Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Tentang

OBLIGASI SYARIAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur dalam Mata Kuliah


Analisis Investasi Syariah

Disusun oleh:

Kelompok 6 MBS-5C

Aufa Nabila 3720075


Seli Dayanti 3720085
Anisa Aprilia 3720089
Vira Fayza Melinda 3720093
Aprilia Dwi Anada 3720096
Mila Arianti 3720103

Dosen Pengampu :

Rahmi Isriani, SE., M.Si.

PRODI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UIN SJECH M. DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI

1444 H / 2023M
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadiran Allah SWt yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniya-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Obligasi Syariah” tepat pada
waktunya. Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan semoga tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur


dalam mata kuliah Analisis Investasi Syariah. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada Ibu Rahmi Isriani, SE., M.Si. yang telah
membimbing dan memberikan tugas ini, serta pihak yang telah membantu
dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam proses pembuatan makalah ini masih


jauh dari kesempurnaan, baik materi maupun cara penulisannya. Namun
demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
perbaikan dan kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap agar
makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Bukittinggi, 13 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3

A. Konsep Obligasi Syariah ........................................................................... 3


B. Perbedaan Obligasi Syariah dan Konvensional ........................................ 14
C. Obligasi Syariah dalam Perspektif Hukum Islam ..................................... 15

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 19

A. Kesimpulan ............................................................................................... 19
B. Saran .......................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obligasi syariah merupakan salah satu instrument pasar modal syariah, di
samping saham syariah dan reksadana syariah. Pada awalnya banyak
kalangan yang meragukan keabsahan dari obligasi syariah. Mengingat
obligasi merupakan surat bukti kepemilikan hutang, yang dalam islam sendiri
hal tersebut tidak di akui. Salah satu bentuk instrument keuangan syariah
yang telah banyak diterbitkan baik oleh korporasi maupun negara adalah
obligasi syariah atau sukuk.
Obligasi syariah atau sukuk pada dasarnya adalah efek syariah berupa
sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian
yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas; aset berwujud
tertentu, manfaat atas aset berwujud tertentu baik yang sudah ada maupun
yang akan ada, jasa yang sudah ada maupun yang akan ada, aset proyek
tertentu atau kegiatan investasi yang telah ditentukan).
Dibeberapa negara, sukuk telah menjadi instrument pembiayaan Negara
yang penting. Dasar munculnya sukuk adalah karena ketidaksesuaian obligasi
konvensional yang didefenisikan sebagai surat hutang dan memberikan kupon
bunga dari pokok obligasi yang dilarang dalam syariah islam (Dahlifah,2014)
Kemunculan sukuk pada saat ini dilatar belakangi oleh upaya untuk
menghindari praktik riba yang terjadi pada obligasi konvensional dan mencari
alternatif instrumen pembiayaan bagi pengusaha atau negara yang sesuai
dengan syariah.
Sukuk semakin disukai karena upaya para investor, terutama di wilayah
Timur Tengah, untuk menarik modal dari lembaga perbankan Barat kembali
ke lembaga keuangan Islam. Dukungan solidaritas bagi kegiatan pasar modal
syariah dilandasi oleh kesamaan ideologi dan semangat negara-negara yang
tergabung dalam OKI. Pasar modal Islam diterima secara luas karena investor
non-Muslim memasuki pasar sukuk. Sukuk dipandang sebagai target baru
yang lebih menguntungkan

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah
makalah ini antara lain:
1. Apa yang dimaksud konsep obligasi syariah?
2. Apa saja perbedaan obligasi syariah dan konvensional?
3. Bagaimana bentuk obligasi syariah dalam perspektif hukum islam?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian makalah ini
antara lain:
1. Untuk mengetahui apa konsep obligasi syariah
2. Untuk mengetahui perbedaan obligasi syariah dan konvensional
3. Untuk memahami obligasi syariah dalam perspektif hukum islam

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Obligasi Syariah


1. Pengertian Obligasi Syariah
Obligasi adalah surat hutang (pada umumnya berjangka panjang)
yang Diterbitkan oleh suatu perusahaan atau pemerintah. Obligasi disebut
surat berharga Karena pemegang obligasi memiliki klaim terhadap
pembayaran bunga dan pokok Pinjaman yang telah ditetapkan. Obligasi
merupakan alternatif pendanaan Melalui hutang yang menarik bagi
perusahaan atau pemerintah karena pada Umumnya obligasi memiliki
jatuh tempo yang panjang dan relatif murah karena Merupakan proses
hutang secara langsung kepada masyarakat (supplier modal). Meskipun
demikian, obligasi (terutama yang memberikan bunga yang tetap)
Memiliki risiko kerugian akibat fluktuasi suku Bunga dipasar.1
Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 32/DSN-
MUI/IX/2002 mendefinisikan obligasi syariah adalah suatu surat
Berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang Dikeluarkan
oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah yang Mewajibkan emiten
untuk membayar pendapatan kepada Pemegang obligasi syariah berupa
bagi hasil/ margin/ fee serta Membayar kembali obligasi pada saat jatuh
tempo.
Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan emiten (mudharib)
kepada pemegang obligasi syariah (shahib al-maal) Harus bersih dari
unsur non-halal dan sesuai dengan akad yang Digunakan. Adapun akad
yang dapat digunakan dalam obligasi Syariah berdasarkan fatwa Dewan
Syariah Nasional (DSN-MUI), Antara lain: Mudharabah, musyarakah,
murabahah, salam, Istina dan ijarah.

