Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PERBEDAAN ASURANSI KONVENSIONAL DAN ASURANSI SYARIAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Asuransi Syariah

Dosen Pengampu : H. Muhammad Arif Kurniawan, S.E., M.M.

Disusun Oleh :

1. Aryf Rizqy Pratama 4219062


2. Muhammad Rozali 4219152
3. Mayzar Dimas Alfansyah 4219171
4. Tri Agung Saputra 4219180

Kelas A

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN

2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
penuis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Penulis tentu menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
untuk makalah ini. Supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan dalam makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Demikian , semoga makalah ini bermanfaat.

Pekalongan, 2 Mei 2022

Penulis
Daftar Isi

Kata Pengantar..................................................................................................................i

Daftar Isi.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah......................................................................................................1

C. Tujuan Penulisan Makalah.........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah............................................2


B. Asal Usul Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah.........................................3
C. Sumber Hukum Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah...............................5
D. Bersih dari Maysir, Gharar, dan Riba.......................................................................5
E. Dewan Pengawas Syariah (DPS)..............................................................................6
F. Sharing Of Risk dan Transfer Of Risk.....................................................................8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...............................................................................................................13
B. Saran.........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Asuransi adalah lembaga non bank, terorganisir secara rapi dalam bentuk
sebuah perusahaan yang berorientasi pada aspek bisnis secara nyata dalam era
modern. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas ekonomi, semakin tinggi
pula tingkat risiko yang harus ditanggung oleh masyarakat. Maka dari itu, perlulah
sebuah lembaga yang dapat meminimalisir hal itu, yaitu lembaga asuransi.

Asuransi merupakan salah satu cara yang dapat digunakan masyarakat untuk
membantu mereka dalam penyediaan jaminan finansial. Sebagian orang menyadari
pentingnya memiliki jaminan finansial sehingga kemudian membeli asuransi, namun
demikian ada pula yang tidak menyadari betapa pentingnya asuransi.

Asuransi syariah berbeda dengan asuransi konvensional, pada asuransi syariah


setiap peserta sejak awal bermaksud saling tolong menolong dan melindungi satu
dengan yang lain dengan menyisihkan dananya sebagai iuran kebajikan yang disebut
iuran tabarru’. Jadi sistem ini tidak menggunakan pengalihan risiko (risk transfer) di
mana tertanggung harus membayar premi (kontribusi), tetapi lebih merupakan
pembagian risiko (risk sharing) di mana para peserta menangung, kemudian akad
yang digunakan dalam asuransi syariah harus terhindar dari gharar (penipuan), maysir
(perjudian), riba (bunga) di samping itu investasi dana harus pada objek yang halal
thoyyibah bukan barang haram maksiat.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep asuransi konvensional dan asuransi syariah ?
2. Bagaimana asal-usul asuransi konvensional dan asuransi syariah ?
3. Bagaimana sumber hukum asuransi konvensional dan asuransi syariah ?
4. Apakah asuransi konvensional dan asuransi syariah bersih dari maysir, gharar, dan
riba ?
5. Bagaimana dewan pengawas syariah ?
6. Bagaimana sharing of risk dan transfer of risk ?

C. Tujuan masalah
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui tentang konsep asuransi konvensional dan asuransi syariah.
2. Untuk mengetahui tentang asal-usul asuransi konvensional dan asuransi syariah.
3. Untuk mengetahui tentang sumber hukum asuransi konvensional dan asuransi
syariah.
4. Untuk mengetahui asuransi konvensional dan asuransi syariah bersih dari maysir,
gharar, dan riba.
5. Untuk mengetahui tentang dewan pengawas syariah.
6. Untuk mengetahui tentang sharing of risk dan transfer of risk.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah


1. Konsep Asuransi Konvensional
Konsep asuransi konvensional sesuai dengan undang-undang tentang usaha
perasuransian, berbunyi: asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua
pihak atau lebih dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung
dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan
diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang.1

2. Konsep Asuransi Syariah


Konsep dasar asuransi syariah adalah antara penanggung dan tertanggung
tidak terpisah. Peserta adalah tertanggung sekaligus sebagai penanggung. Sebagai
tertanggung, peserta atau ahli warisnya akan memperoleh pembayaran atas
kerugian nilai ekonomis yang dialami sebagai akibat terkena resiko sakit, cacat
akibat kecelakaan atau meninggal dunia. Dana pembayaran tersebut diambil dari
dana kumpulan seluruh peserta yang disebut sebagai Dana Tabarru’. Masing-
masing peserta berkontribusi (dalam asuransi konvensional disebut premi) sesuai
ketentuan yang diatur di dalam perusahaan asuransi. Dalam kondisi ini, peserta
berfungsi sebagai penanggung. Sebab, dana merekalah yang dipergunakan untuk
membayar klaim jika ada peserta yang terkena resiko.2

