Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN

TENTANG :

ASURANSI SYARIAH

Dosen Pengampu :

Rahmat Kurnia, S.E., M.E

Disusun Oleh :

Muhammad Fatwa Sudirman (2016030058)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

IMAM BONJOL PADANG

2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kita ucapkan kehadirat Allah swt, karena dengan Rahmat,
Karunia, serta Hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini semampu dan
sepengetahuan yang saya miliki, dan saya juga berterima kasih kepada Bapak
Rahmat Kurnia, S.E., M.E selaku Dosen Bank dan Lembaga Keuangan
Syariah Lainnya yang telah memberikan tugas makalah ini. saya sangat berharap
makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan
kita semua. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya, terutama bagi saya selaku penulis makalah. Saya juga menyadari
sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari apa
yang saya harapkan. Untuk itu, saya berharap adanya kritik dan usulan demi
perbaikan dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa sarana yang membangun. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata yang kurang berkenan. Terima kasih. Wassalamualaikum wr.wb

Padang,19 Maret 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

Asuransi Syariah

Contents
KATA PENGANTAR..........................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
Asuransi Syariah.............................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................4
PENDAHULUAN..............................................................................................................4
A. Latar Belakang............................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................................5
C. TUJUAN......................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................6
PEMBAHASAN....................................................................................................................6
A. Pengertian Asuransi Syariah.......................................................................................6
B. Manfaat Asuransi Syariah..........................................................................................6
C.Risiko Asuransi Syariah................................................................................................9
D. Prinsip Pengelolaan Asuransi Syariah...................................................................11
E. Pengelolaan Asuransi Syariah...............................................................................16
F. Pengembagan Asuransi Syariah...........................................................................17
BAB III...............................................................................................................................20
PENUTUP..........................................................................................................................20
A. Kesimpulan...........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................21
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asuransi dalam perkembangannya di Indonesia berasal dari kata
Belanda assurantie yang kemudian menjadi “asuransi” dalam bahasa
Indonesia. Secara umum, pengertian asuransi adalah perjanjian antara
penanggung (perusahaan asuransi) dengan tertanggung (peserta asuransi) yang
dengan menerima prime dari tertanggung, penanggung berjanji akan
membayar sejumlah pertanggungan manakala tertanggung, sedangkan
asuransi syariah secara terminnologi adalah tentang tolong menolong diantara
sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk dan/atau tabarru’
yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu
melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

Asuransi dalam dunia islam menimbulkan berbagai macam perdebatan


dikalangan ulama. Sebagian setuju dan sebagian yang lainnya menolak adanya
asuransi. Mereka punya berbagai macam alasan tentang sebab-sebab mereka
menolak dan menerima keberadaan asuransi syariah. Terkait berbagai
perdebatan yang terjadi di kalangan masyarakat, membuat “jerat”baru untuk
menghammbat pertumbuhannya.

Masyarakat muslim sekarang sangat memerlukan asuransi untuk


melindugi harta dan keluarga mereka dari akibat musibah usaha. Usaha yang
maju dan menguntungkan mungkin bisa bangkrut dalam seketika ketika
kebakaran melanda dalam usahanya. Asuransi memang tidak dapat mencegah
musibah tapi setidaknya bisa menanggulangi akibat keuangan yag terjadi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian asuransi syariah
2. Manfaat asuransi syariah
3. Risiko asuransi syariah
4. Prinsip pengelolaan asuransi syariah
5. Pengelolaan asuransi syariah
6. Pengembangan asuransi syariah

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui asuransi syariah.
2. Untuk mengetahui manfaat asuransi syariah.
3. Untuk mengetahui asuransi syariah.
4. Untuk mengetahui prinsip pengelolaan asuransi syariah.
5. Untu mengetahui penelolaan asuransi syariah.
6. Untuk mengetahui pengembangan asuransi syariah.
7.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Asuransi Syariah


