Disusun Oleh
Mahasiswi Institut Agama Islam Al-Aziziyah Samalanga
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas
bimbingan dari beberapa pihak, untuk itu melalui kata pengantar ini penulis mengharapkan
kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Dan tidak pula penulis mengucapkan
terima kasih kepada Dosen mata kuliah teori Ansuransi Syariah . Sebagai bantuan dan
dorongan serta bimbingan yang telah diberikan kepada penulis dapat diterima dan menjadi
amal sholeh dan diterima Allah sebagai sebuah kebaikan. Semoga makalah ini bermanfaat
Penulis
i
Daftar Isi
Kata Pengantar.................................................................................................... ii
Daftar Isi...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................1
C. Tujuan.................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan..................................................................................................15
Daftar Pustaka
ii
BAB I
PEDAHULUAN
A. Latar Belakang
indonesia merupakan penduduk yang terbesar yang berartinya pasar yang sangat
potensial dalam dunia bisnis. Asuransi Syariah adalah sebuah sistem dimana para
digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian
perusahaan.
Asuransi syari’ah disebut juga dengan asuransi ta’awun yang artinya tolong
menolong atau saling membantu . Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi
ta’awun prinsip dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama
peserta.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
1
BAB II
PEMBAHASAN
Takaful atau Tadhamun) adalah usaha untuk saling melindungi dan tolong menolong
diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang
membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian peserta. Peranan
perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan operasional asuransi dan investasi dari
Asuransi syari’ah disebut juga dengan asuransi ta’awun yang artinya tolong
menolong atau saling membantu . Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi
ta’awun prinsip dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama
peserta. Prinsip ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 2,
yang artinya :
“Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan
disana kasus yang terjadi, bahkan sebagian besar kasus-kasus tersebut belum pernah
2
ramai membincangkan seputar hukum asuransi konvensional. Dan sampai sekarang
masih terjadi perbedaan pendapat tentang hukum asuransi tersebut. Dalam makalah
ini akan dibahas mengenai hukum asuransi, agar lebih mempermudah dalam
dalam kebaikan dan ketakwaan (al birri wat taqwa). Konsep tersebut sebagai
landasan yang diterapkan dalam setiap perjanjian transaksi bisnis dalam wujud
tolong menolong (akad takafuli) yang menjadikan semua peserta sebagai keluarga
besar yang saling menanggung satu sama lain di dalam menghadapi resiko, yang kita
kenal sebagai sharing of risk, sebagaimana firman Allah SWT yang memerintahkan
kepada kita untuk taawun (tolong menolong) yang berbentuk al birri wat taqwa
(kebaikan dan ketakwaan) dan melarang taawun dalam bentuk al itsmi wal udwan
Adapun perbedaan pendapat yang terjadi dalam kalangan ulama selama ini
bahwa mereka menemukan adanya beberapa unsur yang dilarang dalam transaksi
asuransi, diantaranya ada yang mengatakan terdapat unsur ghoror (Penipuan), dan
juga adanya unsur perjudian. Maka jika suatu transaksi terdapat unsur demikian,
hukumnya menjadi haram. Dan bahkan ada yang mengatakan bid’ah, karena tidak
Terlepas dengan adanya itu, Asuransi banyak memiliki manfaat yang luas dan
kompleks (secara mikro dan makro). Asuransi adalah sebuah ekosistem perputaran
3
Pada kesempatan ini, akan dikemukakan perbedaan pendapat ulama
akan dianalisis menggunakan metode Tarjihi sebagaimana yang biasa dilakukan oleh
mengambil dalil terkuat dari kedua pendapat tersebut. Adapun dalam melakukan
analisis ini, penulis lebih menekankan kepada maslahat yang ditimbulkan dari adanya
hukum tersebut. Jadi didalam prosesnya penulis lebih menekankan kepada maslahat
ummat yang nantinya akan didapat. Selanjutnya untuk lebih jelas akan dilakukan
1. Pendapat Syaikh Ibnu Abidin dari Mazhab Hanafi Orang yang pertama kali
Amin Ibnu Umar, yang terkenal dengan sebuah Ibnu Abidin Addimasyqi.
Dia adalah tokoh ulama’ dari aliran Hanafiyah yang mempunyai banyak
3. Pendapat Syekh Muhammad Al-Ghazali, ulama dan tokoh haraki dari Mesir
adalah:3
2
Al-Jamal, Muhammad Abdul Mun’in, Mausu’atul Iqtishad Al-Islammy,(Mesir: Daarul
Kitab Al-Mishri, 1996), h. 359.
3
Hamid Hisan Husin, Hukmu Asy-Syariah Al-Islamiyah Fii ‘Uqnudi At-Ta’min, (Kairo: Dar
Al I’tisham, tt), h. 84.
