Anda di halaman 1dari 19

PENDAPAT-PENDAPAT ULAMA TENTANG

ASURANSI DAN FATWA ASURANSI SYARIAH

Disusun Oleh
Mahasiswi Institut Agama Islam Al-Aziziyah Samalanga

Nama : Risa Mauliyana


Nim : 20160040
Prodi : Ekonomi Syariah
Unit : II
Semester : VI
Mata kuliah : Teori Asuransi Syariah
Dosen Pengampu : Tgk Maisarah M.E

INSTITUT AGAMA ISLAM AL-AZIZIYAH SAMALANGA


KABUPATEN BIREUEN 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas

rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah Ansuransi

Syariah“Pendapat Ulama Ansuransi Syariah”

Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan

bimbingan dari beberapa pihak, untuk itu melalui kata pengantar ini penulis mengharapkan

kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Dan tidak pula penulis mengucapkan

terima kasih kepada Dosen mata kuliah teori Ansuransi Syariah . Sebagai bantuan dan

dorongan serta bimbingan yang telah diberikan kepada penulis dapat diterima dan menjadi

amal sholeh dan diterima Allah sebagai sebuah kebaikan. Semoga makalah ini bermanfaat

khususnya bagi penulis dan semua pembaca pada umumnya.

Samalanga 10 Juli 2023

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar.................................................................................................... ii

Daftar Isi...............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................1

C. Tujuan.................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Asuransi Syariah............................................................... 2

B. Pandangan Ulama tentang Asuransi...................................................2

C. Pendapat Ulama Yang Mengharamkan..............................................4

D. Pendapat Yang Ulama Yang Membolehkan......................................7

E. Konsep At-Ta’min (Asuransi) Dalam Literatur Fiqh Klasik..............9

BAB III PENUTUP

Kesimpulan..................................................................................................15

Daftar Pustaka

ii
BAB I

PEDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asuransi syariah telah banyak berkembang di indonesia karena muslim di

indonesia merupakan penduduk yang terbesar yang berartinya pasar yang sangat

potensial dalam dunia bisnis. Asuransi Syariah adalah sebuah sistem dimana para

peserta meng-infaq-kan/menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan

digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian

peserta. Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan operasional asuransi

dan investasi dari dana-dana/kontribusi yang diterima/dilimpahkan kepada

perusahaan.

Asuransi syari’ah disebut juga dengan asuransi ta’awun yang artinya tolong

menolong atau saling membantu . Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi

ta’awun prinsip dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama

manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami

peserta.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Asuransi Syariah ?

2. Bagaimana Pandangan Ulama tentang Asuransi ?

3. Bagaimana Pendapat Ulama Yang Mengharamkan ?

4. Bagaimana Pendapat Yang Ulama Yang Membolehkan ?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui Asuransi Syariah.

2. Untuk mengetahui Pandangan Ulama tentang Asuransi.

3. Untuk mengetahui Pendapat Ulama Yang Mengharamkan.

4. Untuk mengetahui Pendapat Yang Ulama Yang Membolehkan.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Asuransi Syariah

Menurut Dewan Syariah Nasional, definisi ASURANSI SYARIAH (Ta’min,

Takaful atau Tadhamun) adalah usaha untuk saling melindungi dan tolong menolong

diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang

memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad

(perikatan) yang sesuai dengan syariah.

Asuransi Syariah adalah sebuah sistem dimana para peserta meng-infaq-

kan/menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk

membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian peserta. Peranan

perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan operasional asuransi dan investasi dari

dana-dana/kontribusi yang diterima/dilimpahkan kepada perusahaan.1

Asuransi syari’ah disebut juga dengan asuransi ta’awun yang artinya tolong

menolong atau saling membantu . Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi

ta’awun prinsip dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama

manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami

peserta. Prinsip ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 2,

yang artinya :

“Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan

saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan”

B. Pandangan Ulama tentang Asuransi

Jika kita mengamati perkembangan seputar dunia mu’amalah, tentu banyak

disana kasus yang terjadi, bahkan sebagian besar kasus-kasus tersebut belum pernah

ditemui dalam masa Rasulullah. Akhir-akhir abad ke 19, ulama-ulama kontemporer


1
Ali Yafie, Asuransi Dalam Pandangan Islam, Menggagas Fiqih Sosial, (Bandung:
Mizan, 1994), h. 211-212.

2
ramai membincangkan seputar hukum asuransi konvensional. Dan sampai sekarang

masih terjadi perbedaan pendapat tentang hukum asuransi tersebut. Dalam makalah

ini akan dibahas mengenai hukum asuransi, agar lebih mempermudah dalam

memahami, terlebih dahulu akan diuraikan pengertian dan seputar asuransi.

