Disusun oleh :
Nama : Muhamad Vishal Ardi
NPM : 21111140
MK : Manajemen 4D
Dosen : Mahmudin S.HI.M.Si
1
KATA PENGANTAR
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Asuransi Syariah............................................................4
2.2 Dasar Hukum Asuransi Syariah.......................................................5
2.3 Perjanjian Asuransi Syariah.............................................................5
2.4 Produk Asuransi Syariah..................................................................6
2.5 Manfaat Asuransi Syariah................................................................7
2.6 Produk Asuransi Syariah..................................................................9
2.7 Jenis-jenis Risiko Asuransi Syariah................................................9
2.8 Produk Asuransi Jiwa Syariah Terbaik di Indonesia 2022.............11
2.9 Implementasi...................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Dalam menanggapi ancaman fraud pada klaim asuransi, sebuah
perusahaan asuransi setidaknya harus memiliki bagian yang bertanggungjawab
untuk menyelidiki kebenaran atas klaim yang diajukan oleh tertanggung terutama
untuk klaim yang jumlahnya sangat besar. Investigasi atas fraud ini sering disebut
sebagai fraud examination, audit investigatif atau audit forensik tergantung pada
institusi yang menggunakannya karena memang tidak ada standar baku yang
mengatur mengenai istilah tersebut.Pada kasus fraud asuransi kendaraan
bermotor, maka investigator klaim tersebut harus melakukan observasi secara
langsung untuk melihat kondisi kendaraan terutama pasca kecelakaan, pencurian
kendaraan, pemeriksaan atas dokumen-dokumen klaim dan wawancara dengan
pihak tertanggung. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan bukti-
bukti yang digunakan untuk memastikan bahwa klaim asuransi kendaraan tersebut
memang layak untuk dibayarkan.
Diantara banyak asuransi harta benda komersial terdapat asuransi
pengangkutan, sebagai asuransi yang menawarkan ganti rugi sesuai dengan
kebutuhan dan kepentingan pelaksanaan angkutan.Kerugian yang muncul karena
adanya resiko pengangkutan barang merupakan kerugian yang sering
diasuransikan sebagai asuransi pengangkutan barang, baik yang dilaksanakan
melalui angkutan darat, laut dan angkutan udara.Berbagai kerugian dimungkinkan
muncul dari resiko pengangkutan barang, menjadi objek asuransi pengangkutan.
Secara spesifik, resiko (risks) adalah kemungkinan terjadinya kejadian
yang tidak diinginkan yang mengakibatkan suatu kerugian dalam suatu periode
waktu tertentu. Kemungkinan terjadinya kerugian barang dalam pelaksanaan
pengangkutan barang sebagai objek asuransi pengangkutan barang, tidak terlepas
dari adanya sebab akibat sebagai salah satu prinsip dalam perjanjian termasuk
asuransi sebagai suatu bentuk perjanjian yang khusus. Kondisi tersebut sesuai
dengan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang menjelaskan
bahwa pihak penanggung akan memberikan ganti rugi kepada pihak tertanggung
akibat suatu kehilangan, kerusakan atau tidak mendapat keuntungan.
Dengan demikian, asuransi sebagai suatu perjanjian memiliki substansi
pengalihan resiko atas kerugian yang dialami oleh tertanggung baik kerugian jiwa
maupun kerugian harta benda.Karena itu muncul berbagai jenis asuransi yang
secara umum dapat dikelompokkan menjadi asuransi jiwa dan asuransi kerugian
benda dan harta.Khusus tentang asuransi kerugian harta benda dapat terdiri dari
berbagai jenis asuransi termasuk asuransi harta benda komersial (commercial
2
property insurance), yang menawarkan jaminan ganti rugi yang sangat luas yang
didisain bagi kebutuhan dan kepentingan usaha.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
2.2 Dasar Hukum Asuransi Syariah
Terdapat beberapa dasar hukum asuransi syariah yang tercantum dalam
Alquran sebagai berikut:
a. Firman Allah tentang perintah mempersiapkan hari depan: “Hai orang
yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.” (QS. al-Hasyr [59]: 18).
b. Firman Allah tentang prinsip-prinsip bermuamalah, baik yang harus
dilaksanakan maupun dihindarkan, antara lain: “Hai orang-orang yang
beriman tunaikanlah akad-akad itu Dihalalkan bagimu binatang ternak,
kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan
haji.Sesungguhnya Allah menetapkan hokum-hukum menurut yang
dikehendaki-Nya.” (QS. al-Maidah [5]: 1).
c. Firman Allah tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam
perbuatan positif, antara lain: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. al-Maidah [5]:2).
