Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Lembaga Keuangan
Syariah
DISUSUN OLEH :
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan
kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuransi
Syariah” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Ibu Noviyanti, M. Ag selaku dosen studi atas bimbingan, pengarahan, dan
kemudahan yang telah diberikan kepada penulis dalam pengerjaan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan
makalah ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang sangat penulis harapkan dari
pembaca sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
siapa saja yang membacanya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ................................................................................................ 20
B. Saran........................................................................................................... 20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asuransi Syariah adalah salah satu jenis asuransi yang berdasarkan pada
prinsip-prinsip syariah atau Islam. Asuransi Syariah bertujuan untuk
memberikan perlindungan finansial kepada peserta dengan cara yang halal dan
sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Asuransi syariah berbeda dengan asuransi konvensional, pada asuransi
syariah setiap peserta sejak awal bermaksud saling tolong menolong dan
melindungi satu dengan yang lain dengan menyisihkan dananya sebagai iuran
kebajikan yang disebut iuran tabarru’. Jadi sistem ini tidak menggunakan
pengalihan risiko (risk transfer) di mana tertanggung harus membayar
premi(kontribusi), tetapi lebih merupakan pembagian risiko (risk sharing) di
mana para peserta menangung, kemudian akad yang digunakan dalam asuransi
syariah harus terhindar dari gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba (bunga)
di samping itu investasi dana harus pada objek yang halal thoyyibah bukan
barang haram maksiat.1
Dalam praktiknya, Asuransi Syariah menawarkan produk-produk yang
sama dengan asuransi konvensional, seperti asuransi jiwa, kesehatan, dan
kendaraan. Namun, produk-produk Asuransi Syariah didesain agar sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah.
Contoh produk Asuransi Syariah adalah Takaful, yang merupakan
bentuk asuransi kolektif. Dalam Takaful, peserta membentuk sebuah pool atau
dana bersama yang digunakan untuk membayar klaim peserta yang mengalami
risiko tertentu. Jika tidak ada klaim pada suatu periode, maka sisa dana tersebut
dibagikan kepada peserta sesuai dengan kesepakatan.
1
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Cet ke-2, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2010), 245-246.
1
B. Rumusan Masalah
Dari uraian yang dijabarkan pada latar belakang, maka para penulis
mencoba merumuskan permasalahan sebagai berikut:
C. Tujuan Pembahasan
Dari uraian yang dijabarkan pada latar belakang, maka para penulis
mencoba menarik beberapa tujuan sebagai berikut :
2
BAB II
PEMBAHASAN
2
Ibid., hlm. 243.
3
Iqbal Muhaimin, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press,
2005), 2.
4
Hendi Suhendi dan Deni K Yusuf, Asuransi Takaful dari Teoritis Ke Praktik, (Bandung:
Mimbar Pustaka, 2005), 1.
3
Dari beberapa pengertian di atas, dapat kita ambil kesimpulan
bahwasannya asuransi takaful merupakan pihak yang tertanggung penjamin
atas segala risiko kerugian, kerusakan, kehilangan, atau kematian yang dialami
oleh nasabah (pihak tertanggung). Dalam hal ini, si tertanggung mengikat
perjanjian (penjaminan resiko) dengan si penanggung atas barang atau harta,
jiwa dan sebagainya berdasarkan prinsip bagi hasil yang mana kerugian dan
keuntungan disepakati oleh kedua belah pihak.5
Dalam ensiklopedi hukum Islam telah disebutkan bahwa asuransi adalah
transaksi perjanjian antara dua pihak, dimana pihak yang satu berkewajiban
membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan
sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak
pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.6
Dalam pengertian asuransi di atas, menunjukkan bahwa asuransi
mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
5
Ibid., hlm. 3-4.
6
AM. Hasan Ali, Masail Fiqhiyah : Zakat, Pajak, Asuransi, dan Lembaga Keuangan,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), 95.
7
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), 11.
8
Iqbal Muhaimin, Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2006),
2.
