Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Hukum ASURANSI
SYARIAH”
Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu,
penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat
memperbaiki makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah tentang “Hukum
ASURANSI SYARIAH”ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap
pembaca.
Penulis
Bireuen, 15 Oktober 2020
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2 Tujuan............................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Hukum Asuransi Syariah................................................................................ 2
2.2 Beda Asuransi Konvensional dan Syariah...................................................... 2
2.3. 5 Alasan Mengapa Hukum Asuransi Syariah dinyatakan Halal................... 3
2.4. Dasar hukum asuransi syariah........................................................................ 5
DAFTAR PUSAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari asuransi syariah.
2. Untuk mengetahui Sumber Hukum Asuransi Syariah.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
kepada peserta yang mengalami musibah, sakit atau bahkan meninggal dunia. Jika
dalam asuransi konvensional, dana Tabarru ini adalah premi yang dibayarkan
pemegang polis setiap bulan.
Pada sistem asuransi syariah ada dua bisnis yang dijalankan yakni tolong
menolong (Ta’awun) dan bisnis (Tabarru). Hukum asuransi syariah yang
dinyatakan haram adalah asuransi yang berbasis bisnis seperti produk unit link.
Yakni ada imbal hasil yang akan didapat peserta dalam jangka waktu tertentu.
Sementara bisnis ini berseberangan dengan konsep awal asuransi syariah yakni
tolong menolong. Karena bisnis selalu diharapkan menghasilkan keuntungan
untuk salah satu pihak saja.
Perbedaan lain adalah adanya pemisahan dana, yakni dana Tabarru dan
dana peserta. Konsep asuransi syariah tidak mengenal dana hangus seperti yang
kerap kita temui pada produk asuransi kesehatan dan kendaraan. Pada sistem
asuransi syariah, perusahaan asuransi juga tidak diperkenankan berinvestasi yang
bertentangan dengan prinsip syariah atau investasi di tempat terlarang alias haram.
Selain itu perusahaan asuransi syariah juga diawasi oleh dua lembaga sekaligus,
yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Dewan Pengawas Syariah yang bertugas
memantau perusahaan asuransi agar kinerjanya tetap sesuai dengan syariat Islam.
3
pihak yang dirugikan dan diuntungkan dalam jumlah besar.Namun ini tidak
berlaku dalam asuransi syariah yang mengusuh konsep titipan (wadiah). Seluruh
dana akan dikembalikan dari rekening peserta yang telah dipisahkan dari rekening
tabarru.
Lantas darimana pihak perusahaan asuransi mendapatkan keuntungan
untuk membayar biaya operasional? Yakni dari iuran biaya operasional para
pemegang polis yang ditentukan secara transparan yakni berkisar 30% dari premi.
Sehingga pada saat jangka waktu pembayaran premi usai peserta asuransi bisa
mendapatkan kembali seluruh dana meski tidak pernah ada klaim.
C. Ada Akad
Beda dengan asuransi konvensional, hukum asuransi syariah berpegangan
pada syariat Islam. MUI sendiri menegaskan aturan akad yang digunakan dalam
asuransi. Akad ini yang mengikat peserta asuransi dengan perusahaan asuransi. Di
dalam akad tidak boleh terdapat unsur gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba,
zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat. Tujuan akad
bukanlah bisnis melainkan saling tolong menolong.
Sementara didalam perusahaan asuransi ada tujuan bisnis yang ingin
dicapai. Yakni perusahaan asuransi yang mendulang keuntungan dari banyaknya
pemegang polis.
Sementara untuk tujuan bisnis harus diberlakukan akad lain mudharabah,
yaitu akad kerja sama dimana peserta menyediakan 100% modal, dan dikelola
oleh perusahaan asuransi.
4
Berbeda dengan asuransi syariah yang hanya berinvestasi ke suatu kegiatan atau
kerja sama yang berbasis syariah dan tentunya halal. Hasilnya pun akan dibagikan
kepada peserta asuransi bukan menjadi keuntungan perusahaan.
Beda dengan asuransi konvensional yang membebankan kepemilikan harta
milik perusahaan, artinya perusahaan bebas menggunakan uang peserta untuk
jenis investasi apapun, terlepas halal atau haramnya.
E. Berbagi Resiko
Asuransi syariah mengedepankan tolong menolong yang sesuai dengan
ajaran Nabi. Karena itulah ketika salah satu peserta mengalami musibah maka
peserta lain ikut membantu dengan meminjamkan total preminya, sehingga bisa
dikatakan semua pemegang premi merasakan kesulitannya.
Begitu juga ketika dana diputar untuk investasi dan menghasilkan
keuntungan, maka semua harus ikut merasakan bukan malah jadi keuntungan
mutlak perusahaan asuransi.
5
dalam agama itu sendiri. Itu sebabnya mulai 2001, Majelis Ulama Indonesia
(MUI) mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa asuransi syariah secara sah
diperbolehkan dalam ajaran Islam.
Beberapa fatwa MUI yang mempertegas kehalalan asuransi syariah adalah
• Fatwa No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
• Fatwa No 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah
pada Asuransi Syariah
• Fatwa No 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada
Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah
• Fatwa No 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru pada Asuransi Syariah
2. Pasal 1 Nomor 2
Perusahaan adalah perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi yang
menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah.
3. Pasal 1 Nomor 3
Nasabah adalah orang atau badan yang menjadi nasabah program asuransi
dengan prinsip Syariah, atau perusahaan asuransi yang menjadi nasabah
reasuransi dengan prinsip syariah.
6
Perlindungan yang ditawarkan melalui asuransi syariah kini sudah jelas
bahwa hukumnya halal sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh MUI. Di
samping itu, tiap perusahaan asuransi yang memiliki produk berbasis syariah turut
memiliki anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas memastikan
semua produk syariah dijalankan dengan mengikuti syariat.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asuransi syariah atau yang lebih dikenal dengan at-ta’min, takaful,atau
tadhamun adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah
orang/ pihak melalui inventasi dalam bentuk asset atau tabarru’ memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan
syariah .
8
DAFTAR PUSAKA