B. Asal Usul Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah


1. Asal Usul Asuransi Konvensional
Asuransi konvensional dimulai dari masyarakat Babilonia 4.000-3.000 SM yang
dikenal dengan Perjanjian Hammurabi, kemudian tahun 1668 M di Coffe House
London berdirilah Lloyd of London yang merupakan cikal bakal asuransi
konvensional . Asuransi masuk ke Indonesia pada masa penjajahan Belanda.
Keberadaan asuransi di Indonesia merupakan akibat dari berhasilnya Bangsa
Belanda dalam sektor perkebunan dan perdagangan di Indonesia pada masa
tersebut.3
1
Wahidatur Rohmah dan Zainal Abidin, 2017, Studi Komparatif Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional
Dalam Perspektif Hukum Islam, Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Wahidiyah, hlm. 25
2
Amrin dan Abdullah, 2006, Asuransi Syariah Keberadaan dan Kelebihannya di Tengah Asuransi Konvensional,
Jakarta: PT Elex Media Komputindo, hlm. 12
3
Bambang Trim, 2009, Solusi Berasuransi; Lebih Indah dengan Syariah, Bandung: Salamadani, hlm. 3 - 4
2. Asal Usul Asuransi Syariah
Asal usul Asuransi Syariah adalah berasal dari budaya suku Arab pada zaman
nabi Muhammad saw., yang disebut aqilah. Salah satu anggota suku terbunuh oleh
suku lain, keluarga korban akan dibayar sejumlah uang darah (diyat) sebagai
konpensasi oleh saudara terdekat dari pembunuh. Saudara terdekat pembunuh
tersebut biasa disebut aqilah sebagai pembayar uang darah atas nama pembunuh.4
Lebih jauh dijelaskan bahwa Al-Aqilah mengandung pengertian saling
memikul dan bertanggung jawab bagi keluarga. Dalam kasus terbunuhnya seorang
anggota keluarga, ahli waris korban akan mendapatkan uang darah yang
dibayarkan oleh anggota keluarga terdekat dari si pembunuh. Dana yang
dipergunakan untuk membayar diyat tersebut dikumpulkan secara gotong royong
oleh anggota keluarga yang terlibat dalam pembunuhan tersebut. Dari uraian-
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa asal mula Asuransi Syariah adalah
perlindungan terhadap jiwa seseorang, yang saat ini disebut sebagai Asuransi Jiwa
Syariah.

C. Sumber Hukum Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah


1. Sumber Hukum Asuransi konvensional
Asuransi konvensional mempunyai sumber hukum yang didasari oleh pikiran
manusia, falsafah, dan kebudayaan, sementara modus operandumnya didasarkan
atas hukum positif. Karena itu, tidak memiliki sumber hukum yang jelas, maka
cenderung membuat transaksi yang tidak memiliki kepastian dan kejelasan
kedepan. Seperti halnya dalam akadnya ma’qud alaih (sesuatu yang diakadkan)
terjadi cacat secara syariah karena tidak jelas (gharar) berapa yang akan dibayar
beserta asuransi yang meliputi berapa sesuatu akan diperoleh (ada atau tidak, besar
atau kecil), tidak diketahui berapa lama seseorang beserta asuransi yang
membayarkan.

2. Sumber Hukum Asuransi Syariah


Sumber hukum asuransi syari’ah adalah Al-qur’an, Sunah Ijma’, fatwa
sahabat, mashalahah mursalah, qiyas, istihsan, urf atau tradisi, dan fatwa DSN
MUI karena itu, modus operandi asuransi syari’ah selalu sejalan dengan prinsip
prinsip syari’ah. Dalam menetapkan prinsip-prinsip, praktik, dan operasional dari
asuransi syari’ah, parameter yang senantiasa menjadi rujukan adalah syari’ah Islam
yang bersumber dari Al-qur’an, hadits dan fiqih islam. Karena itu, asuransi
syari’ah mendasarkan diri pada prinsip kejelasan dan kepastian, sehingga kejelasan
yang meyakinkan kepada peserta asuransi dengan akad secara syari’ah antara
perusahaan dengan peserta asuransi.

