Anda di halaman 1dari 11

KONSEP TIJARI

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Asuransi Syariah


Dosen Pengampu: Endang Sriani, S.H.I., M.H.

Disusun oleh:

Eka Setiawati 33020200017


Fadhilah Putri Arfiani 33020200032
Ratna Hayatun Nahariyah 33020200105
Uswatun Khasanah 33020200172

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SALATIGA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “KONSEP TIJARI”. Sholawat
serta salam tidak lupa kami panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, semoga kita mendapat
syafa’at di hari akhir.
Terima kasih kami ucapkan kepada ibu Endang sriani, S.H.I., M.H. selaku dosen
mata kuliah Asuransi Syariah yang telah membimbing kami. Tidak lupa kami ucapkan
terimakasih kepada segenap pihak yang sudah membantu menyelesaikan makalah ini.
Semoga amal ibadah kita semua diterima Allah SWT untuk berserah diri dan memohon
hidayah dan ilmu.
Kami menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna
baik dari segi bahasa, penulisan, bahkan penyusunannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan
agar bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang. Semoga makalah ini bisa menambah
wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu
pengetahuan.

Salatiga, 23 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 1
BAB II........................................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 2
A. Definisi Mudharabah ...................................................................................................... 2
B. Kedudukan Mudharabah Dalam Mekanisme Operasional ............................................. 2
BAB III ...................................................................................................................................... 7
PENUTUP.................................................................................................................................. 7
A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 7
B. Saran ............................................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 1

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konsep tijari dalam Islam adalah sebuah subjek besar yang telah diperdebatkan di
antara ahli fiqh dan ekonomi Islam. Undang-undang perniagaan Islam yang berdasarkan
al-Quran dan al-sunnah al-Nabawiyyah menitik beratkan takrif bahawa perbagai dari
bentuk tijari dan kegiatan ekonomi saling berkaitan dengan persediaan berketerampilan
dan peluang keuntungan perbagaian.
Mudharabah adalah suatu sistem pembiayaan dimana bank atau lembaga
keuangan lain memberikan pinjaman tanpa bunga kepada pelanggan dan memeroleh
keuntungan dari pembiayaan tersebut. Sistem ini membolehkan pelanggan menghasilkan
keuntungan melalui pinjaman daripada bank. Kedudukan mudharabah dalam mekanisme
operasional, mekanisme operasi utama untuk sistem mudharabah adalah bahawa bank
meminjamkan uang kepada pemegang saham untuk melabur dalam aktiviti perniagaan.
Dalam hal ini, pemegang saham simple memegang pelaburan pembiayaan dan
mengambil risiko pelaburan, sebaliknya bank hanya bertindak sebagai pemilik serta
menetapkan marjin keuntungan kepada pelanggan. Bank akan mengikuti kadar
keuntungan yang sama yang telah diberikan kepada pelanggan, atau jika ada keuntungan
yang lebih besar, bank akan memegang sebahagian daripadanya. Dalam kes ini, bank
menanggung risiko sepenuhnya dari pulangan dan kekalahan pembiayaan. Adalah
penting untuk diingat bahawa dalam sistem mudharabah, semua pihak harus mengikuti
syarat dan kontrak yang ditetapkan untuk memastikan bahawa semua pihak mendapat
manfaat yang sewajarnya dari sistem.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari mudharabah?
2. Apa kedudukan mudharabah dalam mekanisme operasional?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk definisi dari mudharabah.
2. Untuk menetahui kedudukan mudharabah dalam mekanisme operasional.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Mudharabah
Akad mudharabah termasuk bagian dari akad tijarah, yaitu akad kerjasama antara
dua belah orang dengan menggunakan sistem bagi hasil, sesuai dengan kesepakatan antar
keduanya, sedangkan kerugiannya akan ditanggung oleh pemilik dana apabila
kerugiannya tersebut disebabkan oleh pemilik dana itu sendiri. Dalam hal ini
mudharabah atau pengelola dana ialah perusahaan asuransi dan peserta asuransi sebagai
penyedia dana.
Rukun dan ketentuan akad mudharabah yaitu sebagai berikut:
1. Subyek, yang terdiri dari pemilik dan pengelolaan dana. Subyek asuransi harus
berakal dan mampu bercakap dengan baik. Perusahaan asuransi bertindak sebagai
pengelola dana dan pemilik dana bertindak sebagai pengawas dan penyedia uang,
tidak diperkenankan mencampuri urusan pengelolaan dana investasi.
2. Obyek mudharabah dapat berwujud uang/modal dan kerja. Modal dapat berupa dana
dan aset yang mempunyai nilai wajar, sedangkan kerja dapat berupa keahlian,
keterampilan, management skil dan lainnya.
3. Ijab dan qobul merupakan pernyataan serah terima antara pihak pemilik dana dengan
pengelola baik secara komunikasi ataupun secara tertulis.
4. Bagian keuntungan adalah upah yang diterima oleh kedua belah pihak yang
bersangkutan dalam transaksi mudharabah sesuai dengan pernyataan yang telah
disepakati. Pengelola memperoleh imbalan berdasarkan kerjanya sedangkan pemilik
memperoleh imbalan atas keikutsertaan dalam penanaman dan pembiayaan modal.1
B. Kedudukan Mudharabah Dalam Mekanisme Operasional
Akad dalam asuransi syariah adalah akad tijarah dan/atau akad tabbaru’. Akad
tijarah adalah akad mudharabah yang berdasarkan prinsip bagi hasil, sedangkan akad
tabarru’ adalah hibah. Dalam akad ini, sekurang-kurangnya harus disebutkan hak serta
kewajiban peserta dan perusahaan, cara pembayaran premi, waktu pembayaran premi,
jenis akad (tijarah atau tabarru’) hingga berakhir dengan kesepakatan sesuai dengan jenis
asuransi yang diakadkan. Dalam akad tijarah (mudharabah) perusahaan bertindak sebagai
mudharib (pengelola) dan peserta berindak sebagai shahibul maal (pemegang polis),
1
Junaidi Abdullah, Akad- akad Dalam Asuransi Syariah, Journal of Sharia Economic Law, Vol.1, No 1, 2018,
hlm.21.