1.Pengertian Asuransi Dalam setiap aktivitas yang dilakukan oleh
masyarakat, khususnya aktivitas yang berkaitan dengan finansial, resiko
merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Salah satu hal yang dapat
meminimalisir resiko tersebut adalah dengan asuransi. Asuransi
menguntungkan kehidupan masyarakat dengan mengurangi kekayaan yang
harus disisihkan untuk menutupi kerugian akibat berbagai resiko yang
didapat. Asuransi dapat diartikan sebagai persetujuan di mana penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung dengan mendapat premi, untuk
mengganti kerugian, atau tidak diperolehnya keuntungan yang diharapkan,
yang dapat diderita karena peristiwa yang tidak diketahui lebih dahulu.
(AKUTANSI DAN SISTEM TEKNOLOGI INFORMASI, 2009)
2. Subekti, dalam bukunya memberikan definisi mengenai asuransi yaitu,
Asuransi atau pertanggungan sebagai suatu perjanjian yang termasuk
dalam golongan perjanjian untung-untungan (kansovereenkomst).Suatu
perjanjian untung-untungan ialah suatu perjanjian yang dengan sengaja
digantungkan pada suatu kejadian yang belum tentu terjadi, kejadian yang
mana akan menentukan untung ruginya salah satu pihak. (Purba R. , 1992)
3. Asuransi dalam sudut pandangan ekonomi merupakan metode untuk
mengurangi risiko dengan jalan memindahkan dan mengombinasikan
ketidakpastian akan adanya kerugian keuangan. Dan dari sudut pandang
bisnis adalah sebuah perusahaan yang usaha utamanya menerima atau
menjual jasa, pemindahan risiko dari pihak lain, dan memperoleh
keuntungan dengan berbagi risiko di antara sejumlah. (Subekti, 2001)

B. Manfaat Asuransi Syariah


Berikut ini adalah manfaat dan keunggulan dari produk asuransi syariah.
1. Tolong-menolong melalui Dana Tabarru’
Prinsip tolong-menolong (takaful atau ta’awun) ini dilakukan melalui
investasi aset atau Tabarru'. Tabarru’ adalah bentuk akad yang dilakukan
dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata-mata untuk
tujuan komersial. Tabarru’ inilah yang menjadi pembeda sekaligus sebagai
keunggulan dari produk Asuransi syariah. Dana Tabarru’ yang disetorkan
oleh peserta Asuransi syariah akan digunakan untuk membantu peserta
lain jika terjadi risiko. Selain mendapatkan manfaat proteksi finansial
dengan tolong menolong, peserta juga dapat berinvenstasi.
2. Ada Distribusi dan Alokasi Surplus Underwriting
Dalam Asuransi syariah, dikenal istilah Surplus Underwriting.
Surplus Underwriting adalah Selisih positif total kontribusi Peserta ke
dalam Dana Tabarru’ setelah dikurangi pembayaran santunan/klaim,
kontribusi reasuransi, dan cadangan teknis, dalam satu periode tertentu.
Hal ini tidak dikenal di produk non Syariah. Dalam Asuransi syariah
Surplus Underwriting dapat dibagikan ke beberapa alokasi. Yaitu ke Dana
Tabarru’, pemegang polis, dan perusahaan Asuransi. Tentu saja
perhitungan sesuai persentase yang ditetapkan di dalam polis. Jika terjadi
Defisit Underwriting, maka perusahaan Asuransi sebagai pengelola
melalui Akad Qardh, akan memberikan pinjaman tanpa bunga dari dana
perusahaan untuk disalurkan ke dalam Dana Tabarru’ sebagai sumber
pembayaran klaim nasabah.
3. Ada Pembagian Hasil sesuai Akad
Prinsip produk Asuransi syariah tidak ada pihak yang merasa
dirugikan. Mengapa? Sebab, perusahan Asuransi syariah ini hanya sebagai
pengelola dana dari peserta. Maka jika ada keuntungan dari pengelolaan
dana tersebut, hasilnya akan kembali lagi pada peserta. Jadi, baik peserta
maupun perusahaan Asuransi syariah akan mendapatkan pembagian hasil
sesuai akad yang digunakan.
4. Bebas Riba
Riba berasal dari istilah riba fadhl, yang berarti kelebihan (fadhl).
Sehingga, riba fadhl adalah kelebihan atau penambahan kuantitas dalam
transaksi jual beli barang sejenis, seperti misalnya uang, emas, gandum,
atau benda lainnya, yang jumlahnya tidak sama. Asuransi konvensional
dikategorikan mengandung riba karena jumlah Premi yang disetor oleh
peserta tidak sama dengan jumlah klaim atau santunan yang ia terima.
Serah-terima antara Premi dengan klaim pun tidak dilakukan dalam waktu
bersamaan. Investasi yang terdapat dalam Asuransi konvensional juga
ditempatkan pada instrumen-instrumen ribawi. Sebaliknya, Asuransi
syariah disebut bebas riba karena tidak ada dana peserta yang hangus.
Sebab, Asuransi syariah akan memberikan nasabah berupa klaim,
santunan, atau Surplus Underwriting. Selain itu, dana yang masuk akan
dikelola pada instrumen investasi yang sesuai dengan prinsip syariah
dengan diawasi DSN-MUI dan OJK. Investasi yang ditawarkan di
Asuransi Syariah juga menggunakan akad yang jelas sehingga peserta
lebih nyaman.
5.Lebih Transparan
Pengelolaan dana oleh perusahaan Asuransi syariah dilakukan
lebih transparan baik dalam hal penggunaan Kontribusi peserta Asuransi,
Surplus Underwriting maupun pembagian hasil investasi. Ketika terjadi
Surplus Underwriting, perusahaan Asuransi akan membaginya menjadi
tiga bagian yang nilainya telah dituangkan dalam akad. Pembagian
keuntungan ini terdiri dari bagian yang masuk ke Dana Tabarru’, bagian
yang diberikan pada peserta, dan bagian yang akan diberikan kepada
perusahaan Asuransi. Pembagian keuntungan juga dilakukan secara
proporsional. Artinya, peserta yang memberikan banyak kontribusi, akan
mendapat banyak pembagian keuntungan juga. Ketentuan mengenai
pembagian keuntungan yang tertuang dalam akad sejak awal perjanjian ini
menunjukkan bahwa Asuransi syariah transparan.
6.Diawasi Dewan Pengawas Syariah untuk Menjamin Transaksi sesuai
Prinsip Syariah.
Dewan Pengawas Syariah (DPS) melakukan pengawasan terhadap
pemenuhan prinsip syariah dalam kegiatan usaha lembaga keuangan
syariah, termasuk Asuransi syariah. Hal ini dimungkinkan karena para
anggota DPS merupakan rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional MUI.
Disamping berperan sebagai pengawas, DPS tak juga berfungsi
memberikan persetujuan atas transaksi yang dilakukan Asuransi syariah,
agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Misalnya, menentukan
instrumen apa saja yang dapat dijadikan portofolio investasi oleh Asuransi
syariah. (manfaat dan keunggulan produk asuransi syariah)