4
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa hukum- hukum
muamalah adalah bersifat terbuka, artinya Allah SWT dalam Al-Qur'an hanya
memberikan aturan yang bersifat garis besarnya saja. Selebihnya adalah
terbuka bagi mujtahid untuk mengembangkannya melalui pemikirannya
selama tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan hadits Al-Qur'an maupun
hadits tidak menyebutkan secara nyata apa dan bagaimana berasuransi. Namun
bukan berarti bahwa asuransi hukumnya adalah haram karena ternyata dalam
hukum Islam memuar substansi perasuransian secara Islami.9
Hakikat asuransi secara islami adalah saling bertanggung jawab, saling
bekerja sama atau bantu-membantu dan saling melindungi pen- deritaan satu
sama lain. Oleh karena itu berasuransi diperbolehkan secara syariat, karena
prinsip-prinsip dasar syariat mengajak kepada setiap sesuatu yang berakibat
keeratan jalinan sesama manusia dan kepada sesuatu yang meringankan
bencana mereka sebagaimana fir- man Allah Taala dalam Al-Qur'an surah al-
Maidah ayat 2 yang artinya: "Dan tolong menolonglah kamu dalam
mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam
berbuat dosa dan pe- langgaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya."10
Dari segi hukum positif, hingga saat ini asuransi syariah masih
mendasarkan legalitasnya pada UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usah
Perasuransian yang sebenarnya kurang mengakomodasi asuransi syariah di
Indonesia karena tidak mengatur mengenai keberadaan asuran berdasarkan
prinsip syariah. Dengan kata lain, UU No. 2 Tahun 1992 tidak dapat dijadikan
landasan hukum yang kuat bagi asuransi Syariah. Adapun peraturan
perundang-undangan yang telah dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan
asuransi Syariah yaitu:
9
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), 141
10
Ibid.
5
1. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
426/KMK.06/2003 tentang perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi.
3. Keputusan Direktur Jendral Lemabga Keuangan Nomor Kep.
4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan system Syariah.11
1. Manfaat
Asuransi pada dasarnya dapat memberi manfaat bagi para pe-rta
asuransi antara lain, sebagai berikut:12
a. Rasa aman dan perlindungan. Peserta asuransi berhak mem- peroleh
klaim (hak peserta asuransi) yang wajib diberikan oleh perusahaan
asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad Klaim tersebut akan
menghindarkan peserta asuransi dari ke- rugian yang mungkin timbul.
b. Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil Semakin be- sar
kemungkinan terjadinya suatu kerugian dan semakin be- sir kerugian
yang mungkin ditimbulkannya makin besar pula premi
pertanggungannya. Untuk menentukan besarnya premi perusahaan
asuransi syariah dapat menggunakan rujukan, misalnya tabel mortalita
untuk asuransi jiwa dan tabel morbidita untuk asuransi kesehatan,
dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam penghitungannya
c. Berfungsi sebagai tabungan. Kepemilikan dana pada asuransi syariah
merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pe megang amanah
untuk mengelolanya secara syariah. Jika pada masa kontrak peserta
11
Ibid,. hlm. 142-143.
12
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009), 255-
256.
6
tidak dapat melanjutkan pembayara premi dan ingin mengundurkan
diri sebelum masa reversing pe riod, maka dana yang dimasukkan
dapat diambil kembali, ke- cuali sebagian dana kecil yang telah
diniatkan untuk Tabarr (dihibahkan).
d. Alat penyebaran risiko. Dalam asuransi syariah risiko dibagi bersama
para peserta sebagai bentuk saling tolong-menolong dan membantu di
antara mereka.
e. Membantu meningkatkan kegiatan usaha karena perusahaan asuransi
akan melakukan investasi sesuai dengan syariah atas suatu bidang
usaha tertentu.
2. Risiko
Risiko dalam industri perasuransian diartikan sebagai ketidak-
pastian dari kerugian finansial atau kemungkinan terjadi kerugian Risiko
selalu melibatkan dua istilah, yaitu ketidakpastian dan pelu- ang kerugian
finansial. Jenis-jenis risiko yang umum dikenal dalam usaha
perasuransian, antara lain:13
a. Risiko murni/ Risiko murni berarti bahwa ada ketidakpastian
terjadinya suate kerugian atau dengan kata lain hanya ada peluang
merugi dan bukan suatu peluang keuntungan. Risiko murni adalah
suatu risiko yang bila terjadi akan memberikan dan apabila tidak ter
jadi, tidak menimbulkan kerugian akan tetapi juga tidak mem berikan
keuntungan. Contoh, mobil yang dikendarai mungkin tertabrak.
Apabila suatu mobil yang diasuransikan dan kemu dian tertabrak,
maka bagi pemilik akan mengalami kerugian. Namun bila hal tersebut
tidak terjadi si pemilik tidak rugi dan tidak pula mendapatkan
keuntungan. Dalam operasinya peru- sahaan asuransi selalu
berhadapan dengan jenis risiko murni ini
13
Ibid., hlm. 257-258.