1
Muhammad Syafi’I Antonio, Adakah Obligasi Syariah ?, (Jakarta : REPUBLIKA,
2002 ), Hal. 17.

3
Obligasi syariah bukan merupakan utang berbunga tetap, Tetapi
lebih merupakan penyertaan dana yang didasarkan pada Prinsip bagi
hasil. Landasan transaksinya bukan akad utang Piutang melainkan
penyertaan. Obligasi sejenis ini lazim Dinamakan muqaradhah bond.
Muqaradhah merupakan nama Lain dari Mudharabah, ahli Irak sering
menggunakan istilah Mudharabah, sementara ulama Hijaz menggunakan
Istilah Muqaradhah atau qiradh yang berarti qath’ (potongan), diartikan
Demikian karena pemilik modal “memotong” sebagian hartanya Untuk
diberikan kepada orang lain sebagai modal usaha yang Memberikannya
“potongan” dari keuntungan hasil usaha Tersebut.2
Menurut Syafi’I Antonio, istilah yang tepat untuk obligasi
Syariah adalah syahadatu istitsmar (Investment certificate) atau
Mudharabah bond. Dengan menamai sertifikat investasi maka Kita akan
mengesampingkan asosiasi bunga tetap yang melekat Pada obligasi biasa.
Istilah syahadatu istitsmar telah diterapkan Di beberapa negara Arab
seperti, Bahrain, Kuwait, Sudan dan Mesir, sementara Malaysia
menamainya dengan Mudharabah Bond. Khusus untuk negeri kita
sementara ini menggunakan Nama “obligasi syariah” dengan catatan
beberapa karakteristik Yang tidak sesuai dengan syariah dari obligasi
dapat ditanggalkan.(1)
Menurut Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan
Lembaga Keuangan No. KEP-130/BL/2006 Tanggal 3 November 2006
tentang penerbitan efek syariah menyatakan Bahwa sukuk adalah Efek
Syariah berupa sertifikat atau bukti Kepemilikan yang bernilai sama dan
mewakili bagian penyertaan Yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi
atas (2) :3
a. Kepemilikan aset berwujud tertentu
b. Nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau Aktivitas
investasi tertentu;

2
Sunariyah, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, (Yogyakarta : LPP STIM YKPN,
2011), Hal 112.
3
Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang tentang Surat-Surat Berharga, (Bandung :
Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 264.

4
c. Kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas Investasi
tertentu.

2. Sejarah Obligasi Syariah


Sukuk / obligasi syariah ini bukan merupakan istilah yang Baru
dalam sejarah Islam. Istilah tersebut sudah dikenal sejak Abad
pertengahan, dimana umat Islam menggunakannya dalam Konteks
perdagangan internasional. Sukuk merupakan bentuk Jamak dari kata
sakk. Ia dipergunakan oleh para pedagang pada Masa itu sebagai
dokumen yang menunjukkan kewajiban Finansial yang timbul dari usaha
perdagangan dan aktivitas Komersial lainnya. Namun demikian, sejumlah
penulis barat yang Memiliki konsen terhadap sejarah Islam dan bangsa
Arab, Menyatakan bahwa sakk inilah yang menjadi akar kata “cheque”
Dalam bahasa latin, yang saat ini telah menjadi sesuatu yang lazim
Dipergunakan dalam transaksi dunia perbankan kontemporer.
Dalam perkembangannya, the Islamic Jurispudence Council (IJC)
kemudian mengeluarkan fatwa yang mendukung Berkembangnya sukuk.
Hal tersebut mendorong Otoritas Moneter Bahrain (BMA — Bahrain
Monetary Agency) untuk Meluncurkan salam sukuk berjangka waktu 91
hari dengan nilai 25 juta dolar AS pada tahun 2001. Kemudian Malaysia
pada tahun Yang sama meluncurkan global corporals Sukuk di pasar
Keuangan Islam internasional. Inilah sukuk global yang pertama Kali
muncul di pasar internasional. Selanjutnya, penerbitan sukuk Di pasar
internasional terus bermunculan bak cendawan di musim Hujan (3).
Tidak ketinggalan, pemerintahan di dunia Islam pun mulai Melirik
hal tersebut. Sebagai contoh, pada tahun 2002 pemerintah Malaysia
menerbitkan sukuk dengan nilai 600 juta dolar AS dan Terserap habis
oleh pasar dengan cepat, bahkan sampai terjadi Over subscribe.
Begitu pula pada Desember 2004, pemerintah Pakistan
Menerbitkan sukuk di pasar global dengan nilai 600 juta dolar AS Dan
langsung terserap habis oleh pasar dan masih banyak contoh Lainnya.
Harus kita akui, bahwa sukuk atau obligasi syariah ini Adalah salah satu