Konsep dasar asuransi yang dibenarkan syariah adalah tolong menolong

dalam kebaikan dan ketakwaan (al birri wat taqwa). Konsep tersebut sebagai

landasan yang diterapkan dalam setiap perjanjian transaksi bisnis dalam wujud

tolong menolong (akad takafuli) yang menjadikan semua peserta sebagai keluarga

besar yang saling menanggung satu sama lain di dalam menghadapi resiko, yang kita

kenal sebagai sharing of risk, sebagaimana firman Allah SWT yang memerintahkan

kepada kita untuk taawun (tolong menolong) yang berbentuk al birri wat taqwa

(kebaikan dan ketakwaan) dan melarang taawun dalam bentuk al itsmi wal udwan

(dosa dan permusuhan).

Adapun perbedaan pendapat yang terjadi dalam kalangan ulama selama ini

bahwa mereka menemukan adanya beberapa unsur yang dilarang dalam transaksi

asuransi, diantaranya ada yang mengatakan terdapat unsur ghoror (Penipuan), dan

juga adanya unsur perjudian. Maka jika suatu transaksi terdapat unsur demikian,

hukumnya menjadi haram. Dan bahkan ada yang mengatakan bid’ah, karena tidak

ditemukan dalam kehidupan rasulullah.

Terlepas dengan adanya itu, Asuransi banyak memiliki manfaat yang luas dan

kompleks (secara mikro dan makro). Asuransi adalah sebuah ekosistem perputaran

ekonomi yang saling membutuhkan antar pelaku ekonomi (simbiosis mutualisme).

Karena disamping asuransi mampu memberikan perlindungan dan jaminan pada

nasabah, asuransi juga menawarkan berbagai manfaat antara lain mendapatkan

masukan-masukan yang berguna untuk meminimalisasi terjadinya risiko. Karena

umumnya, perusahaan asuransi memiliki tim survei yang sudah berpengalaman

dengan itu dapat memberikan rekomendasi untuk memperkecil terjadinya risiko

terhadap kepentingan yang diasuransikan.

3
Pada kesempatan ini, akan dikemukakan perbedaan pendapat ulama

Kontemporer dalam masalah hukum asuransi. Selanjutnya dari pendapat tersebut

akan dianalisis menggunakan metode Tarjihi sebagaimana yang biasa dilakukan oleh

Yusuf Qhordhawi, dimaksudkan dalam melakukan analisis ini hanya untuk

mengambil dalil terkuat dari kedua pendapat tersebut. Adapun dalam melakukan

analisis ini, penulis lebih menekankan kepada maslahat yang ditimbulkan dari adanya

hukum tersebut. Jadi didalam prosesnya penulis lebih menekankan kepada maslahat

ummat yang nantinya akan didapat. Selanjutnya untuk lebih jelas akan dilakukan

beberapa metode. Sebagaimana yang akan dipaparkan nantinya.2

C. Pendapat Ulama Yang Mengharamkan

Adapun pendapat para ulama’ yang mengharamkan asuransi diantaranya adalah:

1. Pendapat Syaikh Ibnu Abidin dari Mazhab Hanafi Orang yang pertama kali

berbicara tentang asuransi dikalangan ahli fiqih Islam adalah Muhammad

Amin Ibnu Umar, yang terkenal dengan sebuah Ibnu Abidin Addimasyqi.

Dia adalah tokoh ulama’ dari aliran Hanafiyah yang mempunyai banyak

karya ilmiah yang tersebar di Dunia Islam

2. Pendapat Syaikh Muhammad Bakhit Almuthi’ie, Mufti Mesir (1854-1935)

Ia berkata, telah datang surat Tuan-tuan yang menyebutkan bahwa orang

muslim menempatkan harta bendanya dibawah penjaminan suatu

perusahaan yang persero-perseronya terdiri dari orang-orang dzimmy.

