Anda di halaman 1dari 23

BPJS KESEHATAN DALAM PREPEKTIF EKONOMI SYARIAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas


mata kuliah Manajemen Asuransi Syariah
Dosen Pengampu : Ali Amin Isfandiar, M.Ag

Disusun oleh:
NABILA AFDIANI IRFANA (2013115151)

KELAS : G

PROGAM STUDY EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
IAIN PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Syukur alhamdulilah segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas
rahmat dan karuniaNya, sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah yang
berjudul BPJS dalam Prespektif Ekonomi Syariah. Tak lupa sholawat
serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
menjadi suri tauladan bagi manusia, dan semoga kita menjadi pengikutnya
yang taat hingga nanti, amin.
Kemudian saya ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang
telah membimbing kami dalam mata kuliah Manajemen Asuransi
Syariah sehingga saya dapat mengerjakan makalah ini dengan baik.
Makalah ini saya buat tidak hanya untuk memenuhi tugas yang telah
diberikan, namun saya juga berharap bahwa makalah ini mampu
memberikan manfaat pengetahunbagi pembaca mengenai BPJS dalam
prespektif ekonomi syariah.
Akhir kata saya ucapkan terimakasih kepada pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Serta saya berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
kalangan.

AlhamdulillahirrobilAlamin

Wassalamualaikum Warrohmatullahi Wabarokatuh.

Pekalongan, November 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................ i

Daftar Isi.................................................................................. ii

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang .................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................. 2
C. Tujuan Penelitian .............................................................. 2

BAB II Kerangka Teori

A. Pengertian Asuransi Syariah ............................................. 3


B. Sejarah Asuransi Syariah .................................................. 4
C. Pedomon Asuransi Syariah menurut fatwa MUI .............. 5
D. Pengertian Asuransi Kesehatan Sosial .............................. 7
E. Kepesertaan ...................................................................... 8
F. Mekanisme Iuran BPJS ..................................................... 11

BAB III Metodelogi Penelitian

A. Metode Penelitian.............................................................. 13
B. Objek Penelitian dan Sumber Data ................................... 13
C. Teknik Pengumpulan Data ................................................ 14

BAB IV Pembahasan

A. BPJS dilihat dari sudut


pandang asuransi syariah (ekonomi syariah) .................... 15
B. Solusi untuk BPJS ............................................................ 17

BAB V Penutup

A. Kesimpulan ....................................................................... 19
B. Daftar Pustaka ................................................................... 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi


Manusia. Pasal 25 Ayat (1) yang menyatakan, bahwa setiap orang berhak
atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya
dan keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan
perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak
atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi
janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan
kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya. Berdasarkan
Deklarasi tersebut, pasca Perang Dunia II beberapa negara mengambil
inisiatif untuk mengembangkan jaminan sosial, antara lain jaminan
kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage).

Di Indonesia juga mengakui adanya hak asasi warga atas kesehatan,


yang diatur dalam UU No 36 tahun 2009. Dalam UU no 36 tahun 2009
ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya,
setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan
kesehatan sosial. Jaminan kesehatan sosial yang ada di Indonesia diatur
dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 menetapkan, Jaminan Sosial
Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS.

BPJS kesehatan mulai diberlakukan pada tanggal 1 januari 2014.


Hingga sekarang pelayanan BPJS masih jauh dari kata sempurna. Hal ini
disebabkan karena sistem yang digunakan dalam BPJS. Dimana sistem
yang diterapkan banyak memunculkan ketidakadilan bagi para peserta.

1
Solusi terbaik yaitu dengan menerapkan sistem asuaransi syariah, yang
lebih mengedepankan keadilan. Oleh karena itu, perlu diketahui terlebih
dahulu hal-hal dalam BPJS yang berlawanan dari asuransi siyariah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana BPJS dilihat dari sudut pandang asuransi syariah
(ekonomi syariah)?
2. Apa solusi terbaik untuk BPJS?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perbedaan antara asuransi syariah dan
konvensional.
2. Untuk mengetahui sistem BPJS yang bertentangan dengan asuransi
syariah.
3. Memberikan solusi bagi pemerintah untuk memperbaiki sistem
BPJS.