C.Risiko Asuransi Syariah


Risiko dapat menimpa siapa saja, kapan saja, baik pada saat
perjalanan, rekreasi bahkan saat kita bernafas. Ketidakpastian tentang
sesuatu yang akan terjadi nantinya dengan keputusan yang diambil
berdasarkan berbagai pertimbangan. Menurut para ahli definisi tentang
risiko, diantaranya
Risiko menurut Heman Darmawi, risiko dihubungkan dengan
kemungkinan terjadi akibat buruk (kerugian) yang tak diinginkan atau tak
terduga.
Menurut Abbas salim risiko adalah kemungkinan terjadinya
sesuatu dan tidak dapat diduga/diinginkan pada masa depan. Jadi,
merupakan ketidakpastian atau kemungkinan terjadinya sesuatu,yang
jika terjadi akan menimbulkan keuntungan/kerugian. Ketidakpastian
menimbulkan risiko bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Menurut Kasid risoko adalah kemungkinan terjadinya
penyimpangan dari harapan yang dapat menimbulkan kerugian.
Dapat disimpulkan bahwa risiko adalah ketidakpastian yang
mungkin terjadi dan bisa mendatangkan kerugian. Sedangankan
manajemen risiko adalah pengelolaan untuk menaggunlangi risiko yang
dilakukan dengan berbagai cara.
Manajemen risiko Penaggulangan risiko dapat dilakukan dengan cara:
a. Identifikasi risiko Identifikasi risiko pada dasarnya adalah suatu
kerugian untuk mengumpulkan semua informasi yang berkaitan
dengan kegiatan usaha. Kemudian menganalisisnya untuk meneukan
setiap risiko yang dimungkinkan dapat menjelma menjadi kerugian.
b. Physical Hazards Karateristik yang dapat meningkatkan
kecenderungan terjadinya kehilangan atau kerugian, misalnya: riwayat
serangan jantung,overweight,kendaraan,gedung,dan lain-lain.