3. Pendapat Syekh Muhammad Al-Ghazali, ulama dan tokoh haraki dari Mesir

Dalam kitabnya, (Islam dan pokok-pokok ajaran sosialisme) ia menyatakan

bahwa asuransi itu mengandung riba, karena beberapa hal diantaranya

adalah:3

2
Al-Jamal, Muhammad Abdul Mun’in, Mausu’atul Iqtishad Al-Islammy,(Mesir: Daarul
Kitab Al-Mishri, 1996), h. 359.
3
Hamid Hisan Husin, Hukmu Asy-Syariah Al-Islamiyah Fii ‘Uqnudi At-Ta’min, (Kairo: Dar
Al I’tisham, tt), h. 84.

4
a) Apabila waktu perjanjian telah habis, maka uang premi dikembalikan

kepada terjamin dengan disertai bunganya dan ini adalah riba. Apabila

jangka waktu yang tersebut di dalam polis belum habis dan perjanjian

diputuskan, maka uang premi dikembalikan dengan dikurangi biaya-

biaya administrasi

b) Ganti kerugian yang diberikan kepada terjamin pada waktu terjadinya

peristiwa yang disebutkan di dalam polis, juga tidak dapat diterima

oleh syara’. Karena, orang-orang yang mengerjakan asuransi bukan

syarikat di dalam untung dan rugi, sedangkan orang-orang lain ikut

memberikan sahamnya dalam uang yang diberikan kepada terjamin

c) Maskapai asuransi di dalam kebanyakan usahanya, menjalankan

pekerjaan riba (pinjaman berbunga, dan lain-lain)

d) Asuransi dengan arti ini merupakan salah satu alat untuk berbuat dosa.

Banyak alasan uang dicari-cari guna mengorek keuntungan dengan

mengharap datangnya peristiwa yang tiba-tiba.

4. Pendapat dari Syekh Muhammad Yusuf al-Qaradhawi, Ulama dan Dai

terkemuka didunia Islam saat ini, Guru Besar Universitas Qatar Al-

Qaradhawi dalam kitabnya (Halal dan Haram Dalam Islam) mengatakan

bahwa asuransi (konvensional) dalam praktik sekarang bertentangan dengan

prinsip-prinsip syari’ah Islam. Ia mencontohkan dalam asuransi kecelakaan,

yaitu seseorang anggota membayar sejumlah uang (x rupiah misalnya)

setiap tahun. Apabila ia bisa lolos dari kecelakaan, maka uang jaminan itu

hilang (hangus). Sedangkan, si pemilik perusahaan akan menguasai

sejumlah uang tersebut dan sedikit pun ia tidak mengembalikannya kepada

anggota asuransi itu. Tetapi bila terjadi suatu kecelakaan, maka perusahaan

akan membayar sejumlah uang yang telah diperjanjikan bersama

5. Pendapat Syekh Abu Zahro, ulama fiqih termasyhur dan banyak menulis

karya ilmiah tentang hukum Islam, Guru Besar Universitas Kairo Mesir

5
Abu Zahro menyimpulkan bahwa asuransi sosial (saling menolong) adalah

halal sebagai perkara alami yang perlu diadakan. Sedangkan, asuransi

yang semata-mata bersifat komersil/nonsosial hukumnya haram. Dalam

banyak pembahasannya tentang asuransi, ia berkesimpulan sebagai berikut:4

a) Asuransi yang bersifat perkumpulan dengan tujuan sosial adalah halal

(hukumnya) dan tidak ada syubhah didalamnya

b) Tidak menyetujui akad-akad asuransi yang yang tidak bersifat

perkumpulan dengan alasan ada syubhah dan gharar didalamnya

sehingga gharar itu menjadi penyebab tidak sahnya semua akad

c) Ada riba didalanya, karena adanya bunga yang diperhitungkan. Ini satu

pihak, dan dari pihak lain ia memberikan sejumlah kecil uang, lalu

menerima lebih banyak jumlahnya

d) Tidak ada keadaan memaksa dalam bidang perekonomian yang

mewajibkannya

6. Pendapat Dr. Muhammad Muslehuddin, Guru Besar Hukum Islam

Universitas London Dalam disertai doktrinnya berjudul Insurance and

Islamic Law, Muslehuddin mengatakan bahwa kontrak asuransi

konvensional ditolak oleh ulama atau kalangan cendekiawan muslim

dengan berbagai alasan, sementara penyokong modernis Islam berkeras

bahwa asuransi boleh menurut hukum Islam. Keberatan para ulama

terutama adalah sebagai berikut:

a) Asuransi merupakan kontrak perjudian

b) Asuransi hanyalah pertaruhan

c) Asuransi bersifat tidak pasti

4
Keputusan Majelis Ulama Nahdlatul Ulama’, Asuransi Menurut Islam, (Munas No. 03/Munas/1992,
tentang Asuransi Menurut Islam, 1992), h. 53-61

6
d) Dalam asuransi jiwa, jumlah premi tidak tentu, karena pasti asuransi

tidak tahu berapa kali cicilan yang akan dibayarkan sampai ia

meninggal dunia

7. Pendapat Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, ulama ahli fiqih, Guru Besar

Universitas Damaskus Syria Akad asuransi bersama (mutual) juga

merupakan akad pertukaran harta. Ia juga termasuk gharar, sebagaimana

gharar yang terjadi dikebanyakan akad pertukaran harta

8. Pendapat Dr. Husain Hamid Hisan, ulama dan cendekiawan muslim dari

Universitas Al-Malik Abdul Aziz Mekkah Al-Mukarromah

Ia menulis satu buku yang snagat fundamental dengan hujjah yang kuat

tentang gharar, maisir dan riba dalam asuransi. Nama bukunya adalah

Asuransi dalam Hukum Islam secara garis besar Hamid Hisan

berkesimpulan sebagai berikut:

a) Akad asuransi adalah akad yang mengandung gharar

b) Akad asuransi mengandung judi dan taruhan

c) Akad asuransi mengandung riba

D. Pendapat Yang Ulama Yang Membolehkan

1. Syeikh Abdur Rahman Isa Syeikh Abdur Rahman Isa adalah salah seorang

Guru Besar Universitas Al-Azhar. Dengan tegazs ia menyatakan bahwa

asuransi merupakan praktik muamalat gaya baru yang belum dijumpai

imam-imam terdahulu, demikian juga para sahabat Nabi. Pekerjaan ini

menghasilkan kemaslahatan ekonomi yang banyak. Oleh karena itu,

asuransi menyangkut kepentingan umum, maka halal menurut syara’

2. Prof. Dr. Muhammad Yusuf Musa Guru Besar Universitas Kairo Yusuf

Musa mengatakan bahwa asuransi bagaimana bentuknya merupakan

koperasi yang menguntungkan masyarakat. Asuransi jiwa menguntungkan

7
nasabah sebagaimana halnya menguntungkan perusahaan yang mengelola

asuransi.

3. Syeikh Abdul Wahab Kholaf, Guru Besar Hukum Islam Universitas Kairo

Ia mengatakan bahwa asuransi itu boleh sebab termasuk akad mudharabah.

Akad mudharabah dalam syari’at Islam ialah perjanjian persekutuan dalam

keuntungan, dengan modal yang diberikan oleh satu pihak dan dengan

tenaga dipihak yang lain.

4. Prof. Dr. Muhammad al-Bahi, Wakil Rektor Universitas Al-Azhar Mesir

alam kitabnya ia berpendapat bahwa asuransi itu hukumnya halal karena

beberapa sebab:5

a) Asuransi merupakan suatu usaha yang bersifat tolong menolong

b) Asuransi mirip dengan akad mudharabah dan untuk

mengembangkan harta benda

c) Asuransi tidak mengandung unsur riba

d) Asuransi tidak mengandung tipu daya

e) Asuransi tidak mengurangi tawakal kepada Allah SWT

f) Asuransi suatu usaha untuk menjamin anggotanya yang jauh melarat

karena suatu musibah

g) Asuransi memperlus lapangan kerja baru.