2
BAB II

KERANGKA TEORI

A. Pengertian Asuransi Syariah


Dalam bahasa Arab, Asuransi disebut At-tamin yang berasal dari
kata amana yang memiliki arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa
aman dan bebas dari rasa takut, sebagaimana firman Allah SWT, Dialah
Allah yang menagamankan mereka dari ketakutan.1
Para ahli fiqih terkini, seperti Wahbah Az-Zuhaili mendefinsikan
asuransi syariah sebagai at-tamin at-taawuni (asuransi yang bersifat
tolong menolong), yaitu kesepakatan beberapa orang untuk membayar
sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang diantara mereka
ditimpa musibah. Musibah itu dapat berupa kematian, kecelakaan, sakit,
kecurian, kebakaran, atau bentuk-bentuk kerugian lain.2
Asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong
menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk
aset dan/atau dana tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan
syariah. Akad yang sesuai dengan syariah adalah yang tidak mengandung
gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, dzulm (penganiayaan),
risywah (suap), barang haram dan maksiat.3
Menurut Abbas Salim sebagaimana yang dikutip Ali Hasan,
asuransi didefinisikan sebagai suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-
kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai substitusi kerugian-
kerugian besar yang belum pasti. Asuransi Syariah dalam pengertian
muamalah adalah saling memikul resiko di antara sesama peserta sehingga

1
Kuat Ismanto, Asuransi Syariah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009),
hlm. 51
2
Khoirul Anwar, Asuransi Syariah, (Solo: Tiga Serangkai, 2007), hlm. 19
3
Kuat Ismanto, Asuransi Syariah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 52

3
antara satu dan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang
muncul. Tanggungan resiko atas dasar tolong menolong.4
B. Sejarah Asuransi Syariah
Pada zaman Nabi Muhammad SAW, konsep asuransi syariah
sudah dikenal dengan sebutan al-aqila. Saat itu suku Arab terdiri dari atas
berbagai suku besar dan kecil. Sebagaimana kita ketahui, Rasulullah
adalah keturunan suku Qurais, salah satu suku yang terbesar. Menurut
Dictionary of islam, yang ditulis Thomas Patrick, jika ada salah satu
anggota suku yang terbunuh oleh anggota suku lain, sebagai kompensasi,
keluarga terdekat si pembunuh akan membayarkan sejumlah uang darah
atau diyat kepada pewaris. Al-aql adalah denda, sedangkan makna al-
aqila adalah orang yang membayar denda. Beberapa ketentuan sistem
Aqilah yang merupakan bagian dari asuransi sosial dituangkan oleh Nabi
Muhammad SAW dalam piagam Madinah.5
Dalam piagam Madinah terdapat suatu sistem yang menjadi embrio
asuransi, yaitu:6
a. Iuran setiap anggota untuk membantu anggota kelompok yang lain
merupakan tanggung jawab kolektif (al-takaful al-ijtimai)
b. Terikat dengan isi perjanjian.

Tanggal 24 Februrari 1994 merupakan tonggak sejarah


kepeloporan industri asuransi berbasis syariah di lndonesia. Pada tanggal
itulah didirikan PT Syarikat Takaful lndonesia (Takaful lndonesia). Pada 5
Mei 1994, Takaful lndonesia mendirikan PT Asuransi Takaful Keluarga
(Takaful Keluarga) bergerak di bidang asuransi jiwa syariah dan PT
Asuransi Takaful Umum (Takaful Umum) yang bergerak di bidang
asuransi umum syariah. Takaful Keluarga kemudian diresmikan oleh
Menteri Keuangan saat itu, Marie Muhammad dan mulai beroperasi sejak