5
bentuk terobosan baru dalam dunia keuangan Islam, meskipun istilah
tersebut adalah istilah yang memiliki akar Sejarah yang panjang. Inilah
salah satu bentuk produk yang paling Inovatif dalam pengembangan
sistem keuangan syariah Kontemporer.

3. Manfaat Obligasi Syariah


Berikut manfaat obligasi syariah:4
1) Menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank non Islam
(konvensional) yang menyebabkan berada di bawah kekuasaan bank,
sehingga umat Islam tidak bisa melakukan ajaran agamanya secara
penuh, terutama di bidang kegiatan bisnis dan perekonomian.
2) Menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan
meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi.
3) Dapat beramar ma’ruf di bidang bisnis antara semua pihak yang ada
dalam investasi obligasi syariah.
4) Obligasi syariah sebagai bentuk pendanaan dan sekaligus investasi
yang memungkinkan bentuk struktur dapat ditawarkan untuk tetap
menghindarkan dari unsur riba.
5) Dapat memberikan jalan bagi umat Islam dalam bermuamalah tidak
memakan harta dengan cara yang bathil.
6) Menjadi alternatif pembiayaan perusahaan dan salah satu penyedia
pembiayaan infrastruktur.
7) Menjadi sarana investasi dengan basis syariah pada pasar modal dan
Mempunyai basis investor lebih luas dan meliputi investor
konvensional maupun investor dengan preferensi syariah.
8) Menumbuhkan serta mengembangkan industri finansial berbasis
syariah.

4
Huda, Nurul dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah.
(Jakarta: Kencana, 2008) Hal 4

6
4. Macam- macam Obligasi
Berikut macam- macam obligasi antara lain:
1) Sukuk Ijarah
Diterbitkan dengan dasar akad ijarah. Sukuk ijarah memiliki
sertifikat atas nama investor atau pemilik, serta melambangkan
kepemilikannya terhadap sebuah aset yang ditujukan untuk
disewakan.
2) Sukuk Musyarakah
Diterbitkan dengan dasar akad musyarakah, serta dikeluarkan
dengan dasar kontrak atau perjanjian antara 2 pihak atau lebih. Cara
kerja dari sukuk musyarakah adalah menggabungkan modal untuk
kebutuhan sebuah usaha, baik yang baru akan dibangun atau yang
telah berjalan. Jika bisnis mengalami keuntungan atau kerugian,
semuanya akan ditanggung secara bersama sesuai persentase modal
yang telah disetujui di awal.
3) Sukuk Istishna
Diterbitkan dengan dasar akad atau perjanjian istishna. Pada sukuk
jenis ini, para pihak akan menyepakati jual-beli atau transaksi sebagai
rangka pembiayaan sebuah barang atau proyek. Terkait harga,
spesifikasi barang atau proyek, dan waktu penyerahan semuanya
ditentukan berdasarkan kesepakatan di awal.
4) Sukuk Mudharabah
Diterbitkan dengan dasar akad mudharabah. Berdasarkan akad
tersebut, salah satu pihak akan menyediakan modal, sedangkan pihak
lainnya akan mengelolanya di sebuah usaha. Terkait keuntungannya
akan dibagi sesuai dengan perbandingan yang sudah disetujui
sebelumnya, sementara kerugian akan menjadi tanggungan dari pihak
penyedia modal sepenuhnya.
5) Sukuk Wakalah
Pemilik sukuk akan memberikan kuasa terhadap penerima kuasa
guna melakukan perbuatan atau tindakan tertentu untuk mengelola
usahanya.

7
6) Sukuk Muzara’ah
Tujuan diterbitkannya sukuk muzara’ah ini adalah mendapatkan
modal untuk pembiayaan kegiatan pertanian sesuai dengan kontrak
atau perjanjian. Dalam sukuk ini, pihak pemilik sukuk mempunyai
hak atas sebagian hasil panen yang telah disesuaikan dengan
perjanjian.
7) Surat Berharga Syariah Negara atau SBSN
SBSN atau bisa juga disebut sukuk negara adalah investasi dengan
bentuk utang-piutang yang penerbitannya didasarkan pada prinsip
syariah, serta jauh dari riba. Jenis obligasi syariah ini digunakan
sebagai bukti terhadap pembagian aset dengan kurs Rupiah ataupun
kurs asing.
Selain itu, dalam SBSN, negara mewajibkan emitennya untuk
membayarkan pendapatannya kepada pemilik obligasi syariah dalam
bentuk bagi hasil.