5. Ustadz Bahjah Ahmad Hilmi, Penasehat Pengadilan Tinggi Mesir Ia

mengatakan bahwa tujuan asuransi ialah meringankan dan memperlunak

tekanan kerugian dan memelihara harta nasabah, yang sekiranya ia

menanggung sendiri kerugian itu, betapa berat beban yang dipikulnya,

akibat hilangnya harta bendanya. Karena terpeliharanya harta benda

merupakan salah satu tujuan agama, maka asuransi boleh menurut syara’

5
Ali Yafi’i, Asuransi Dalam Pandangan Syari’at Islam, dalam Menggagas Fiqih
Sosial, (Bandung: Mizan, 1994), h. 203-230.

8
6. Syeikh Muhammad Dasuki Dalam kitabnya, ia mengatakan bahwa asuransi

itu hukumnya halal dikarenakan beberapa hal diantaranya adalah:

a) Asuransi sma dengan syirkah mudharabah

b) Asuransi sama dengan akad syirkah

c) Asuransi sama dengan akad kafalah

7. Syikh Muhammad Ahmad, Sarjana dan Pakar Ekonomi Pakistan Syeikh

Muhammad Ahmad, membolehkan asuransi jiwa dan asuransi konvensional

lainnya dengan alasan sebagai berikut:

a) Persetujuan asuransi tidak menghilangkan arti tawakal kepada Allah

b) Didalam asuransi tidak ada pihak yang dirugikan dan merugikan

c) Tujuan asuransi adalah kerja sama dan tolong menolong

8. Syeikh Muhammad Al-Madni, seorang Ulama’ yang cukup dikenal di Al-

Azhar Kairo Syeikh Muhammad Al-Madni mengatakan bahwa asuransi itu

hukumnya menurut syara’ boleh, sebab premi (iuran) asuransi itu

diinvestasikan dan bermanfaat untuk tolong menolong. Demikian pula

sahabat al-Madni Ustadz Ahmad Thoha as-Sanusi salah satu cendekiawan

di Al-Azhar Mesir mengatakan hal yang sama.

E. Konsep At-Ta’min (Asuransi) Dalam Literatur Fiqh Klasik

Dalam risalah yang amat terbatas ini saya ingin mengutipkan salah satu instrument

Ekonomi Islam yaitu At-ta’min (Asuransi) dalam literature fiqh klasik. Menurut para

ulama yang pakar dalam perundang-undangan Islam, ada beberapa konsep yang mengarah

kepada konsep At-Ta’min (Asuransi) berdasarkan Syari’ah Islam, diantaranya adalah:

Al ‘Aqilah : Saling memikul atau bertanggungjawab untuk keluarganya. Jika salah

satu anggota suku terbunuh oleh anggota suku lain, pewaris korban akan dibayar dengan

uang darah (diyat) sebagai kompensasi saudara terdekat dari pembunuh. Saudara terdekat

dari pembunuh disebut aqilah. Lalu, mereka mengumpulkan dana (AI-Kanzu) yang mana

dana tersebut untuk membantu keluarga yang terlibat dalam pembunuhan tidak sengaja.

9
Sebagaimana dalam firman Allah swt : “Dan tidak layak bagi seorang mukmin

membunuh seorang mukmin yang lain kecuali karena tidak sengaja, dan barang siapa

membunuh seorang mukmin karena tersalah maka hendaklah seorang hamba sahaya

beriman serta membayar diat... “ (QS.Annisa 4:92)

Aqilah merupakan istilah yang masyhur dikalangan fuqoha, yang dianggap oleh

sebagian ulama sebagai cikal bakal konsep asuransi syari’ah. Aqilah berasal dari tradisi

suku Arab jauh sebelum Islam datang. Jadi Aqilah merupakan tanggung jawab kelompok,

sehingga para ahli hukum Islam mengklaim bahwa dasar dari tanggung jawab kelompok

itu terdapat pada sistem Aqilah sebagaimana dipraktikkan oleh muhajirin dan anshar.

AI-Muwalat : (Perjanjian jaminan) Penjamin menjamin seseorang yang tidak

memiliki waris dan tidak diketahui ahli warisnya. Penjamin setuju untuk menanggung

bayaran dia, jika orang yang dijamin tersebut melakukan jinayah. Apabila orang yang

dijamin mati, penjamin boleh mewarisi hartanya sepanjang tidak ada warisnya. 6

Al-Qasamah : Konsep perjanjian ini juga berhubungan dengan jiwa manusia.

Sistem ini melibatkan usaha pengumpulan dana dalam sebuah tabungan atau pengumpulan

uang iuran dari peserta atau majlis. Manfaatnya akan dibayarkan kepada ahli waris yang

dibunuh jika kasus pembunuhan itu tidak diketahui siapa pembunuhnya atau tidak ada

keterangan saksi yang layak untuk benar-benar secara pasti mengetahui siapa

pembunuhnya.