4
Juhaya S. Praja, Asuransi Takaful, (Artikel yang dikeluarkan PT. Takaful
Indonesia)
5
Abdullah Amrin, Asuransi syariah, (Jakarta: Elex media Komputindo, 2006 ),
hlm.1.
6
Khoiril Anwar, Asuransi syariah, (Solo: Tiga serangkai, 2007), hlm. 22

4
25 Agustus 1994. Sedangkan Takaful Umum diresmikan oleh Menristek/
Ketua BPPT Prof. Dr. B.J. Habibie selaku ketua sekaligus pendiri lCMl
dan mulai beroperasi pada 2 Juni 1995. Sejak saat itu Takaful Keluarga
dan Takaful Umum mengembangkan kepeloporan dalam industri asuransi
syariah dan menjadi yang terdepan di bidangnya.7

C. Pedomon Asuransi Syariah menurut fatwa MUI


MUI mengeluarkan fatwa mengenai pedoman dalam asuransi
syariah, antara lain:8
Pertama: Ketentuan Umum
a. Asuransi Syariah (Tamin, Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling
melindungi dan saling menolong diantara sejumlah orang/pihak
melaui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu
melaui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
b. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada poin (1)
adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir
(perjudian), riba (bunga), zulmu (penganiayaan), riswah (suap),
barang haram dan maksiat.
c. Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk
tujuan komersial.
d. Akad tabarru adalah semua bentuk akad yang dilakukan dnegan
tujuan kebaikan dan tolong menolong, bukan semata untuk tujuan
komersial.
e. Premi adalah kewajiban peserta untuk memberikan sejumlah dana
kepada perusahaan sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

7
Admin Takaful Umum, Sejarah Asuransi Takaful Umum, diakses dari
https://www.takafulumum.co.id/lebihlanjut.html, pada tanggal 25 Oktober 2017 pukul
20.26
8
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm.
42-44

5
f. Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberi perusahaan
asuransi sesuai dengan kesepakatan akad.

Kedua: Akad dalam Asuransi

a. Akad yang dilakukan anatar peserta dengan perusahaan terdiri atas


akad tijarah dan akad atau akad tabarru.
b. Akad tijarah yang dimaksud dalam ayat (1) adalah mudharabah,
sedangkan akad tabarru adalah hibah.
c. Dalam akad sekurang-kurangnya disebutkan:
Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan.
Cara dan waktu pembayaran premi
Jenis akad tijarah dan atau akad tabarru serta syarat-syarat yang
disepakati sesuai dengan jenis asuransi yang diakad.

Ketiga: Kedudukan Setiap Pihak dalam Akad Tijarah dan Tabarru

a. Dalam akad tijarah (mudharabah), perusahaan bertindak sebagai


mudharib (pengelola) dan peserta sebagai shahibul mal (pemegang
polis).
b. Dalam akad tabarru (hibah), peserta memberikan hiabh yang akan
digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah.
Sedangkan, perusahaan sebagai pengelola dana hibah.

Keempat: Ketentuan dalam Akad Tijarah dan Tabarru.

a. Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru bila
pihak yang tertahan haknya dengan rela melepaskan haknya
sehingga mengugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan
kewajibannya.
b. Jenis akad tabarru tidak dapat diubah menjadi jenis akad tijarah.

Kelima: Jenis Asuransi dan Akadnya.

a. Dipandang dari segi jenis, asuransi itu terdiri dari asuransi kerugian
dan asuransi jiwa.

6
b. Sedagkan akad bagi kedua jenis asuransi tersebut adalah
mudharabah dan hibah.

Keenam: Premi.

a. Pembayaran premi didasarkan atas jenis akad tijarah dan jenis akad
tabarru.
b. Untuk menetukan besarnya premi, perusahaan asuransi dapat
menggunakan rujukan table mortalita untuk asuransi jiwa dan table
morbidita untuk asuransi kesehatan, dengan syarat tidak
memasukkan unsur riba didalamnya.