Macam-macam Risiko.

Dengan berbagai banyak model dan jenis risiko sehingga dapat


dibedakan dalam beberapa karakteristik, berikut adalah risiko yang dapat
dibedakan dengan berbagai macam cara:

(1) Menurut sifatnya risiko dapat dibedakan kedalam:


(a) Risiko yang tidak disengaja (risiko murni) adalah risiko yang
apabila terjadi tentu menimbulkan kerugian dan terjadinya
tanpa disengaja, misalnya risiko terjadi kebakaran,bencana
alam,pencurian,penggelapan,dan sebagainya.
(b) Risiko yang disengaja (risikospekulatif) adalah risiko yang
sengaja ditimbulkan oleh yang bersangkutan, agar terjadinya
ketidakpastian memberikan keuntungan kepadanya, misalnya
risiko utang piutang, perjudian, perdagangan berjangka
(hedging), dan sebagainya.
(c) Risiko fundamental adalah risiko yang penyebabnya tidak
dapat dilimpahkan kepada seseorang dan yang mendarita tidak
hanya satu atau beberapa orang saja, tetapi banyak orang,
seperti banjir, angin topan, gempa bumi, dan lain sebaginya.
(d) Risiko khusus adalah risiko yang bersumber pada peristiwa
yang mandiri dan pada umumnya mudah diketahui
penyebabnya, seperti kapal kandas, pesawat jatuh, dan
tabrakan mobil.
(e) Risiko dimanis adalah risiko yang timbul karena
perkembangan dan kemajuan dinamika masyarakat dibidang
ekenomi, ilmu dan teknologi, seperti risiko keuangan, risiko
penerbangan luar angkasa. Kebalikannya risiko statis, seperti
risiko hari tua, dan kematian.

Risiko Dalam Prespektif Islam

Pada dasarnya islam mengakui bahwa kecelakan, kerugian, dan


kematian merupakan takdir Allah. Hal ini tidak dapat ditolak, hanya saja
kita sebagai manusia juga diperintahkan untuk membuat perencanaan
untuk menghadapi ketidakpastian dimasa depan. Konsep manajemen islam
menjelaskan bahwa setiap manusia hendaknya memperhatikan yang telah
diperbuat yang telah lalu untuk merencanakan hari esok. Perencanaan
yang akan dilakukan harus disesuaikan dengan keadaan situasi dan
kondisi pada masa lampau, saat ini, serta prediksi masa yang akan datang.
Sistem operasional asuransi adalah saling bertanggung jawab, saling
membantu dan saling melindungi antara peserta. Perusahaan asuransi
syariah diberi kepercayaan atau amanah oleh peserta untuk mengelola
premi, mengembangkan dengan jalan yang halal dan memberikan
santuan kepada yang mengalami musibah. (Ratu Humaena)