5
Akad ini memberikan kuasa dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk
mengelola dana peserta dengan imbalan pemberian ujrah (fee). Perusahaan
asuransi sebagai wakil dapat menginvestasikan premi yang diberikan, namun
tidak berhak memperoleh bagian dari hasil investasi.
d. Akad Mudharabah Musytarakah
Akad ini merupakan pengembangan dari akad mudharabah, dimana
perusahaan asuransi sebagai mudharib dan juga menyertakan dananya dalam
investasi bersama dana peserta. Bagi hasil investasi dibagikan antara
perusahaan asuransi dan peserta sesuai nisbah yang disepakati sesuai dengan
porsi dana masing-masing.
6
g. Asuransi Haji dan Umroh. Asuransi ini memberikan perlindungan
finansial bagi jama’ah haji/umroh atas musibah yang terjadi selama
menjalankan ibadah haji/umroh. Khusus asuransi haji telah diatur melalui
fatwa MUI nomor 39/DSN-MUI/X/2002 tentang asuransi haji agar para
jamaah mendapatkan ketenangan selama menjalankan ibadah haji.
7
c. Ada Pembagian Hasil sesuai Akad
Prinsip produk Asuransi syariah tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Mengapa? Sebab, perusahan Asuransi syariah ini hanya sebagai pengelola
dana dari peserta. Maka jika ada keuntungan dari pengelolaan dana tersebut,
hasilnya akan kembali lagi pada peserta. Jadi, baik peserta maupun perusahaan
Asuransi syariah akan mendapatkan pembagian hasil sesuai akad yang
digunakan.
d. Bebas Riba
Riba berasal dari istilah riba fadhl, yang berarti kelebihan (fadhl).
Sehingga, riba fadhl adalah kelebihan atau penambahan kuantitas dalam
transaksi jual beli barang sejenis, seperti misalnya uang, emas, gandum, atau
benda lainnya, yang jumlahnya tidak sama. Asuransi konvensional
dikategorikan mengandung riba karena jumlah Premi yang disetor oleh peserta
tidak sama dengan jumlah klaim atau santunan yang ia terima. Serah-terima
antara Premi dengan klaim pun tidak dilakukan dalam waktu bersamaan.
Investasi yang terdapat dalam Asuransi konvensional juga ditempatkan pada
instrumen-instrumen ribawi.
Sebaliknya, Asuransi syariah disebut bebas riba karena tidak ada dana
peserta yang hangus. Sebab, Asuransi syariah akan memberikan nasabah
berupa klaim, santunan, atau Surplus Underwriting. Selain itu, dana yang
masuk akan dikelola pada instrumen investasi yang sesuai dengan prinsip
syariah dengan diawasi DSN-MUI dan OJK. Investasi yang ditawarkan di
Asuransi Syariah juga menggunakan akad yang jelas sehingga peserta lebih
nyaman.
e. Lebih Transparan
Pengelolaan dana oleh perusahaan Asuransi syariah dilakukan lebih
transparan baik dalam hal penggunaan Kontribusi peserta Asuransi, Surplus
Underwriting maupun pembagian hasil investasi. Ketika terjadi Surplus
Underwriting, perusahaan Asuransi akan membaginya menjadi tiga bagian
yang nilainya telah dituangkan dalam akad. Pembagian keuntungan ini terdiri
dari bagian yang masuk ke Dana Tabarru’, bagian yang diberikan pada
peserta, dan bagian yang akan diberikan kepada perusahaan Asuransi.
Pembagian keuntungan juga dilakukan secara proporsional. Artinya,
peserta yang memberikan banyak kontribusi, akan mendapat banyak
pembagian keuntungan juga. Ketentuan mengenai pembagian keuntungan
8
yang tertuang dalam akad sejak awal perjanjian ini menunjukkan bahwa
Asuransi syariah transparan.
f. Diawasi Dewan Pengawas Syariah untuk Menjamin Transaksi sesuai
Prinsip Syariah
Dewan Pengawas Syariah (DPS) melakukan pengawasan terhadap
pemenuhan prinsip syariah dalam kegiatan usaha lembaga keuangan syariah,
termasuk Asuransi syariah. Hal ini dimungkinkan karena para anggota DPS
merupakan rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional MUI.
Di samping berperan sebagai pengawas, DPS tak juga berfungsi
memberikan persetujuan atas transaksi yang dilakukan Asuransi syariah, agar
sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Misalnya, menentukan instrumen
apa saja yang dapat dijadikan portofolio investasi oleh Asuransi syariah.
9
Dalam dunia asuransi, contoh risiko bisa berbentuk kecelakaan mobil, jatuh sakit,
hingga kasus penipuan, atau kegagalan proyek, dan masih banyak lagi. Karena itu,
pentingnya asuransi hadir sebagai solusi finansial terhadap permasalahan risiko
tersebut.