D. Bersih dari Maysir, Gharar, dan Riba


4
Fathurrahman Djamil, 1995, Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah, Jakarta: Logos, hlm.138
1. Asuransi Konvensional
Salah satu perbedaan yang paling penting dan tidak dapat dilepaskan, yaitu dari
segi kebersihan dari suatu usaha, apakah ada unsur judi, unsur ketidakjelasan
karena adanya praktik-praktik yang menipu dan merugikan orang lain. Hasil sidang
Dewan Hisbah Persis yang ke-12 tanggal 26 Juni 1996 mengambil keputusan
bahwa asuransi konvensional mengandung unsur gharar, maisir, dan riba. Majelis
Tarjih Muhammadiyah membagi asuransi kedalam dua kategori:
a. Asuransi yang berdimensi spekulatif yang memiliki bobot judi yang sudah jelas
hukumnya haram.
b. Asuransi yang memiliki bobot tolong menolong hukumnya ibadah. Karena itu,
asuransi dana pensiunan pegawai negeri atau asuransi beasiswa, hukumnya
ibadah.

2. Asuransi Syariah
Apabila memperhatikan sistem operasional asuransi syari’ah yang bersumber
dari Al-qur’an dan Hadist, maka jelas terhindar dari hal-hal yang diharamkan oleh
syariat Islam, yaitu dari hal-hal yang berunsurkan maysir, gharar, dan riba. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat dari segi mekanisme dan pengelolaan dananya. Para
pengelola asuransi syari’ah memisahkan antara rekening dana peserta dengan
rekening tabarru’, agar tidak terjadi percampuran dana. Demikian pula mekanisme
ini tidak menjadi unsur riba, baik dalam praktik kerugian maupun jiwa dengan cara
menggunakan instrumen syari’ah sebagai pengganti sistem riba, misalnya
mudharabah, wadhi’ah, wakalah, dan sebagainya.
Karena itu, hal yang menonjol di dalam asuransi takaful adalah saling
bertanggung jawab, saling membantu, saling melindungi diantara sesama peserta
sehingga para nasabah benar-benar menyumbangkan preminya (kontribusi) kepada
pengelola sebagai amanah untuk mengelolanya demi terciptanya pertolongan
kepada peserta yang membutuhkannya atau yang berhak untuk disantuni karena
mengalami musibah. Perusahaan asuransi menjalankan pelayanannya sesuai
dengan perjanjian yang telah disepakati atau berdasarkan akad yang menggunakan
prinsip syari’ah yang dapat menghindari hal-hal yang diharamkan oleh para
ulama.5

E. Dewan Pengawas Syariah (DPS)


Keberadaan DPS di perusahaan asuransi syariah merupakan syarat mutlak
pendirian perusahaan asuransi syariah.6 Sebab, berdasarkan kacamata ekonomi,
khususnya terkait pemasaran, dalam teori branding salah satu yang membuat nasabah
tertarik memilih asuransi syariah adalah sistem syariahnya. Branding syariah inilah
yang menjadi pertaruhan asuransi syariah. Walaupun terkadang branding syariah juga

5
Ahmad Azhar Basyir, 1993, Asuransi Takaful sebagai Suatu alternatif, Jakarta: TEPATI, hlm. 17
6
Pasal 8 ayat (2) huruf g Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, lihat Juga Pasal 35
ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik
bagi Perusahaan Perasuransian
banyak yang disalahpahami oleh masyarakat misalnya, asuransi syariah harus lebih
menguntungkan dari asuransi konvensional, atau pengurusan klaim asuransi lebih
mudah dari asuransi konvensional dan seterusnya. Tentu, pemahaman seperti di atas
tidak sepenuhnya benar, sebab yang menjadi tolok ukur bukan untung rugi seorang
nasabah tetapi terlaksananya prinsip-prinsip kesyariahan dalam kegiatan asuransi.
Realitas tersebut, menjadi salah satu alasan utama adanya DPS pada perusahaan
asuransi syariah.

Pengawasan terhadap seluruh aktivitas perusahaan asuransi syariah diperlukan


untuk mengontrol agar tidak terjadi penyimpangan dari tujuan yang akan dicapai dan
aturan yang telah ditetapkan. Pengawasan juga merupakan kegiatan koreksi dan
perbaikan terhadap tujuan-tujuan dan aturan-aturan yang diketahui menyimpang.
Lemahnya sistem pengawasan akan mendorong terjadinya kecurangan dan
penyelewengan yang dapat menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang
berkepentingan. Pengawasan terhadap penyelenggaraan asuransi syariah sangat
diperlukan agar dapat memberikan perlindungan yang maksimal kepada semua pihak
yang berkepentingan (stakeholder).7