D. Prinsip Pengelolaan Asuransi Syariah


Prinsip dasar yang ada dalam asuransi syariah tidaklah jauh
berbeda dengan dengan prinsip dasar yang berlaku pada konsep ekonomi
Islam secara komprehensif dan bersifat umum.
Hal ini disebabkan karena kajian Asuransi Syariah merupakan
turunan dari konsep ekonomika Islami. Begitu juga dengan asuransi, harus
dibangun dengan pondasi dan prinsip dasar yang kuat serta kokoh, Adapun
prinsip asuransi syariah antara lain:
1. Tauhid. Prinsip tauhid adalah dasar utama dari setiap bangunan
yang ada dalam syariah Islam. Setiap bangunan dan aktivitas
kehidupan manusia harus didasarkan pada nilai-nilai tauhid.
Artinya bahwa dalam setiap gerak langkah serta bangunan hukum
harus mencerminkan nilai-nilai ketuhanan. Tauhid sendiri dapat
diartikan sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
2. Keadilan. Prinsip kedua dalam berasuransi adalah terpenuhinya
nilai-nilai keadilan antara pihak-pihak yang terikat dengan akad
asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam
menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah dan perusahaan
asuransi. Nasabah asuransi harus memposisikan pada kondisi yang
mewajibkannya untuk selalu membayar iuran uang santunan
(premi) dalam jumlah tertentu pada perusahaan asuransi dan
mempunyai hak untuk mendapatkan sejumlah dana santunan jika
terjadi peristiwa kerugian. Perusahaan asuransi yang berfungsi
sebagai lembaga pengelola dana mempunyai kewajiban membayar
klaim (dana santunan) kepada nasabah. Disisi lain keuntungan
(profit) yang dihasilkan oleh perusahaan asuransi dan hasil
investasi dana nasabah harus dibagi sesuai dengan akad yang
disepakati sejak awal. Jika nisbah yang disepakati antara kedua
belah pihak 40:60, maka realitanya pembagian keuntungan juga
harus mengacu pada ketentuan tersebut.
3. Tolong-menolong. Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan
kegiatan berasuransi harus didasari dengan semangat tolong
menolong (antara anggota).Seseorang yang masuk asuransi, sejak
awal harus mempunyai niat dan motivasi untuk membantu dan
meringankan beban temannya yang pada suatu ketika mendapatkan
musibah atau kerugian.
4. Kerja sama. Prinsip kerjasama merupakan prinsip universal yang
selalu ada dalam literatur ekonomi Islam. Manusia sebagai
makhluk yang mendapat mandat dari Khaliqnya untuk
mewujudkan perdamaian dan kemakmuran di muka bumi
mempunyai dua wajah yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lainnya, yaitu sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk
sosial.Kerjasama dalam bisnis asuransi dapat berwujud dalam
bentuk akad yang dijadikan acuan antara kedua pihak yang terlibat,
yaitu antara anggota (nasabah) dan perusahaan asuransi. Dalam
operasionalnya, akad yang dipakai dalam bisnis asuransi dapat
menggunakan konsep mudhârabah atau musyarakah. Konsep
mudhârabah dan musyarakah adalah dua buah konsep dasar dalam
kajian ekonomika Islami dan mempunyai nilai historis dalam
perkembangan keilmuan.
5. Amanah. Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat
terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas (pertanggung jawaban)
perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap periode.
Dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberi kesempatan
yang besar bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan
perusahaan. Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan
asuransi harus mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan
dalam bermuamalah dan melalui auditor public. Prinsip amanah
juga harus berlaku pada diri nasabah asuransi. Seseorang yang
menjadi nasabah asuransi berkewajiban menyampaikan informasi
yang benar berkaitan dengan pembayaran dana iuran (premi) dan
tidak memanipulasi kerugian yang menimpa dirinya. Jika seorang
nasabah asuransi tidak memberikan informasi yang benar dan
memanipulasi data kerugian yang menimpa dirinya, berarti
nasabah tersebut telah menyalahi prinsip amanah dan dapat
dituntut secara hukum.
6. Kerelaan. Prinsip kerelaan dalam ekonomika Islami antara kedua
belah pihak bertransaksi atas dasar kerelaan bukan paksaan. Dalam
bisnis asuransi, kerelaan dapat diterapkan pada setiap anggota
asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan
sejumlah dana (premi) yang disetorkan ke perusahaan asuransi,
yang difungsikan sebagai dana sosial.Dana sosial memang betul-
betul digunakan untuk tujuan membantu anggota asuransi yang lain
jika mengalami bencana kerugian.
7. Tidak mengandung riba. Pada asuransi syariah, masalah riba
dieliminir dengan konsep mudhârabah (bagi hasil). Seluruh bagian
dari proses operasional asuransi yang di dalamnya menganut
sistem riba, digantikannya dengan akad mudhârabah atau akad
lainnya yang dibenarkan secara syar‟i. Baik dalam penentuan
bunga teknik, investasi, maupun penempatan dana ke pihak ketiga,
semua menggunakan instrumen akad syar‟i yang bebas dari riba.
8. Tidak mengandung perjudian. Syafi’i Antonio mengatakan bahwa
unsur maysir (judi) artinya adalah salah satu pihak yang untung,
namun di lain pihak justru mengalami kerugian. Hal ini tampak
jelas apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu
membatalkan kontraknya sebelum reversing period, biasanya tahun
ketiga maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang
yang telah dibayarkan kecuali sebagian kecil saja. Juga adanya
unsur keuntungan yang dipengaruhi oleh pengalaman
underwriting, dimana untung rugi terjadi sebagai hasil dari
ketetapan. Dalam asuransi syariah (misalnya di Takaful), reversing
Priod bermula dari awal akad di mana setiap peserta mempunyai
hak untuk mendapatkan cash value, kapan saja, dan mendapatkan
semua uang yang telah dibayarkannya kecuali sebagian kecil saja.
Yaitu, yang telah diniatkan untuk dana tabarru’ yang sudah
dimasukkan ke dalam rekening khusus peserta dalam bentuk
tabarru’ atau dana kebajikan. Masalah asuransi syariah di atas
dapat selesai dengan adanya kebenaran dalam akad. Asuransi
syariah telah mengubah akadnya dan membagi dana peserta ke
dalam dua rekening khusus yang menampung dana tabarru’ yang
tidak bercampur dengan rekening peserta, maka reversing periode
di asuransi syariah terjadi sejak awal. Kapan saja peserta dapat
mengambil uangnya karena pada hakikatnya itu adalah uang
mereka sendiri, dan nilai tunai sudah ada sejak awal tahun pertama
ia masuk. Karena itu, tidak ada maisir, tidak ada gambling, karena
tidak ada pihak yang dirugikan.
9. Tidak mengandung gharar (Ketidakpastian). Sesuai dengan syarat-
syarat akad pertukaran, maka harus jelas berapa pembayaran premi
dan berapa uang pertanggungan yang akan diterima. Masalah
hukum syariah disini muncul karena kita tidak bisa menentukan
secara tepat jumlah premi yang akan dibayarkan, sekalipun syarat-
syarat lainnya, penjual, pembeli, ijab kabul, dan jumlah uang
pertanggungan (barang) dapat dihitung. Jumlah premi yang akan
dibayarkan amat tergantung pada takdir, tahun berapa kita
meninggal atau mungkin sampai akhir kontrak kita tetap hidup.
Disinilah gharar terjadi.Dalam Asuransi Syariah, masalah gharar
ini dapat diatasi dengan mengganti akad tabaduli dengan akad
takafuli (tolongmenolong) atau akad tabarru’ dan akad mudhârabah
(bagi hasil). Dengan akad tabarru’, persyaratan dalam akad
pertukaran tidak perlu lagi atau gugur. Sebagai gantinya, maka
asuransi syariah menyiapkan rekening khusus sebagai rekening
dana tolong-menolong atau rekening tabarru’ yang telah diniatkan
(diakadkan) secara ikhlas setiap peserta masuk asuransi syariah.