D. Pengertian Asuransi Kesehatan Sosial (Jaminan Kesehatan Nasional-


JKN).
Sebelum membahas pengertian asuransi kesehatan sosial, beberapa pengertian
yang patut diketahui terkait dengan asuransi tersebut adalah:
a. Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang
bersifat wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada
peserta atas risiko sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau
anggota keluarganya (UU SJSN No.40 tahun 2004).
b. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan
program Jaminan Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
c. Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin
seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya
yang layak.

Dengan demikian, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di


Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme
Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan
Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi

7
dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan masyarakat yang layak.9

E. Kepesertaan10
Beberapa pengertian:
Peserta
adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat
6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar Iuran.
Pekerja
adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau
imbalan dalam bentuk lain.
Pemberi Kerja
adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan
lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara
negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar
gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.

Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan
PBI JKN dengan rincian sebagai berikut:

a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong


fakir miskin dan orang tidak mampu.
b. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin
dan orang tidak mampu yang terdiri atas:
1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
a) Pegawai Negeri Sipil;
b) Anggota TNI;
c) Anggota Polri;
d) Pejabat Negara;
e) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;
f) Pegawai Swasta; dan

9
Tim penyusun bahan sosialisasi dan advokasi JKN, Sosialisasi Jaminan
Kesehatan Nasional, (Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2013), hlm. 16
10
Ibid., hlm. 21-25

8
g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan
huruf f yang menerima Upah.
2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya,
yaitu:
a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan
b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan
penerima Upah.
c) Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b,
termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia
paling singkat 6 (enam) bulan.
3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:
a) Investor;
b) Pemberi Kerja;
c) Penerima Pensiun;
d) Veteran;
e) Perintis Kemerdekaan; dan
f) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai
dengan huruf e yang mampu membayar Iuran.
4) Penerima pensiun terdiri atas:
a) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak
pensiun;
b) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan
hak pensiun;
c) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
d) Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c;
dan
e) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima
pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai
dengan huruf d yang mendapat hak pensiun.
Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi:
a. Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan

9
b. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari
Peserta, dengan kriteria:
1. tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai
penghasilan sendiri; dan
2. belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum
berusia 25 (duapuluh lima) tahun yang masih
melanjutkan pendidikan formal.
Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota
keluarga yang lain.
1) Hak dan kewajiban Peserta
Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan
berhak mendapatkan a) identitas Peserta dan b) manfaat
pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan yang bekerja
sama dengan BPJS Kesehatan.
Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan
berkewajiban untuk: a. membayar iuran dan b. melaporkan
data kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan dengan
menunjukkan identitas Peserta pada saat pindah domisili
dan atau pindah kerja.
2) Masa berlaku kepesertaan
a. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional berlaku selama
yang bersangkutan membayar Iuran sesuai dengan
kelompok peserta.
b. Status kepesertaan akan hilang bila Peserta tidak membayar
Iuran atau meninggal dunia.
c. Ketentuan lebih lanjut terhadap hal tersebut diatas, akan
diatur oleh Peraturan BPJS.

10
F. Mekanisme Iuran BPJS11
1. Bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran
dibayar oleh Pemerintah.
2. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga
Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota
Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri
sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan
ketentuan : 3% (tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua
persen) dibayar oleh peserta.
3. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN,
BUMD dan Swasta sebesar 5% ( lima persen) dari Gaji atau Upah per
bulan dengan ketentuan : 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi
Kerja dan 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta.
4. Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri
dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran
sebesar sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau upah per orang per
bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.
5. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara
kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan
penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar:
a. Sebesar Rp. 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per
orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan
Kelas III.
b. Sebesar Rp. 51.000,- (lima puluh satu ribu rupiah) per orang per
bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.
c. Sebesar Rp. 80.000,- (delapan puluh ribu rupiah) per orang per
bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
6. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan
janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis

11
BPJS Kesehatan, Iuran BPJS, diakses dari https://bpjs-
kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/13, pada tanggal 26 oktober 2017 pukul
20.30