At-Tanahud : makanan yang dikumpulkan dari para peserta safar kemudian

dicampur jadi satu. Makanan tersebut dibagikan pada saatnya kepada mereka, kendati

mereka mendapatkan porsi yang berbeda-beda. Rasulullah SAW bersabda:

“Bahwa marga Asy’ari (asy’ariyyin) ketika keluarganya ,mengalami kekurangan bahan

makanan, maka mereka mengumpulkan apa yang mereka miliki dalam satu kumpulan

kemudian dibagi diantara mereka secara merata, mereka adalab bagian dari kami dan kami

ada/ah bagian dari mereka.


6
Az-Zarqa, Aqdud Ta’min, hal 23. Lihat juga Mohd Fadzli Yusof, Takaful Sistem Insurans Islam,
Utusan Publications & Distributors SDN BHD, Malaysia, 1996, h. 8.

10
Dalam kasus ini, makanan yang diserahkan bisa jadi sama kadamya atau berbeda-

beda. Begitu halnya dengan makanan yang diterima, bisa jadi sama porsinya dan bisa

berbeda-beda.

Al Baji (494 H) bemadzhab Maliki ketika mendiskusikan masalah jual beli gharar

mengatakan “ jika A menyerahkan rumahnya kepada pihak B dengan kompensasi B

memberikan biaya hidup kepada A sampal ia meninggal”. Albaji berkomentar “saya tidak

setuju dengan model transaksi seperti itu, tapi jika terjadi, saya tidak membatalkannya.7

Rumah, dalam kasus diatas, sebagai premi dalam asuransi, sedangkan biaya hidup selama

hayat adalah sebagai manfaat asuransi yang akan diperoleh oleb (A)/peserta.

 Kontak pengawal keselamatan

 Jaminan keamanan lalu lintas, suatu akad yang diterima oleh ulama’ Madzhab

Hanafi.

 Penerimaan pengganti bayaran bila barang amanah rusak

 Sistem pensiun

Dr. Jafril Khalil, dalam makalahnya menambahkan beberapa bentuk-bentuk akad

lainnya, selain yang telah kita jelaskan diatas yang mirip dengan konsep asuransi dan

sudah jama’ dan biasa digunakan di dunia Islam.

Aqd al-hirasah: (Kontrak Pengawal Keselamat.an) :Di dunia Islam terjadi berbagai

kontrak antar individu, misalnya ada individu yang ingin selamat lalu ia membuat kontrak

dengan seseorang untuk menjaga keselamatannya, dimana ia membayar sejumlah uang

kepada pengawal, dengan konpensasi keamanannya akan dijaga oleh pengawal.

Dhiman Khatr Tariq: Kontrak ini merupakan jaminan keselamatan lalu lintas. Para

pedagang muslim pada masa lampau ingin mendapatkan perlindungan keselamatan, lalu ia

membuat kontrak dengan orang-orang yang kuat dan berani di daerah rawan. Mereka

membayar sejumlah uang, dan pihak lain menjaga keselamatan perjalanannya.

7
Yunus, Rafiq Al Misri, Al Khathar wat Ta’ min, Darul qolam Damaskus, cet I, 2002

11
Al-Wadi’ah biujrin: dalam kontrak wadiah ini jikalau kerusakan pada barang

ketika dikembalikan, maka pihak penerima wadiah wajib menggantinya, karena ketika

menitipkan pihak penitip telah membayar sejumlah uang kepada tempat penitipan.

Nizam al-Taqaud: Sistem pensiun yang sudah lama berjalan di dunia Islam. Jadi

pegawai suatu instansi berhak mendapat jaminan haritua berupa pensiun, sebagai

pampasan dari usahanya ketika ia bekerja pada dahulu.

Bentuk-bentuk muamalah diatas, karena memiliki kemiripan dengan prinsip--

prinsip asuransi Islam, oleh sebagian ulama dianggap sebagai embrio dan acuan

operasional asuransi Islam yang dikelola secara profesional. Bedanya, sistem muamalah

tersebut didasari atas amal Tathowwu’ dan tabarru’ terbuka yang tidak berorientasi kepada

profit.