Pengawasan terhadap kesyariahan asuransi syariah melalui DPS adalah hal


yang penting sebagaimana yang dimanahkan oleh undang-undang. DPS adalah organ
penanggungjawab tentang kesyariahan praktek asuransi syariah. Jika terjadi praktek
yang tidak syariah maka lembaga yang patut dipersalahkan adalah DPS. Oleh karena
itulah, persoalan kesyariahan asuransi syariah yang dipertanyakan hari ini tidak hanya
pada perasuransian namun bermuara pada peran dan fungsi DPS itu sendiri. Apakah
DPS telah menjalankan fungsi dan perannya dalam mengawal kesyariahan asuransi
syariah atau sebaliknya.8

DPS sebagai organ yang bertanggungjawab atas kesyariahan perasuransian


syariah tentu memiliki tanggungjawab hukum jika ada perusahaan asuransi syariah
yang melakukan pelanggaran terhadap prinsip syariah. Berdasarkan latar belakang di
atas, tulisan ini ingin mendefinisikan dan menguji sistem kepengawasan DPS yang
selama ini dilaksanakan. Keberadaan DPS dalam hirarki organ perseroan terbatas
menjadi diskusi penting untuk melihat kekuatan peran dan fungsinya. Selain itu,
tulisan ini juga akan menganalisis secara yuridis bagaimana pertanggungjawaban
hukum DPS terhadap pelanggaran prinsip syariah yang terjadi di asuransi syariah.
Tulisan ini menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute
approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach).9

F. Transfer Of Risk dan Sharing Of Risk


1. Transfer Of Risk
7
Neneng Nurhasanah, “Pengawasan Islam dalam Operasional Lembaga Keuangan Syariah”, Mimbar, Vol. 29,
No. 1 (Juni, 2013), hlm. 11-12
8
Mustafa Khamal Rokan, “Optimalisasi Peran Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) dalam Perbankan Syariah di
Medan”, Equilibrium: Jurnal Ekonomi Syariah Volume 5, No.2, 2017, hlm. 294
9
Pasal 75 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Dalam sistem operasionalnya asuransi konvensional menawarkan mekanisme
transfer of risk. Asuransi berbasis konvensional pada prakteknya memberikan
kepastian kepada peserta asuransi dengan memberikan biaya kerugian atau transfer
of risk, yaitu pemindahan risiko dari peserta/tertanggung ke
perusahaan/penanggung sehingga terjadi pula transfer of fund yaitu pemindahan
dana dari tertanggung kepada penanggung. Sebagai konsekuensinya, maka
kepemilikan dana pun juga ikut berpindah. Dana peserta menjadi milik perusahaan
asuransi. Perusahaan asuransi akan memberikan klaim atau tuntutan atas suatu hak
yang timbul karena persyaratan dalam perjanjian yang ditentukan sebelumnya telah
terpenuhi.

Transfer of risk yang terjadi pada perusahaan asuransi konvensional seperti di


atas dalam pandangan ulama tidak diperbolehkan. Hal ini karena adanya
pemindahan resiko dari tertanggung ke penanggung, setelah si tertanggung
membayarkan sejumlah premi kepada perusahaan. Premi menjadi syarat yang
harus dibayarkan sebagai adanya perjanjian asuransi. Sekali premi dibayarkan dan
risiko diambil alih oleh perusahaan, maka tidak ada pengembalian setelahnya.
Perusahaan juga dapat dikatakan melakukan hal yang bersifat untung-untungan,
karena jika tidak terjadi risiko pada seseorang yang ditanggung yang menyebabkan
perusahaan tidak berkewajiban untuk membayarkan klaim pada diri tertanggung,
perusaah dapat dibilang beruntung. Sementara, perusahaan akan merugi jika terjadi
risiko besar pada diri ataupun aset tertanggung yang menyebabkan perusahaan
mengharuskan menanggung risiko yang terjadi tersebut. Hal ini mengandung
unsur-unsur perjudian, spekulasi dan riba, sehingga dalam pelaksanaannya asuransi
berbasis konvensional tidak dibenarkan dalam Islam.