11
Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45%
(empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan,
dibayar oleh Pemerintah.
7. Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan

Tidak ada denda keterlambatan pembayaran iuran terhitung mulai


tanggal 1 Juli 2016 denda dikenakan apabila dalam waktu 45 (empat puluh
lima) hari sejak status kepesertaan diaktifkan kembali, peserta yang
bersangkutan memperoleh pelayanan kesehatan rawat inap, maka
dikenakan denda sebesar 2,5% dari biaya pelayanan kesehatan untuk
setiap bulan tertunggak, dengan ketentuan :

1) Jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 (dua belas) bulan.


2) Besar denda paling tinggi Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah).

12
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
menekankan pada quality atau hal terpenting suatu barang atau jasa. Hal
terpenting suatu barang atau jasa yang berupa kejadian, fenomena, dan
gejala sosial adalah makna dibalik kejadian tersebut yang dapat dijadikan
pelajaran berharga bagi pengemabangan konsep teori. Penelitian kualitatif
dilakukan karena peneliti ingin mengeskplor fenomena yang tidak dapat
dikuantifikasikan yang bersifat deskriptif seperti langkah kerja, formula
suatu resep, pengertian suatu konsep yang beragam, karakteristik suatu
barang dan jasa, gambar-gambar, budaya, gaya, dan lain sebagainya.12
Alasan penulis menggunakan metode ini, karena metode penelitian
kualitatif dianggap sesuai untuk melakukan pendekatan masalah yang akan
diteliti. Dalam hal ini, penulis menganalisis permasalahan BPJS dari sudut
pandang ekonomi syariah
B. Objek Penelitian dan Sumber Data
Objek dalam penelitian ini adalah BPJS dilihat dari sudut pandang
ekonomi syariah. Penulis memilih objek tersebut sebagai bahan penulisan
dikarenakan masih banyak ketidakadilan pelayanan kesehatan yang
diberikan BPJS. Sumber data diperoleh dari buku asuransi, website BPJS,
UU yang mengatur BPJS, jurnal dan artikel. Sumber data tersebut dirasa
memiliki nilai keakuratan yang pas, karena dapat membandingkan antara
pengelolaan asuransi syariah dan konvensional. Sehingga penulis dapat
menganalisis BPJS termasuk dari asuransi syariah atau konvensional.

12
Djunaido Ghony-Fauzan Almanshur, Metodelogi Penelitian Kualitatif,
(Yogyakarta: Ar Ruz Media, 2012), hlm. 25-26.

13
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan studi
kepustakaan. Studi kepustakaan adalah serangkaian kegiatan yang
berkenan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan
mencatat serta mengolah bahan penelitian.13 Data pustaka yang digunakan
dalam menulis penelitian ini ada dua, yaitu:
a. Dokumen tertulis: buku, jurnal dan artikel.
b. Media elektronik: internet.

13
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2008), hlm. 3

14
BAB IV
PEMBAHASAN

A. BPJS dilihat dari sudut pandang asuransi syariah (ekonomi syariah)


Asuransi syariah adalah sebuah usaha yang menerapkan prinsip-
prinsip syari sehingga jelas kehalalannya. Keunggulan prinsip syari
adalah terwujudnya keadilan antar pihak yang bertransaksi sekaligus
terdapatnya fleksibilitas atau kemudahan-kemudahan dalam
bertransaksi.14 Sedangkan BPJS termasuk merupakan asuransi sosial,
yang mana belum termasuk dari asuransi sosial syariah. Karena, pada
kenyataannya masih banyak peserta BPJS yang merasa tidak
mendapatkan keadilan dalam penerimaan klaim. Sehingga perlu dikaji
lebih dalam, poin-poin yang membuat BPJS masih jauh disebut sebagai
asuransi syariah. Poin-poin tersebut diantarannya yaitu;

Pertama, BPJS mengandung unsur gharar (ketidakjelasan).