4
a) Apabila waktu perjanjian telah habis, maka uang premi dikembalikan
kepada terjamin dengan disertai bunganya dan ini adalah riba. Apabila
jangka waktu yang tersebut di dalam polis belum habis dan perjanjian
biaya administrasi
d) Asuransi dengan arti ini merupakan salah satu alat untuk berbuat dosa.
terkemuka didunia Islam saat ini, Guru Besar Universitas Qatar Al-
setiap tahun. Apabila ia bisa lolos dari kecelakaan, maka uang jaminan itu
anggota asuransi itu. Tetapi bila terjadi suatu kecelakaan, maka perusahaan
5. Pendapat Syekh Abu Zahro, ulama fiqih termasyhur dan banyak menulis
karya ilmiah tentang hukum Islam, Guru Besar Universitas Kairo Mesir
5
Abu Zahro menyimpulkan bahwa asuransi sosial (saling menolong) adalah
c) Ada riba didalanya, karena adanya bunga yang diperhitungkan. Ini satu
pihak, dan dari pihak lain ia memberikan sejumlah kecil uang, lalu
mewajibkannya
4
Keputusan Majelis Ulama Nahdlatul Ulama’, Asuransi Menurut Islam, (Munas No. 03/Munas/1992,
tentang Asuransi Menurut Islam, 1992), h. 53-61
6
d) Dalam asuransi jiwa, jumlah premi tidak tentu, karena pasti asuransi
meninggal dunia
7. Pendapat Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, ulama ahli fiqih, Guru Besar
8. Pendapat Dr. Husain Hamid Hisan, ulama dan cendekiawan muslim dari
Ia menulis satu buku yang snagat fundamental dengan hujjah yang kuat
tentang gharar, maisir dan riba dalam asuransi. Nama bukunya adalah
1. Syeikh Abdur Rahman Isa Syeikh Abdur Rahman Isa adalah salah seorang
2. Prof. Dr. Muhammad Yusuf Musa Guru Besar Universitas Kairo Yusuf
7
nasabah sebagaimana halnya menguntungkan perusahaan yang mengelola
asuransi.
3. Syeikh Abdul Wahab Kholaf, Guru Besar Hukum Islam Universitas Kairo
keuntungan, dengan modal yang diberikan oleh satu pihak dan dengan
beberapa sebab:5
merupakan salah satu tujuan agama, maka asuransi boleh menurut syara’
5
Ali Yafi’i, Asuransi Dalam Pandangan Syari’at Islam, dalam Menggagas Fiqih
Sosial, (Bandung: Mizan, 1994), h. 203-230.
8
6. Syeikh Muhammad Dasuki Dalam kitabnya, ia mengatakan bahwa asuransi
Dalam risalah yang amat terbatas ini saya ingin mengutipkan salah satu instrument
Ekonomi Islam yaitu At-ta’min (Asuransi) dalam literature fiqh klasik. Menurut para
ulama yang pakar dalam perundang-undangan Islam, ada beberapa konsep yang mengarah
satu anggota suku terbunuh oleh anggota suku lain, pewaris korban akan dibayar dengan
uang darah (diyat) sebagai kompensasi saudara terdekat dari pembunuh. Saudara terdekat
dari pembunuh disebut aqilah. Lalu, mereka mengumpulkan dana (AI-Kanzu) yang mana
dana tersebut untuk membantu keluarga yang terlibat dalam pembunuhan tidak sengaja.
9
Sebagaimana dalam firman Allah swt : “Dan tidak layak bagi seorang mukmin
membunuh seorang mukmin yang lain kecuali karena tidak sengaja, dan barang siapa
membunuh seorang mukmin karena tersalah maka hendaklah seorang hamba sahaya
Aqilah merupakan istilah yang masyhur dikalangan fuqoha, yang dianggap oleh
sebagian ulama sebagai cikal bakal konsep asuransi syari’ah. Aqilah berasal dari tradisi
suku Arab jauh sebelum Islam datang. Jadi Aqilah merupakan tanggung jawab kelompok,
sehingga para ahli hukum Islam mengklaim bahwa dasar dari tanggung jawab kelompok
itu terdapat pada sistem Aqilah sebagaimana dipraktikkan oleh muhajirin dan anshar.
memiliki waris dan tidak diketahui ahli warisnya. Penjamin setuju untuk menanggung
bayaran dia, jika orang yang dijamin tersebut melakukan jinayah. Apabila orang yang
dijamin mati, penjamin boleh mewarisi hartanya sepanjang tidak ada warisnya. 6
Sistem ini melibatkan usaha pengumpulan dana dalam sebuah tabungan atau pengumpulan
uang iuran dari peserta atau majlis. Manfaatnya akan dibayarkan kepada ahli waris yang
dibunuh jika kasus pembunuhan itu tidak diketahui siapa pembunuhnya atau tidak ada
keterangan saksi yang layak untuk benar-benar secara pasti mengetahui siapa
pembunuhnya.
dicampur jadi satu. Makanan tersebut dibagikan pada saatnya kepada mereka, kendati
makanan, maka mereka mengumpulkan apa yang mereka miliki dalam satu kumpulan
kemudian dibagi diantara mereka secara merata, mereka adalab bagian dari kami dan kami
10
Dalam kasus ini, makanan yang diserahkan bisa jadi sama kadamya atau berbeda-
beda. Begitu halnya dengan makanan yang diterima, bisa jadi sama porsinya dan bisa
berbeda-beda.