2
sedangkan dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan
untuk menolong peserta lain yang terkena musibah, kedudukan perusahaan hanya
bertindak sebagai pengelola dan hibah saja. Akad tijarah dapat diubah menjadi akad
tabarru’ jika para pihak rela melepaskan haknya, sedangkan akad tabarru’ tidak dapat
diubah menjadi jenis akad tijarah. Perusahaan selaku pemegang amanah wajib
melakukan investasi dari dana yang terkumpul dan investasi ini wajib dilakukan sesuai
dengan prinsip syariah. Pengeloaan asuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu
lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah. Perusahaan asuransi syariah
memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad tijarah
(mudharabah) dan perusahaan asuransi syariah memperoleh ujrah (fee) dari pengelolaan
dana akad tabarru’ (hibah). 2
Pengelolaan asuransi syariah di Indonesia didasarkan kepada kontrak
mudharabah yakni kontrak kerja sama antara dua pihak (peserta dan perusahaan). Pihak
yang satu memiliki modal (uang) tetapi tidak dapat mengelola secara maksimal karena
memang tidak memiliki kemampuan dan waktu. Sementara itu, pihak lain memiliki
kemampuan, waktu dan pengalaman yang baik, tetapi tidak memiliki dana.
Penggabungan dua unsur ini terjadilah kontrak usaha yang saling menguntungkan kedua
belah pihak. Apabila ada hasil dari usaha ini, maka akan dibagi dua, satu bagian untuk
pemilik modal dan satu bagian lagi untuk perusahaan yang mengelola dana tersebut
setelah dipotong biaya administrasi seperlunya atau pajak yang telah ditetapkan. 3
Keuntungan perusahaan diperoleh dari pembagian keuntungan dana peserta yang
dikembangkan dengan prinsip mudharabah (sistim bagi hasil). Para peserta Asuransi
Syariah berkedudukan sebagai pemilik modal (shahibul mal) dan perusahaan asuransi
syariah berfungsi sebagai pemegang amanah (mudharib). Baik pada Takaful Keluarga
maupun Takaful Umum, keuntungan yang diperoleh dari hasil investasi dana rekening
peserta pada Takaful Keluarga dan dana kumpulan premi setelah dikurangi biaya
operasional perusahaan, pada takaful umum dibagikan kepada perusahaan dan peserta
takaful sesuai dengan prinsip mudharabah dengan porsi pembagian yang telah disepakati
sebelumnya.4
Namun demikian, saat ini sistem mudharabah pada asuransi syariah belum cukup
dikenal oleh masyarakat luas, karena biasanya sistem mudharabah hanya sering didengar

2
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama (Jakarta: Kencana,
2012). Hal. 250.
3
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama. Hal. 269.
4
Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Prenada Media: Jakarta, 2005). Hal. 214.