Dari prinsip-prinsip di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa


asuransi syariah mempunyai sembilan prinsip utama yang digunakan
sebagai dasar beroperasinya asuransi syariah yaitu: tauhid, keadilan,
tolong-menolong, kerja sama, amanah, kerelaan, larangan riba, maysir
dan gharar, yang mana semuanya berdasarkan syari’at Islam.

Prinsip ini menjadikan para nasabah atau peserta asuransi sebagai


sebuah keluarga besar yang satu dengan lainnya saling menjamin dan
menanggung risiko. Hal ini disebabkan transaksi yang dibuat dalam
asuransi syariah adalah akad saling menanggung (takafuli) bukan akad
saling menukar (tabaduli) yang selama ini digunakan oleh asuransi
konvensional. (prinsip-prinsip asuransi syariah, 2006)

E. Pengelolaan Asuransi Syariah


1. Pengelolaan risiko

Pada dasarnya, dalam asuransi syariah se-kumpulan orang akan


saling membantu dan tolong menolong, saling menjamin dan bekerja sama
dengan cara mengumpulkan dana hibah (tabarru’). Dengan begitu bisa
dikatakan pengelolaan risiko yang dilakukan di dalam asuransi syariah
adalah menggunakan prinsip sharing of risk, di mana risiko dibebankan/
dibagi kepada perusahaan dan peserta asuransi itu sendiri. Usaha
menanggung risiko harus dibedakan dari usaha pembagian risiko.
Pembagian risiko adalah sah dan halal. Sesungguhnya laba dipandang
sebagai imbalan wajar bagi pembagian risiko yang merupakan ciri khas
lembaga mudharabah.Sedangkan di dalam asuransi konvensional berlaku
sistem transfer of risk, di mana risiko dipindahkan/dibebankan oleh
tertanggung (peserta asuransi) kepada pihak perusahaan asuransi yang
bertindak sebagai penanggung didalam perjanjian asuransi tersebut.