7
b. Risiko investasi/Risiko investasi adalah risiko yang berkaitan dengan
terjadinya dua kemungkinan, yaitu peluang mengalami kerugian
finansial atau peluang memperoleh keuntungan Perbedaan risiko
murni dan risiko investasi adalah dalam risiko murni kerugian terjadi
atau tidak akan terjadi sama sekali. Sedangkan dalam risiko investasi
kemungkinan terjadi kerugian atau keuntungan. Misalnya dalam
melakukan investasi salam di bursa efek, dan se- bagainya. Fluktuasi
harga saham akan dapat menyebabkan ter- jadinya kerugian atau
keuntungan.
c. Risiko individu/ Risiko individu ini dapat dibagi lagi menjadi 3
macam risiko, yaitu:
1) Risiko pribadi (personal risk)
Risiko pribadi adalah risiko yang memengaruhi kapasi-tas
atau kemampuan seseorang memperoleh keuntungan. Con- toh
risiko seseorang yang mengakibatkan berkurangnya atau
hilangnya kapasitas seseorang mendapatkan keuntu- ngan yang
yang mungkin dapat disebabkan oleh mati muda, uzur, cacat fisik,
dan kehilangan pekerjaan.
2) Risiko harta (property risko)
Risiko harta adalah risiko terjadinya kerugian keuangan
apabila kita memiliki suatu benda atau harta yaitu adanya peluang
harta tersebut untuk hilang, dicuri, atau rusak. Hi- langnya suatu
harta benda berarti suatu kerugian finansial. Kehilangan suatu
harta dapat dibedakan dalam 2 jenis, yaitu:
a) Kerugian langsung, yaitu apabila harta seseorang hi- lang
atau rusak, maka akan terjadi suatu kerugian finansial karena
kehilangan nilai harta tersebut dan uang yang diinvestasikan
di dalamnya berikut segala biaya yang digunakan.
b) Kerugian tidak langsung, yaitu apabila terjadinya ke rugian
asal, misalnya kehilangan mobil, maka kerugian tidak
langsungnya adalah pengeluaran uang atau biaya tambahan
8
akibat biaya transpor yang lebih mahal. Con- toh lain, bila
rumah seseorang roboh karena gempa bumi, maka kerugian
langsungnya adalah kehilangan rumah, lalu kerugian tidak
langsungnya adalah penge luaran sewa rumah.
3) Risiko tanggung gugat (hability risk)
Risiko tanggung gugat adalah risiko yang mungkin dialami
sebagai tanggung jawab akibat merugikan pihak lain. Jika
seseorang menanggung kerugian orang lain, maka dia ha- rus
membayarnya, sehingga hal ini merupakan kerugian finansial.
1. Tauhid (Unity)
Prinsip tauhid (unity) adalah dasar utama dari setiap bentuk
bangunan yang ada dalam syariat Islam. Setiap Bangunan dan aktivitas
kehidupan manusia harus didasarkan pada nilai-nilai tauhid. Artinya
bahwa dalam setiap gerak langkah serta bangunan hukum harus
mencerminkan nilai-nilai ketuhanan.
2. Keadilan (justice)
14
H. A. Dzajuli dan Yadi Jazwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat (Sebuah
Pengenalan), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 131.
15
Ibid. hlm. 125-135.
9
Prinsip kedua dalam beransuransi adalah terpenuhinya nilai-nilai
keadilan (justice) antara pihak-pihak yang terikat dengan akad
asuransi.Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam
menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah dan perusahaan asuransi.
3. Tolong-menolong (ta’awun)
Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan kegiatan berasuransi
harus didasari dengan semangat tolong-menolong (ta’awun) antara
anggota. Seseorang yang masuk asuransi, sejak awal harus mempunyai
niat dan motivasi untuk membantu dan meringankan beban temannya yang
pada suatu ketika mendapatkan musibah atau kerugian.
4. Kerja sama (cooperation)
Prinsip kerja sama merupakan prinsip universal yang selalu ada
dalam literatur ekonomi Islam. Manusia sebagai makhluk yang
mendapatkan mandat dari Khaliq-nya untuk mewujudkan perdamaian dan
kemakmuran di muka bumi mempunyai dua wajah yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya, yaitu sebagai makhluk individu dan sebagai
makhluk sosial.