2. Sharing Of Risk
Dalam operasional kegiatan usahanya asuransi syariah mengenal konsep
sharing of risk. Sharing of risk terdiri dari dua kata sharing (saling berbagi) dan
risk (risiko), dimana memiliki pengertian saling menanggung risiko atau saling
berbagi risiko. Selanjutnya Muhammad Syakir Sula menjelaskan bahwa apabila
terjadi musibah, maka semua peserta asuransi syariah saling menanggung risiko
tersebut. Dengan demikian tidak terjadi transfer risiko dari peserta ke perusahaan,
karena dalam pelaksanaannya kontribusi (pada asuransi konvensional dikenal
dengan istilah premi) yang dibayarkan oleh peserta asuransi syariah tidak terjadi
pada apa yang disebut transfer of fund, status kepemilikan dana tersebut masih
tetap melekat pada peserta sebagai shahibul mal (pemilik dana). Peserta asuransi
syariah diikat oleh akad untuk saling membantu (ta’awun), melalui instrument
syariah yang disebut dengan dana tabarru (dana kebajikan). Masing-masing
mengeluarkan kontribusi yang besarannya meminjam tabel kematian (mortality
tables) untuk asuransi jiwa, dan untuk asuransi kerugian dapat dihitung
berdasarkan pada statistik kerugian (loss statistics).
Dalam pengelolan dananya, para peserta asuransi syariah (pemegang polis)
mempercayakan dana-nya untuk dikelola oleh perusahaan. Membangun
Profesionalisme Manajemen Dakwah Pengelolaan dimaksud meliputi pengelolaan
risiko dan investasi. Pengelolaan ini sesuai akad yang disepakati dan sesuai dengan
kaidah syariah yang berlandaskan syariat Islam (Alquran, hadis dan Fatwa Ulama)
serta peraturan perundang-undanganan terkait syariah yang berlaku (Undang-
undang, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan). Kontribusi/premi yang berasal dari peserta asuransi syariah bukan hak
perusahaan asuransi, melainkan hak bersama para peserta asuransi syariah, dan
sebaliknya resiko/klaim yang timbul juga bukan tanggungan perusahaan asuransi
syariah namun ditanggung bersama oleh para peserta asuransi syariah. Maka
sebagai pemegang kepercayaan dari para peserta perusahaan asuransi syariah akan
senantiasa mengelola secara transparant. Atas jasanya dalam mengelola dana dan
risiko yang diberikan oleh peserta, perusahaan asuransi syariah mendapatkan fee
(ujrah) atas bantuannya dalam pengelolaan tersebut.10

10
Netta Agusti, “Sharing Of Risk Pada Asuransi Syariah (Tafakul): Pemahaman Konsep dan Mekanisme Keja 1”,
Jurnal Manajemen Dakwah (Jurnal MD) Volume 3 Nomor 2 Tahun 2017, hlm. 190-192
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Asuransi syariah berbeda dengan asuransi konvensional, pada asuransi syariah
setiap peserta sejak awal bermaksud saling tolong menolong dan melindungi satu
dengan yang lain dengan menyisihkan dananya sebagai iuran kebajikan yang
disebut iuran tabarru’. Jadi sistem ini tidak menggunakan pengalihan risiko (risk
transfer) di mana tertanggung harus membayar premi (kontribusi), tetapi lebih
merupakan pembagian risiko (risk sharing) di mana para peserta menangung,
kemudian akad yang digunakan dalam asuransi syariah harus terhindar dari gharar
(penipuan), maysir (perjudian), riba (bunga) di samping itu investasi dana harus
pada objek yang halal thoyyibah bukan barang haram maksiat.

B. Saran
Demikianlah paparan makalah ini, kami menyadari banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kami mohon saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan
makalah. Semoga makalah ini bermanfaat, sekian dan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA

Wahidatur Rohmah dan Zainal Abidin, 2017, Studi Komparatif Asuransi Syariah dan Asuransi
Konvensional Dalam Perspektif Hukum Islam, Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Wahidiyah

Amrin dan Abdullah, 2006, Asuransi Syariah Keberadaan dan Kelebihannya di Tengah Asuransi
Konvensional, Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Bambang Trim, 2009, Solusi Berasuransi; Lebih Indah dengan Syariah, Bandung: Salamadani

Fathurrahman Djamil, 1995, Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah, Jakarta: Logos

Ahmad Azhar Basyir, 1993, Asuransi Takaful sebagai Suatu alternatif, Jakarta: TEPATI

Pasal 8 ayat (2) huruf g Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian

Pasal 35 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola
Perusahaan yang Baik bagi Perusahaan Perasuransian

Pasal 75 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Neneng Nurhasanah, “Pengawasan Islam dalam Operasional Lembaga Keuangan Syariah”, Mimbar,
Vol. 29, No. 1, Juni 2013

Mustafa Khamal Rokan, “Optimalisasi Peran Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) dalam Perbankan
Syariah di Medan”, Equilibrium: Jurnal Ekonomi Syariah Volume 5, No.2, 2017

Netta Agusti, “Sharing Of Risk Pada Asuransi Syariah (Tafakul): Pemahaman Konsep dan Mekanisme
Keja 1”, Jurnal Manajemen Dakwah (Jurnal MD) Volume 3 Nomor 2, 2017

Anda mungkin juga menyukai