2. Pengelolaan dana

Pengelolaan dana yang dilakukan di dalam asuransi syariah bersifat


transparan dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk mendatangkan
keuntungan bagi para pemegang polis asuransi itu sendiri. Asuransi
konvensional, perusahaan asuransi akan menentukan jumlah besaran premi

dan berbagai biaya lainnya yang ditujukan untuk menghasilkan


pendapatan dan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan itu
sendiri.
3. Sistem perjanjian
Dalam asuransi syariah hanya digunakan akad hibah (tabarru’)
yang didasarkan pada sistem syariah dan dipastikan halal. Sedangkan
asuransi konvensional akad yang dilakukan cenderung sama dengan
perjanjian jual beli.
4. Kepemilikan dana

Sesuai dengan akad yang digunakan, maka dalam asuransi syari’ah


dana asuransi tersebut adalah milik bersama (semua peserta asuransi), di
mana perusahaan asuransi hanya bertindak sebagai pengelola dana saja
(adminstrator) dan juga bertindak sebagai manager investasi
mengumpulkan dana tabarru’. Asuransi syari’ah tidak mengenal dana
hangus. Hal ini tidak berlaku di dalam asuransi konvensional, karena
premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi adalah milik
perusahaan asuransi tersebut, yang mana dalam hal ini perusahaan asuransi
akan memiliki kewenangan penuh terhadap pengelolaan dan
pengalokasian dana asuransi, dan jika tidak terjadi klaim dana akan
hangus.

5. Pembagian keuntungan

Di dalam asuransi syari’ah, semua keuntungan yang didapatkan oleh


perusahaan terkait dengan dana asuransi, akan dibagikan kepada semua
peserta asuransi tersebut. Namun akan berbeda dengan perusahaan asuransi
konvensional, dimana seluruh keuntungan yang didapatkan akan menjadi hak
milik perusahaan asuransi tersebut.