5. Prinsip dan Karakteristik


Prinsip dan Karakteristik Obligasi Syariah Secara umum, prinsip dan
karakteristik obligasi syariah adalah sebagai berikut: 5
a. Obligasi syariah haruslah berdasarkan konsep syariah yang hanya
memberikan pendapatan kepada pemegang obligasi syariah dalam
bentuk bagi hasil atau revenue sharing serta pembayaran utang pokok
pada saat jatuh tempo.
b. Jenis industri yang dikelola oleh emiten serta hasil pendapatan
perusahaan penerbit obligasi harus terhindar dari unsur non-halal.
c. Obligasi Syariah menekankan pendapatan investasi bukan berdasarkan
pada tingkat bunga (kupon) yang telah ditentukan sebelumnya, tetapi
berdasarkan pada tingkat rasio bagi hasil (nisbah) yang besarannya
ditentukan sesuai kesepakatan pihak emiten dan investor sebelum
penerbitan obligasi tersebut.

5
Sapto Rahardjo, Panduan Investasi Obligasi, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2003) hlm. 144-145

8
d. Pembagian pendapatan dapat dilakukan secara periodik atau sesuai
ketentuan bersama, dan pada saat jatuh tempo hal itu diperhitungkan
secara keseluruhan.
e. Mekanisme obligasi syariah diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah
atau oleh Tim Ahli Syariah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah
Nasional MUI sejak dari penerbitan obligasi hingga akhir dari masa
penerbitan obligasi tersebut. Dengan adanya sistem ini maka prinsip
kehati-hatian dan perlindungan kepada investor diharapkan bisa lebih
terjamin.
f. Apabila emiten melakukan kelalaian atau melanggar syarat perjanjian,
maka wajib dilakukan pengembalian dana investor, atau pihak
investor dapat menarik dananya.
g. Hak kepemilikan obligsi syariah mudharabah dapat dipindah tangan
kepada pihak lain sesuai dengan kesepakatan akad perjanjian.

6. Struktur Obligasi Syariah


Sebagai bentuk pendanaan (financing) dan sekaligus investasi
memungkinkan beberapa bentuk atau struktur yang dapat ditawarkan
untuk tetap berada dalam rambu-rambu syariah. Salah satunya adalah
menghindarkan segala jenis transaksi dari unsur riba. Berdasarkan alasan
tersebut, maka struktur obligasi syariah dapat berupa:6
1. Bagi hasil berdasarkan akad mudharabah/muqaradhah/qiradh
ataupun musyarakah.
Akad mudharabah/musyarakah adalah akad kerjasama dengan skema
bagi hasil pendapatan atau keuntungan. Obligasi jenis ini akan
memberikan return dengan penggunaan term indicative/expected
return karena sifatnya yang floating dan tergantung pada kinerja
pendapatan yang dibagi hasilkan.
2. Margin/fee berdasarkan akad murabahah, salam, istisna, dan ijarah.

6
Sofiniyah Ghufron (ed.), Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah: Konsep Dasar
Obligasi Syariah,32-34.

9
Dengan akad tersebut, obligasi syariah akan memberikan fired
return(pendapatan tetap). Berdasarkan kedua prinsip di atas, untuk
saat ini di Indonesia mengenal adanya dua jenis obligasi, yaitu
obligasi mudharabah dan obligasi ijarah.
a. Obligasi Mudharabah
Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang
tidak menggunakan akad mudharabah. Akad mudharabah adalah
akad kerjasama antara pemilik modal dan pengelola.Ikatan atau
akad mudharabah pada hakikatnya adalah ikatan penggabungan
atau pencampuran berupa hubungan kerjasama antara pemilik
usaha dengan pemilik harta, di mana pemilik harta hanya
menyediakan dana secara penuh (100%) dalam suatu kegiatan
usaha dan tidak boleh secara aktif dalam pengelolaan usaha.
Scdangkan pemilik usaha memberikan jasa, yaitu mengelola harta
secara penuh dan mandiri (directionery) dalam bentuk asset pada
kegiatan usaha tersebut.
Ada beberapa alasan yang mendasari pcmilihan struktur
obligasi mudharabah, diantaranya
1) Obligasi syariah mudharabah merupakan bentuk pendanaan
yang paling sesuai untuk investasi dalam jumlah besar dan
jangka waktunya relative panjang.
2) Obligasi syariah mudharabah dapat digunakan untuk
pendanaan umum (general financing), seperti pendanaan
modal kerja ataupun capital expenditure .
3) Mudharabah merupakan pencampuran kerjasama antara
modal dan jasa (kegiatan usaha), sehingga membuat
strukturnya memungkinkan untuk tidak memerlukan
jaminan (collateral) atas asset yang spesifik. Hal ini
berbeda dengan struktur yang menggunakan dasar akad jual
beli yang mensyaratkan jaminan atas asset yang didanai.
4) Kecenderungan regional dan global, dari penggunaan
struktur mudharabah dan ba’i bi’thamam ajil menjadi