Menurut beberapa literatur, kira-kira abad kedua Hijriah atau abad keduapuluh

Masehi, pelaku bisnis dari kaum muslimin yang kebanyakan para pelaut, sebenamya telah

melaksanakan sistem kerja sama atau tolong menolong untuk mengatasi berbagai kejadian

dalam menopang bisnis mereka, layaknya seperti mekanisme asuransi

Kerjasama ini mereka lakukan untuk membantu mengatasi kerugian bisnis,

diakibatkan musibah yang terjadi semisal, tabrakan, tenggelam, terbakar atau akibat

serangan penyamun. Sekitar tujuh abad kemudian, sistem ini akhimya diadopsi para pelaut

eropa dengan melakukan investasi atau mengumpulkan uang bersama dengan sistem

membungakan uang. Sekitar abad kesembilan belas, cara membungakan bunga inipun

menjelajahi penjuru dunia, terutama setelah dilakukan para taipan keturunan yahudi[8]

yang membuat prinsip tolong-menolong itu dirubah bentuknya menjadi perusahaan-

perusahaan dagang. Dunia Islam berta’aruf dengan asuransi sekitar abad ke-19 melalui

penjajahan Dunia Barat alas beberapa bagian Dunia Islam, dimana kebudayaan dan

hukum-hukumnya dipaksakan kepada masyarakat muslim.

Ibn ‘Abidin (1784-1836) dianggap orang pertama dikalangan fuqaha’ yang

mendiskusikan masalah asuransi. Ibn ‘Abidin adalah seorang ulama bermadzhab Hanafi,

12
yang mengawali untuk membahas asuransi dalam karyanya yang popular, Hasyiyah Ibn

‘Abidin bab Jihad, pasal Isti’man al kafir, beliau menulis:

“Bahwa telah menjadi kebiasaan bilamana para pedagang menyewa kapal dan

seorang harby, mereka membayar upah pengangkutannya. Ia juga membayar sejumlah

uang untuk seorang harby yang berada dinegeri asal penyewa kapal, yang disebut sebagal

sukarah (premi asuransi), dengan ketentuan bahwa barang-barang pemakai kapal yang

disewanya itu, apabila musnah karena kebakaran, atau kala tenggelam, atau dibajak atau

sebagainya, maka penerima uang premi asuransi itu menjadi penaggung, sebagai imbalan

uang yang diambil dari pedagang itu. Penanggung itu, mempunyai wakil yang mendapat

perlindungan (musta’man) yang bertempat di kota-kota pelabuhan negara Islam atas izin

penguasa. Wakil tersebut menerima uang premi asuransi dari para pedagang tersebut, dan

apabila barang-barang mereka terkena masalah yang disebutkan diatas maka si wakillah

yang membayar kepada para pedagang itu sebagai uang pengganti sebesar jumlah uang

yang pemah diterimanya.8

Kemudian beliau menyatakan, “yang jelas, menurut saya tidak boleh bagi si

pedagang rnengambil uang pengganti dan barang-barangnya yang telah musnah itu,

karena hanya yang demikian itu iltizamu ma/am yalzam mewajibkan sesuatu yang tidak

lazim/ wajib.9

Pandangan fuqaha (ahli fiqih), dibidang syani’ah merupakan pencerminan dan

pandangan Islam mengenai soal-soal kehidupan manusia, baik dibidang ibadah maupun

muamalah. Masalah asuransi, yang merupakan suatu bentuk muamalah dan dilemparkan

ditengah-tengah Dunia Islam sebagai akibat dari interaksinya dengan dunia barat, telah

mengundang respon dan para pemerhati muamalah Islam, terutama pada abad ke-20 ini.

Para fuqaha’ menyadari bahwa asuransi (baik dalam bentuk wujud maupun

pengaturannya) merupakan persoalan yang belum pernah dikenal sebelumnya, sehingga

8
Abidin, Ibn, Raudhatul Mukhtar, AI-Amiriyyah, Cet I, Juz 3/249. Lihat juga Az-Zarqa, Musthafa
Ahmad, Aqdut Ta’min Wamaudzifüs Syariah Al Islamiyah minhu, Damaskus, 1962, h. 15.
9
Al Zuhaili, Wahbah, Al Fiqh Al Islarni Wa Adillatuhu, Damaskus, Darul Fikri, 1984, Cet 1,h. 441.