Ada tujuh jenis risiko asuransi yang dikelompokkan berdasarkan
kemungkinan dan dampaknya, yaitu:
a. Risiko murni atau pure risk
Hal yang dimaksud dalam pure risk adalah risiko dirasakan ketika
kerugian terjadi. Jika tidak terjadi, maka tidak akan ada keuntungan maupun
kerugian. Contohnya, kebakaran menyebabkan kehilangan harta benda,
sehingga membuat kita merugi secara finansial. Jika tidak terjadi kebakaran,
maka kita tidak mendapatkan keuntungan maupun kerugian. Sama halnya
dengan contoh lainnya, seperti kebanjiran, meninggal dunia, dan lain
sejenisnya.
b. Risiko spekulatif atau speculative risk
Jenis risiko ini memiliki dua kemungkinan, yaitu menimbulkan kerugian
atau keuntungan. Contohnya, ketika menginvestasikan sebagian uang ke
saham, maka akan ada risiko untung dan rugi yang mungkin terjadi. Karena
itu, investasi memiliki risiko spekulatif yang perlu dipertimbangkan.
c. Risiko fundamental atau fundamental risk
Risiko yang terjadi bisa menciptakan dampak secara luas. Misalnya,
bencana alam yang tentu saja akan memberikan dampak kerugian finansial
hingga jiwa pada masyarakat luas. Contoh lainnya adalah perusahaan pailit
sehingga harus “merumahkan” seluruh pekerja yang artinya merugikan orang
dalam jumlah banyak.
d. Risiko khusus atau particular risk
Kerugian yang terjadi hanya berdampak pada diri sendiri/ personal atau
bersifat pribadi. Misalnya, barang yang kita miliki dicuri, artinya dampaknya
hanya akan merugikan diri sendiri. Atau bisa juga risiko yang mengancam
kesehatan atau harus di rawat di rumah sakit. Tentu hanya akan berdampak
pada satu atau sedikit orang saja.
e. Risiko individu atau individual risk
Kerugian yang terjadi memberikan dampak finansial pada diri sendiri dan
kalangan kecil. Salah satu contohnya, jika kepala keluarga meninggal dunia
dan tidak memiliki asuransi jiwa, maka akan berpengaruh pada finansial
10
keluarga yang ditinggalkan. Contoh lainnya, ketika cedera fisik dan tidak bisa
bekerja lagi, juga akan memengaruhi finansial diri sendiri dan tanggungan
orang tersebut.
f. Risiko harta atau property risk
Kerugian yang terjadi pada benda berharga. Misalnya, kebakaran yang
merusak harta benda di dalamnya. Atau bisa juga pencurian kendaraan
pribadi. Sederhananya, adalah risiko kerugian yang terjadi pada objek benda
mati.
g. Risiko tanggung gugat atau liability risk
Liability risk cenderung berkaitan dengan masalah hukum, contohnya jika
kamu menabrak seseorang dengan mobil dan ia terluka, kamu tentu harus
bertanggung jawab secara hukum terhadap orang tersebut. Umumnya risiko
ini ditanggung oleh jenis asuransi umum, seperti asuransi kendaraan, asuransi
proyek, dan lainnya.
11
c. Asuransi Jiwa Syariah Takaful Keluarga
d. Asuransi Jiwa JMA Syariah
e. Asuransi Jiwa Syariah Manulife
f. Asuransi Jiwa Syariah Al Amin
g. Asuransi Jiwa Sinar Mas Syariah
h. Asuransi Jiwa Syariah Amanah Githa
i. Asuransi Jiwa Syariah AXA Mandiri
j. Asuransi Jiwa Syariah Panin
k. Asuransi Jiwa Syariah BNI Life
l. Asuransi Jiwa Syariah AIA
m. Asuransi Jiwa Syariah CAR Life
2.9 Implementasi
Asuransi syariah sudah dijamin Halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)
melalui Dewan Syariah Nasional (DSN) dengan Fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001
tentang Pedoman Umum Asuransi Syari’ah.
Perjanjian (Akad) Asuransi Syariah
Berdasarkan Fatwa DSN-MUI akad dalam asuransi syariah terdapat 4 jenis
akad yaitu akad tabarru’, akad tijarah, akad wakalah bil Ujrah, dan
akad mudharabah musytarakah, berikut penjelasannya:
a. Akad Tabarru’ (Hibah / Tolong Menolong)
Peserta Asuransi memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong
peserta lain yang terkena musibah, sedangkan perusahaan asuransi sebagai
pengelola dana hibah.
b. Akad Tijarah (Mudharabah)
Dalam akad ini perusahaan asuransi sebagai mudharib (Pengelola), dan
peserta sebagai shahibul mal (Pemegang Polis). Premi dari akad ini dapat
diinvestasikan dan hasil keuntungan atas investasi tersebut dibagi-hasilkan
kepada para pesertanya.
c. Akad Wakalah bil Ujrah
Akad ini memberikan kuasa dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk
mengelola dana peserta dengan imbalan pemberian ujrah (fee). Perusahaan
asuransi sebagai wakil dapat menginvestasikan premi yang diberikan,
namun tidak berhak memperoleh bagian dari hasil investasi.