10
mudharabah dan ijarah. Adapun ketentuan atau mekanisme
obligasi syariah mudharabah adalah :
a. Kontrak atau akad mudharabah dituangkan dalam
perjanjian perwaliamanatan.
b. Rasio atau persentase bagi hasil (nisbah) dapat
ditetapkan berdasarkan komponen pendapatan (revenue
sharing) atau keuntungan (profit sharing). Namun
berdasarkan fatwa No. 15/DSN-MUI/IX/2000 bahwa
yang lebih maslahat adalah penggunaan revenue sharing.
c. Nisbah bagihasil dapat ditetapkan secara konstan,
meningkat ataupun menurun dengan
mempertimbangkan proyeksi pendapatan emiten, tetapi
sudah ditetapkan di awal kontrak.
d. Pendapatan bagi hasil merupakan jumlah pendapatan
yang dibagihasilkan yang menjadi hak dan oleh
karenanya hams dibayarkan oleh emiten kepada
pemegang obligasi syariah. Bagi hasil yang dihitung
berdasarkan perkalian antara nisbah pemegang obligasi
syariah dengan pendapat ini keuntungan yang
dibagihasilkan yang jumlahnya tercantum dalam
laporan keuangan konsoligasi emiten.
e. Pembagian hasil pendapatan atau keuntungan dapat
dilakukan secara periodik.
f. Karena besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan
oleh kinerja actual emiten, maka obligasi syariah
memberikan indicative return tertentu. Produk obligasi
mudharabah dapat juga dikonversi menjadi saham
setelah jangka waktu tertentu dengan persetujuan
pemiliknya. Sehingga pemilik surat ini berubah menjadi
musyarrik muaqqat (mitra kerja sama kontemporer)
bagi perusahaan. Dalam keuntungan investasinya
menjadi pemilik saham atau mitra kerja sama

11
selamanya. Pada prinsipnya, obligasi mudharabah yang
dikonversi menjadi saham same dengan obligasi
mudharabah baik yang muthlaqah maupun muqayyadah.
Persamaan adalah sama-sama menggunakan prinsip
musyarakah dan al-ghurmu bil ghurm dalam hal
kauttungan, sehingga dalam hal inl sesuai dengan
kaidah-kaidah Islam dalam distribusi keuntungan
investasi.

Adapun ketentuan-ketentuan yang berlaku berkaitan


dengan konversi obligasi mudharabah menjadi saham adalah :
a. Wajib menjaga kaidah-kaidah yang ditetapkan untuk
penambahan modalsesuai dengan undang-undang
Negara tempat perusahaan yang mengeluarkan
obligasi.
b. Wajib menjaga keseimbangan keuangan dengan
sumber-sumbemya, baik dari dalam maupun dari luar.
c. Tanggal dan syarat-syarat konversi menjadi saham
harus dijelaskan, serta jangka waktu untuk
mengkonversikan ke dalam saham.
d. Wajib menjelaskan kadar batas maksimal pengeluaran
bagi saham yang baru jika ada.
e. Penjelasan tanggal pengembalian harga obligasi dalam
kondisi tidak dikonversikan ke dalam saham.
b. Obligasi ljarah
Obligasi Ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan akad ijarah.
Akad ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat
dengan jalan penggantian. Artinya, pemilik harta memberikan hak
untuk memanfaatkan obyek yang ditransaksikan melalui
penguasaan sementara atau peminjaman obyek dengan manfaat
tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik obyek. Ijarah
mirip dengan leasing, tetapi tidak sepenuhnya sama. Dalam akad
ijarah disertai dengan adanya perpindahan manfaat tetapi tidak

12
terjadi perpindahan kepemilikan. Ketentuan akad ijarah sebagai
berikut :
1) Obyeknya dapat berupa barang (harta fisik yang bergerak,
tak bergerak, harta perdagangan) maupun berupa jasa.
2) Manfaat dari obyek dan nilai manfaat tersebut diketahui
dan disepakati oleh kedua belah pihak.
3) Ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus
dinyatakan secara spesifik.
4) Pemakai manfaat (penyewa) harus menjaga obyek agar
manfaat yang diberikan oleh obyek tetap terjaga.
5) Pembeli sewa haruslah pemilik mutlak.

Secara teknis, obligasi ijarah dapat dilakukan dengan dua cara,


yaitu:

a. Investor dapat bertindak sebagai penyewa (musta’jir).


