12
terjadi perpindahan kepemilikan. Ketentuan akad ijarah sebagai
berikut :
1) Obyeknya dapat berupa barang (harta fisik yang bergerak,
tak bergerak, harta perdagangan) maupun berupa jasa.
2) Manfaat dari obyek dan nilai manfaat tersebut diketahui
dan disepakati oleh kedua belah pihak.
3) Ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus
dinyatakan secara spesifik.
4) Pemakai manfaat (penyewa) harus menjaga obyek agar
manfaat yang diberikan oleh obyek tetap terjaga.
5) Pembeli sewa haruslah pemilik mutlak.
13
untuk menyewa sebuah, ruangan guna keperluan ekspansi.
Yang mempunyai hak manfaat atas sewa ruangan adalah
pemegang obligasi, tetapi ia menyewakan mengijarahkan
kembali kepada Toko Matahari. Jadi harus membayar
kepada pemegang obligasi sejumlah dana obligasi yang
dikeluarkan ditambah return sewa yang telah disepakati.
Obligasi ijarah lebih diminati oleh investor, karena
pendapatannya bersifat tetap. Terutama investor yang
paradigmanya masih konvensional konservatif dan lebih
menyakai fixed income.
14
utilitas, serta uang menjadi komoditas, dan mengandung time value of
money and opportunity cost.
8
Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), 136
15
Dengan demikian, aplikasi perdagangan sukuk ijārah al-muntahiya
bittamlik di BEI ditinjau dari segi rukun dan syarat sewa menyewa menurut
syari’at Islam adalah sebagai berikut:
1) syarat orang yang melakukan akad dalam Islam adalah harus berakal
dan dilakukan oleh orang yang berbeda maksudnya ada pihak penyewa
dan pihak yang menyewa. Demikian pula transaksi sukuk IMBT di
BEI yang melakukan transaksi akad adalah obligor atau broker yang
ahli dalam bidangnya serta sudah dewasa. Imam Bukhari berkata: Ibn
Sirin, At}a’, Ibrahim dan al-Hasan tidak melihat adanya apa-apa dalam
9
masalah broker(perantara). Ulama fikih sepakat bahwa segala
transaksi yang dilakukan melalui surat atau utusan adalah sah.10
2) Ditinjau dari syarat yang berkaitan dengan akad atau ijaab qabul yakni
tercermin dengan adanya sistem komputer, jika harga sewa menyewa
cocok maka akan terjadi matched kemudian penandatanganan
kesepakatan. Ulama fikih sepakat bahwa akad semacam ini seperti
yang telah disebutkan di atas adalah sah hukumnya, asalkan ijab qabul
telah sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati11
3) Adapun dari segi aset yang akan menjadi objek perjanjian (underlying
asset). Aset yang menjadi objek perjanjian dalam sukuk IMBT harus
memiliki nilai ekonomis, dapat berupa aset berwujud atau tidak
berwujud, termasuk proyek yang akan atau sedang dibangun.
9
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12, (Bandung: PT Alma’arif, 1987),hal 70.
10
Rahmat Syafe’i, Fikih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hal 96.
11
Nasrun Haroen, Fikih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), hal 118:
16
tersebut. Pendapat ini perlu diperhatikan terutama apabila dikaitkan dengan
obligasi mempunyai ciri khusus yang berbeda dengan piutang-piutang yang
dikenal oleh ulama fikih. Hal ini karena obligasi dapat memberikan bunga
pada pemberi pinjaman. Sekalipun bunga haram, namun tidak bisa dijadikan
alasan untuk membebaskan pemilik obligasi dari kewajiban membayar zakat.