Gharar adalah setiap transaksi yang berpotensi merugikan salah satu
pihak karena mengandung unsur ketidakjelasan, manipulasi dan
eskploitasi informasi serta tidak adanya kepastian pelaksanaan akad.15
Dalam BPJS, peserta tidak mengetahui seberapa besar dan seberapa
lama ia harus membayar premi. Adakalanya seorang peserta membayar
premi satu kali, kemudian ia mendapatkan klaim karena adanya
musibah yang menimpanya. Namun, adakalanya seorang peserta telah
membayar premi hingga belasan kali, tidak mendapatkan klaim,
lantaran tidak ada musibah yang menimpannya.

Kedua, BPJS mengandung riba (bunga). Diantaranya terdapat


dalam;

14
Agus Edi Sumanto , Solusi Berasuransi, (Bandung: Slamadani, 2009), hlm. 33.
15
Ahmad Ifham Sholihin, Ekonomi Syariah, (Jakarta: Gramedia, 2010), hlm.
102.

15
a. UU No 24 tahun 2011 pasal 11 poin b dan UU No 40 tahun 2004
pasal 47 ayat 1 menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi
jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan
aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan
hasil yang memadai. Didalam UU tersebut tidak disyaratkan
bahwa dana peserta BPJS harus di investasikan pada perusahaan
investasi syariah. Dalam perusahaan invetasi konvensional masih
menggunkan sistem bunga dalam pembagian hasil investasi.
Padahal bunga dilarang dalam islam.
b. UU No 24 tahun 2011 poin f, menyatakan bahwa mengenakan
sanksi administratif kepada Peserta atau Pemberi Kerja yang tidak
memenuhi kewajibannya. Tidak ada denda keterlambatan
pembayaran iuran terhitung mulai tanggal 1 Juli 2016 denda
dikenakan apabila dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak
status kepesertaan diaktifkan kembali, peserta yang bersangkutan
memperoleh pelayanan kesehatan rawat inap, maka dikenakan
denda sebesar 2,5% dari biaya pelayanan kesehatan untuk setiap
bulan tertunggak, dengan ketentuan:16
1. Jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 (dua belas)
bulan.
2. Besar denda paling tinggi Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta
rupiah).
Denda keterlambatan dalam BPJS merupakan riba nasiah. Riba
nasiah adalah tambahan yang yang disyaratkan oleh orang yang
mengutangi dari orang yang berutang sebagai imbalan atas
penangguhan (penundaan) pembayaran utangnya.17
c. Pada saat peserta menerima klaim lebih besar dari premi yang
dibayarkannya maka hal ini mengandung unsur riba fadhli. Riba

16
BPJS Kesehatan, Iuran BPJS, diakses dari https://bpjs-
kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/13 pukul00.41, pada tanggal 27
Oktober 2017 pukul 21.00
17
Muhammad Hendra, Jahiliyah, (Yogyakarta: Deepublish, 2015), hlm. 119

16
Fadhli adalah riba dengan sebab tukar menukar benda, barang
sejenis (sama) dengan tidak sama ukuran jumlahnya.18
ketiga, BPJS mengandung unsur maysir (perjudian). Maysir
adalah transaksi yang mengandung unsur perjudian, untung-untungan
atau spekulatif yang tinggi.19 Peserta BPJS yang sakit akan
mendapatkan klaim lebih besar dari premi yang dibayarkannya
(untung). Disisi lain, peserta BPJS yang sehat tidak mendapatkan klaim
(rugi). Hal ini sesuai dengan praktek maysir, dimana ada yang
diuntungkan dan ada yang dirugikan.
Keempat, tidak adanya dewan pengawas syariah. Dalam UU No
24 tahun 2011 pasal 21 menyatakan bahwa dewan pengawas yang ada
di BPJS terdiri atas 2 orang unsur pemerintah, 2 orang unsur pekerja,
dan 2 orang unsur pemberi kerja, serta 1 orang unsur tokoh masyarakat.
Padahal fungsi dari dewan pengawas syariah untuk memastikan bahwa
operasional BPJS tidak menyimpang dari prinsip syraiah.
Kelima, tidak adanya pemisahana antara akun dana tabarru dan
akun dana peserta. Hal ini disebabkan karena BPJS tidak menerapkan
asuransi syariah. Sehingga akan berdampak pada operasional BPJS.