Sedangkan emiten dapat bertindak sebagai wakil investor.
Dan property owner dapat bertindak sebagai orang yang
menyewakan (mu'jir). Dengan demikian, ada dua kali
transaksi dalam hal ini; transaksi pertama terjadi antara
investor dengan emiten, di mana investor mewakilkan
dirinya kepada emiten dengan akad wakalah, untuk
melakukan transaksi sewa menyewa dengan property
owner dengan akad menyewa (ijaroh).
b. Setelah investor mempercleh hak sewa, maka investor
menyewakan kembali obyek sewa tersebut kepada emiten.
Atas dasar transaksi sewa menyewa tersebut, maka
diterbitkanlah surat berharga jangka panjang (obligasi
syariah ijarah), di mana atas penerbitan obligasi tersebut,
emiten wajib membayar pendapatan kepada investor berupa
fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh
tempo. Sebagai contoh transaksi obligasi ijarah adalah
pemegang obligasi memberi dana kepada Toko Matahari

13
untuk menyewa sebuah, ruangan guna keperluan ekspansi.
Yang mempunyai hak manfaat atas sewa ruangan adalah
pemegang obligasi, tetapi ia menyewakan mengijarahkan
kembali kepada Toko Matahari. Jadi harus membayar
kepada pemegang obligasi sejumlah dana obligasi yang
dikeluarkan ditambah return sewa yang telah disepakati.
Obligasi ijarah lebih diminati oleh investor, karena
pendapatannya bersifat tetap. Terutama investor yang
paradigmanya masih konvensional konservatif dan lebih
menyakai fixed income.

B. Perbedaan Obligasi Syariah dan Konvensional


Perbedaan-perbedaan tersebut ialah:7
1. Tingkat pendapatan dalam obligasi syarȋ‟ah berdasarkan kepada tingkat
rasio bagi hasil (nisbah) yang besarannya telah disepakati oleh pihak
emiten dan investor, sedangkan pada obligasi konvensional menekankan
pendapatan investasi berdasarkan tingkat suku bunga.
2. Sistem pengawasan obligasi syarȋ‟ah selain diawasi oleh pihak wali
amanat, mekanismenya juga diawasi oleh Dewan Pengawas Syarȋ‟ah (di
bawah Majelis Ulama Indonesia) sejak dari penerbitan obligasi sampai
akhir dari masa penerbitan obligasi tersebut. Dengan adanya sistem ini,
maka prinsip kehati-hatian dan perlindungan kepada investor obligasi
syari’ah diharapkan bisa lebih terjamin. Sedangkan obligasi konvensional
pengawasannya hanya dilakukan oleh pihak wali amanat.
3. Jenis industri yang dikelola oleh emiten obligasi syarȋ‟ah serta hasil
pendapatan perusahaan penerbit obligasi harus terhindar dari unsur
nonhalal, dan juga harus bersifat berdasarkan transaksi riil, mengandung
asas manfaat, dengan dasar uang bukan komoditas, serta tidak mengenal
time value of money. Sedangkan pada obligasi konvensional tidak
terdapat batasan apakah industri yang dikelola penerbit sesuai syari’ah
atau tidak, tidak diharuskan berdasarkan transaksi riil, berdasar atas asas
7
Mohammad Lukmanul Hakim. Obligasi Konvensional Dan Obligasi Syariah (Sukuk)
Dalam Tinjauan Fiqih. (Dinar : Jurnal Prodi Ekonomi Syariah vol 1 no 1. hal 50. 2017)

14
utilitas, serta uang menjadi komoditas, dan mengandung time value of
money and opportunity cost.

C. Obligasi Syariah dalam Perspektif Hukum Islam


Transaksi sukuk di pasar modal penuh dengan risiko dan unsur spekulasi.
Hal ini menyebabkan perkembangan harga efek tidak dapat dipastikan, meski
demikian transaksi efek di BEI tidak sama dengan gambling (judi).
Terjadinya spekulasi di pasar modal didasarkan pada kondisi fundamental dan
teknikal perusahaan. Disamping itu investor dapat menentukan posisi jual
pada harga yang diinginkan, sedangkan judi tidak ada keterangan dan
informasi yang jelas dan nilainya akan hilang jika merugi. Unsur spekulasi
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari aktifitas bursa saham. Bursa
efek kurang bergairah dan kurang menarik bahkan mungkin sudah
ditinggalkan investor tanpa adanya spekulasi.
Bertransaksi dalam bursa merupakan salah satu bentuk perdagangan yang
dibangun berdasarkan atas persaingan, kompetisi, dan berorientasi kepada
keuangan (Profit Oriented). Ada sebagian para pelaku bisnis di bursa efek
telah mengikuti peraturan yang berkaitan dengan cara bertransaksi yang
dibolehkan syara’ dan mereka jauh dari perbuatan yang dilarang termasuk
penipuan dan manipulasi, tetapi ada juga yang dengan keinginan
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, aturan-aturan yang telah
digariskan oleh Allah SWT. dan Rasul Nya tidak diindahkan. Akibatnya
mereka melakukan berbagai macam cara untuk menempuh apa yang menjadi
tujuannya. 8
Islam sangat tidak setuju dengan penipuan walau dalam bentuk apapun,
karena Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk menjadi orang yang
jujur dan amanah. Orang yang melakukan penipuan dan kelicikan tidak
dianggap umat Islam yang sesungguhnya, meskipun di dalam ucapannya
keluar pernyataan bahwa dirinya seorang muslim.