Dalam fatwa-fatwa kontemporernya Yusuf Qardhawi memberikan
penjelasan mengenai masalah bunga, yakni bunga yang diperoleh keadaannya
sama seperti keadaan semua harta. Adapun pendayagunaan bunga-bunga itu
dan semua jenis perolehan dari jalan haram untuk berbagai kebaikan, seperti
untuk fakir miskin, anak-anak yatim dan ibnu sabil, jihad fi sabilillah,
menyiarkan dakwah Islam, membangun masjid dan pusat-pusat keislaman
untuk mempersiapkan juru-juru dakwah yang mumpuni yakni untuk biaya
pelatihan dan penataran-penataran mubaligh dan sebagainya, menerbitkan
buku-buku Islam, dan jalan kebaikan lainnya pernah menjadi perdebatan
sengit dalam suatu kajian Islam. Sebagian saudara dari kalangan ulama tidak
mau memberikan bunga-bunga ini kepada orang fakir dan program-program
kebaikan (kepentingan umum). yang diperoleh dengan jalan haram.12
Yusuf Qardhawi juga memberikan keterangan bahwa hikmah
sesungguhnya diharamkannya riba adalah bahwa tidak boleh melahirkan
harta yang sama, uang tidak boleh melahirkan uang. Bahkan harta seharusnya
tumbuh dan berkembang dengan kerja dan memeras tenaga.(Qardhawi, 2016)
Islam sebenarnya tidak mengharamkan seseorang untuk memiliki harta dan
melipatgandakannya, asal saja diperoleh dari sumber yang halal dan
dibelanjakan pada haknya. Islam juga tidak pernah mengecam harta
sebagaimana sikap Injil mengecam kekayaan, “Orang yang kaya tidak akan
dapat menembus pintu-pintu langit, sampai seekor onta dapat menembus
lubang jarum.” Bahkan, Islam justru menegaskan, “Sebaik-baiknya harta
adalah yang dimiliki oleh orang yang shaleh.”(Qardhawi, 2016).
12
Mawar Jannati Al Fasir, Zakat Saham Dan Obligasi Dalam Pandangan Yusuf
Qardhawi (2020 Cirebon) IAI Bunga Bangsa Cirebon
17
Adapun komentar Yusuf Qardhawi mengenai pendapat ulama-ulama di
atas adalah jika mengingat bahwa obligasi adalah piutang yang ditangguhkan
maka pendapat ini tidak dapat diterima. Namun pendapat ulama-ulama di atas
menganggap bahwa obligasi itu piutang yang berpindah tangan yang berarti
piutang itu dijual. Hal ini menurut Yusuf Qardhawi dan ulama-ulama lain
dilarang, walau demikian menurut Yusuf Qardhawi obligasi sudah berubah
fungsi menjadi barang dagangan yang apabila dibebaskan dari kewajiban
zakat pasti akan tidak terjamin dari hal yang dilarang tersebut, dikhawatirkan
nantinya akan lebih banyak lagi orang-orang yang memperjual-belikan dan
mencari keuntungan dari jual beli ini yang seterusnya berakibat orang berbuat
haram tanpa adanya sanksi berupa pemotongan penghasilan. Meskipun dari
hasil usaha yang telarang namun pada zakat tidak terlarang karena menurut
Yusuf Qardhawi hal ini sesuai dengan ketentuan yang diberikan para ulama
fikih.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Obligasi syariah atau sukuk pada dasarnya adalah efek syariah berupa
sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian
yang tidak tertentu. Obligasi merupakan alternatif pendanaan Melalui hutang
yang menarik bagi perusahaan atau pemerintah karena pada Umumnya
obligasi memiliki jatuh tempo yang panjang dan relatif murah karena
Merupakan proses hutang secara langsung kepada masyarakat.
Kemunculan obligasi syariah pada saat ini dilatar belakangi oleh upaya
untuk menghindari praktik riba yang terjadi pada obligasi konvensional dan
mencari alternatif instrumen pembiayaan bagi pengusaha atau negara yang
sesuai dengan syariah.
Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa zakat obligasi akan dikenakan pada
pemilik obligasi jika obligasi tersebut telah dipegang selama satu tahun atau
lebih. Namun jika temponya belum sampai maka zakatnya tidak wajib
dikeluarkan karena obligasi merupakan piutang yang ditangguhkan. Adapun
yang dimaksud piutang yang ditangguhkan adalah piutang yang masih dapat
kembali.
B. Saran
Demikian makalah ini kami buat. Apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan dan pembahasan makalah ini kami mohon maaf. Kritik dan saran
yang membangun sangat kami butuhkan untuk lebih baiknya makalah yang
kami buat selanjutnya. Selamat membaca dan semoga bermanfaat.
19
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mustaq. 2001. Etika Bisnis dalam Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Huda. Nurul dan Edwin Nasution Mustafa. 2008. Investasi Pada Pasar Modal
Syariah. Jakarta: Kencana.
Jannati Al Fasir Mawar. 2020. Zakat Saham Dan Obligasi Dalam Pandangan
Yusuf Qardhawi. IAI Bunga Bangsa Cirebon
20