B. Solusi untuk BPJS


Dari beberapa poin BPJS yang sudah dianalisis dengan asuransi
syariah, maka pemerintah perlu merubah sistem BPJS menjadi sistem
asuransi syariah. Dalam asuransi syariah ada dua hal yang ditawarkan,
yaitu sistem bagi hasil terhadap pengelolaan dana dan sistem bagi
resiko diantara sesama peserta. Dana tabarru akan digunakan sebagai
sarana berbagi resiko dengan cara memberikan santunan jika ada
peserta yang mengalami musibah sebagaimana yang telah
diperjanjikan. Adapun dana peserta akan diinvestasikan dan dibukukan
dalam rekening peserta sebagai manfaat di akhir kontrak atau pada saat

18
, Solusi Berasuransi, (Bandung:Salamadani, 2009), hlm. 54.
19
Ahmad Ifham Sholihin, Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syariah,
(Jakarta: Gramenia, 2010), hlm.70

17
peserta mengakhiri perjanjian. Dengan demikian, diharapkan dana
tabarru yang terkumpul cukup untuk membayar klaim. Dana peserta
diharapkan akan berkembang sesuai dengan yang direncanakan20

20
Agus Edi Sumanto , Solusi Berasuransi, (Bandung: Salamadani, 2009), hlm.
34.

18
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan melalui
mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory)
berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk
Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak. Asuransi
kesehatan sosial yang bersifat wajib diselenggarakan oleh BPJS
kesehatan. Dalam praktinya, masih banyak ketidakadilan yang
dirasakan oleh para peserta BPJS. Salah satu penyebabnya yaitu BPJS
belum menerapkan hukum islam. Untuk itu peran pemerintah
diperlukan untuk mengkaji sistem yang digunakan BPJS sekarang, agar
kenyaman dan keadilan para peserta BPJS dapat tercapai.
Dalam sistem BPJS, hal-hal yang bertentangan dengan hukum
islam antara lain; adanya gharar, riba, maysir, belum adanya DPS,
serta tidak adanya pemisahan antara akun dana peserta dan akun dana
tabarru.
B. Daftar Pustaka
Anwar, Khoiril. 2007. Asuransi Syariah. Solo: Tiga Serangkai.
Ismanto, Kuat. 2009. Asuransi Syariah. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Amrin, Abdullah. 2006. Asuransi Syariah. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Juhaya S. Praja, Asuransi Takaful, (Artikel yang dikeluarkan PT.
Takaful Indonesia)
Sula Syakir, Muhammad. 2004. Asuransi Syariah. Jakarta: Gema
Insani.

19
Takaful, Admin. Sejarah Asuransi Takaful Umum. Diakses dari
https://www.takafulumum.co.id/lebihlanjut.html, pada tanggal 25
Oktober 2017 pukul 20.26
Tim penyusun bahan sosialisasi dan advokasi JKN. 2013.
Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta. Kementrian
Kesehatan RI.
BPJS Kesehatan. Iuran BPJS. Diakses dari https://bpjs-
kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/13, pada tanggal 26
oktober 2017 pukul 20.30
Ghony, Djunaido dan Fauzan Almanshur. 2012. Metodelogi
Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar Ruz Media.
Zed, Mestika. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Sumanto Edi, Agus. 2009. Solusi Berasuransi. Bandung:
Slamadani.
Sholihin Ifham, Ahmad. 2010. Ekonomi Syariah. Jakarta:
Gramedia.
Hendra, Muhammad. 2015. Jahiliyah. Yogyakarta: Deepublish.

20

Anda mungkin juga menyukai