6. Dewan pengawas

Asuransi syari’ah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang


bertugas mengawasi manajemen, produk yang dipasarkan dan pengelolaan
investasi dananya supaya senantiasa sejalan dengan hukum Islam. Adapun
dalam asuransi konvensional sama sekali tidak ada dewan pengawas, maka hal
itu tidak mendapat perhatian dan tidak ditemukan dalam asuransi
konvensional. (wacana hukum, ekonomi, dan keagamaan 4, 2018)
F. Pengembagan Asuransi Syariah
Perkembangan industri asuransi syariah juga terjadi di Indonesia.
Pertumbuhan asuransi syariah didukung oleh ketentuan regulasi yang
menjamin kepastian hukum kegiatan asuransi syariah. Ketentuan hukum yang
mengatur asuransi syariah antara lain: Pertama, Undang-Undang No. 2 Tahun
1992 tentang Usaha Perasuransian. Kedua, Peraturan Pemerintah No. 73
Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 1992. Ketiga, Keputusan
Menteri Keuangan Nomor:421/KMK.06/2003 tanggal 30 September 2003
tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi Direksi dan Komisaris
Perusahaan Perasuransian. Keempat, Keputusan Menteri Keuangan Nomor:
422/KMK.06/2003 tanggal 30 September 2003 tentang Penyelenggaraan
Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Kelima, Keputusan
Menteri Keuangan Nomor: 423/KMK.06/2003 tanggal 30 September 2003
tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian.Keenam, Keputusan Menteri
Keuangan Nomor: 424/KMK.06/2003 tanggal 30 September 2003 tentang
Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
Ketujuh, Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 426/KMK.06/2003 tanggal 30
September 2003 tentang Perizinan Usaha Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi. Modus operandi pendirian asuransi syariah di
Indonesia dilakukan melalui empat bentuk. Pertama, pendirian baru. Kedua,
konversi dari perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi konvensional.
Ketiga, pendirian kantor cabang baru dengan prinsip syariah oleh perusahaan
asuransi atau perusahaan reasuransi konvensional. Keempat, konversi kantor
cabang konvensional menjadi kantor cabang dengan prinsip syariah dari
perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi konvensional. Untuk
pendirian baru tidak terlalu banyak masalah yang dihadapi terutama terkait
dengan nasabah. Sedangkan untuk konversi ada ketentuan yang harus
dipenuhi menyangkut kesediaan pemegang polis. Berikut adalah ketentuan
khusus konversi. Pertama, tidak merugikan tertanggung atau pemegang polis.
Kedua, memberitahukan konversi tersebut kepada setiap pemegang polis.
Ketiga, memindahkan portfolio pertanggungan ke perusahaan asuransi
konvensional lain atau membayarkan nilai tunai pertanggungan, bagi
tertanggung atau pemegang polis yang tidak bersedia menjadi tertanggung
atau pemegang polis dari perusahaan asuransi dengan prinsip syariah. Baik
pendirian baru maupun konversi, suatu perusahaan asuransi syariah dapat
beroperasi apabila mendapat izin usaha dari Kementerian Keuangan. Izin
usaha itu diberikan setelah pengajuan pendirian atau konversi memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut: Pertama, maksud dan tujuan di dalam anggaran
dasar perusahaan. Kedua, memiliki tenaga ahli. Ketiga, memiliki Dewan
Pengawas Syariah (DPS) perusahaan. Keempat, memenuhi minimal modal
disetor atau minimal modal kerja (bagi pendirian cabang). Kelima, tingkat
solvabilitas (bagi pendirian cabang). Keenam, tidak sedang dalam pengenaan
sanksi administratif (bagi pendirian cabang). Ketujuh, persyaratan-persyaratan
lainnya, sebagaimana halnya persyaratan dalam pembukaan kantor cabang
konvensional.Untuk mendukung perkembangan asuransi syariah di Indonesia,
DSN pada tahun 2001 mengeluarkan fatwa No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang
Pedoman Umum Asuransi Syariah, yang menjadi acuan dari sisi syariah
dalam penyelenggaraan kegiatan asuransi syariah di Indonesia. (maksum,
2011)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Subekti, dalam bukunya memberikan definisi mengenai asuransi
yaitu, Asuransi atau pertanggungan sebagai suatu perjanjian yang
termasuk dalam golongan perjanjian untung-untungan
(kansovereenkomst).Suatu perjanjian untung-untungan ialah suatu
perjanjian yang dengan sengaja digantungkan pada suatu kejadian yang
belum tentu terjadi, kejadian yang mana akan menentukan untung ruginya
salah satu pihak.
Asuransi dalam sudut pandangan ekonomi merupakan metode
untuk mengurangi risiko dengan jalan memindahkan dan
mengombinasikan ketidakpastian akan adanya kerugian keuangan. Dan
dari sudut pandang bisnis adalah sebuah perusahaan yang usaha utamanya
menerima atau menjual jasa, pemindahan risiko dari pihak lain, dan
memperoleh keuntungan dengan berbagi risiko di antara sejumlah
DAFTAR PUSTAKA

(n.d.).

AKUTANSI DAN SISTEM TEKNOLOGI INFORMASI. (2009).

maksum, m. (2011). pertumbuhan asuransi syariah di dunia dan di indonesia.

manfaat dan keunggulan produk asuransi syariah. (n.d.). Retrieved 03 20, 2023, from
manulife.co.id: https://www.manukife.co.id

prinsip-prinsip asuransi syariah. (2006, agustus 18). Retrieved maret 20, 2023, from
https://an-nur.ac.id

Purba, R. (1992). memahami asuransi di indonesia. 1992: PPM.

Purba, R. (1992). Memahami Asuransi di Indonesia . Jakarta : PPM.

Ratu Humaena, U. (n.d.). analisis manajemen risiko dana dan tabarru asuransi syariah
(studi pada PT asuransi umum bumiputera muda 1967 serang). 36-38.

Subekti. (2001). pokokk- poko hukum perdata. jakarta: Intermasi.

wacana hukum, ekonomi, dan keagamaan 4. (2018). jurnal ilmiah mizani, 77-84.

Anda mungkin juga menyukai