5. Amanah (trustworthy)
Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam
nilai-nilai akuntabilitas (pertanggung jawaban) perusahaan melalui
penyajian laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini perusahaan
asuransi harus memberi kesempatan yang besar bagi nasabah untuk
mengakses laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang
dikeluarkan oleh perusahaan asuransi harus mencerminkan nilai-nilai
kebenaran dan keadilan dalam bermuamalah dan melalui auditor public.
6. Kerelaan (al-ridha)
Dalam bisnis asuransi, kerelaan dapat diterapkan pada setiap
anggota (nasabah) asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk
merelakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan keperusahaan asuransi,
yang difungsikan sebagai dana sosial. Dan dana sosial memang betul-betul
10
digunakan untuk tujuan membantu anggota (nasabah) asuransi yang lain
jika mengalami bencana kerugiaan.
7. Larangan riba
Ada beberapa bagian dalam al-Qur’an yang melarang pengayaan
diri dengan cara yang tidak dibenarkan. Islam menghalalkan perniagaan
dan melarang riba.
8. Larangan maisir (judi)
Syafi’i Antonio mengatakan bahwa unsur maisir (judi) artinya
adanya salah satu pihak yang untung namun di lain pihak justru mengalami
kerugian. Hal ini tampak jelas apabila pemegang polis dengan sebab-sebab
tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa reversing period,
biasanya tahun ketiga maka yang bersangkutan tidak akan menerima
kembali uang yang telah dibayarkan kecuali sebagaian kecil saja. Juga
adanya unsur keuntungan yang dipengaruhi oleh pengalaman
underwriting, di mana untung-rugi terjadi sebagai hasil dari ketetapan.
9. Larangan gharar (ketidak pastian)
Gharar dalam pengertian bahasa adalah penipuan, yaitu suatu
tindakan yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan.
16
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah Di
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), 138-139.
11
d. Takaful dana haji
e. Takaful berjangka
f. Takaful kecelakaan siswa
g. Takaful kecelakaan diri
h. Takaful khairat keluarga
2. Takaful Umum (asuransi Kerugian) adalah bentuk asuransi syariah yang
memberikan perlindungan finansial dalam menghadapi bencana atau
kecelakaan atas harta benda milik peserta takaful. Produk-produk Asuransi
Takaful umum adalah:17
a. Takaful kebakaran
b. Takaful kendaran bermotor
c. Takaful pengangkutan
d. Takaful Resiko Pembangunan
e. Takaful Resiko Pemasangan
f. Takaful Penyimpanan Uang
g. Takaful Gabungan
h. Takaful Aneka
i. Takaful rekayasa/Engineering
1. Takaful Keluarga
Pengelolaan dana Asuransi Syariah pada Takaful Keluarga, ter-
dapat dua macam sistem yang dipakai, yaitu sistem pengelolaan dana
dengan unsur tabungan dan sistem pengelolaan dana tanpa unsur tabungan.
Untuk aktivitas asuransi syariah Takaful Keluarga yang tanpa unsur
tabungan, mekanisme operasional pengelolaan dananya sama saja dengan
mekanisme operasional Takaful Umum, sebagai mana akan diterangkan
kemudian. Sedangkan mekanisme operasional pengelolaan dana pada
17
Hendi Suhendi dan Deni K Yusuf, Asuransi Takaful dari Teoritis Ke Praktik, 68.
12
Asuransi Takaful Keluarga dengan uns tabungan adalah seperti gambaran
di bawah ini.
Setiap premi takaful yang telah diterima akan dimasukkan ke
dalam:"18
a. Rekening tabungan, yaitu rekening tabungan peserta.
b. Rekening khusus/tabarru', yaitu rekening yang diniatkan derma dan
digunakan untuk membayar klaim (manfaat takaful) kepada ahli
waris, apabila ada di antara peserta yang ditakdirkan meninggal dunia
atau mengalami musibah lainnya.
2. Takaful Umum
18
Muhammad Syafi'i Antonio, "Prinsip Dasar Operasi Asuransi Takaful" dalam Mina
Islam di Indonesia (Jakarta: Badan Arbitrase Muamalat Indonesia, 1994), hlm. 152
19
Ibid., hlm.153.
13
Setiap premi takaful yang diterima akan dimasukkan ke dalam
rekening khusus yaitu rekening yang diniatkan derma/tabarru dan
digunakan untuk membayar klaim kepada peserta apabila terjadi. musibah
atas harta benda atau peserta itu sendiri.