Al Baji (494 H) bemadzhab Maliki ketika mendiskusikan masalah jual beli gharar
memberikan biaya hidup kepada A sampal ia meninggal”. Albaji berkomentar “saya tidak
setuju dengan model transaksi seperti itu, tapi jika terjadi, saya tidak membatalkannya.7
Rumah, dalam kasus diatas, sebagai premi dalam asuransi, sedangkan biaya hidup selama
hayat adalah sebagai manfaat asuransi yang akan diperoleh oleb (A)/peserta.
Jaminan keamanan lalu lintas, suatu akad yang diterima oleh ulama’ Madzhab
Hanafi.
Sistem pensiun
lainnya, selain yang telah kita jelaskan diatas yang mirip dengan konsep asuransi dan
Aqd al-hirasah: (Kontrak Pengawal Keselamat.an) :Di dunia Islam terjadi berbagai
kontrak antar individu, misalnya ada individu yang ingin selamat lalu ia membuat kontrak
Dhiman Khatr Tariq: Kontrak ini merupakan jaminan keselamatan lalu lintas. Para
pedagang muslim pada masa lampau ingin mendapatkan perlindungan keselamatan, lalu ia
membuat kontrak dengan orang-orang yang kuat dan berani di daerah rawan. Mereka
7
Yunus, Rafiq Al Misri, Al Khathar wat Ta’ min, Darul qolam Damaskus, cet I, 2002
11
Al-Wadi’ah biujrin: dalam kontrak wadiah ini jikalau kerusakan pada barang
ketika dikembalikan, maka pihak penerima wadiah wajib menggantinya, karena ketika
menitipkan pihak penitip telah membayar sejumlah uang kepada tempat penitipan.
Nizam al-Taqaud: Sistem pensiun yang sudah lama berjalan di dunia Islam. Jadi
pegawai suatu instansi berhak mendapat jaminan haritua berupa pensiun, sebagai
prinsip asuransi Islam, oleh sebagian ulama dianggap sebagai embrio dan acuan
operasional asuransi Islam yang dikelola secara profesional. Bedanya, sistem muamalah
tersebut didasari atas amal Tathowwu’ dan tabarru’ terbuka yang tidak berorientasi kepada
profit.
Menurut beberapa literatur, kira-kira abad kedua Hijriah atau abad keduapuluh
Masehi, pelaku bisnis dari kaum muslimin yang kebanyakan para pelaut, sebenamya telah
melaksanakan sistem kerja sama atau tolong menolong untuk mengatasi berbagai kejadian
diakibatkan musibah yang terjadi semisal, tabrakan, tenggelam, terbakar atau akibat
serangan penyamun. Sekitar tujuh abad kemudian, sistem ini akhimya diadopsi para pelaut
eropa dengan melakukan investasi atau mengumpulkan uang bersama dengan sistem
membungakan uang. Sekitar abad kesembilan belas, cara membungakan bunga inipun
menjelajahi penjuru dunia, terutama setelah dilakukan para taipan keturunan yahudi[8]
perusahaan dagang. Dunia Islam berta’aruf dengan asuransi sekitar abad ke-19 melalui
penjajahan Dunia Barat alas beberapa bagian Dunia Islam, dimana kebudayaan dan
mendiskusikan masalah asuransi. Ibn ‘Abidin adalah seorang ulama bermadzhab Hanafi,
12
yang mengawali untuk membahas asuransi dalam karyanya yang popular, Hasyiyah Ibn
“Bahwa telah menjadi kebiasaan bilamana para pedagang menyewa kapal dan
uang untuk seorang harby yang berada dinegeri asal penyewa kapal, yang disebut sebagal
sukarah (premi asuransi), dengan ketentuan bahwa barang-barang pemakai kapal yang
disewanya itu, apabila musnah karena kebakaran, atau kala tenggelam, atau dibajak atau
sebagainya, maka penerima uang premi asuransi itu menjadi penaggung, sebagai imbalan
uang yang diambil dari pedagang itu. Penanggung itu, mempunyai wakil yang mendapat
perlindungan (musta’man) yang bertempat di kota-kota pelabuhan negara Islam atas izin
penguasa. Wakil tersebut menerima uang premi asuransi dari para pedagang tersebut, dan
apabila barang-barang mereka terkena masalah yang disebutkan diatas maka si wakillah
yang membayar kepada para pedagang itu sebagai uang pengganti sebesar jumlah uang
Kemudian beliau menyatakan, “yang jelas, menurut saya tidak boleh bagi si
pedagang rnengambil uang pengganti dan barang-barangnya yang telah musnah itu,
karena hanya yang demikian itu iltizamu ma/am yalzam mewajibkan sesuatu yang tidak
lazim/ wajib.9
pandangan Islam mengenai soal-soal kehidupan manusia, baik dibidang ibadah maupun
muamalah. Masalah asuransi, yang merupakan suatu bentuk muamalah dan dilemparkan
ditengah-tengah Dunia Islam sebagai akibat dari interaksinya dengan dunia barat, telah
mengundang respon dan para pemerhati muamalah Islam, terutama pada abad ke-20 ini.