12
d. Akad Mudharabah Musytarakah
Akad ini merupakan pengembangan dari akad mudharabah, dimana
perusahaan asuransi sebagai mudharib dan juga menyertakan dananya
dalam investasi bersama dana peserta. Bagi hasil investasi dibagikan
antara perusahaan asuransi dan peserta sesuai nisbah yang disepakati
sesuai dengan porsi dana masing-masing.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konsep dan perjanjian asuransi jiwa syariah merupakan jenis akad baru
yang belum pernah ada pada masa-masa pertama perkembangan fiqh Islam. Hal
ini menimbulkan banyak perbincangan dan pendapat tentang hukum asuransi
menurut syariat Islam. Perbedaan pendapat bermunculan dari para ulama fiqh
masa kini. Diantara mereka ada yang membolehkan (menghalalkan) asuransi,
sebagian yang lain melarangnya (mengharamkan). Ada pula kelompok yang
melarang asuransi hanya pada sebagian macam (jenis-jenis) asuransi tertentu saja.
Pendapat yang menghalalkan ataupun mengharamkan asuransi secara mutlak
sangatlah tidak bijaksana jauh dari kebenaran. Fatwa yang menenangkan hati
adalah asuransi dibolehkan selama masih berada dalam batas mengasuransikan
bahaya riil yang kerap menimpa seseorang serta asuransi tersebut tidak
mengandung unsur-unsur penipuan dan kecurangan. Asuransi yang tidak
memperhitungkan besarkecilnya uang ganti rugi bahaya yang terjadi atau asuransi
tersebut sarat dengan unsure penipuan seperti asuransi jiwa atau lainnya maka
jenis asuransi ini tidak dibenarkan Islam.
Investasi merupakan salah satu ajaran dari konsep Islam yang memenuhi
proses gradasi (tadrîj) dan trichotomy pengetahuan. Hal ini dapat dibuktikan
bahwa konsep investasi selain sebagai pengetahuan juga bernuansa spiritual
karena menggunakan norma syariah, sekaligus hakikat dari sebuah ilmu dan amal.
Oleh karenanya, investasi sangat dianjurkan bagi setiap muslim sebab investasi
merupakan kegiatan mengalokasikan dana (finance) untuk mendapatkan nilai
lebih atau keuntungan di masa depan hanya tiap instrumen investasi (seperti
deposito, saham, dan lain-lain) imbal hasilnya berbeda-beda dan meningkatkan
kesejahteraan di masa sekarang ataupun masa depan yang diniatkan untuk ibtighai
mardhatillah (menutut ke-ridhaan Allah). Aktifitas investasi yang dilakukan lebih
didasarkan pada motivasi sosial yaitu membantu sebagian masyarakat yang tidak
memiliki modal, namun memiliki kemampuan berupa keahlian (skill) dalam
menjalankan usaha baik dilakukan dengan musyarakah maupun bagi hasil
(mudhârabah) sebab Islam telah melarang aktivitas perjudian, ribâ, penipuan, serta
investasi disektor-sektor maksiat lainnya karena aktivitas semacam itu justru
14
menghambat produktivitas manusia. Praktik investasi menurut prinsip syariah
harus dilakukan tanpa ada paksaan (ridha) dan adil, transaksinya berdasarkan pada
kegiatan produksi dan jasa yang tidak dilarang oleh Islam termasuk bebas
manipulasi dan spekulasi.
3.2 Saran
Dengan dibuatnya penelitian ini diharapkan supaya masyarakat muslim
berjiwa asuransi. Dengan berjiwa asuransi, banyak manfaat yang akan didapat
bukan hanya bagi diri sendiri tapi juga bagi bangsa dan negara. Sebelum nasabah
memutuskan untuk berinvestasi dalam suatu perusahaan jasa asuransi jiwa,
adakalanya nasabah perlu mengetahui dan mencermati lebih dahulu kualitas dan
kuantitas dari sistim berinvestasi yang telah diterapkan oleh perusahaan jasa
asuransi jiwa terkait dengan baik dan benar terutama yang berdasarkan prinsip-
prinsip syariah Islam.
15
DAFTAR PUSTAKA
https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/pages/asuransi.aspx
https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/10444
https://www.allianz.co.id/produk/asuransi-syariah.html
https://sef.feb.ugm.ac.id/asuransi-syariah-di-indonesia-manfaat-peluang-dan-
prospek/
https://www.aasi.or.id/
16