Premi takaful akan dikelompokkan ke dalam “kumpulan dana
peserta” untuk kemudian diinvestasikan ke dalam pembiayaan-pem
biayaan proyek yang dibenarkan secara syariah. Keuntungan investasi
yang diperoleh akan dimasukkan ke dalam kumpulan dana peserta untuk
kemudian dikurangi “beban asuransi” (klaim, premi asuransi). Bila
terdapat kelebihan sisa akan dibagikan menurut prinsip mudha- rabah.
Bagian keuntungan milik peserta akan dikembalikan kepada peserta yang
tidak mengalami musibah sesuai dengan penyertaannya. Sedangkan
bagian keuntungan yang diterima perusahaan akan digunakan untuk
membiayai operasional perusahaan. Pengelolaan dana premi takaful
umum dapat dilihat pada gambar berikut.”20
20
Ibid., hlm. 154
14
Dari segi bentuk transaksi dan praktik ekonomi syariat Islam, asuransi
konvensional hasil produk non Islam ini mengandung sekian banyak cacat
syar’i, antara lain :
1. Akad asuransi ini adalah akad gharar karena masing-masing dari kedua
belah pihak penanggung dan tertanggung pada waktu melangsungkan akad
tidak mengetahui jumlah yang ia berikan dan jumlah yang dia ambil.
2. Akad asuransi ini adalah akad idz’an (penundukan) pihak yang kuat adalah
perusahan asuransi karena dialah yang menentukan syarat-syarat yang
tidak dimiliki tertanggung.
3. Mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak
bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah
dibayar atau dikurangi.
4. Pada perusahaan asuransi konvensional, uang masuk dari premi para
peserta yang sudah dibayar akan diputar dalam usaha dan bisnis dengan
praktik ribawi.
15
perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki otoritas penuh untuk
menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.21
4. Bila ada peserta yang terkena musibah, untuk pembayaran klaim
nasabah dana diambilkan dari rekening tabanru (dana 16ocial) seluruh
peserta untuk keperluan tolong-menolong. Sedangkan dalam asuransi
konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik
perusahaan
5. Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana
dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil.
Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya
menjadi milik perusahaan. Jika 16ocial16 klaim, nasabah tak
memperoleh apa-apa.
6. Adanya Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah
yang merupakan suatu keharusan Dewan ini berperan dalam mengawasi
mamajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan
dengan syariat Islam Adapun dalam asuransi konvensional, maka hal itu
tidak mendapat perhatian.22
Asuransi
No. Prinsip Asuransi Syariah
Konvensional
21
M. Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan Syariah Suatu Kajian Teoritis Praktis,
(Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), hlm. 126.
22
Ibid., hlm. 127.
16
Dana yang terkumpul Dana yang terkumpul
dari nasabah (premi) dari nasabah (premi)
merupakan milik menjadi milik
Kepemilikan peserta, perusahaan perusahaan.
2
dana hanya sebagai Perusahaan
pemegang amanah bebas untuk
untuk mengolahnya menentukan
investasinya
17
BAB III
ANALISIS
18
membantu dalam asuransi syariah, di mana peserta saling membantu dan
berkumpul dalam suatu dana yang digunakan untuk membayar klaim.
Dalam hal ini, peserta membagi risiko dengan cara saling membantu satu
sama lain.
19
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian bab sebelumnya penulis dapat mengemukakan
simpulan sebagai berikut
B. Saran
Sejalan dengan simpulan di atas, penulis merumuskan saran sebagai
berikut.
20
2. Perlu diadakannya sosialisasi mengenai produk-produk dari asuransi
syariah ini. kepada masyarakat agan masyarakat tidak tabu dengan
informasi mengenai produk- produk yang ditawarkan)
3. Sebaiknya diadakan penyuluhan mengenai pentingnya asuransi syariah itu
sendiri guna menumbuhkembangkan minat masyarakat terutama
masyarakat yang muslim untuk menginvestasikan sebagian hartanya agar
dapat menolong sesama.
4. Pemerintah sebaiknya mendukung dan membantu program-program yang
dilakukan oleh asuransi syariah, agar tujuan untuk memalemurkan
perekonomian Negara ini dapat tercapai dengan baik.
21
DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin, I. (2005). Asuransi Umum Syariah dalam Paktik. Jakarta: Gema Insani
Press.
Muhaimin, I. (2006). Asuransi Umum Syariah dalam Praktik. Jakrta: Gema Insani.
22