Para fuqaha’ menyadari bahwa asuransi (baik dalam bentuk wujud maupun
8
Abidin, Ibn, Raudhatul Mukhtar, AI-Amiriyyah, Cet I, Juz 3/249. Lihat juga Az-Zarqa, Musthafa
Ahmad, Aqdut Ta’min Wamaudzifüs Syariah Al Islamiyah minhu, Damaskus, 1962, h. 15.
9
Al Zuhaili, Wahbah, Al Fiqh Al Islarni Wa Adillatuhu, Damaskus, Darul Fikri, 1984, Cet 1,h. 441.
13
hukumnya yang khas tidak ditemukan dalam fiqih yang beredar di dunia Islam. OIeh
Seiring dengan bergulirnya waktu dan ijtihad para pemerhati ekonomi Islam
bergulir secara kontinu, sehingga mereka sampai kepada sebuah konsep yang dapat
disepakati bersama serta menjadi acuan dunia. Konsep tersebut populer dengan nama
Ta’awuni merupakan rekomendasi fatwa Muktamar Ekonomi Islam yang bersidang kali
pertama tahun 1876 M di Mekah. Peserta hampir 200 para ulama. Kemudian dibuatkan
lagi pada Majma’ al-Fiqh al-Islami yang bersidang pada 28 Desember 1985 di Jeddah,
Majma’ Fiqih menyerukan agar seluruh ummat Islam dunia menggunakan asuransi
ta’awuni.
Untuk merespon fatwa tersebut dan kebutuhan ummat terhadap asuransi Islam,
maka pada tahun 1979 berdirilah Asuransi Islam Sudan kemudian disusul oleh negara--
negara lain seperti Malaysia, Indonesia, Brunai Darussalam, Singapura, Saudi Arabia,
Bahrain, USA, dll. Jadi khasanah Ekonomi Islam adalah lahir dari “Perut” Syariat Islam
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perbedaan pendapat bermunculan dari para ulama’ fiqih masa kini. Diantara mereka
ada yang membolehkan dan menghalalkan asuransi, dan sebagian dari mereka
hanya pada sebagian macamnya saja, atau jenis-jenis asuransi tertentu saja.
Banyak para ulama’ Islam yang berbeda pendapat tentang memaknai hukum
asuransi baik konvensional maupun asuransi syari’ah. Semua itu dilakukan guna
untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat Islam agar tidak ragu lagi
tersebut kita tahuternyata ada yang membolehkan dan ada juga yang tidak
15
DAFTAR PUSAKA
Abidin, Ibn, Raudhatul Mukhtar, AI-Amiriyyah, Cet I, Juz 3/249. Lihat juga Az-Zarqa,
Musthafa Ahmad, Aqdut Ta’min Wamaudzifüs Syariah Al Islamiyah minhu,
Damaskus, 1962.
Al Zuhaili, Wahbah, Al Fiqh Al Islarni Wa Adillatuhu, Damaskus, Darul Fikri, 1984, Cet
1.
Ali Yafi’i, 1994. Asuransi Dalam Pandangan Syari’at Islam, dalam Menggagas
Fiqih Sosial, Bandung: Mizan
Ali Yafie 1994. Asuransi Dalam Pandangan Islam, Menggagas Fiqih Sosial.
Bandung: Mizan
Al-Jamal, Muhammad Abdul Mun’in, 1996. Mausu’atul Iqtishad Al-Islammy. Mesir:
Daarul Kitab Al-Mishri
Hamid Hisan Husin, Hukmu Asy-Syariah Al-Islamiyah Fii ‘Uqnudi At-Ta’min,
Kairo: Dar Al I’tisham, tt
Keputusan Majelis Ulama Nahdlatul Ulama’, 1992. Asuransi Menurut Islam, (Munas
No. 03/Munas/1992, tentang Asuransi Menurut Islam,
Yunus, Rafiq Al Misri, Al Khathar wat Ta’min, Darul qolam Damaskus, cet I.
16