13
hukumnya yang khas tidak ditemukan dalam fiqih yang beredar di dunia Islam. OIeh

karena masalah asuransi dalam Islam termasuk ruang lingkup Ijtihadiyyah.

Seiring dengan bergulirnya waktu dan ijtihad para pemerhati ekonomi Islam

bergulir secara kontinu, sehingga mereka sampai kepada sebuah konsep yang dapat

disepakati bersama serta menjadi acuan dunia. Konsep tersebut populer dengan nama

asuransi mutual, kerjasama (ta’awuni), atau at-takmin ta’awuni. Konsep Asuransi

Ta’awuni merupakan rekomendasi fatwa Muktamar Ekonomi Islam yang bersidang kali

pertama tahun 1876 M di Mekah. Peserta hampir 200 para ulama. Kemudian dibuatkan

lagi pada Majma’ al-Fiqh al-Islami yang bersidang pada 28 Desember 1985 di Jeddah,

juga memutuskan pengharaman Asuransi Jenis Perniagaan.

Majma’ Fiqih juga secara ijma’ mengharuskan asuransi jenis kerjasamaa

(ta’awuni) sebagai altenatif asuransi Islam menggantikan jenis asuransi konvensional.

Majma’ Fiqih menyerukan agar seluruh ummat Islam dunia menggunakan asuransi

ta’awuni.

Untuk merespon fatwa tersebut dan kebutuhan ummat terhadap asuransi Islam,

maka pada tahun 1979 berdirilah Asuransi Islam Sudan kemudian disusul oleh negara--

negara lain seperti Malaysia, Indonesia, Brunai Darussalam, Singapura, Saudi Arabia,

Bahrain, USA, dll. Jadi khasanah Ekonomi Islam adalah lahir dari “Perut” Syariat Islam

itu sendiri bukan dari perut Kapitalis, Yahudi atau Nasharoh.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa

Perbedaan pendapat bermunculan dari para ulama’ fiqih masa kini. Diantara mereka

ada yang membolehkan dan menghalalkan asuransi, dan sebagian dari mereka

melarang dan mengharamkannya. Adapula kelompok yang mengharamkan asuransi

hanya pada sebagian macamnya saja, atau jenis-jenis asuransi tertentu saja.

Banyak para ulama’ Islam yang berbeda pendapat tentang memaknai hukum

asuransi baik konvensional maupun asuransi syari’ah. Semua itu dilakukan guna

untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat Islam agar tidak ragu lagi

menggunakan produk asuransi tersebut dan dengan adanya perbedaan pendapat

tersebut kita tahuternyata ada yang membolehkan dan ada juga yang tidak

membolehkan asuransi tersebut.

15
DAFTAR PUSAKA

Abidin, Ibn, Raudhatul Mukhtar, AI-Amiriyyah, Cet I, Juz 3/249. Lihat juga Az-Zarqa,
Musthafa Ahmad, Aqdut Ta’min Wamaudzifüs Syariah Al Islamiyah minhu,
Damaskus, 1962.
Al Zuhaili, Wahbah, Al Fiqh Al Islarni Wa Adillatuhu, Damaskus, Darul Fikri, 1984, Cet
1.
Ali Yafi’i, 1994. Asuransi Dalam Pandangan Syari’at Islam, dalam Menggagas
Fiqih Sosial, Bandung: Mizan
Ali Yafie 1994. Asuransi Dalam Pandangan Islam, Menggagas Fiqih Sosial.
Bandung: Mizan
Al-Jamal, Muhammad Abdul Mun’in, 1996. Mausu’atul Iqtishad Al-Islammy. Mesir:
Daarul Kitab Al-Mishri
Hamid Hisan Husin, Hukmu Asy-Syariah Al-Islamiyah Fii ‘Uqnudi At-Ta’min,
Kairo: Dar Al I’tisham, tt
Keputusan Majelis Ulama Nahdlatul Ulama’, 1992. Asuransi Menurut Islam, (Munas
No. 03/Munas/1992, tentang Asuransi Menurut Islam,
Yunus, Rafiq Al Misri, Al Khathar wat Ta’min, Darul qolam Damaskus, cet I.

16

Anda mungkin juga menyukai