8
Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), 136

15
Dengan demikian, aplikasi perdagangan sukuk ijārah al-muntahiya
bittamlik di BEI ditinjau dari segi rukun dan syarat sewa menyewa menurut
syari’at Islam adalah sebagai berikut:
1) syarat orang yang melakukan akad dalam Islam adalah harus berakal
dan dilakukan oleh orang yang berbeda maksudnya ada pihak penyewa
dan pihak yang menyewa. Demikian pula transaksi sukuk IMBT di
BEI yang melakukan transaksi akad adalah obligor atau broker yang
ahli dalam bidangnya serta sudah dewasa. Imam Bukhari berkata: Ibn
Sirin, At}a’, Ibrahim dan al-Hasan tidak melihat adanya apa-apa dalam
9
masalah broker(perantara). Ulama fikih sepakat bahwa segala
transaksi yang dilakukan melalui surat atau utusan adalah sah.10
2) Ditinjau dari syarat yang berkaitan dengan akad atau ijaab qabul yakni
tercermin dengan adanya sistem komputer, jika harga sewa menyewa
cocok maka akan terjadi matched kemudian penandatanganan
kesepakatan. Ulama fikih sepakat bahwa akad semacam ini seperti
yang telah disebutkan di atas adalah sah hukumnya, asalkan ijab qabul
telah sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati11
3) Adapun dari segi aset yang akan menjadi objek perjanjian (underlying
asset). Aset yang menjadi objek perjanjian dalam sukuk IMBT harus
memiliki nilai ekonomis, dapat berupa aset berwujud atau tidak
berwujud, termasuk proyek yang akan atau sedang dibangun.

Mengenai obligasi Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa zakat obligasi


akan dikenakan pada pemilik obligasi jika obligasi tersebut telah dipegang
selama satu tahun atau lebih. Namun jika temponya belum sampai maka
zakatnya tidak wajib dikeluarkan karena obligasi merupakan piutang yang
ditangguhkan. Adapun yang dimaksud piutang yang ditangguhkan adalah
piutang yang masih dapat kembali. Yusuf Qardhawi menyatakan pendapat
dari Jumhur ulama bahwa piutang yang masih dapat kembali di sini terkena
kewajiban zakat karena dipandang sudah berada dalam kepemilikan orang

9
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12, (Bandung: PT Alma’arif, 1987),hal 70.
10
Rahmat Syafe’i, Fikih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hal 96.
11
Nasrun Haroen, Fikih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), hal 118:

16
tersebut. Pendapat ini perlu diperhatikan terutama apabila dikaitkan dengan
obligasi mempunyai ciri khusus yang berbeda dengan piutang-piutang yang
dikenal oleh ulama fikih. Hal ini karena obligasi dapat memberikan bunga
pada pemberi pinjaman. Sekalipun bunga haram, namun tidak bisa dijadikan
alasan untuk membebaskan pemilik obligasi dari kewajiban membayar zakat.
Dalam fatwa-fatwa kontemporernya Yusuf Qardhawi memberikan
penjelasan mengenai masalah bunga, yakni bunga yang diperoleh keadaannya
sama seperti keadaan semua harta. Adapun pendayagunaan bunga-bunga itu
dan semua jenis perolehan dari jalan haram untuk berbagai kebaikan, seperti
untuk fakir miskin, anak-anak yatim dan ibnu sabil, jihad fi sabilillah,
menyiarkan dakwah Islam, membangun masjid dan pusat-pusat keislaman
untuk mempersiapkan juru-juru dakwah yang mumpuni yakni untuk biaya
pelatihan dan penataran-penataran mubaligh dan sebagainya, menerbitkan
buku-buku Islam, dan jalan kebaikan lainnya pernah menjadi perdebatan
sengit dalam suatu kajian Islam. Sebagian saudara dari kalangan ulama tidak
mau memberikan bunga-bunga ini kepada orang fakir dan program-program
kebaikan (kepentingan umum). yang diperoleh dengan jalan haram.12
Yusuf Qardhawi juga memberikan keterangan bahwa hikmah
sesungguhnya diharamkannya riba adalah bahwa tidak boleh melahirkan
harta yang sama, uang tidak boleh melahirkan uang. Bahkan harta seharusnya
tumbuh dan berkembang dengan kerja dan memeras tenaga.(Qardhawi, 2016)
Islam sebenarnya tidak mengharamkan seseorang untuk memiliki harta dan
melipatgandakannya, asal saja diperoleh dari sumber yang halal dan
dibelanjakan pada haknya. Islam juga tidak pernah mengecam harta
sebagaimana sikap Injil mengecam kekayaan, “Orang yang kaya tidak akan
dapat menembus pintu-pintu langit, sampai seekor onta dapat menembus
lubang jarum.” Bahkan, Islam justru menegaskan, “Sebaik-baiknya harta
adalah yang dimiliki oleh orang yang shaleh.”(Qardhawi, 2016).

12
Mawar Jannati Al Fasir, Zakat Saham Dan Obligasi Dalam Pandangan Yusuf
Qardhawi (2020 Cirebon) IAI Bunga Bangsa Cirebon

17
Adapun komentar Yusuf Qardhawi mengenai pendapat ulama-ulama di
atas adalah jika mengingat bahwa obligasi adalah piutang yang ditangguhkan
maka pendapat ini tidak dapat diterima. Namun pendapat ulama-ulama di atas
menganggap bahwa obligasi itu piutang yang berpindah tangan yang berarti
piutang itu dijual. Hal ini menurut Yusuf Qardhawi dan ulama-ulama lain
dilarang, walau demikian menurut Yusuf Qardhawi obligasi sudah berubah
fungsi menjadi barang dagangan yang apabila dibebaskan dari kewajiban
zakat pasti akan tidak terjamin dari hal yang dilarang tersebut, dikhawatirkan
nantinya akan lebih banyak lagi orang-orang yang memperjual-belikan dan
mencari keuntungan dari jual beli ini yang seterusnya berakibat orang berbuat
haram tanpa adanya sanksi berupa pemotongan penghasilan. Meskipun dari
hasil usaha yang telarang namun pada zakat tidak terlarang karena menurut
Yusuf Qardhawi hal ini sesuai dengan ketentuan yang diberikan para ulama
fikih.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Obligasi syariah atau sukuk pada dasarnya adalah efek syariah berupa
sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian
yang tidak tertentu. Obligasi merupakan alternatif pendanaan Melalui hutang
yang menarik bagi perusahaan atau pemerintah karena pada Umumnya
obligasi memiliki jatuh tempo yang panjang dan relatif murah karena
Merupakan proses hutang secara langsung kepada masyarakat.
Kemunculan obligasi syariah pada saat ini dilatar belakangi oleh upaya
untuk menghindari praktik riba yang terjadi pada obligasi konvensional dan
mencari alternatif instrumen pembiayaan bagi pengusaha atau negara yang
sesuai dengan syariah.
Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa zakat obligasi akan dikenakan pada
pemilik obligasi jika obligasi tersebut telah dipegang selama satu tahun atau
lebih. Namun jika temponya belum sampai maka zakatnya tidak wajib
dikeluarkan karena obligasi merupakan piutang yang ditangguhkan. Adapun
yang dimaksud piutang yang ditangguhkan adalah piutang yang masih dapat
kembali.

B. Saran
Demikian makalah ini kami buat. Apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan dan pembahasan makalah ini kami mohon maaf. Kritik dan saran
yang membangun sangat kami butuhkan untuk lebih baiknya makalah yang
kami buat selanjutnya. Selamat membaca dan semoga bermanfaat.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mustaq. 2001. Etika Bisnis dalam Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Ghufron Sofiniyah (ed.). Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah: Konsep


Dasar Obligasi Syariah.

Haroen Nasrun. 2007. Fikih Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Huda. Nurul dan Edwin Nasution Mustafa. 2008. Investasi Pada Pasar Modal
Syariah. Jakarta: Kencana.

Jannati Al Fasir Mawar. 2020. Zakat Saham Dan Obligasi Dalam Pandangan
Yusuf Qardhawi. IAI Bunga Bangsa Cirebon

Lukmanul Hakim Mohammad. 2017. Obligasi Konvensional Dan Obligasi


Syariah (Sukuk) Dalam Tinjauan Fiqih. Dinar : Jurnal Prodi Ekonomi
Syariah

Muhammad Abdulkadir. 2003. Hukum Dagang tentang Surat-Surat Berharga.


Bandung : Citra Aditya Bakti.

Rahardjo Sapto. 2003. Panduan Investasi Obligasi, Jakarta: PT. Gramedia


Pustaka Utama.

Sabiq Sayyid. 1987. Fikih Sunnah 12. Bandung: PT Alma’arif.

Sunariyah. 2011. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Yogyakarta : LPP STIM


YKPN.

Syafi’I Antonio Muhammad. 2002. Adakah Obligasi Syariah?. Jakarta :


REPUBLIKA.

Syafe’i Rahmat. 2001. Fikih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.

20

Anda mungkin juga menyukai