3
pada produk bank syariah seperti deposito mudharabah dan tabungan mudharabah. Lain
halnya pada asuransi syariah yang memfokuskan usahanya pada penyediaan produk
pertanggungan atau penjaminan resiko dengan cara bagi hasil mudharabah atau profit
and loss sharing. Selain itu, asuransi syariah sendiri belum cukup berkembang
dibandingkan dengan bank syariah.
Bukan hanya demikian, masyarakat secara umum juga belum memahami
bagaimana sistem mudharabah pada asuransi syariah, serta bagaimana penerapan atau
implementasinya terhadap asuransi syariah, baik dalam segi pengelolaan maupun sistem
bagi hasil yang diterapkan oleh lembaga asuransi syariah. Untuk itu perlu rasanya
penelitian terhadap implementasi sistem mudharabah pada asuransi syariah, apakah
sesuai dengan syariah atau malah sebaliknya, sehingga masyarakat memahami
bahwasanya di dalam asuransi syariah tidak ada mengandung unsur riba.
Dalam menjalankan usahanya, perusahaan asuransi dan reasuransi syariah masih
menggunakan pedoman yang dikeluarkan oleh dewan syariah nasional majelis ulama
Indonesia yaitu Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor
21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah. Tetapi fatwa DSN-MUI
tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dalam Hukum Nasional karena tidak termasuk
dalam peraturan perundang-undangan yang ada di indonesia. 5
Di dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor
21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah, Akad pada asuransi
syariah adalah akad tijarah dan/atau akad tabbaru’. Akad tijarah adalah akad mudharabah
yang berdasarkan prinsip bagi hasil, sedangkan akad tabarru’ adalah hibah. Dalam akad
ini, sekurang-kurangnya harus disebutkan hak serta kewajiban peserta dan perusahaan,
cara pembayaran premi, waktu pembayaran premi, jenis akad (tijarah atau tabarru’)
hingga berakhir dengan kesepakatan sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan. Dalam
akad tijarah (mudharabah) perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan
peserta berindak sebagai shahibul maal (pemegang polis), sedangkan dalam akad
tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong
peserta lain yang terkena musibah, kedudukan perusahaan hanya bertindak sebagai
pengelola dan hibah saja. Akad tijarah dapat diubah menjadi akad tabarru’ jika para
pihak rela melepaskan haknya, sedangkan akad tabarru’ tidak dapat diubah menjadi jenis
akad tijarah. Perusahaan selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana

5
Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2007). Hal. 142.

4
yang terkumpul dan investasi ini wajib dilakukan sesuai dengan prinsip syariah.
Pengeloaan asuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi
sebagai pemegang amanah. Perusahaan asuransi syariah memperoleh bagi hasil dari
pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad tijarah (mudharabah) dan perusahaan
asuransi syariah memperoleh ujrah (fee) dari pengelolaan dana akad tabarru’ (hibah).
Perusahaan syariah hanya dapat melakukan reasuransi yang berlandaskan prinsip
syariah.6
Jenis akad yang digunakan dalam asuransi syariah yaitu jenis akad yang bersifat
akad tijarah dan akad tabarru’. Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan
dengan tujuan komersil. Sedangkan akad tabbaru’ adalah semua bentuk akad yang
dilakukan dengan tujuan tolong- menolong, buakan untuk tujuan komersial semata.
Untuk jenis akad yang bersifat tijarah dapat digunakan akad mudharabah, dimana
perusahaan asuransi dan peserta dapat membagi hasil keuntungan dari pengelolaan dana
asuransi yang dikumpulkan dari uang premi yang telah dikurangi biaya-biaya dan dana
klaim peserta. Sedangkan untuk akad yang bersifat tabbaru’ dapat digunakan akad hibah.
Dalam praktik, ada perusahaan asuransi takaful yang menggunakan akad wakalah dalam
pelaksanaan akad tijarahnya. Namun masih harus dilihat lagi kesesuaiannya dengan
prinsip-prinsip pengharaman transaksi gharar, maisir dan riba dalam mekanisme
operasionalnya.7 Serta bebas dari zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram,
dan maksiat sehingga pihak-pihak yang terkaid akad saling bertanggung jawab. Akad
tersebut harus memenuhi ketentuan:
1. Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan.
2. Cara dan waktu pembayaran premi.
3. Jenis akad, apakah akad Tijarah atau akad Tabarru’ serta syarat-syarat yang
disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.8
a. Akad Tabarru’ (hibah) digunakan dalam hubungan antara sesame pemegang polis
dimana peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta
lain yang terkena musibah. Oleh karenanya, antara pemegang polis saling
menanggug setiap resiko yang ada, pada saat membayar dan menerima bantuan
untuk membagi resiko yang ada, pada saat membayar dan menerima bantuan untuk

6
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama (Jakarta: Kencana,
2012). Hal. 250.
7
Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, Hal. 243.
8
Mardani, Hukum Bisnis Syariah, (Jakarta: Prenada Media Group, 2014). Hal. 198.

5
membagi resiko yang ada, bukan untuk mendapatkan keuntungan. Diantara sesama
pemegang polis berlandaskan risk sharing.
b. Hubungan pemegang polis dengan perusahaan asuransi menggunakan akad tijarah
(mudhrabah/musyarakah, wakalah bil ujrah), di mana perusahaan bertindak sebagai
mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang
polis). Perusahaan asuransi berperan sebagai underwriter dan administrator,
collector dan fund manager. Kontribusi dari pemegang polis bukanlah dianggap
sebagai pendapatan. Perusahaan asuransi akan mendapatkan management fee dari
fungsinya sebagai administrator. Dari pemanfaatan dana Tabarru’/pool of hibah
fund perusahaan akan mendapatkan bagi hasil atau free.9

9
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009). Hal. 265)

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Akad mudharabah termasuk bagian dari akad tijarah, yaitu akad kerjasama antara
dua belah orang dengan menggunakan sistem bagi hasil, sesuai dengan kesepakatan antar
keduanya, sedangkan kerugiannya akan ditanggung oleh pemilik dana apabila
kerugiannya tersebut disebabkan oleh pemilik dana itu sendiri. Adapun rukun dan
ketentuan akad mudharabah: subyek, obyek mudharabah dapat berwujud uang/modal dan
kerja, ijab dan qobui, bagian keuntungan. Akad dalam asuransi syariah adalah akad
tijarah dan/atau akad tabbaru’. Akad tijarah adalah akad mudharabah yang berdasarkan
prinsip bagi hasil, sedangkan akad tabarru’ adalah hibah. Pengelolaan asuransi syariah di
Indonesia didasarkan kepada kontrak mudharabah yakni kontrak kerja sama antara dua
pihak (peserta dan perusahaan). Keuntungan perusahaan diperoleh dari pembagian
keuntungan dana peserta yang dikembangkan dengan prinsip mudharabah (sistim bagi
hasil). Dalam menjalankan usahanya, perusahaan asuransi dan reasuransi syariah masih
menggunakan pedoman yang dikeluarkan oleh dewan syariah nasional majelis ulama
Indonesia yaitu Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor
21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah. Tetapi fatwa DSN-MUI
tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dalam Hukum Nasional karena tidak termasuk
dalam peraturan perundang-undangan yang ada di indonesia.
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat. Kami yakin makalah ini masih banyak
kekurangan baik dari isi maupun penulisan. Maka dari itu penyusun menyarankan
kepada pembaca apabila ingin mendalami materi ini pembaca bisa membaca sumber
sumber lain yang lebih lengkap. Besar harapan kami semoga makalah ini memberikan
manfaat umumnya bagi pembaca dan khususnya bagi pemakalah. Sekian terima kasih.

7
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Junaidi. "Akad-Akad dalam Asuransi Syariah". Vol.1. Journal of Sharia Economic
Law. (2018).

Dewi, Gemala. (2007), Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di
Indonesia, Jakarta: Kencana.

Manan, Abdul. (2012), Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan Peradilan
Agama, Jakarta: Kencana.

Mardani. (2014), Hukum Bisnis Syariah, Jakarta: Prenada Media Group.

Soemitra, Andri. (2009), Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana.

Susyanti. Jeni. (2016), Pengelolaan Lembaga Keuangan Syariah, Malang: Empat Dua.

Wirdyaningsih. (2005), Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Prenada Media: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai